Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/105

e-Konsel edisi 105 (1-2-2006)

Mengasihi Orang Tua

<=>                Edisi (105) -- 01 Pebruari 2006                <=>

                               e-KONSEL
<=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=>
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
<=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=>

Daftar Isi:
  = Pengantar            : Happy Valentine
  = Renungan             : Penghormatan Bagi Orang Tua
  = Cakrawala            : Ayahmu dan Ibumu
  = Bimbingan Alkitabiah : Anak-anak
  = Kesaksian            : Bahkan Seorang Anak Berusia 7 Tahun
                           Melakukan yang Terbaik untuk ...
  = Tips                 : Memahami Orang Tua
  = Surat Anda           : Bahan Pendidikan Anak

<=> PENGANTAR REDAKSI -------------------------------------------- <=>

  Shallom pembaca ...

  Kasih sayang dan cinta. Sepertinya dua kata itu akan menjadi kata-
  kata favorit di bulan Pebruari ini. Apakah Anda bisa menebak
  alasannya? Ya, betul, karena Hari Valentine, yang biasa dirayakan
  tanggal 14 Pebruari. Melalui perayaan Hari Kasih Sayang ini, kita
  mendapat kesempatan untuk mengekspresikan kasih sayang dan cinta
  kita dengan lebih terbuka, baik antara suami dan istri, antar
  anggota keluarga (anak dan orang tua), atau juga kepada pacar dan
  teman-teman dekat yang dikasihi.

  Nah, sehubungan dengan hari istimewa ini, edisi e-Konsel akan
  mengajak pembaca semua untuk ikut memeriahkannya, terkhusus untuk
  mengekspresikan rasa kasih sayang kepada orang tua kita masing-
  masing. Namun, jika saat ini orang tua Anda sudah tidak ada lagi,
  jangan bersedih, Anda bisa berbagi kasih sayang dengan orang-orang
  tua yang ada di sekeliling Anda. Jangan melewatkan kesempatan untuk
  berbuat baik kepada mereka yang saat ini membutuhkan kasih sayang
  Anda.

  Selamat menyimak dan selamat Hari Valentine!

  Redaksi e-Konsel,
  (Ratri)


<=> RENUNGAN ----------------------------------------------------- <=>

                  <=> PENGHORMATAN BAGI ORANG TUA <=>

  Keluaran 20:12

  Ada dua alasan prinsip mengapa hormat kepada orang tua adalah
  perintah yang sangat penting. Pertama, sikap hormat kepada orang tua
  merupakan sikap tunduk pada otoritas. Orang tua mewakili Allah dalam
  membesarkan, mendidik, dan memelihara seorang anak. Seorang anak
  belajar menghormati Allah dan taat pada keempat perintah Allah
  pertama melalui belajar menghormati orang tuanya. Oleh karena itu,
  orang tua harus menyatakan kasih mereka dan menerapkan disiplin
  kepada anak-anak mereka sedini mungkin. Teladan diberikan supaya
  anak memiliki dan merasakan figur Allah yang penuh kasih dan
  perhatian. Disiplin diberikan untuk melatih anak hormat dan taat
  kepada-Nya.

  Kedua, sikap hormat kepada orang tua akan menghasilkan sikap
  menghargai hak orang lain. Keluarga adalah unit terkecil dari
  masyarakat. Keluarga dapat dijadikan ukuran untuk menentukan baik
  atau tidaknya masyarakat tersebut. Kalau keluarga harmonis,
  masyarakat juga menjadi baik, jikalau keluarga berantakan,
  masyarakat juga menjadi buruk. Seorang anak yang sejak kecil telah
  belajar menghormati orang tuanya akan tumbuh menjadi anggota
  masyarakat yang menghargai dan menghormati struktur sosial dalam
  masyarakat.

  Kita hidup dalam zaman pasca modern yang mengagungkan pemuasan diri
  sendiri daripada menghargai hak orang lain. Semua sendi kehidupan
  digoncang oleh pandangan yang mengatakan definisi benar adalah jika
  sesuatu itu enak, cocok, dan berguna bagi diri sendiri. Juga adanya
  pendapat bahwa menghormati orang tua bukan hal yang mutlak; patuh
  kepada pemerintah adalah kebodohan; takut akan Allah adalah takhyul.
  Inilah tantangan bagi kita. Kita mampu memutarbalikkan semua ajaran
  keliru itu dengan mendidik anak-anak kita takut akan Tuhan sejak
  dini.

  Renungkan:
  Bukan saja anak yang wajib menghormati orang tua, orang tua juga
  berkewajiban memelihara anak dalam kasih Tuhan.

  <=> Sumber diambil dari: <=>
  Publikasi e-SH, edisi 18 September 2005
  ==>  http://www.sabda.org/publikasi/e-sh/2005/09/18/
  ==>  < subscribe-i-kan-akar-santapan-harian(at)xc.org > [Berlangganan]


<=> CAKRAWALA ---------------------------------------------------- <=>

                       <=> AYAHMU DAN IBUMU <=>

  Tahukah Anda bahwa hukum kelima dari Dasa Titah mempunyai dua versi?
  Yang pertama termuat dalam Keluaran 20:12, bunyinya: "Hormatilah
  ayahmu dan ibumu". Yang kedua tertulis dalam Imamat 19:31, bunyinya:
  "Setiap orang di antara kamu haruslah menyegani ibunya dan ayahnya."
  Yang satu menyebut "ayah" terlebih dahulu, baru "ibu". Sementara
  yang lain, sebaliknya.

  Besar kemungkinan tidak ada perbedaan substansial yang pantas
  dibicarakan mengenai perbedaan tersebut. Namun, para rabi Yahudi toh
  tak urung menangkap juga nuansa yang, menurut mereka, cukup
  bermakna.

  Menurut mereka, perbedaan tersebut pasti bukan kebetulan semata.
  Tapi ada tujuannya, yaitu merupakan penegasan, bahwa hormat anak
  kepada "ayah" harus seimbang dan sama besar dengan hormat kepada
  "ibu".

  Bagi kita, penafsiran seperti itu mungkin terasa mengada-ada. Tapi
  dalam konteks kehidupan masyarakat Timur Tengah yang patriarkhal
  pada waktu itu, bahkan juga masyarakat kita sampai kini, kesimpulan
  tersebut menjadi amat penting.

  Salah seorang rabi yang terkemuka mengemukakan bahwa melalui
  perbedaan itu Tuhan ingin menyampaikan sesuatu. "Adalah wajar,"
  begitu tulis sang rabi, "bila seorang anak merasa lebih akrab dengan
  ibunya. Sebab bukankah sang ibu itulah yang telah mengandung dan
  melahirkan, kemudian menimang dan mengasuhnya?" Namun justru karena
  kecenderungan alamiah inilah, Tuhan menitahkan agar orang
  menghormati ayah terlebih dahulu baru ibu.

  Di pihak lain, juga lumrah bila seorang anak menghormati ayahnya
  lebih dari ibunya. Bukankah dia sang kepala keluarga, dan dari dia
  pula ia mulai belajar mengenal Allah serta hukum-hukum-Nya? Namun
  justru karena kecondongan naluriah inilah, Tuhan menitahkan agar
  orang menghormati ibu terlebih dahulu baru ayah". "Ayah" seimbang
  dengan "ibu". Betapa progresifnya!

  Perintah untuk menghormati orang tua, bagi umat Israel, sungguh
  sentral dan vital. Begitu pentingnya, sehingga baik berkat yang
  dijanjikan Allah bagi mereka yang mematuhinya, maupun hukuman yang
  diancamkan Allah bagi para pelanggarnya, kedua-duanya sama
  dahsyatnya.

  Berkat yang dijanjikan jelas termuat dalam titah itu sendiri, yakni
  "supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu,
  kepadamu" (Keluaran 20:12). Janji yang dahsyat, sebab tak ada berkat
  lain yang lebih didambakan orang, selain terwujudnya masa depan yang
  diimpikan.

  Dan tak ada masa depan yang lebih diimpi-impikan, selain
  diperkenankan menikmati seluruh sisa usia yang panjang di "negeri
  idaman". Bukankah demikian?

  Ya! Namun, jangan kita lupa memperhatikan ancaman kutuk-Nya! Tidak
  kalah dahsyat! Berbuat durhaka terhadap orang tua, dalam pranata
  hukum Israel, ternyata dianggap setara dengan tindak pidana kelas
  berat. Bahkan disejajarkan dengan dosa yang paling serius: dosa
  menghujat Allah. "(Orang) yang mengutuki ayahnya dan ibunya,
  pastilah ia dihukum mati." (Imamat 20:9, 24:15)

  Bukan cuma itu. Menurut si Arif Bijaksana, "Siapa mengutuki ayah
  atau ibunya, pelitanya akan padam pada waktu gelap" (Amsal 20:20).
  Artinya, berkat tak akan mau singgah dalam hidup seorang anak
  durhaka, baik dalam hidupnya di dunia ini, terlebih-lebih di akhirat
  nanti. Kemudian katanya pula, "Mata yang mengolok-olok ayah, dan
  enggan mendengarkan ibu, akan dipatuk gagak lembah dan dimakan anak
  rajawali" (Amsal 30:17). Artinya, sekiranya pun dalam hidupnya si
  anak yang bersangkutan tidak mengalami kekurangan apa-apa, matinya
  akan amat hina. Tak ada orang mau merawat jasadnya. Bahkan tak ada
  tanah bersedia menerima jenasahnya. Mayatnya habis menjadi makanan
  gagak lembah dan anak rajawali.

  Semangat yang sama kita jumpai pula dalam Perjanjian Baru. Tidak
  kurang dari Yesus sendiri, yang mengecam keras ajaran pemimpin-
  pemimpin agama Yahudi, bahwa seolah-olah oke-oke saja orang
  menelantarkan kewajiban terhadap orang tua, asalkan demi memenuhi
  kewajibannya terhadap Tuhan (Matius 7:9-13).

  "Sama sekali tidak oke!", kata Yesus. "Kewajiban terhadap Tuhan" dan
  "kewajiban terhadap orang tua" bukanlah pilihan "ini atau itu".
  Melainkan suatu kewajiban rangkap "baik ini maupun itu". Mustahil
  orang sanggup memenuhi kewajibannya kepada Tuhan, sementara ia
  menelantarkan orang tuanya.

  Firman Tuhan amat jelas dan tegas. "Barangsiapa tidak mengasihi
  saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak
  dilihatnya" (1Yohanes 4:20). Sebaliknya, mustahil pula orang
  mengasihi orang tuanya atau siapa saja tetapi tidak mengakui sang
  Sumber Kasih itu sendiri, yaitu Allah, yang adalah kasih itu sendiri
  (1Yohanes 4:8).

  Orang yang mengklaim bahwa ia mengasihi Allah tapi menutup hati
  terhadap sesamanya, atau sebaliknya berkata mengasihi sesama tapi
  tidak mengasihi Allah adalah penipu. Paling sedikit, ia munafik.
  Kasihnya pura-pura sebab bersyarat dan berpamrih. Yang dikasihinya
  tak lain hanyalah dirinya sendiri.

  Melalui kehidupan pribadi-Nya, Yesus memberi contoh konkret mengenai
  apa artinya "menghormati orang tua". Dari rentang usianya yang
  pendek, 33 tahun, tak kurang dari 30 tahun Ia melewatkan waktu di
  Nazaret. Di desa-Nya, di rumah keluarga-Nya bersama orang tua dan
  adik-adik-Nya.

  Sepuluh per sebelas dari seluruh hidup-Nya, Ia manfaatkan untuk
  "urusan keluarga". "Hanya" satu per sebelas Ia pakai untuk "urusan
  pelayanan". Tapi Ia membuktikan, betapa pelayanan-Nya tak sedikit
  pun berkurang nilai, makna dan dampaknya hanya karena "kuantitas"
  waktu yang tersedia relatif singkat. Yang menentukan adalah
  "kualitas"-nya.

  Mengenai apa saja yang terjadi selama 30 tahun itu, Alkitab bungkam
  seribu bahasa. Namun demikian, toh ada yang dengan bertanggung jawab
  dapat kita katakan berhubung dengan 30 tahun yang "misterius" itu.

  Para penafsir pada umumnya sepakat, bahwa Yesus mempergunakan kurun
  waktu yang lumayan panjang itu untuk memenuhi "tanggung jawab
  keluarga". Sebab Yusuf, sang ayah dan kepala keluarga, besar
  kemungkinan telah meninggal dalam usia muda. Mengenai "dugaan" ini,
  beberapa alasan dapat dikemukakan.

  Misalnya yang mencolok adalah bahwa Alkitab cukup banyak berbicara
  mengenai Maria, sang ibu. Tapi tak sepatah kata pun tentang Yusuf.
  Mengapa ini? Dalam kisah perjamuan kawin di kota Kana (Yohanes 2:1-
  11), misalnya, Yohanes menyebutkan kehadiran Maria. Padahal
  sekiranya Yusuf masih hidup, ia yang lebih pantas hadir di pesta,
  dan namanyalah yang patut disebut.

  Bila ayah telah tiada, maka anak lelaki tertualah yang mengambil
  alih tanggung jawab. Dan itulah yang Yesus lakukan! Selama 30 tahun
  itu, Yesus bukan hanya seorang "anak tukang kayu". Tapi Ia
  sendirilah "si tukang kayu" itu, dengan itu Ia menghidupi keluarga-
  Nya. Dengan berlatar belakang "profesi"-Nya itulah, Ia dapat
  berkata, "Kuk yang Ku-pasang itu enak" (Matius 11:30). Agaknya
  spesialisasi Yesus adalah membuat "kuk". Dan hasil pekerjaan-Nya
  prima, "enak" dipakai.

  Tidak kurang dari 30 tahun, menunggu sampai adik-adik-Nya mampu
  mandiri, Yesus mewujudkan darma bakti-Nya kepada orang tua dan
  keluarga. Darma bakti yang terus diperlihatkan-Nya sampai ketika Ia
  sudah berada di batas ajal! (Yohanes 19:26-27).

  Menghormati orang tua bukan hanya kebajikan yang eksklusif untuk
  bangsa Israel. Kebajikan ini bersifat universal. Legenda-legenda
  yang kita warisi, seperti si Malin Kundang misalnya, membuktikannya.
  Konfusianisme apa lagi. Menurut ajaran ini, tidak ada yang lebih
  keji selain perbuatan seorang anak "put hao" alias anak durhaka yang
  tidak berbakti kepada orang tua.

  Sebab itu salah besarlah orang yang beranggapan bahwa karena Taurat
  tidak mengikat lagi maka orang Kristen bebas menjadi orang-orang
  "put hao". Tidak! Kata-kata Paulus begitu tegas dan jelas. "Hai
  anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah
  demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu -- ini adalah perintah yang
  penting." (Efesus 6:1-3)

  Mengapa penting? Tidak lain karena ini merupakan urat nadi utama
  peradaban manusia. Ketika orang kehilangan rasa hormat kepada apa
  pun dan kepada siapa pun, maka hancur lebur pulalah peradaban.
  Pasti!

  Perintah menghormati orang tua menegaskan bahwa ada yang mesti kita
  hormati di bumi ini. Ada yang mesti kita hormati, bukan karena lolos
  kualifikasi.

  Bukan pula karena dengan melakukannya, kita akan menarik manfaat.
  Tapi kita harus menghormati, semata-mata karena "ia" adalah "ia".
  Orang tua kita hormati karena mereka adalah ayah dan ibu kita. Ya,
  betapa pun buruk penampilan mereka! Betapa pun tak membanggakannya
  prestasi mereka bagi prestise kita!

  Bukankah ini adalah bayangan mini dari hormat kita kepada Tuhan?
  Kristus wajib kita hormati semata-mata karena Ia adalah Tuhan.
  Titik! Bukan karena Ia begini atau begitu. Bukan pula karena ini
  akan mengakibatkan ini atau itu.

  Ini adalah sikap yang lahir dari cinta yang murni. Cinta yang
  mengatakan, "Ich liebe dich weil du da bist"? Bukan "Ich liebe dich
  weil du so bist". "Aku mencintaimu karena engkau adalah engkau!"
  Bukan "aku mencintaimu karena engkau begini atau begitu."

  <=> Sumber diambil dan diedit dari: <=>
  Judul Artikel: Ayahmu dan Ibumu
  Penulis      : Pdt. Eka Darmaputera
  Situs        : Glorianet
  ==>  http://www.glorianet.org/ekadarmaputera/ekadayah.html


<=> BIMBINGAN ALKITABIAH ----------------------------------------- <=>

                          <=> ANAK-ANAK <=>

  Ayat-ayat berikut merupakan dasar bagi anak-anak dalam menghormati
  dan mengasihi orang tua mereka. Segera buka Alkitab Anda dan
  renungkan ayat-ayat dibawah ini!

  Perjanjian Lama
  ---------------
  Keluaran 20:12, 21:15,17
  Ulangan 6:6,9, 12:28
  Mazmur 103:17, 127:3
  Amsal 1:8, 4:1, 6:20, 10:1, 13:1,22, 15:20, 17:6,25, 20:7,20
  Amsal 22:6, 23:22,24, 30:17

  Perjanjian Baru
  ---------------
  Matius 18:4,5,10, 19:14
  Markus 10:16
  Efesus 6:1,4
  Kolose 3:20,21
  1Timotius 4:12

  <=> Sumber diambil dari: <=>, 200 Topik Penting (CD SABDA versi 2.0)
  Nomor Topik: 09216
  Copyright  : Yayasan Lembaga SABDA [Versi Elektronik (SABDA)]


<=> KESAKSIAN ---------------------------------------------------- <=>

  Kisah berikut ini diambil dari buku "Gifts From The Heart for Women"
  karya Karen Kingsbury. Semoga menjadi berkat.

             <=> BAHKAN SEORANG ANAK BERUSIA 7 TAHUN <=>
                   MELAKUKAN YANG TERBAIK UNTUK ...

  Di sebuah kota di California, tinggal seorang anak laki-laki berusia
  tujuh tahun yang bernama Luke. Luke gemar bermain bisbol. Ia bermain
  pada sebuah tim bisbol di kotanya yang bernama Little League. Luke
  bukanlah seorang pemain yang hebat. Pada setiap pertandingan, ia
  lebih banyak menghabiskan waktunya di bangku pemain cadangan. Akan
  tetapi, ibunya selalu hadir di setiap pertandingan untuk bersorak
  dan memberikan semangat saat Luke dapat memukul bola maupun tidak.

  Kehidupan Sherri Collins, ibu Luke, sangat tidak mudah. Ia menikah
  dengan kekasih hatinya saat masih kuliah. Kehidupan mereka berdua
  setelah pernikahan berjalan seperti cerita dalam buku-buku roman.
  Namun, keadaan itu hanya berlangsung sampai pada musim dingin saat
  Luke berusia tiga tahun. Pada musim dingin, di jalan yang berlapis
  es, suami Sherri meninggal karena mobil yang ditumpanginya
  bertabrakan dengan mobil yang datang dari arah berlawanan. Saat itu,
  ia dalam perjalanan pulang dari pekerjaan paruh waktu yang biasa
  dilakukannya pada malam hari. "Aku tidak akan menikah lagi," kata
  Sherri kepada ibunya. "Tidak ada yang dapat mencintaiku seperti
  dia". "Kau tidak perlu menyakinkanku," sahut ibunya sambil
  tersenyum. Ia adalah seorang janda dan selalu memberikan nasihat
  yang dapat membuat Sherri merasa nyaman. "Dalam hidup ini, ada
  seseorang yang hanya memiliki satu orang saja yang sangat istimewa
  bagi dirinya dan tidak ingin terpisahkan untuk selama-lamanya. Namun
  jika salah satu dari mereka pergi, akan lebih baik bagi yang
  ditinggalkan itu untuk tetap sendiri daripada memaksa diri mencari
  penggantinya."

  Sherri sangat bersyukur bahwa ia tidak sendirian. Ibunya pindah
  untuk tinggal bersamanya. Bersama-sama, mereka berdua merawat Luke.
  Apapun masalah yang dihadapi anaknya, Sherri selalu memberikan
  dukungan sehingga Luke akan selalu bersikap optimis. Setelah Luke
  kehilangan seorang ayah, ibunya juga selalu berusaha menjadi seorang
  ayah bagi Luke. Pertandingan demi pertandingan, minggu demi minggu,
  Sherri selalu datang dan bersorak-sorai untuk memberikan dukungan
  kepada Luke, meskipun ia hanya bermain beberapa menit saja.

  Suatu hari, Luke datang ke pertandingan seorang diri. "Pelatih",
  panggilnya. "Bisakah aku bermain dalam pertandingan ini sekarang?
  Ini sangat penting bagiku. Aku mohon?" Pelatih mempertimbangkan
  keinginan Luke. Luke masih kurang dalam hal kerja sama antar pemain.
  Namun dalam pertandingan sebelumnya, Luke berhasil memukul bola dan
  mengayunkan tongkatnya searah dengan arah datangnya bola. Pelatih
  kagum tentang kesabaran dan sportivitas Luke, dan Luke tampak
  berlatih ekstra keras dalam beberapa hari ini.

  "Tentu," jawabnya sambil mengangkat bahu, kemudian ditariknya topi
  merah Luke. "Kamu dapat bermain hari ini. Sekarang, lakukan
  pemanasan dahulu." Hati Luke bergetar saat ia diperbolehkan untuk
  bermain. Sore itu, ia bermain dengan sepenuh hatinya. Ia berhasil
  melakukan home run dan mencetak dua single. Ia pun berhasil
  menangkap bola yang sedang melayang sehingga membuat timnya berhasil
  memenangkan pertandingan. Tentu saja pelatih sangat kagum
  melihatnya. Ia belum pernah melihat Luke bermain sebaik itu. Setelah
  pertandingan, pelatih menarik Luke ke pinggir lapangan.
  "Pertandingan yang sangat mengagumkan," katanya kepada Luke. "Aku
  tidak pernah melihatmu bermain sebaik sekarang ini sebelumnya. Apa
  yang membuatmu jadi begini?"

  Luke tersenyum dan pelatih melihat kedua mata anak itu mulai penuh
  dengan air mata kebahagiaan. Luke menangis tersedu-sedu. Sambil
  sesenggukan, ia berkata "Pelatih, ayahku sudah lama sekali meninggal
  dalam sebuah kecelakaan mobil. Ibuku sangat sedih. Ia buta dan tidak
  dapat berjalan dengan baik, akibat kecelakaan itu. Minggu lalu ...
  ibuku meninggal." Luke kembali menangis. Kemudian Luke menghapus air
  matanya, dan melanjutkan ceritanya dengan terbata-bata "Hari ini,
  ... hari ini adalah pertama kalinya kedua orang tuaku dari surga
  datang pada pertandingan ini untuk bersama-sama melihatku bermain.
  Dan aku tentu saja tidak akan mengecewakan mereka ...." Luke kembali
  menangis terisak-isak.

  Sang pelatih sadar bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat,
  dengan mengizinkan Luke bermain sebagai pemain utama hari ini. Sang
  pelatih yang berkepribadian sekuat baja, tertegun beberapa saat. Ia
  tidak mampu mengucapkan sepatah katapun untuk menenangkan Luke yang
  masih menangis. Tiba-tiba, baja itu meleleh. Sang pelatih tidak
  mampu menahan perasaannya sendiri, air mata mengalir dari kedua
  matanya, bukan sebagai seorang pelatih, tetapi sebagai seorang anak
  .... Sang pelatih sangat tergugah dengan cerita Luke, ia sadar bahwa
  dalam hal ini, ia belajar banyak dari Luke. Bahkan seorang anak
  berusia 7 tahun berusaha melakukan yang terbaik untuk kebahagiaan
  orang tuanya, walaupun ayah dan ibunya sudah pergi selamanya ....
  Luke baru saja kehilangan seorang ibu yang begitu mencintainya ....
  Sang pelatih sadar, bahwa ia beruntung karena ayah dan ibunya masih
  ada. Mulai saat itu, ia berusaha melakukan yang terbaik untuk kedua
  orang tuanya, membahagiakan mereka, membagikan lebih banyak cinta
  dan kasih untuk mereka. Dia menyadari bahwa waktu sangat berharga,
  atau ia akan menyesal seumur hidupnya ....

  Hikmah yang dapat direnungkan dari kisah Luke yang BARU berusia 7
  TAHUN: Mulai detik ini, lakukanlah yang terbaik untuk membahagiakan
  ayah dan ibu kita. Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mengisi
  hari-hari mereka supaya penuh dengan kebahagiaan. Sisihkan lebih
  banyak waktu untuk mereka. Raihlah prestasi dan hadapi tantangan
  seberat apapun, melalui cara-cara yang jujur untuk membuat mereka
  bangga terhadap kita. Bukannya melakukan perbuatan-perbuatan tak
  terpuji yang membuat mereka malu. Kepedulian kita pada mereka adalah
  salah satu kebahagiaan mereka yang terbesar.

  Bahkan seorang anak berusia 7 tahun berusaha melakukan yang terbaik
  untuk membahagiakan ayah dan ibunya. Bagaimana dengan Anda?
  Berapakah usia Anda saat ini? Apakah Anda masih memiliki kesempatan
  tersebut? Atau kesempatan itu sudah hilang untuk selamanya?

  <=> Sumber diedit dari: <=>
  Situs e-Artikel
  ==>  http://www.sabda.org/artikel/artikel.php?id=76


<=> TIPS --------------------------------------------------------- <=>

                      <=> MEMAHAMI ORANG TUA <=>

  Anak-anak yang bijak tentu ingin menyenangkan orang tua. Namun,
  mula-mula, mereka harus memahami orang tua mereka. Sekalipun
  seperti pendapat kebanyakan remaja, orang tua sangatlah sukar
  dimengerti. Kiranya ketujuh petunjuk di bawah ini dapat membantu
  Anda:

  1. Jangan malu berbicara dalam bahasa mereka. Cobalah mengucapkan
     perkataan yang tampaknya aneh bagi anak muda, seperti "Biar saya
     bantu mencuci piring," atau "Ya.", 2. Cobalah untuk memahami musik mereka. Putarlah lagu favorit mereka
     di tape hingga Anda terbiasa.

  3. Sabarlah menghadapi kelemahan mereka. Jika Anda kebetulan melihat
     kelemahan itu, janganlah marah. Tak ada salahnya Anda menjadi
     contoh yang baik bagi mereka.

  4. Doronglah orang tua Anda untuk membicarakan masalah mereka.
     Ingatlah bahwa hal-hal seperti mencari nafkah atau membayar
     hipotek sangat penting bagi mereka.

  5. Bertoleransilah terhadap penampilan mereka. Jika ayah Anda baru
     saja potong rambut, jangan sembunyikan dia dari teman-teman Anda.
     Ingatlah bahwa sangat penting baginya untuk tampak serupa dengan
     teman-temannya.

  6. Jika mereka melakukan sesuatu yang Anda anggap salah, beritahu
     mereka bahwa perilaku merekalah yang tidak Anda sukai, bukan
     pribadi mereka.

  7. Yang terpenting, berdoalah bagi mereka. Mungkin dari luar mereka
     tampak penuh percaya diri padahal sesungguhnya mereka merasa
     lemah. Mereka membutuhkan Allah untuk membantu mereka melewati
     tahun-tahun yang sulit ini. --HWR

  <=> Sumber diambil dari: <=>
  Publikasi e-RH Edisi 14 Oktober 2001
  ==>  http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2001/10/14/
  ==>  < subscribe-i-kan-akar-renungan-harian(at)xc.org > [Berlangganan]


<=> SURAT ANDA --------------------------------------------------- <=>

  Dari: michael<(at)>
  >syalom redaksi yth,
  >Saya sedang mencari sumber tentang bagaimana mendidik anak
  >berdasarkan Ulangan pasal 6:4-9 (yang biasa disebut shema) atau
  >sumber-sumber Kristen lainnya. Apakah redaksi dapat membantu saya.
  >atas perhatiannya saya ucapkan banyak terimakasih, Tuhan memberkati
  >Michael

  Redaksi:
  Shallom Michael,
  Untuk saat ini e-Konsel memang belum pernah menyajikan topik seperti
  yang Anda cari. Namun jangan khawatir, kami memiliki bahan yang
  bertemakan sama dengan yang Anda inginkan. Silakan Anda mengaksesnya
  di situs arsip e-BinaAnak:

       ==>  http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/249/

  Jika Anda berminat untuk berlangganan publikasi e-BinaAnak, silakan
  kirim email kosong ke:

       ==>  < subscribe-i-kan-BinaAnak(at)xc.org >

  Jika Anda ingin mendapatkan bahan-bahan lain yang sejenis, silakan
  mengunjungi Situs PEPAK di:

       ==>  http://www.sabda.org/pepak/

  Jawaban ini sekaligus menjadi promosi untuk pembaca yang lain yang
  ingin mendapatkan bahan-bahan seputar pelayanan anak. Silakan
  berlangganan Publikasi e-BinaAnak dan berkunjung ke situs PEPAK.
  Selamat berjelajah.


<=><=><=><=><=><=><=><=><=><=> e-KONSEL <=><=><=><=><=><=><=><=><=><=>

                         STAF REDAKSI e-Konsel
                          Ratri, Evie, Silvi
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2006 oleh YLSA
                      http://www.sabda.org/ylsa/
                       http://katalog.sabda.org/
                     Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati

<=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=>
Anda punya masalah/perlu konseling?   < masalah-konsel(at)sabda.org >
Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
dapat dikirimkan ke alamat:          < owner-i-kan-konsel(at)xc.org >
=====================================================================
  Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)xc.org >
  Berhenti    : < unsubscribe-i-kan-konsel(at)xc.org >
  Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
  ARSIP       : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
  Situs C3I   : http://www.sabda.org/c3i/
<=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=><=>

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org