Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2012/1

e-JEMMi edisi No. 01 Vol. 15/2012 (3-1-2012)

Panggilan untuk Bersaksi 1

______________________________  e-JEMMi  _____________________________
                   (Jurnal Elektronik Mingguan Misi)
______________________________________________________________________

SEKILAS ISI
ARTIKEL MISI: KITA ADALAH SAKSI-NYA 1
DOA BAGI MISI DUNIA: VIETNAM, PAKISTAN
DOA BAGI INDONESIA: TAHUN BARU 2012

Shalom,

"Selamat Tahun Baru" kami ucapkan kepada seluruh pembaca setia
e-JEMMi. Pada edisi 01 dan 02 di awal tahun ini, kami rindu mengajak
Anda untuk kembali merenungkan panggilan untuk bersaksi melalui
artikel yang kami sajikan. Kiranya artikel yang kami sajikan dapat
menyegarkan Anda dalam menjalani panggilan untuk menggenapi Amanat
Agung Yesus Kristus. Selamat menyimak. Tuhan Yesus memberkati.

Staf Redaksi e-JEMMi,
Yosua Setyo Yudo
< http://misi.sabda.org/ >

                  ARTIKEL MISI: KITA ADALAH SAKSI-NYA 1

Panggilan untuk Bersaksi

Inilah cara Stephen Gaukroger mendefinisikan seorang utusan Injil
lintas budaya dalam bukunya "Why Bother with Mission" -- Seseorang
yang ditugaskan dan diutus oleh gereja lokalnya untuk melintasi
batas-batas budaya dengan tujuan untuk menjadi saksi bagi Yesus
Kristus. Batas-batas ini mungkin berupa bahasa, geografis, atau
masyarakat. Ia juga dengan sengaja akan:

1. Membawa orang-orang kepada Kristus melalui kehidupan, sikap,
tindakan, dan kata-katanya.

2. Berusaha untuk membawa mereka yang datang kepada Kristus untuk
bergabung dengan orang percaya yang lain dalam persekutuan suatu
jemaat. Suatu jemaat perlu dibangun jika belum ada!

Mengapa Anda seharusnya menjawab tantangan pelayanan pekabaran Injil
seperti ini? Mengapa kita harus peduli dengan misi? Pertanyaan ini
tidak sama dengan pertanyaan, "Mengapa kita perlu lebih banyak utusan
Injil?" "Bagaimana Anda mendorong orang lain untuk terlibat di dalam
misi?" Pertanyaan, "Mengapa saya seharusnya terlibat dalam misi?"
adalah sebuah pertanyaan yang sama sekali lain karena melibatkan
keputusan yang bersifat pribadi, dituntun oleh Roh, terpusat pada
Allah tentang arah hidup Anda sendiri. Keputusan semacam itu merupakan
sesuatu yang rumit, dan saya tidak ingin mengatakan sebagai sebuah
keputusan yang sebaliknya.

Pada akhirnya, apa yang harus dihadapi adalah kenyataan bahwa Allah,
melalui firman-Nya, memberi tahu kita bahwa kita akan menjadi
saksi-saksi-Nya. Tantangan dari Amanat Agung diberikan dalam Injil
Matius 28:18-20, Markus 16:15, Lukas 24:46-49, dan dalam
istilah-istilah yang berbeda dalam Yohanes 20:21-23. Kisah Para Rasul
1:8 juga merupakan ayat yang amat penting dalam konteks ini -- "Tetapi
kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun atas kamu, dan kamu
akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria
dan sampai ke ujung bumi." Ayat ini memberi tahu kita bahwa kita akan
menjadi saksi bagi Kristus, untuk membangun Kerajaan itu, di mana pun
kita berada (Yerusalem) dan di seluruh dunia (sampai ke ujung bumi).
Pengertian ini memberi petunjuk kepada saya bahwa kita seharusnya
keluar sebagai saksi mulai sekarang, tanpa memedulikan geografis dari
situasi kita. Stephen Gaukroger mengatakan:

"Jadi, Injil menunjukkan kepada kita prioritas misi dengan sebuah
logika yang tidak terelakkan dan antusiasme yang penuh semangat. Sifat
dan kegiatan Allah Bapa, pekerjaan dan firman dari Putra Allah, dan
teladan dari gereja mula-mula yang dikuasai oleh Roh Kudus tampak
jelas. Roh Kudus menerapkan Alkitab dalam hidup kita secara
terus-menerus ketika kita membawa diri kita ke dalam kedaulatan-Nya.
Kita diperintahkan untuk menjadi pelaku-pelaku bagi tujuan misi sampai
Yesus kembali, bersiap-siap menyongsong tujuan akbar yang menanti
kita. Secara mendasar, Injil menegaskan bahwa iman Kristen adalah
sebuah iman yang berdasar kepada misi; jika tidak, maka kita harus
mempertanyakan apakah iman itu adalah iman yang alkitabiah atau
bukan."

Ada sisi "menampilkan" dan "melakukan" dalam hal bersaksi. Seperti
banyak hal yang orang-orang perdebatkan di dalam gereja saat ini,
kedua sisi tersebut bukanlah masalah mengenai "salah satu/atau" tetapi
"keduanya". A.W. Tozer menyatakan, "Seandainya sifat manusia itu
sempurna, maka tidak akan ada kesenjangan antara apa yang
ditampilkannya dan apa yang dilakukannya. Manusia yang tidak bercela
akan sungguh-sungguh hidup dari apa yang ada dalam hatinya, tidak
dibuat-buat. Tindakan-tindakannya akan menjadi ekspresi yang
sesungguhnya dari apa yang ada di dalam dirinya."

Dengan sifat manusia yang seperti itu, segala sesuatu tidaklah menjadi
sederhana. Dosa telah memasukkan kebingungan moral dan hidup telah
menjadi rumit dan sulit. Elemen-elemen yang ada di dalam kita itu
sungguh menyatu dalam keselarasan yang tidak disadari, sering kali
elemen-elemen tersebut dipisahkan satu sama lain, seutuhnya atau
sebagian, dan cenderung menjadi benar-benar bertentangan satu sama
lain. Karena alasan inilah, keseimbangan karakter benar-benar sulit
untuk dicapai.

Suatu kehidupan yang saleh, yang kudus, dan terdiri atas kasih dan
integritas, tak peduli pekerjaan yang dimiliki seseorang, adalah
kesaksian yang berkuasa di dalamnya. Namun, kitab Kisah Para Rasul dan
sejarah gereja menunjukkan bahwa untuk menjadi seorang saksi,
seseorang juga harus berbicara secara berani tentang Yesus Kristus.
Buku John Grisham, "The Client", menunjukkan bahwa menjadi seorang
saksi pembunuhan dapat menjadi membahayakan dan rumit. Kita tahu bahwa
hal itu juga berlaku ketika kita berusaha untuk menjadi saksi-saksi
yang setia terhadap kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus. Hati
saya merindukan kejelasan dan kesederhanaan mengenai hal ini. Mari
kita berhati-hati ketika kita masuk ke dalam strategi misi, sehingga
semua kerumitannya tidak menakut-nakuti kita. Penekanan dalam kitab
Kisah Para Rasul tentang keberanian, seharusnya menolong kita untuk
berbicara -- mengingat sisi "melakukan" dan "menampilkan" dari
bersaksi.

Bagi banyak orang Kristen, kedua hal itu bukanlah suatu masalah yang
diperdebatkan. Mereka mengerti bahwa mereka seharusnya menjadi saksi
bagi lingkungan mereka, daerah di mana rumah atau pekerjaan mereka
berada, menjalani hidup dengan saleh, dan berbicara kepada orang lain
tentang Yesus. Banyak orang yang memiliki beban untuk daerah-daerah
miskin yang berada di wilayah mereka, kota-kota besar misalnya.
Sementara itu, masih ada penekanan yang kurang dengan "ujung-ujung
bumi". Ada kecenderungan untuk berpikir bahwa orang lainlah yang
mengambil bagian untuk hal itu.

Beberapa orang sangat terbeban dengan kebutuhan-kebutuhan di
sekeliling mereka, sehingga mereka tidak mampu melihat ke
bagian-bagian lain dari dunia ini. Beberapa orang lain, khususnya di
negara-negara yang mengirim para utusan Injil secara tradisional,
benar-benar mendapat informasi yang salah dan mereka menyederhanakan
situasi yang rumit dengan mengatakan bahwa para utusan Injil Barat
tidak lagi diperlukan atau tidak lagi "bermanfaat", dan bahwa dukungan
bagi pekerja-pekerja pribumi seharusnya menggantikan pengiriman tenaga
misi. Perhatian beberapa orang dan kelompok telah dialihkan dengan
pendapat yang hanya didefinisikan secara dangkal, bahwa hanya
orang-orang yang "berkualitas tinggi" yang diperlukan di ladang misi,
ketika pada kenyataannya orang-orang dari berbagai kalangan dibutuhkan
untuk mengisi jajaran yang luas dari pekerjaan pelayanan itu. Banyak
orang yang telah mati rasa karena gambaran-gambaran dan kata-kata dari
media yang kuat, sehingga mereka tidak lagi mampu merasakan
kebutuhan-kebutuhan di tempat-tempat yang jauh ketika diceritakan
kepada mereka. Hanya dengan berada di sana, merasakan, dan membaui
sendiri, maka mereka akan mengerti kebutuhan tersebut. (Hal ini,
adalah salah satu alasan mengapa saya yakin pekerjaan misi jangka
pendek, di luar risiko-risikonya, dapat menjadi sangat berharga dalam
membangkitkan pemahaman atas kebutuhan-kebutuhan dari "ujung-ujung bumi").

Jadi, kurangnya penekanan pada "ujung-ujung bumi" mungkin dapat
dipahami, tetapi kita tidak dapat mengabaikan janji dan perintah yang
jelas, yang Tuhan kita berikan dalam bagian Kisah Para Rasul yang
dikutip di atas. Alkitab berbicara dengan jelas -- tanggung jawab kita
bukan berakhir dengan "Yerusalem". Rasul Paulus menekankan kebutuhan
untuk bergerak kepada orang-orang yang tidak tersentuh: "Dan dalam
pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak
melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah dikenal
orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah
diletakkan orang lain." (Roma 15:20) "... supaya kami dapat
memberitakan Injil di daerah-daerah yang lebih jauh dari daerah kamu
dan tidak bermegah atas hasil-hasil yang dicapai orang lain di daerah
kerja yang dipatok untuk mereka." (2 Korintus 10:16)

Kuasa untuk Bersaksi

Ketika kita menanggapi perintah Amanat Agung, kita seharusnya tidak
melupakan janji yang berisi: "... kamu akan menerima kuasa kalau Roh
Kudus turun atas kamu ..." Seorang saksi yang sejati memiliki
pengalaman akan kuasa Allah. Alkitab menjelaskan dengan tegas bahwa
kuasa untuk menghidupi kehidupan Kristiani datang dari Tuhan, "Tetapi
harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa
kekuatan yang berlimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri
kami." (2 Korintus 4:7)

Kuasa ini tidak berarti bahwa kita akan mengalami keajaiban-keajaiban
besar dalam mukjizat-mukjizat dan penyembuhan. Beberapa orang
tampaknya merasa bahwa jika tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban ini
tidak hadir, maka tidak ada kuasa. Ini bukanlah persoalannya. Pada
saat yang sama, dalam kitab Kisah Para Rasul, Roh Kudus akan
memberikan keberanian. Kita harus berusaha untuk tidak masuk ke dalam
ekstrem-ekstrem mengenai hal ini, dengan meyakini bahwa beberapa rumus
yang sempurna (seperti kehadiran beberapa tanda yang menurut dugaan
memberi bukti) akan mengizinkan kita melakukan semua hal yang kita
tidak pernah lakukan sebelumnya. Kuncinya adalah untuk melihat Roh
Kudus sebagai Pribadi yang membuat keputusan tentang bagaimana
pekerjaan utusan Injil seharusnya dilaksanakan.

Kisah Para Rasul 1:8 juga menjanjikan kepada kita bahwa para saksi
akan dipenuhi dengan Roh Kudus. Sedihnya, saya yakin bahwa ekstrem dan
pandangan-pandangan yang tidak selaras tentang Roh Kudus dan
pengudusan, telah membingungkan dan melemahkan banyak orang. Kita
cenderung melupakan bahwa walaupun kita mungkin dipenuhi dengan Roh
Kudus, masih ada "faktor manusia". Kita hanyalah orang-orang biasa
yang bergumul, melakukan kesalahan, dan memiliki kelemahan. Saya
semakin meyakini bahwa Allah memenuhi dan menggunakan tipe-tipe orang
yang berbeda, banyak dari mereka mungkin tidak terlihat sangat
menjanjikan oleh standar-standar "normal". Ketika saya adalah seorang
Kristen yang masih muda, saya memiliki kecenderungan terhadap
ekstremisme dan "kerohanian super". Jika saya tidak belajar menerima
"faktor manusia" di dalam diri saya dan orang lain, saya telah didepak
dari pertandingan sejak dari awal.

Jika Anda dilemahkan oleh kemanusiaan Anda dalam menghadapi Amanat
Agung, diliputi dan dilemahkan oleh ukuran tantangan, maka
pertimbangkanlah suatu komentar pendekatan Paulus terhadap
kelemahannya yang diekspresikan dalam 2 Korintus 12:8-10, "Tentang hal
itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu
mundur dari padaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: `Cukuplah kasih
karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi
sempurna.` Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku,
supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan
rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di
dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku
lemah, maka aku kuat." Paulus yang sama, yang dipakai secara luar
biasa dan yang kisah keberaniannya kita ikuti melalui kitab Kisah Para
rasul, memiliki kepekaan yang sama atas kelemahannya, dan ia dengan
bimbingan Roh Kudus memberi kita kata-kata yang memberi semangat ini.

Berjalan Terus Setelah Patah Semangat

Ketika kita menanggapi tantangan Amanat Agung, disemangati oleh janji
bahwa kita akan diberikan kuasa saat kita dipenuhi dengan Roh Kudus,
ada dua cara pemikiran dan tindakan yang perlu kita upayakan. Pertama
adalah kebulatan tekad untuk bangkit dan berjalan terus setelah patah
semangat. Kita harus menerima bahwa ketika kita terlibat dengan misi,
akan ada kesalahan, kegagalan, dan dosa. Walaupun kita harus menyesali
hal-hal itu, tetapi kita harus menggunakan hal-hal tersebut sebagai
batu loncatan untuk meluncurkan kita kepada hal-hal yang lebih besar
demi Allah, daripada merasa terintimidasi dan membiarkannya
menyudutkan kita ke dalam ketidakberdayaan. Suatu kali, saya membaca
sebuah buku yang luar biasa berjudul, "Failure: The Back Door to
Success", oleh Irwin Lutzer. Jujur, saya tidak pernah membacanya,
tetapi judul tersebut benar-benar berbicara kepada saya. Anak-anak
yang tidak terpelihara, di luar segala upaya mereka, melakukan
kegagalan, dan kadang-kadang bahkan melanggar janji. Alkitab
menunjukkan kepada kita tingkah laku yang benar terhadap jenis dosa
seperti ini (tentu saja tidak semua kegagalan adalah dosa):
"Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan
berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang
pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil." (1 Yohanes 2:1)

Salah satu aspek yang paling penting dari berjalan bersama Yesus ialah
mempelajari pelajaran tentang bagaimana melambung kembali ketika kita
gagal. Tentu saja ini adalah apa yang dibicarakan oleh Ibrani 12:7-11,
"Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti
anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?
Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap
orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. Selanjutnya:
dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita
hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa
segala roh, supaya kita boleh hidup? Sebab mereka mendidik kita dalam
waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi
Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian
dalam kekudusan-Nya. Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan
tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia
menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang
dilatih olehnya." (tAnna)

Diterjemahkan dari:
Judul buku: Out of the Comfort Zone: Grace! Vision! Action!
Judul asli artikel: We Are His Witnesses
Penulis: George Verwer
Penerbit: OM Books, Secunderabad-India 2000
Halaman: 31 -- 39

                 DOA BAGI MISI DUNIA: VIETNAM, PAKISTAN

VIETNAM -- Para preman -- sekitar 20 orang, diperintahkan oleh
pemerintah lokal untuk menyerang pendeta TA dan keluarganya dengan
batangan besi dan tongkat kayu di Vietnam Tengah pada 23 Oktober 2011.
Serangan ini mengakibatkan ayah dan para kerabat TA terluka parah.
Pada hari yang sama, pihak berwenang setempat sempat mengganggu
pelayanan dua gereja rumah di salah satu desa di provinsi Quang Nam.

Sumber: Buletin Frontline Faith, Januari - Februari 2011, Halaman 11

Pokok Doa:

1. Mengucap syukur untuk perlindungan Tuhan kepada TA dan keluarganya.
Doakan agar pasca penyerangan oleh para preman ini tidak menyurutkan
TA dan keluarganya untuk terus memberitakan Kabar Baik di Vietnam.

2. Doakan agar peristiwa ini justru meneguhkan iman umat percaya di
seluruh dunia untuk tetap tegar dan memuliakan Tuhan.

PAKISTAN -- JS dan seorang karyawannya ditembak mati pada 16 November
2011 oleh seorang pria bersenjata yang belum diketahui identitasnya,
di toko kosmetik miliknya di daerah Karachi. Setelah menembak JS di
bagian leher dan wajahnya, pembunuh itu kemudian melarikan diri dengan
mengendarai sepeda motor dengan kedua komplotannya yang sudah
menunggu. Menurut keluarga korban, para pelaku berasal dari sebuah
kelompok radikal yang menjadikan umat Kristen sebagai sasaran.

Sumber: Buletin Frontline Faith, Januari - Februari 2011, Halaman 11

Pokok Doa:

1. Doakan keluarga JS, agar tetap setia mengikut Tuhan dan tetap
menaruh pengharapannya hanya kepada Tuhan Yesus.

2. Doakan agar umat percaya di Pakistan belajar mempercayakan diri
pada Kristus, meskipun harus mengalami tekanan dan aniaya.

                  DOA BAGI INDONESIA: TAHUN BARU 2012

Puji Tuhan, saat ini kita telah memasuki tahun yang baru. Kita patut
bersyukur untuk penyertaan yang Tuhan berikan sepanjang tahun 2011.
Mari kita isi tahun 2012 dengan menceritakan Kabar Baik kepada lebih
banyak orang, sehingga mereka juga bisa beroleh anugerah keselamatan.

Pokok Doa:

1. Bersyukurlah untuk semua peristiwa yang Tuhan izinkan terjadi dalam
hidup kita di tahun 2011. Kiranya iman kita semakin bertumbuh melalui
perenungan akan kasih setia Tuhan dalam hidup kita.

2. Doakan untuk jemaat yang mulai undur dari pelayanan, agar Allah
menangkap mereka kembali dalam kasih-Nya. Kiranya tahun baru ini
membawa kerinduan dan semangat baru bagi mereka untuk kembali
melayani-Nya.

3. Doakan orang-orang Kristen yang masih percaya ramalan, supaya
mereka segera bertobat. Kiranya Roh Kudus menyadarkan mereka bahwa
harapan sejati hanya ada dalam Yesus Kristus saja.

4. Mari kita berdoa agar di tahun baru ini, situasi politik dan
keamanan Indonesia semakin kondusif. Kiranya Tuhan memberi hikmat
kepada para politisi untuk saling bekerja sama membangun negeri
tercinta Indonesia.

"FAILURE IS NOT DEFEATED UNTIL YOU STOP TRYING"

Kontak: < jemmi(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti, Yosua Setyo Yudo
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/misi >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org