Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/116

e-Konsel edisi 116 (18-7-2006)

Menolong Anak Korban Perceraian

                           

                      Edisi (116) 15 Juli 2006

                               e-KONSEL
======================================================================
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
======================================================================

Daftar Isi:
  = Pengantar            : Selamatkan Anak Korban Perceraian
  = Cakrawala            : Menolong Anak Menanggulangi Perceraian
  = TELAGA               : Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Anak
                           (II)
  = Tanya Jawab Konseling: Ayah dan Ibu akan Bercerai, Apa yang Harus
                           Saya Perbuat?

               ========== PENGANTAR REDAKSI ==========

  Salam sejahtera,

  Tidak ada kehidupan pernikahan yang aman dari masalah. Berbagai
  perbedaan pasti akan muncul mengingat lembaga ini dibangun oleh dua
  individu yang berbeda. Jika perkawinan tidak memiliki fondasi yang
  kuat dalam Tuhan maka tak jarang permasalahan yang muncul akan
  berujung pada perceraian yang tentunya membawa dampak yang amat
  besar, khususnya bagi anak-anak mereka. Jika memang perceraian sudah
  terjadi, apa yang kita bisa lakukan untuk menolong anak-anak korban
  perceraian tersebut? Kiranya sajian kami kali ini dapat membuka
  wawasan para pembaca tentang dampak perceraian bagi anak-anak.
  Sekaligus, harapan kami sajian ini dapat membantu memberikan solusi
  bagi anak-anak korban perceraian. Selamat melayani.

  Staf Redaksi e-Konsel,
  Raka

                    ========== CAKRAWALA ==========

                MENOLONG ANAK MENANGGULANGI PERCERAIAN

  Waktu di SD aku ingat, orang tua seorang temanku bercerai. Kupikir
  peristiwa itu menyedihkan karena terjadi ketika ia masih amat muda,
  tetapi aku yakin bahwa orang tuaku tak akan pernah bercerai.

  Sayangnya pada usia tiga belas tahun, pendapatku keliru. Orang tuaku
  bercerai dan walau sudah lebih tua dari temanku tersebut, peristiwa
  itu sangat memengaruhi diriku, bahkan terus memengaruhiku sebagai
  orang dewasa.

  Kita cenderung berpikir perceraian hanya masalah orang tua. Kalau
  mempertimbangkan anak-anak, biasanya kita hanya mengkhawatirkan
  saat-saat mereka harus hidup hanya dengan satu orang tua. Kukira
  konflik-konflik itu akan berakhir saat aku akhirnya pindah untuk
  berdiri sendiri; tetapi di tiap tahap baru dalam hidupku - wisuda,
  perkawinan, penahbisan - aku harus berurusan dengan keluargaku yang
  pecah.

  Perceraian adalah perubahan yang bersifat tetap dalam hubungan
  keluarga (kecuali bila orang tua itu kembali saling menikah).
  Meski penyesuaian diri yang pertama itu sudah selesai, banyak
  peristiwa baru yang mengharuskan kita untuk terus berurusan dengan
  kenyataan keluarga yang hancur.

  Pengaruhnya pada Anak-Anak

  Jangan lupa, anak-anak saudara kehilangan salah satu dari dua orang
  terpenting dalam hidup mereka. Walau ketegangan sudah reda, anak-
  anak akan tetap merasa kehilangan orang tua yang tidak ada lagi itu.
  Meski tetap masih berhubungan, pertemuan terakhir itu terasa jauh
  berbeda daripada interaksi spontan waktu masih tinggal bersama.

  Sebelum bercerai, ayah sering menghindar dari rumah, jarang
  kelihatan, dan pulang larut malam. Ia menganggap kepergiannya tidak
  akan banyak berpengaruh karena kami akan tetap meluangkan waktu
  bertemu, barangkali malah lebih sering. Namun, aku sangat kehilangan
  saat-saat singkat yang kupakai untuk bercakap-cakap dengannya
  setiap pagi sebelum aku berangkat ke sekolah.

  Anak-anak saudara mungkin mempunyai perasaan yang sama mengenai
  orang tua yang absen itu. Walau banyak kesempatan untuk bertemu,
  tetapi untuk tidak tinggal satu rumah memerlukan penyesuaian.

  Banyak penelitian yang menunjukkan pengaruh tidak adanya salah satu
  orang tua, biasanya ayah. Pengaruh-pengaruh itu semakin hebat
  terutama saat anak-anak menginjak masa remaja, suatu masa di mana
  kita menganggap mereka sudah cukup tua untuk menyesuaikan diri. Anak
  laki-laki memerlukan ayah untuk menjadi laki-laki yang bijaksana;
  anak perempuan memerlukan ayah untuk belajar bagaimana berhubungan
  dengan laki-laki. Masing-masing memerlukan penerimaan sebagai laki-
  laki dan perempuan sewaktu mereka tumbuh menjadi dewasa.

  Karena keperluan-keperluan ini, anak-anak seharusnya menggunakan
  banyak waktu bersama ayah maupun ibu, baik dengan penjagaan bersama
  atau dengan kunjungan yang sering. Tentu berbagai keadaan seperti
  perlakuan kejam atau ditinggal minggat akan meniadakan kemungkinan
  itu. Tetapi dalam keadaan hubungan yang normal, situasi dimana orang
  tua tidak tinggal bersama itu sangat penting.

  Sadarilah bahwa anak-anak saudara akan menunjukkan beberapa
  perubahan dalam tingkah laku, sikap, dan perangainya. Saya teringat
  waktu mengalami saat-saat yang amat mengesalkan. Anak-anak lain
  mungkin menunjukkan kemarahan, kemunduran, agresivitas, atau
  kemalasan, lainnya kelihatan gembira secara berlebihan. Saudara
  mengetahui reaksi normal anak-anak saudara - perhatikan gejala-
  gejala perubahan, apakah perubahan itu ke arah "lebih baik" atau
  "lebih buruk". Apa pun yang tidak biasa dapat menjadi tanda bahwa
  pertolongan diperlukan.

  Kalau saudara sudah bercerai, anak-anak saudara akan mengalami
  kekalutan. Perlakuan saudara terhadap mereka akan memengaruhi hidup
  mereka selanjutnya. Walau saudara sendiri susah, sebagai orang tua
  saudara harus membantu penyesuaian diri anak-anak saudara.

  Penanggulangan

  Sekuat mungkin, usahakanlah agar hidup saudara tetap stabil sesudah
  perceraian. Mungkin saudara merasa perlu pindah tempat tinggal dan
  mengubah kehidupan. Meski hal itu mungkin bermanfaat bagi saudara
  dan kadang-kadang memang perlu, tetapi anak-anak saudara akan
  hancur. Yang mereka perlukan adalah sistem penyokong yang sudah
  lengkap. Dalam kenyataannya saudara mungkin memerlukannya juga.

  Anak-anak saudara perlu dekat dengan orang tua mereka yang satunya
  lagi. Menyesuaikan diri dengan kehidupan tanpa ayah atau ibu itu
  cukup sukar tanpa mengubah keadaan. Trauma kehilangan ayah atau
  ibu, ditambah dengan pindah rumah, pindah gereja, ganti kawan-kawan
  dapat benar-benar menghancurkan seorang anak.

  Anak-anak hampir selalu merasa sedikit bersalah atas perceraian
  orang tua mereka. Ingat, mereka sudah menderita karena kehilangan
  yang sama seperti kehilangan karena ditinggal mati, meski perasaan
  bersalah itu reaksi yang normal. Orang tua harus peka terhadap
  perasaan ini dan meyakinkan anak-anak bahwa mereka tidak bersalah.

  Orang-orang yang terlibat dalam keluarga itu secara tidak disadari
  dapat juga membebankan kesalahan pada anak-anak. Ketika orang tuaku
  sedang dalam proses perceraian, salah seorang anggota keluarga kami
  menasihati, "Kalau saja engkau mau mendatangi ayahmu, memeluknya,
  dan mengajaknya pulang, dia pasti mau." Aku merasa seakan-akan
  seluruh beban diletakkan di pundakku. Setelah mempelajari cerita
  dari pihak ayah, aku sadar bahwa keadaannya terlalu rumit untuk
  dapat diselesaikan hanya dengan permintaan tersebut.

  Orang tua harus menahan diri agar tidak mengatakan hal-hal seperti
  "kalau saja engkau tidak lahir dulu waktu itu", atau "kalau saja
  kami tidak begitu banyak menghabiskan waktu bersama kalian", atau
  "kalau saja kau tidak menimbulkan kesulitan itu". Dalam kekecewaan
  sekalipun, jangan pernah memberi kesan bahwa anak-anak ikut
  menyebabkan perceraian saudara. Walaupun kehadiran mereka mungkin
  menyebabkan bertambahnya ketegangan, ingatlah bahwa bukan mereka
  yang memutuskan untuk dilahirkan.

  Di samping tidak membebankan kesalahan, perhatikanlah kalau ada
  tanda-tanda perasaan bersalah yang mereka bebankan pada diri mereka
  sendiri. Tanyakan kepada anak-anak bagaimana perasaan mereka.
  Perhatikanlah kalau tiba-tiba mereka berlaku sangat baik. Mereka
  mungkin mengira kalau mereka bertindak cukup baik saudara akan
  bersatu kembali dengan pasangan saudara. Pastikanlah mereka mengerti
  bahwa bukan perbuatan mereka yang menyebabkan saudara berpisah, dan
  juga bukan perbuatan mereka yang dapat kembali mempersatukan
  saudara.

  Ada pernikahan yang berakhir dengan perceraian yang sopan sementara
  ada yang berakhir dengan terus bermusuhan. Bagaimanapun perasaan
  saudara terhadap pasangan sebagai mitra dalam pernikahan, anak-anak
  akan mendapat keuntungan kalau saudara tetap dapat berhubungan baik
  dengan mantan istri atau mantan suami saudara. Ingatlah bahwa mantan
  istri atau mantan suami saudara tetap merupakan orang tua anak-anak
  saudara dan mereka memerlukan saudara berdua.

  Jangan memaksa anak-anak saudara memilih antara saudara dan mantan
  istri atau mantan suami saudara. Seorang teman saya mempertimbangkan
  untuk kawin lari karena ibunya tak mau hadir kalau ayahnya diundang,
  demikian pula sebaliknya. Ia merasa lebih baik tidak
  menyelenggarakan pesta perkawinan daripada harus memilih antara ayah
  dan ibunya. Doronglah anak-anak saudara untuk berhubungan dengan
  orang tua mereka yang satunya lagi itu.

  Sopan santun ini perlu diperluas dalam tingkat keluarga yang lebih
  besar. Walau mantan mertua saudara telah mendukung perceraian itu,
  ingatlah bahwa mereka tetap kakek-nenek anak-anak saudara. Lihatlah
  keluarga mantan pasangan saudara dengan mata anak-anak saudara.
  Mungkin saudara merasa sudah tidak mempunyai hubungan lagi, tetapi
  anak-anak selalu mempunyai pertalian!

  Saudara bukan saja perlu membiarkan anak-anak meluangkan waktu
  bersama mantan pasangan saudara, tetapi saudara juga perlu menjaga
  perkataan saudara tentang mantan pasangan saudara itu kepada mereka.
  Walaupun anak-anak mendengar kemarahan terhadap mantan pasangan
  saudara itu sebagai suami atau istri, hendaknya hal itu tidak
  dicampuradukkan dengan tindakan sebagai orang tua.

  Orang tua Kim bercerai, lalu ia dan saudara perempuannya mengikuti
  ibu mereka pindah ke Florida, ayahnya tinggal di Kentucky. Ibunya
  menegaskan bahwa ayahnya sama sekali tidak menyenangkan sebagai
  pribadi maupun sebagai orang tua. Namun dengan naik kapal, Kim dan
  saudara perempuannya dikirim ke Kentucky untuk menghabiskan musim
  panas bersama ayah mereka. Sesudah beberapa waktu tinggal bersama
  ayahnya, Kim sadar bahwa ayahnya adalah orang yang baik. Ia marah
  kepada ibunya yang telah menghasutnya agar membenci ayahnya dan ia
  senang telah menemukan sendiri hal yang sebenarnya.

  Walaupun orang tuaku gagal sebagai pasangan suami istri, mereka
  adalah orang tua yang luar biasa. Keduanya sangat penting bagi
  pertumbuhanku. Kadang-kadang mereka mengungkapkan kekecewaan satu
  sama lain, tetapi mereka tidak saling mencerca peranan mereka
  sebagai orang tua. Kebanyakan kalau harus tampil di depan umum
  sebagai orang tua, mereka mengutamakan aku dan saudara laki-lakiku
  dan mereka bertahan untuk saling menemani.

  Di samping jangan saudara merendahkan mantan istri atau mantan
  suami, jangan juga memakai anak saudara sebagai "mata-mata". Sering
  kali orang tua yang sudah cerai bertanya kepada anak-anak apakah ibu
  atau ayah mereka sedang berkencan, apakah ia bersikap sebagai orang
  tua yang baik, apakah ia menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Apa pun
  yang saudara perlu ketahui mengenai mantan istri atau mantan suami
  saudara seharusnya ditanyakan secara langsung. Anak saudara akan
  merasa bersalah karena menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Anak-anak
  sering merasa harus berbohong bila menghadapi keadaan seperti itu.
  Jangan ikutkan anak-anak saudara dalam tugas mata-mata.

  Kehidupan baru saudara

  Kemampuan anak-anak untuk menyesuaikan diri sebagian bergantung pada
  keinginan saudara untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kalau saudara
  tetap peka terhadap trauma mereka dan berusaha membantu, penyesuaian
  diri mereka akan berjalan lebih lancar. Jelas kesedihan saudara
  sendiri sangat mengganggu, tetapi kesediaan untuk berusaha membantu
  mereka berpengaruh penting.

  Ingat, anak-anak saudara tahu bahwa saudara sedang menderita. Mereka
  tidak mengharapkan saudara harus sempurna dan tidak pernah
  menunjukkan pergumulan saudara. Tetapi mereka memang membutuhkan
  perhatian saudara.

  Pastikan bahwa saudara menerima bantuan yang diperlukan untuk
  menyesuaikan diri. Semakin baik kemajuan yang dicapai dalam masa
  transisi saudara, semakin lancar masa transisi anak-anak saudara.
  Mintalah bantuan teman-teman saudara, pendeta, bahkan seorang
  penasihat ahli untuk menyembuhkan emosi saudara supaya tidak
  membingungkan anak-anak.

  Mungkin saudara merasa seperti tukang sulap yang sedang
  mengembangkan keperluan saudara dan keperluan anak-anak saudara.
  Pastikan bahwa orang-orang lain memenuhi keperluan saudara agar
  tidak semua beban menjadi tanggungan saudara.

  Orang lain dapat membantu anak-anak saudara juga. Anak-anak
  beruntung kalau dapat meluangkan waktu bersama sanak keluarga yang
  lain untuk mempelajari bagaimana hubungan suami-istri. Apa pun yang
  menyebabkan perceraian saudara, anak-anak perlu mengetahui bahwa
  perkawinan dapat berhasil. Mereka perlu contoh perkawinan yang
  berhasil untuk menunjukkan bagaimana hubungan yang baik antara suami
  dan istri.

  Inilah kuncinya, ingat saja bahwa anak-anak saudara menderita juga
  dan cintailah mereka lebih dari masa-masa yang lalu!

  Sumber diambil dan diedit dari:
  Judul Buku   : Pola Hidup Kristen
  Judul Artikel: Menolong Anak Menanggulangi Perceraian
  Penulis      : Kathy Callahan - Howell
  Penerbit     : Gandum Mas, Malang; Yayasan Kalam Hidup, Bandung;
                 YAKIN, Surabaya 2002
  Halaman      : 433 - 438

                     ========== TELAGA ==========

  Perceraian tidak hanya melukai pasangan yang bercerai saja, namun
  juga anak dari hasil pernikahan itu. Ringkasan tanya jawab dengan
  narasumber Pdt. Paul Gunadi, Ph.D berikut akan menjelaskan besarnya
  dampak yang dirasakan oleh anak akibat perceraian orang tua mereka.

             DAMPAK PERCERAIAN ORANG TUA TERHADAP ANAK (II)

  T : Ada pasangan yang bercerai meskipun perkawinan mereka sudah
      berusia 26 tahun, bagaimana itu bisa terjadi?

  J : Fase kedua yang memang rawan terhadap perceraian adalah usia
      pertengahan, yaitu usia sekitar 45-55 tahun. Meski secara
      sejarah, mereka sudah menikah dua puluh tahun misalnya, tapi
      saat itu adalah saat di mana anak-anak sudah besar. Anak-anak
      sering kali menjadi pengikat orang tua sekaligus merupakan suatu
      pengalihan problem. Kalau anak-anak sudah besar berarti tidak
      ada lagi yang jadi pengalihan, kita harus menghadapi pasangan
      kita secara langsung. Di situlah kecocokan kita diuji mati-
      matian. Kalau pada awal pernikahan sebelum punya anak kita sudah
      bermasalah dan tidak dibereskan dengan tuntas, biasanya problem
      itu muncul kembali di usia pertengahan. Jadi betul sekali, jika
      ada orang yang sudah menikah dua puluh tahunan tapi akhirnya
      bubar.
------
  T : Perceraian itu justru sering kali terjadi ketika pasangan sudah
      punya anak. Apa dampak-dampaknya pada anak?

  J : Yang jelas ANAK MERASA TERJEPIT di tengah-tengah. Meski si anak
      itu tahu, misalkan mamanya atau papanya yang kurang benar,
      tetapi anak mengalami kesulitan untuk memilih antara mama atau
      papanya, siapa yang harus dia bela, siapa yang harus dia ikuti
      jika terjadi perceraian. Pada waktu terjadi perceraian, di
      situlah anak mulai bingung harus pilih siapa. Dia merasa sungkan
      terhadap orang tua yang satunya jika harus berkata, "Saya pilih
      mama", atau "Saya pilih papa".
------
  T : Tapi sering kali sejak dini anak itu sudah bisa menilai orang
      tuanya, siapa yang salah sebenarnya. Benarkah demikian?

  J : Betul. Dalam hati dia sudah ada penilaian siapa yang lebih
      salah, dan siapa yang lebih benar. Namun, waktu mereka menyadari
      orang tua sekarang bercerai, tetap ada rasa sungkan mengkhianati
      orang tuanya. Dampak lain dari perceraian adalah anak sering
      kali MEMPUNYAI RASA BERSALAH karena dia pilih orang tua yang
      satu bukan yang satunya, bersalah karena kadang-kadang anak
      merasa bahwa merekalah yang menjadi penyebab perceraian. Memang
      ada kalanya, dalam rumah tangga yang sedang bermasalah, salah
      satu bahan keributan adalah anak. Ini memang suatu proses yang
      alamiah, orang selalu mencari kambing hitam atau penyebab atau
      titik kesalahan, supaya mereka bisa mengerti, memahami dengan
      akal penyebab terjadinya perceraian.
------
  T : Ada anak korban keluarga yang bercerai yang menjadi sangat nakal
      sekali. Apa sebenarnya yang diharapkan oleh anak ini?

  J : Sebetulnya yang terjadi adalah si anak mempunyai KEMARAHAN,
      KEFRUSTRASIAN, dan dia mau melampiaskannya. Pelampiasannya ialah
      dengan melakukan hal-hal yang berlawanan dengan peraturan,
      memberontak, dan sebagainya. Atau anak yang orang tuanya
      bercerai dan tinggal dengan mamanya, mereka kehilangan figur
      otoritas, figur ayah. Waktu figur otoritas itu menghilang, anak
      sering kali tidak terlalu takut pada mama. Ini adalah suatu
      fakta. Hasil riset menunjukkan bahwa anak-anak yang dibesarkan
      orang tua tunggal, oleh seorang ibu, cenderung nakal.
------
  T : Apakah anak juga bisa KEHILANGAN IDENTITAS SOSIALnya?

  J : Ya, anak akhirnya merasa tidak pas karena dia melihat teman-
      temannya punya papa mama tapi dia tidak. Pada waktu teman-
      temannya membicarakan papa dan mama, dia tidak bisa. Apalagi
      kalau papanya menikah lagi dengan orang lain, dia lebih susah
      lagi bicara tentang papanya yang sudah punya istri lain. Jadi,
      statusnya sebagai anak cerai memberikan suatu perasaan bahwa dia
      berbeda dari anak-anak lain. Inilah yang dimaksud dengan
      kehilangan jati diri sosialnya, identitas sosialnya itu.
------
  T : Ada kasus kebanyakan anak-anak yang orang tuanya bercerai
      mencari pasangan yang latar belakang orang tuanya bercerai juga
      karena dia PUNYA PERASAAN MINDER. Apa benar begitu?

  J : Betul. Sering kali mereka itu membawa suatu perasaan bahwa
      mereka anak-anak yang cacat, anak-anak yang tidak setara dengan
      anak-anak lain. Oleh karenanya, timbul suatu rasa takut kalau
      menikah dengan orang yang baik-baik nanti dipandang rendah atau
      ada perasaan tidak pantas berpasangan dengan orang dari keluarga
      baik-baik. Harapannya adalah yang senasib dengannya, yang lebih
      bisa menerima, dan orang tuanya pun bisa menerima. Dia tahu
      bahwa banyak orang tua tidak rela menikahkan anaknya dengan
      seseorang yang dari keluarga "broken-home".
------
  T : Kalau kedua orang tua itu sangat mengasihi anaknya dan kebetulan
      anaknya cuma satu atau dua, apa yang terjadi dalam diri anak?

  J : Ada PERASAAN TERBELAH, DICABIK-CABIK. Satu pihak harus ke mama,
      satu pihak harus ke papa. Akan muncul suatu dorongan dalam diri
      si anak untuk menjadi perekat, penyatu. Dia akan menjadi juru
      bicara dari orang tuanya. Maksudnya, jika mama atau papanya
      ingin saling berkomunikasi, mereka tidak berkomunikasi secara
      langsung tetapi melalui anak supaya disampaikan. Atau bisa juga
      dia yang menjadi peredam persoalan atau konflik di antara kedua
      orang tuanya yang sudah bercerai ini karena dia tahu dua-duanya
      mengasihi dia dan dia mau supaya jangan sampai lebih buruk lagi
      keadaannya, dengan kata lain sejak kecil dia akhirnya belajar
      untuk mendistorsi fakta kehidupan.
------
  T : Ada orang tua yang mengatakan bahwa mereka memang bermasalah
      dengan pasangannya, tapi tidak dengan anak-anak mereka.
      Sebenarnya pandangan seperti itu bagaimana?

  J : Dalam hubungan nikah yang sudah sangat jelek, yang
      pertengkarannya sudah sangat parah, kebanyakan anak-anak akan
      memilih supaya mereka bercerai. Hasil riset memperlihatkan,
      demi kesehatan jiwanya anak-anak akan lebih tenteram sewaktu
      dilepaskan dari suasana seperti itu. Pada waktu orang tua tidak
      tinggal bersama-sama dengan mereka rasanya lebih tenang karena
      tidak harus menyaksikan pertengkaran. Akhirnya, mereka lebih
      mantap, lebih damai hidupnya, dan lebih bisa berhubungan dengan
      orang tuanya secara lebih sehat.
------
  T : Ada sisi positif dari anak korban perceraian, misalnya anak
      cepat dewasa, punya rasa tanggung jawab yang baik, bisa membantu
      ibunya. Apakah benar demikian?

  J : Memang ada anak yang bisa jadi nakal luar biasa, tapi ada yang
      kebalikannya justru menjadi anak yang sangat baik dan
      bertanggung jawab. Yang terjadi sebetulnya adalah
      pengompensasian. Si anak seolah-olah mengompensasi kekurangan
      atau kehilangan dalam keluarganya. Misalkan dia anak laki dan
      tinggal dengan mamanya, kecenderungannya adalah dia menggantikan
      fungsi papanya. Dialah yang akhirnya menjadi teman bicara
      mamanya dan dia tidak bisa menolak karena keadaan memaksanya
      untuk menjadi lebih dewasa. Atau seorang anak wanita yang harus
      tinggal dengan papanya, umumnya si anak ini menjadi seperti
      mamanya, menjadi teman bicara, menjadi orang yang mengerti isi
      hati papanya. Anak-anak ini akhirnya didorong kuat untuk
      mengambil alih peran orang tua yang tidak ada lagi dalam
      keluarganya. Secara luar kita melihat sepertinya baik menjadi
      lebih dewasa, tapi sebetulnya secara kedewasaan tidak terlalu
      baik karena dia belum siap untuk mengambil alih peran orang
      tuanya itu.
------
  T : Kalaupun sudah terjadi perceraian dan ada dampak yang begitu
      besar terhadap diri anak-anak, adakah firman Tuhan untuk ini?

  J : Hidup ini kompleks dan kita ini menikah untuk sungguh-sungguh
      langgeng selamanya. Jadi kalau sampai ada orang yang menderita
      dalam pernikahan, sering kali itu di luar kehendak dan harapan
      mereka. Jadi, sebisanya carilah bantuan karena sering kali ini
      bukanlah masalah satu atau yang satunya, tapi masalah berdua.
      Selanjutnya, kita harus tetap kuat di dalam Tuhan. Kita tidak
      bisa mengerti mengapa kita mendapat porsi kehidupan yang seperti
      ini. Untuk kasus-kasus di mana mulai timbul perceraian-
      perceraian firman Tuhan berkata, "Ingatlah, jangan menganggap
      rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata
      kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang
      wajah Bapa-Ku yang di sorga." Ini dicatat oleh Injil Matius
      18:10. Tuhan Yesus menegaskan bahwa anak-anak itu berharga dan
      Tuhan memerhatikan mereka, ada malaikat yang menjaga mereka.
      Dengan kata lain, Tuhan mau kita mengingat anak-anak bahwa anak-
      anak itu penting dan berharga di mata Tuhan, jangan sampai gara-
      gara menuruti kehendak kita anak-anak menjadi korban. Jadi,
      bertahanlah sebisanya, bereskanlah itu, rendahkanlah diri,
      mintalah bantuan, dan jangan tunggu-tunggu lagi.

  [[Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. #042B
    yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan.
    Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat
    e-Mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel(at)xc.org>
                              atau: < TELAGA(at)sabda.org >      ]]
  ==> http://www.telaga.org/transkrip.php?dampak_perceraian_2.htm

              ========== TANYA JAWAB KONSELING ==========

        AYAH DAN IBU AKAN BERCERAI, APA YANG HARUS SAYA PERBUAT?

  PERTANYAAN:
  -----------
  Saya tetap mengasihi ayah walaupun beliau sudah berzinah. Ia
  berusaha untuk bercerai dengan ibu, bahkan sudah memikirkan menikah
  dengan wanita tersebut. Di satu pihak saya merasa terpukul. Namun,
  saya tahu bahwa kesalahan utama memang terletak pada ibu yang sangat
  keras kepala, menjengkelkan, cerewet, dan mau menang sendiri. Saya
  akui bahwa ibu adalah seorang pekerja yang ulet, berani mati. Tapi
  beliau tidak menghargai ayah, bahkan sering menekan dan memaki ayah
  di depan kami sejak kami kecil. Saya juga harus mengakui ayah tidak
  sepandai ibu dalam usaha dagangnya, cepat putus asa, dan pesimis.
  Tapi beliau sudah cukup berusaha keras untuk maju.

  Sekarang keluarga kami sudah berantakan. Saya mulai kasihan juga
  melihat ibu saya yang depresi. Bahkan ia berulang kali mencoba bunuh
  diri setelah mengetahui perselingkuhan ayah dan mengajukan proses
  penceraian tahun lalu. Sudah berulang kali saya mengajak ibu untuk
  berkonsultasi, tapi beliau selalu menolak dengan alasan, "Ayah yang
  salah mengapa ibu yang dikonseling?" Ibu selalu berpikir karena
  bukan dia yang berzinah, ia tidak bersalah dan tidak seharusnya
  menemui konselor. Ia juga tidak lagi mau ke gereja karena malu
  ataupun berdoa. Bagaimana saya harus bersikap?

  JAWAB:
  ------
  Memang hidup penuh dengan hal-hal yang tidak "fair", tetapi sebagai
  manusia dewasa kita harus bertanggung jawab untuk memilih sikap yang
  terbaik. Sayangnya, ayah Anda sudah memilih respon yang keliru atas
  ketidakdewasaan dan kelemahan ibu. Seharusnya, ia tidak bersikap
  kekanak-kanakan dan merasa berhak untuk mendapatkan kebahagiaan
  seperti yang ia mau. Seharusnya beliau memahami bahwa hidupnya
  adalah hidup seorang dewasa yang siap menghadapi dan menyelesaikan
  setiap masalah yang ada demi membangun keluarga dan memenuhi segala
  kebutuhannya. Memang menurut Anda beliau sudah berusaha keras, tapi
  tanggung jawabnya bukan cuma di situ. Ia juga harus menjadi kepala
  keluarga yang dapat memimpin, memberi rasa aman, dan menghadirkan
  hal-hal yang baik dalam kehidupan keluarga. Sebagai anak Tuhan Ia
  juga harus mempunyai kehidupan rohani yang sehat, pengenalan akan
  Tuhan yang benar, dan sikap yang dewasa dalam mengatasi watak-watak
  buruk istri. Sayangnya, ia memilih sikap seperti anak-anak, yaitu
  lari dari realita karena tidak mampu menyelesaikannya. Bahkan
  sebagai orang Kristen ia tidak takut berbuat dosa, mencoba
  menceraikan istri dan berusaha menikah dengan perempuan lain. Ia
  merasa berhak untuk menikmati hidup sesuai dengan yang ia mau karena
  kegagalannya sendiri.

  Di lain pihak, Anda simpati dan membela ayah tanpa alasan yang
  jelas. Sesuai dengan subjektivitas dan perasaan yang muncul, Anda
  cenderung menyalahkan ibu. Memang ibu Anda adalah wanita dengan
  banyak kelemahan pribadi, yang mungkin justru hidup dan berkembang
  karena kesalahan ayah yang mungkin cenderung pesimis, penakut, dan
  mungkin juga tidak bijaksana dan tidak dewasa.

  Memang kelihatannya untuk saat ini hati nurani ayah belum terbuka
  untuk kebenaran, begitu pula dengan ibu yang masih belum mau mencari
  pertolongan konselor karena jiwanya sangat terpukul dan merasa gagal
  dalam hidup. Tanpa pimpinan dan pertolongan Tuhan, memang sulit
  untuk membawa mereka rujuk kembali. Walau itu juga bukan sesuatu
  yang mustahil. Untuk sementara waktu, saat mereka masih bersitegang
  dengan kebenaran masing-masing, memang tidak ada hal konkrit yang
  bisa Anda lakukan kecuali bergantung pada kasih karunia Tuhan dan
  banyak berdoa.

  Apabila mereka sudah mulai tenang, cobalah membangun suasana
  komunikasi yang dialogis dan lebih dewasa antara ayah dan ibu. Anda
  harus bersikap "fair" terhadap mereka berdua. Cobalah untuk
  mengenali ayah dan ibu dengan lebih baik tanpa memihak. Hanya dengan
  pengenalan yang utuh inilah Anda memulai apa yang baik yang nantinya
  akan mendewasakan Anda. Mintalah kebijaksanaan dari Tuhan untuk apa
  yang dapat Anda katakan dan perbuat. Anda bisa memulainya dengan
  menerjemahkan kata-kata mereka dengan bahasa yang lebih sehat. Jadi,
  tugas utama Anda adalah ikut menciptakan kembali kontak di antara
  mereka, sambil berharap suatu hari kelak mereka juga mau bertemu
  dengan konselor. Pengalaman ibu Anda yang begitu pahit membutuhkan
  terapi yang cukup panjang untuk bisa mengampuni ayah. Sebaliknya,
  ayah dan ibu juga membutuhkan campur tangan Tuhan untuk memahami apa
  yang sedang terjadi dalam kehidupan mereka berdua.

  "Semoga Tuhan yang sudah memulai hal yang baik (melalui Anda) akan
  meneruskannya sampai pada akhirnya (Fil. 1:6)" dan membuka peluang
  untuk timbulnya lagi cinta kasih antara mereka berdua.

  Bahan diambil dan diedit dari:
  Judul buletin: Parakaleo (Edisi Juli - Sept. 2002)
  Narasumber   : Esther Susabda, Ph.D.
  Penerbit     : Departemen Konseling STTRII
  Halaman      : 4

============================== e-KONSEL ==============================
                         STAF REDAKSI e-Konsel
                           Ratri, Evie, Raka
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2006 oleh YLSA
                      http://www.sabda.org/ylsa/
                       http://katalog.sabda.org/
                     Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati

======================================================================
Anda punya masalah/perlu konseling?    masalah-konsel(at)sabda.org
Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
dapat dikirimkan ke alamat:           owner-i-kan-konsel(at)xc.org
  Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)xc.org
  Berhenti    : unsubscribe-i-kan-konsel(at)xc.org
  Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
  ARSIP       : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
  Situs C3I   : http://www.sabda.org/c3i/
======================================================================

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org