Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/67

e-Konsel edisi 67 (16-7-2004)

Mengelola Uang

><>                 Edisi (067) -- 15 Juli 2004                    <><

                               e-KONSEL
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Daftar Isi:
    - Pengantar            : Mengelola Uang
    - Renungan             : Uang dan Waktu
    - Cakrawala            : Perumpamaan Tentang Bendahara yang Cerdik
    - Kesaksian            : Anak: Mengatur Keuangan Sendiri
    - Surat                : Bagaimana Cara Mengirim Artikel?

*REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI*

                    -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*-

  Masih melanjutkan tema bulan Juli, yaitu tentang "Uang", maka edisi
  e-Konsel kali ini akan membahas tentang prinsip MENGELOLA UANG. Ada
  banyak orang Kristen memiliki pengertian yang salah tentang orang
  yang memiliki banyak uang/harta benda. Memiliki banyak uang tidaklah
  salah, asal didapatkan dengan cara yang benar. Namun hal yang salah
  adalah jika kita mengelola uang dengan cara yang tidak bijaksana,
  sehingga kita menjadi terikat olehnya atau menjadi budak uang. Nah,
  untuk mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana seharusnya kita
  mengelola uang dengan benar, silakan simak sajian kami ini.

  Melalui bahan renungan, artikel, dan juga kesaksian dalam edisi ini,
  para pembaca e-Konsel yang tercinta akan mengetahui bahwa cara
  mengelola uang dengan benar merupakan sesuatu yang harus dipelajari
  lebih dahulu, bahkan kalau mungkin harus sejak dari kecil. Hal yang
  sangat menarik adalah melihat dari bagian Alkitab bagaimana Yesus,
  melalui beberapa perumpamaan, mengajarkan murid-murid-Nya tentang
  prinsip pengelolaan uang. Anda pasti tidak sabar untuk mengetahui
  apa yang Tuhan kita Yesus Kristus ajarkan tentang prinsip-prinsip
  tersebut, bukan?

  Selamat belajar!

  Redaksi


*RENUNGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* RENUNGAN*

                        -*- UANG DAN WAKTU -*-

  Bacaan: Markus 12:13-17, 28-31

  Selama perjalanan ke London, saya mengunjungi Museum Bank of
  England, setelah itu ke Museum Clockmakers. Dalam beberapa hal, saya
  terkejut saat menyadari bahwa uang dan waktu telah menjadi komoditas
  yang sangat penting sejauh ingatan manusia. Namun, keduanya juga
  menghadirkan satu dilema besar dalam hidup. Kita memanfaatkan waktu
  yang berharga untuk bekerja mencari uang, lalu menghabiskan uang
  kita untuk menikmati waktu libur. Kita jarang memiliki keduanya
  secara seimbang.

  Sebaliknya, Tuhan tidak pernah dipusingkan oleh uang atau waktu.
  Ketika ditanya apakah membayar pajak kepada Kaisar itu sah menurut
  hukum, Yesus menjawab, "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu
  berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan
  kepada Allah!" (Markus 12:17). Meskipun kesibukan-Nya menyita waktu,
  Yesus meluangkan waktu di pagi hari dan larut malam untuk berdoa,
  mencari dan melakukan kehendak Bapa-Nya.

  Penulis himne Frances Havergal menulis:
         "Ambillah hidupku, dan biarlah
         Diabdikan kepada-Mu, Tuhan;
         Ambillah waktu-waktu dan hari-hariku,
         Biarlah mereka mengalir dalam pujian tanpa henti.
         Ambillah perakku dan emasku,
         Tak sedikit pun akan kutahan;
         Ambillah kepandaianku dan pakailah
         Setiap kekuatan yang akan Kau pilih."

  Kita dapat menyeimbangkan waktu dan uang dengan sebaik-baiknya jika
  kita mempersembahkan diri tanpa syarat kepada Allah.

                                                     [David McCasland]

-*- Sumber -*-:
  Arsip Publikasi e-RH (Renungan Harian), Edisi 9 Maret 2004
  ==>  http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2004/03/09/


*CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA*

          -*- PERUMPAMAAN TENTANG BENDAHARA YANG CERDIK -*-

  Salah satu kesamaan dari perumpamaan-perumpamaan yang pernah
  diajarkan Yesus adalah selalu mengejutkan, menyentak, dan
  menyadarkan. Yang menjadi "tokoh pahlawan" biasanya orang yang
  paling tidak diduga. Ciri itu tampak jelas dalam perumpamaan tentang
  bendahara yang tidak jujur (Lukas 16:1-13). Kisah ini memancing
  kontroversi dan perdebatan di antara para penafsir Alkitab. Meskipun
  menimbulkan banyak pertanyaan, perumpamaan ini menghadapkan kita
  pada kebenaran yang esensial tentang kehidupan sebagai seorang
  murid. Perumpamaan ini pertama-tama disajikan dalam ayat 1-8, lalu
  diikuti dengan penjelasan tentang prinsip-prinsip di dalamnya, yang
  diajarkan oleh Tuhan sendiri.

  YESUS MENYAMPAIKAN PERUMPAMAAN TENTANG BENDAHARA YANG CERDIK
  (Lukas 16:1-8)

  Perumpamaan ini membawa kita memasuki dunia keuangan dan tanggung
  jawab. Bendahara itu seorang bawahan. Tepatnya, ia hanyalah pegawai
  yang diserahi kepercayaan oleh tuannya, yang mungkin sedang
  bepergian, untuk mengawasi usaha dan aset tuannya. Yang jelas,
  tanggung jawabnya adalah menggunakan kepercayaan itu untuk
  kepentingan majikannya, bukan dirinya. Namun, godaan untuk
  menyelewengkan uang bagi tujuan dan kesenangannya sendiri terlalu
  kuat. Ia menghambur-hamburkan uang itu, melanggar kepercayaan yang
  diberikan, dan menyalahgunakan harta majikannya. Dan, ketika dituduh
  lalai, ia tidak bisa menjawab.

  Kisah ini hampir sama dengan perumpamaan tentang hamba yang tidak
  mau mengampuni, dalam Injil Matius pasal 18. Pengulangan situasi
  yang sama ini menunjukkan bahwa pelanggaran kepercayaan terhadap
  orang lain, yang umumnya terjadi pada zaman dahulu, terjadi juga
  pada zaman sekarang. Tentu saja orang itu pantas dipecat. Namun,
  yang penting untuk diperhatikan adalah posisi si bendahara setelah
  tuannya berkata, "Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu, sebab
  engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara" (ayat 2).

  Perusahaan-perusahaan modern biasanya memerintahkan karyawannya yang
  dipecat untuk segera mengemasi barang-barang di meja kerjanya, atau
  jika tidak, orang lain yang disuruh membereskannya. Namun, bendahara
  dalam Injil Lukas, masih diberi kesempatan. Pemecatan dirinya memang
  tak mungkin dihindari lagi, tetapi belum merupakan sesuatu yang
  bersifat final atau segera diumumkan. Sampai laporan keuangannya
  selesai dibuat, ia masih memiliki kesempatan untuk bertindak.
  Memang, waktunya amat singkat, karena itu ia harus segera bertindak.
  Ia tidak boleh membuang-buang waktu.

  Di sinilah kecerdikan orang itu akan tampak. Ia tahu, ia tak punya
  banyak pilihan. Ia terlalu lemah untuk melakukan pekerjaan kasar dan
  terlalu gengsi untuk mengemis. Jika tidak bertindak cepat, nasib
  buruk akan menimpanya. Tetapi, ia tahu benar pepatah yang
  mengatakan, "Bantulah aku, maka aku akan membantumu." Mungkin ia
  bisa bermurah hati kepada beberapa orang, sehingga mereka akan balas
  berbaik hati kepada dirinya.

  Rencananya sederhana. Ia memanggil orang-orang yang berutang kepada
  tuannya dan mengubah surat utang mereka. Bagaimanapun juga, ia telah
  lama mengelola laporan keuangan tuannya dan ia masih memiliki
  wewenang yang sah untuk bertindak atas nama tuannya.

      "Berapakah utangmu kepada tuanku?"; "Seratus tempayan minyak.";
      "Inilah surat utangmu yang lama. Tuliskanlah lagi surat utang
      lain, tapi tulis saja lima puluh tempayan dan saya akan
      menandatanganinya."

      "Berapakah utangmu?"; "Seratus pikul gandum."; "Inilah surat
      utangmu, buatlah surat utang lain, tuliskan saja delapan puluh
      pikul dan saya akan menandatanganinya."

  Kita tidak tahu praktik bisnis pada abad pertama, sehingga sulit
  memastikan sesuatu yang sedang terjadi. Beberapa ahli yakin bahwa
  semua transaksi bisnis di masa itu curang dan bendahara ini
  menggambarkan kecurangan orang-orang pada masa itu. Mungkin hal itu
  benar, tetapi mengingat orang-orang ini mungkin akan terus melakukan
  bisnis dengan orang kaya itu, tafsiran ini tampaknya tidak sesuai.
  Yang lebih mungkin adalah transaksi yang dilakukan keduanya
  terselubung atau tidak sah.

  Menurut hukum Musa, para bisnisman Yahudi dilarang mengambil riba
  dari sesama orang Yahudi. Namun, hal itu membuat transaksi dagang
  menjadi sulit. Jadi, mereka mengakalinya. Ketika meminjamkan uang,
  tidaklah sah mencantumkan besarnya bunga dalam surat tagihan. Oleh
  karena itu, dalam tagihan biasanya hanya tercantum sejumlah uang:
  jumlah total yang sudah mencakup pinjaman pokok, ditambah bunga dan
  imbalan bagi si bendahara. Jumlah ini seringkali dinyatakan dalam
  bentuk barang (misalnya minyak atau gandum). Dengan cara ini,
  transaksi itu akan tampak sejalan dengan hukum.

  Jika benar demikian, mungkin si bendahara memberi potongan jumlah
  utang yang tertera dalam tagihan itu dengan menangguhkan bunganya.
  Karena memungut bunga adalah sesuatu yang melanggar hukum Yahudi,
  maka tuannya tidak punya dasar apabila ingin memberikan sangsi
  kepadanya. Bisa jadi, orang-orang yang berutang itu mencurigai
  alasan di balik "kemurahan hati" si bendahara, meskipun begitu
  mereka tentu dengan senang hati menerima tawarannya. Karena itu,
  dengan cerdik ia telah berhasil memperdaya tuannya sekaligus
  mengambil hati para pengutang itu, sehingga mereka pasti akan
  mengenangnya sebagai bendahara yang baik hati.

  Perumpamaan itu diakhiri dengan pernyataan, "Lalu tuan itu memuji
  bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan
  cerdik" (ayat 8). Kita perlu tahu apa yang dikatakan dan apa yang
  tidak dikatakan. Tuan itu tidak berkata ia berkenan pada tindakan
  bendahara itu, tetapi ia terkesan pada tindakannya. Orang itu
  berhasil memperdaya tuannya. Si majikan tentu tak bermaksud memuji
  ketidakjujuran si bendahara, tetapi bagaikan atlit yang kalah,
  dengan muka masam mengomentari keahlian dan strategi lawannya, ia
  terpaksa mengakui kecerdikan si bendahara.

  Karena kata cerdik adalah kata kunci dalam cerita ini, kita perlu
  merenungkan maknanya dengan seksama. Dalam bahasa Yunani, kata ini
  berarti "bertindak dengan perhitungan jauh ke depan", dan hal ini
  digambarkan dalam perkataan Yesus tentang orang yang bijaksana
  (secara harfiah juga berarti cerdik) yang membangun rumahnya di atas
  batu untuk siap menghadapi banjir yang datang (Matius 7:24). Juga
  digambarkan dalam sosok lima gadis yang "bijaksana" (cerdik) yang
  membawa persediaan minyak untuk persiapan di masa yang akan datang
  (Matius 25:1-13). Sifat inilah yang dimiliki oleh bendahara yang
  tidak jujur itu. Ia bertindak dengan tepat dan meyakinkan pada masa
  sekarang untuk menempatkan dirinya pada masa yang akan datang. Ia
  bertindak tepat sesuai dengan situasi. Ia menyadari situasi krisis
  yang dihadapinya dan meraih peluang yang ada karena kemampuannya
  memandang jauh ke depan. Ia cukup lihai untuk bertindak dengan
  kecerdikan dan pertimbangan yang praktis.

  Kisah ini mengusik kesadaran kita. Walaupun bendahara ini tampaknya
  menjadi pahlawan, sebenarnya tidak. Tetapi melalui tindakan-
  tindakannya yang menimbulkan keraguan itu, kita dapat melihat suatu
  kualitas yang diharapkan juga dimiliki oleh murid-murid Tuhan bila
  mereka ingin hidup secara efektif di dunia ini. Kualitas itu
  diuraikan dalam pembahasan berikutnya.

  TUHAN MEMBICARAKAN PRINSIP-PRINSIP MENJADI MURID YANG CERDIK
  (Lukas 16:8-13).

  1. Murid yang cerdik menggunakan uang untuk meraih tujuan kekal.
     -------------------------------------------------------------
     Pesan utama Tuhan dalam Lukas 16:8-13 adalah bahwa kecerdikan
     dalam menggunakan uang dapat membuat orang mencapai tujuan yang
     kekal. Dalam ayat 9 Dia berkata, "Ikatlah persahabatan dengan
     mempergunakan kekayaan duniawi." Makna frase "kekayaan duniawi"
     tidak setajam perkataan Yesus yang sebenarnya, yakni "Mamon yang
     tidak jujur". Mamon adalah suatu istilah yang menarik, yang tidak
     hanya berarti uang, tetapi juga harta benda. Tuhan menjelaskan
     bahwa Mamon memiliki kekuatan yang besar, yang tidak bersifat
     netral. Bila tidak ditempatkan di bawah otoritas Kristus, Mamon
     dapat menjadi ilah lain yang membawa kita pada kejahatan. Jadi,
     itu bukan sekadar "kekayaan duniawi" melainkan "Mamon yang tidak
     jujur".

     Tuhan memanggil kita untuk mengenali batas-batas toleransi
     terhadap harta. Ungkapan "supaya jika Mamon itu tidak dapat
     menolong lagi" (ayat 9) yang secara harafiah berarti "jika Mamon
     itu gagal", mengacu pada saat kematian tiba atau saat tak ada
     lagi yang memberikan utang. Paulus berkata, "Kita tidak membawa
     sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-
     apa ke luar" (1Timotius 6:7). Kecerdikan mendorong kita untuk
     menyadari bahwa uang memang berkuasa, tetapi terbatas, sementara,
     dan fana. Salah satu sifat uang adalah dapat musnah atau rusak.
     Beberapa abad yang lalu Bernard dari Clairvaux menulis, "Uang tak
     lagi memuaskan kebutuhan batin kita yang lapar, karena kelak kita
     lebih butuh udara bagi tubuh yang membutuhkan makan." Tentunya
     ini berlaku saat kematian tiba. Tak seorang pun dapat membawa
     serta uangnya.

     Kebijakan dalam menggunakan uang juga terfokus pada bagaimana
     uang itu dapat digunakan untuk tujuan-tujuan yang kekal. Yesus
     berkata, "Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang
     tidak jujur, supaya ... kamu diterima di dalam kemah abadi" (ayat
     9). Bila uang kita digunakan untuk memenuhi kebutuhan saudara-
     saudara seiman dan untuk mewartakan Injil, kita yakin bahwa akan
     ada sesuatu yang kekal yang akan kita terima. Bapa kita yang Maha
     Pemurah akan menyingkapkan kepada orang-orang kudus bagaimana
     kita telah memakai uang untuk menjadi sarana dalam pertobatan
     mereka atau dalam memenuhi kebutuhan mereka. Bayangkan betapa
     besar penerimaan di surga!

     Tidak banyak pengalaman yang lebih memuaskan daripada pengalaman
     mengunjungi tempat tinggal dan tempat pelayanan Anda dulu, dan
     melihat orang-orang berbaris untuk mengatakan betapa Anda telah
     memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan mereka, sesuatu
     yang tak terkira dan tak ternilai.

     Tuhan memanggil kita untuk menggunakan uang dengan bijak, dengan
     alasan-alasan yang bersifat kekal. Namun data statistik
     menyatakan bahwa dari jumlah pendapatan yang ada (sesuai dengan
     laju inflasi), yang meningkat sebesar 31% di kalangan 31 anggota
     denominasi Protestan antara tahun 1968 sampai 1985, hanya 2%
     dari angka tersebut yang diberikan kepada gereja-gereja atau
     organisasi-organisasi kristiani (Chicago Tribune, 31 Juli 1988).
     Dengan kata lain, 98% lainnya digunakan untuk membiayai gaya
     hidup manusia. Bila kita hidup dalam dunia dengan kebutuhan yang
     terus-menerus meningkat dan banyak peluang yang memikat, maka
     sepertinya akan sulit bagi kita untuk menggunakan uang dengan
     bijak.

     Orang-orang percaya juga perlu hidup dengan bijak -- menyusun
     strategi, merencanakan, memimpikan, dan menggunakan akal budi
     serta kreativitas. Pada saat-saat yang radikal, diperlukan solusi
     yang radikal pula, sebagaimana dilukiskan dalam perumpamaan
     tentang bendahara yang tidak jujur. Tuhan tidak memanggil kita
     untuk sekadar menjalankan bisnis seperti biasa. Murid yang bijak
     perlu bertanya kepada diri sendiri, "Bagaimana aku dapat
     menggunakan uangku semaksimal mungkin untuk hal-hal yang bernilai
     kekal?" Kita harus berhati-hati agar tidak membelanjakan atau
     menghamburkan uang dengan ceroboh, emosional, atau menuruti kata
     hati. Tuhan memanggil kita untuk menjadi orang yang tegas,
     cermat, cerdik, dan memandang jauh ke depan.

  2. Murid yang bijaksana menggunakan uang dalam terang kemuliaan
     kekal.
     ------------------------------------------------------------
     Ada tiga pesan utama dalam Lukas 16:8-13. Pertama, kebijaksanaan
     dalam menggunakan uang dapat mencapai tujuan kekal. Kedua,
     kebijaksanaan dalam pengelolaan keuangan akan membawa hasil yang
     kekal (ayat 10-12). Ketiga, prinsip pengelolaan uang sangat
     sederhana. Prinsip pertama adalah persyaratan utamanya: "Yang
     akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa
     mereka ternyata dapat dipercayai" (1Korintus 4:2). Prinsip kedua
     adalah ganjaran, yang dijelaskan Tuhan dalam Lukas 16:10:
     "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga
     dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam
     perkara- perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara
     besar."

     Dalam perkara-perkara kecillah kita membuktikan kesetiaan. Utusan
     Injil ternama Hudson Taylor, mengamati, "Perkara kecil adalah
     sesuatu yang kecil; tetapi kesetiaan dalam perkara kecil adalah
     sesuatu yang besar".

     Kesetiaan terhadap uang berkaitan dengan karakter. Seorang
     penulis menerangkan mengapa ia masih bisa menambahkan kisah lain
     pada buku biografi tentang Duke of Wellington: "Saya lebih
     beruntung dibandingkan penulis biografi sebelumnya. Saya
     menemukan laporan keuangan yang mengungkapkan bagaimana Duke
     membelanjakan uangnya. Cara Duke membelanjakan uang dapat menjadi
     petunjuk yang lebih baik untuk mengetahui apa yang menurutnya
     benar-benar penting, daripada hanya membaca surat-surat atau
     pidato-pidatonya.". Hal ini juga berlaku atas laporan keuangan
     seorang murid Tuhan.

     Kebijaksanaan menyebabkan kita memandang "Mamon" dengan cara
     menarik. Lukas 16:10-12 menunjukkan kesamaan antara "perkara-
     perkara kecil" (ayat 10), "kekayaan duniawi" (ayat 11), dan
     "harta orang lain" (ayat 12). Pada saat yang sama juga
     ditunjukkan kesamaan antara "perkara-perkara besar" (ayat 10),
     "harta yang sesungguhnya" (ayat 11), dan "hartamu sendiri" (ayat
     12). Tuhan mengatakan bahwa kekayaan yang kita miliki adalah
     perkara-perkara kecil. Itu sama sekali bukan milik kita. Kita
     hanyalah pengelola, bukan pemilik. Jika kita menggunakan harta
     seolah-olah itu milik kita, berarti kita sedang bertindak seperti
     bendahara yang tidak jujur. Kita tidak memiliki apa-apa, kita
     hanyalah pengelola segala sesuatunya. Segala yang kita miliki
     hendaknya dipakai untuk memenuhi maksud dan tujuan Tuhan. Harta
     duniawi memiliki nilai utama bila digunakan sebagai sarana untuk
     melatih kita mengelola "harta yang sesungguhnya" yang menunjuk
     pada perkara-perkara Kerajaan Allah.

     Oleh karena itu, orang yang bijaksana akan menggunakan uang dalam
     terang kemuliaan kekal. Termasuk di dalamnya, kesempatan untuk
     melayani Tuhan Yesus yang akan mewujudkan kehendak-Nya di bumi
     dan memberi pelayanan istimewa di surga nanti.

  3. Murid yang bijaksana mengerti bahwa pengelolaan keuangan mencegah
     keterikatan pada uang.
     -----------------------------------------------------------------
     Pesan ketiga dari Lukas 16:8-13 ditemukan dalam ayat 13: "Kamu
     tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon". Dengan kata
     lain murid yang bijaksana mengerti bahwa pengelolaan keuangan
     mencegah kita terikat pada uang. Kita dapat melayani Allah dengan
     uang, tetapi kita tidak pernah dapat melayani Allah dan uang
     sekaligus. Mau tak mau, kita harus memilih. Kita hanya bisa
     memiliki satu tuan. Yesus ingin kita mengerti bahwa sesungguhnya
     kita tidak punya pilihan untuk menjadi tuan bagi Mamon. Pilihan
     yang kita punyai hanyalah menjadi pengelola uang atau menjadi
     hamba uang. Dan Mamon selalu berjuang untuk menggantikan tempat
     Allah.

     Tuhan menggunakan gaya bahasa personifikasi yang amat hidup dalam
     uraian-Nya agar kita mengerti bahwa tak ada pilihan yang
     setengah-setengah. Allah menguasai harta kita atau harta itu
     akan menguasai kita. Henry Fielding pernah menulis, "Jadikan uang
     sebagai illahmu, maka ia akan menggodamu bagai iblis."

     Kita semua melayani sesuatu atau seseorang. Kita tak mungkin
     menjadi murid Yesus yang setengah-setengah. Kita harus memilih
     kepada siapa kita harus mengabdi sepenuhnya. Jika kita memilih
     Tuhan sebagai satu-satunya tuan kita, Dia tidak akan pernah
     menghabiskan uang kita. Pada kenyataannya, Dia mengambil uang
     kita dan mengubahnya menjadi suatu persahabatan. Sejumlah uang
     yang kita gunakan untuk berjudi, membayar WTS, atau membeli
     narkoba adalah uang yang juga bisa kita gunakan untuk membeli
     Alkitab, menggali sumur, atau mendukung Pekabaran Injil. Jumlah
     uang yang sama, yang digunakan oleh bendahara yang cerdik untuk
     menata jalannya menuju masa depan yang mapan, juga bisa digunakan
     oleh murid yang bijak untuk diinvestasikan dalam persekutuan yang
     kekal. Perbedaannya terletak pada pengambilan keputusan kepada
     siapa ia akan mengabdi.

     Bagaimana kita memperoleh uang? Apa yang dapat kita beli dengan
     uang itu? Kapan dan bagaimana kita mengeluarkan uang? Untuk
     apakah kita menggunakan sumber pendapatan yang kita miliki? Ini
     adalah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan seorang murid yang
     bijak ketika berusaha menyamai sosok "tuan" yang dipilihnya ini,
     seseorang yang bertindak secara meyakinkan dalam penggunaan
     berbagai sumber pendapatan yang dimilikinya untuk memaksimalkan
     peluangnya di masa depan.

     Ada kisah tentang seorang yang mengalami kapal karam di pulau
     terpencil tak dikenal. Betapa terkejutnya ia saat mengetahui
     bahwa ia tidak sendirian. Sebuah suku yang terdiri dari cukup
     banyak orang mendiami pulau itu bersamanya. Betapa senangnya ia
     karena mereka memperlakukan dirinya dengan sangat baik. Mereka
     menempatkannya di singgasana dan menyediakan segala keinginannya.
     Ia amat senang, tetapi juga bingung. Mengapa ia diperlakukan bak
     seorang raja? Setelah kemampuannya berkomunikasi semakin
     meningkat, ia pun tahu bahwa ternyata suku itu mempunyai
     kebiasaan memilih raja setahun sekali. Kemudian, setelah masa
     kekuasaannya berakhir, raja itu akan dibuang ke sebuah pulau.

     Kegembiraannya segera berganti dengan kesedihan. Kemudian, ia
     memikirkan suatu rencana yang cerdik. Di sepanjang bulan
     berikutnya, ia mengirim anggota-anggota suku itu untuk membuka
     dan mengolah tanah di pulau lain. Ia memerintahkan mereka untuk
     membangun sebuah rumah yang indah, memperlengkapinya dengan
     perabot rumah, dan menanam tumbuhan. Ia mengirim beberapa sahabat
     yang dipilihnya untuk tinggal di sana dan menunggunya. Lalu, saat
     hari pengasingan itu tiba, ia ditempatkan di sebuah tempat yang
     telah dipersiapkan dengan sangat cermat dan telah dipenuhi dengan
     sahabat-sahabat yang dengan senang hati menerimanya.

  Murid-murid Tuhan tidak sedang menuju pulau yang sunyi. Tujuan kita
  adalah Rumah Bapa. Namun, persiapan kita di dunia menentukan
  bagaimana kita di sana kelak. Jika kita bijak, akan ada sahabat dan
  ganjaran kekal yang menanti. Orang bodoh yang menjadi hamba uang
  akan kehilangan semua harta. Orang percaya yang cerdik melayani
  Allah dan memiliki investasi dalam kekekalan.

-*- Sumber diedit dari: -*-
  Judul Buku   : Bijak Mengelola Uang
  Judul Artikel: Perumpamaan Tentang Bendahara yang Cerdik
  Penerbit     : Yayasan Gloria - 1998
  Penulis      : Gary Inrig
  Halaman      : 23 - 35


*KESAKSIAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* KESAKSIAN*

  Kesaksian berikut ini merupakan kesaksian dari seorang ibu yang
  bernama Beauty. Sumbernya dari Milis e-AyahBunda. Anda juga bisa
  membaca kesaksian ini di Situs C3I (Christian Counseling Center
  Indonesia) yang beralamat di:
  ==>  http://www.sabda.org/c3i/

               -*- ANAK: MENGATUR KEUANGAN SENDIRI -*-

  Kedua anak kami (Ryan, 16 th dan Albert, 14 th) baru mulai nampak PD
  (percaya diri) setelah menginjak usia 13 th dan duduk dibangku SMP.
  PD yang saya maksud adalah saat harus berangkat sendiri ke suatu
  tempat atau acara tanpa harus diantar orangtua, percaya bahwa mereka
  akan bisa sampai dengan selamat alias tidak nyasar. Keraguan yang
  ditujukan pada Ryan dan Albert, saya yakin terjadi akibat pola asuh
  saya yang keliru. Saya terlalu melindungi anak-anak dan tidak tega
  melepas mereka sendiri. Untungnya saya segera menyadari hal ini saat
  melihat dan membandingkan kemandirian anak-anak kami dengan teman-
  teman seusianya. Maka, sebelum terlanjur makin ´salah´, saya meminta
  agar suami saya siap mengambil alih tugas asuh yang tepat bagi kedua
  ABG kami (karena keduanya laki-laki). Pola asuh yang diterapkan
  suami tentu sangat berbanding terbalik dengan pola asuh yang saya
  terapkan. Oleh suami saya, anak-anak dibiarkan mengambil keputusan
  sendiri, misalnya soal bimbingan belajar, kursus atau kegiatan
  sehari-hari yang mereka jalani. Selama tidak salah dan berbahaya,
  suami saya selalu mengatakan, "Biarkan anak-anak merasakannya
  sendiri tanpa ada campur tangan mama dan papanya. Kalau ternyata
  keliru masih bisa diperbaiki dan diarahkan lagi."

  Syukurlah saya tidak perlu cemas tentang perkembangan anak di usia
  ABG sekarang ini. Mereka sudah menemukan sebuah pendidikan yang
  relatif baik dan terarah yang selama ini diterapkan papanya.

  "Justru" papanya juga menyadari, "Kok, anak-anak tidak seperti saya
  (soal kematangan atau kesiapan mentalnya) semasa di usia ABG?" Suami
  saya pernah bilang : "Ryan, Albert, duluuu ... waktu papa seusia
  kalian, papa sudah bisa ini itu .... Papa bisa bertindak atau
  bereaksi spontan terhadap lingkungan sekitar. Contoh kecil: jika
  melihat lampu atau neon rusak atau mati sehingga perlu diganti
  dengan yang baru, ya papa minta uang opa atau oma, terus beli
  sendiri lampunya dan segera menggantinya."

  Dalam tata keuangan pun suami saya sudah mempercayai Ryan dan Albert
  untuk mengelolanya sendiri sesuai dengan kebutuhan studi, main
  (hiburan), dan kebutuhan lain sehari-hari. Suami saya menerapkan
  cara menghargai hasil usaha atau pekerjaan mereka dengan mengatakan,
  "Bagus!" atau "Terima kasih!" Suami saya juga tidak segan untuk
  meminta maaf jika merasa melakukan kekeliruan tanpa sengaja. Cara
  ini ternyata sangat efektif untuk melahirkan rasa PD dan anak merasa
  dihargai. Saya pun melakukan cara yang sama, demi terciptanya rasa
  "saling" antara saya dan suami saya. Dengan demikian anak tidak ragu
  lagi tentang mana dan siapa yang harus dituruti. Karena jika saya
  tak mendukung hal positif ini, maka anak akan menjadi bingung. Mana
  dan siapa yang benar?

  Namun, sesungguhnya saya sempat kuatir apa mungkin anak-anak kami
  mampu mengelola keuangannya sendiri dan sanggup menggunakannya
  sesuai kebutuhan mereka? Ternyata tidak ada yang patut saya
  kuatirkan. Sekalipun kadang-kadang mereka "selewengkan" sedikit dari
  dana yang ada untuk berkali-kali membeli senar gitar -- maklum,
  hobby yang tak bisa diusik katanya. Pokoknya tiada hari tanpa musik
  n´ nyanyi. Tiada hari tanpa bergitar ria. Jadi sering senarnya putus
  ... tus ... dan dananya juga ikut "putus", jadi terpaksa minta mama.
  Kalau sudah begini, secara sembunyi-sembunyi (tanpa papanya ketahui)
  mereka mengalami defisit (maklum ada biaya tak terduga).

  Rejoice, pakatuan
  Beauty

-*- Diedit dari sumber:-*-
  Milis e-AyahBunda
  ==>  <subscribe-i-kan-untuk-ayahbunda@xc.org>


*SURAT*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-DARI ANDA-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*SURAT*

  Dari: <Emma@>
  >Pengasuh e-Konsel,
  >Saya mau tanya, apakah saya bisa mengirimkan cerita atau tulisan ke
  >e-Konsel klo bisa bagaimana saya mengirimnya? Klo mungkin ada
  >syarat-syaratnya apa yang harus dipatuhi?
  >GLvU

  Redaksi:
  Dengan senang hati kami akan menerima kiriman Anda. Kami akan edit
  lebih dahulu jika kiriman Anda tersebut sesuai dengan tema/topik
  yang sedang kami bahas. Selain itu, hal-hal prinsip yang Anda bahas
  harus sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan dan etika Kristen yang
  berlaku, baik di masyarakat Kristen maupun masyarakat umum. Apabila
  kiriman Anda tersebut berupa bahan terjemahan, kutipan, atau karya
  orang lain, maka Anda wajib mencantumkan sumber aslinya. Nah, mudah
  bukan? Kami tunggu kiriman Anda.

  Selamat menulis!

e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL

                         STAF REDAKSI e-Konsel
                Yulia, Ratri, Tesa, Natalia, Kristianto
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2004 oleh YLSA
                      http://www.sabda.org/ylsa/

*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
  Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org>
  Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
  dapat dikirimkan ke alamat:             <owner-i-kan-konsel@xc.org>
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
  Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org
  Berhenti:     Kirim e-mail kosong:  unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org
  Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
  ARSIP publikasi e-Konsel:  http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org