Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2011/19

e-JEMMi edisi No. 19 Vol. 14/2011 (10-5-2011)

Relasi Etika Misi 1

______________________________  e-JEMMi  _____________________________
                   (Jurnal Elektronik Mingguan Misi)
______________________________________________________________________

SEKILAS ISI
ARTIKEL MISI: RELASI ETIKA MISI 1
DOA BAGI MISI DUNIA: PAKISTAN, ISRAEL
DOA BAGI INDONESIA: JATUHNYA PESAWAT MERPATI MA 60

Shalom,

Setiap agama memiliki standar etika yang berbeda-beda, namun ada etika
universal yang berlaku di hampir semua masyarakat di dunia. Upaya
pemberitaan Injil yang mengabaikan prinsip kesalehan hidup yang
dijunjung oleh masyarakat setempat, akan berujung sia-sia. Oleh sebab
itu, dalam edisi 19 dan 20, kami akan menyajikan secara berturut-turut
artikel tentang relasi etika misi. Kiranya sajian kami bermanfaat bagi
pembaca sekalian. Tuhan memberkati.

Redaksi Tamu e-JEMMi,
Mahardhika Dicky Kurniawan
< http://misi.sabda.org/ >

                    ARTIKEL MISI: RELASI ETIKA MISI 1
                       Oleh: Purnawan Tenibemas

"... karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan
iman. Sejumlah orang dibawa kepada Tuhan." (Kisah Para Rasul 11:24)
Laporan Lukas dalam kutipan di atas menarik untuk disimak. Karakter
seorang pelayan Tuhan -- Barnabas, dikaitkan dengan pertambahan
sejumlah (besar) orang ke dalam jemaat Tuhan di Antiokhia. Laporan di
atas menyiratkan hubungan antara etika seorang pelayan dengan misi
yang diembannya, serta hasil yang dibawanya ke dalam jemaat. Karakter
Barnabas sebagai seorang pelayan Tuhan berkaitan dengan pertumbuhan
jemaat Antiokhia. Fenomena di atas tidak berhenti sebagai pengalaman
Barnabas, melainkan terus bergema dengan kuat dalam pekabaran Injil di
mana saja.

Rasul Paulus menulis, "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan
oleh iman ... pemberian Allah ... kita ini buatan Allah, diciptakan
dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik ...."
(Efesus 2:8-10) Sedangkan kepada Titus, Rasul Paulus menulis, "...
Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk
membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi
diri-Nya suatu umat kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik."
(Titus 2:13- 14) Dalam 2 Korintus 5:17 Rasul Paulus menyatakan bahwa
orang percaya adalah ciptaan baru. Keyakinan di atas memberi gambaran
bahwa orang Kristen adalah orang yang telah diselamatkan dan yang
seharusnya menghasilkan perbuatan baik. Predikat seperti ini sangat
dibutuhkan dalam mengemban misi Tuhan, agar pengalaman Barnabas terus
berulang.

Di lain pihak, ladang misi terbentang luas dengan beragam latar
belakang. Namun, dalam masyarakat tidak jarang kita menuntut seseorang
yang berstatus tokoh agama untuk menampilkan karakter yang baik. Dalam
konteks Nusantara, setiap budaya memiliki kadar etika yang terbilang
tinggi. Ketika agama-agama dunia tiba dan disambut penduduk Nusantara,
agama-agama itu pun memperkaya nilai-nilai etika asli. Seperti
pengalaman Barabas, tidak dapat disangkal bahwa faktor etika adalah
faktor penting dalam melaksanakan panggilan misi. Hakikat Kristen
dalam beberapa ayat di atas, harus tampil dalam kehidupan seorang yang
mengemban misi Tuhan. Tanpa kehadiran faktor tersebut, misi Kristen
akan kehilangan daya tariknya, bahkan sangat mungkin bisa menjadi
bahan ejekan. Rasul Paulus mengutip kitab nabi Yesaya, mengemukakan
hal senada saat ia mengirim surat kepada jemaat Tuhan di Roma, yang
menyatakan bahwa hidup dengan etika buruk berakibat pada nama Allah
yang dihujat di antara bangsa-bangsa lain (Roma 2:24). Hal itu bukan
hanya pengalaman dalam misi Kristen pada masa Para Rasul atau pun masa
lalu, melainkan akan terus berlangsung hingga Tuhan Yesus datang untuk
kedua kalinya kelak.

Nilai-Nilai Etika Masyarakat Nusantara

Berbicara tentang etika berarti berbicara tentang moralitas. Moralitas
dipahami sebagai seperangkat penilaian orang berkenaan dengan benar
salah, baik buruk dalam relasi dengan diri atau antarindividu. Bisa
juga berarti pusat pemahaman dan kehendak bersama. Dengan demikian,
pada dasarnya etika bersifat sosial sebab berkenaan dengan kehidupan
sosial dalam masyarakat. Sikap seseorang dalam masyarakat memunyai
dampak sosial, sebaliknya setiap orang mendapat pengaruh atau akibat
dari tindakan orang lain atau komunitasnya.

Indonesia memunyai budaya yang sangat majemuk dan masing-masing
lengkap dengan nilai etikanya. Namun, keragaman itu pada dasarnya
memiliki kesamaan serta penghargaan atas nilai-nilai yang disebut
sebagai nilai universal. Kesalehan hidup adalah salah satu nilai etika
universal. Semua budaya di Nusantara, terlepas dari ragam normanya
menghargai kesalehan hidup. Biasanya pemimpin komunitas ataupun pemuka
agama, serta tokoh lainnya diharapkan menampilkan kesalehan hidup.
Pemimpin komunitas yang dinilai kurang saleh bisa saja ditakuti,
terlebih bila ia memiliki kuasa untuk menekan komunitasnya, namun ia
tidak atau kurang dihormati. Biasanya pemimpin seperti itu menjadi
bahan gunjingan masyarakatnya, sekalipun mungkin secara
sembunyi-sembunyi.

Kesalehan masyarakat di Nusantara sebelum datangnya agama-agama dunia,
ditentukan oleh keterikatan komunitas suku terhadap tradisi dan tabu
yang diyakini oleh para leluhur suku itu. Tradisi adalah serangkaian
keharusan yang menuntut ketaatan dari anggota suku pemilik tradisi
itu. Tabu merupakan serangkaian larangan yang tentu saja tidak boleh
dilakukan demi menjaga harmoni alam dan kehidupan. Dr. Harun
Hadiwijono menyebut tabu semisal pagar yang menjaga orang untuk tetap
di dalam lingkaran tradisi. Moral asli ini tercantum dalam hukum adat.
Hukum itu merupakan hati nurani masyarakat yang dianggap baik dan
bijak untuk dipuja. Hukum ini tidak tertulis, melainkan hidup dalam
kesadaran masyarakat sebagai pusaka suci dari para leluhur yang
diyakini menerimanya dari Tuhan.

David Burnet dalam bukunya "Unearthly Powers" mengemukakan posisi
tradisi dan tabu ini saat ia membahas tentang "worldview" (cara
pandang dunia) suku. Ia menulis, "manusia dipandang sebagai bagian
penting dari keseluruhan alam raya. Karenanya, manusia harus hidup
dalam keselarasan dengan lingkungannya, dan dilarang untuk mengganggu
keseimbangan alam sekitar. Dengan alasan tersebut, agama suku biasanya
berdasar pada tradisi dan tabu". Robert Wessing berdasarkan risetnya
menulis, "pelanggaran terhadap tabu diyakini sering berakibat
timbulnya penyakit". Menurut Rachmat Subagya, "penganut agama asli
meyakini bahwa penyimpangan dari tradisi dan tabu, menyebabkan harmoni
antropokosmis retak dan otomatis timbullah banjir, letusan gunung,
wabah, dan gagalnya panen". Dalam agama suku terdapat kerinduan
eksistensial manusia untuk mengarah kepada keselarasan, keseimbangan,
kerukunan, harmoni, dan damai tanpa melebur diri ke dalamnya. Tradisi
dan tabu menjadi alat untuk mencapai kerinduan di atas. Tentu saja
pola hidup seperti ini adalah pola hidup legalistik.

Legalitas adalah sistem etika masyarakat di Nusantara yang berdasar
pada agama aslinya. Sebagaimana disebut oleh Rachmat Subagya, beberapa
suku menyebut tradisi dan tabu itu sebagai adat. Hadiwijono pun
menulis bahwa masyarakat agama suku meyakini bahwa segenap tata
semesta ini diatur oleh adat. Setiap orang bahkan setiap elemen dari
alam ini ditentukan posisinya oleh adat. Hanya ketaatan terhadap
adatlah yang membawa keharmonisan semesta. Dosa pun diartikan sebagai
pelanggaran atas adat. Tentu saja kita tidak akan mendapati buku
dogmatik atau buku etika dari agama suku ini, sebab segalanya dipahami
dan diteruskan dari generasi ke generasi secara lisan. Tradisi dan
tabu yang diyakini dan ditetapkan para leluhur ini tidak akan
dilalaikan, bahkan harus senantiasa dilaksanakan dan ditaati. Menaati
tradisi dan menghargai tabu adalah jalan untuk menjaga keharmonisan
alam ini. Sebaliknya, melalaikan tradisi dan tabu akan melahirkan
persoalan serius.

Contohnya, para petani di Minahasa yakin bila ada di antara mereka
yang berzinah, ladang mereka akan diserang hama. Bagi orang Sunda,
tabu bagi petani untuk menyebut tikus saat bertanam padi, sekalipun
tikus itu melintas di hadapannya. Menyebut tikus akan membuat hama
tikus menyerang sawah mereka. Bila melihat tikus di sawah atau di
tempat tinggalnya, mereka akan menyebutnya "Ki Bagus". Tabu seperti
contoh di atas tidak masuk akal bagi komunitas luar, namun itu
kenyataan yang diyakini masyarakat pemilik tabu tersebut. Nilai-nilai
yang dibawa agama-agama dunia telah memperkaya nilai-nilai etika dari
agama suku Nusantara. Dalam hal ini nilai etika agama suku tidak
dibuang, melainkan memperoleh tambahan nilai etika agama dunia yang
datang ke Nusantara. Adalah umum bagi suku-suku di Nusantara yang
tetap memelihara nilai-nilai hukum adat, sekalipun mereka telah
menjadi penganut salah satu agama dunia.

Contohnya, agama Islam yang sangat mengagungkan kesalehan. Tentu saja
kesalehan yang legalistik sesuai dengan warna agama Islam yang
legalistik. Simak saja pakaian kaum Muslimah -- serba tertutup sebab
agama tersebut mengajarkan bahwa seluruh tubuh wanita, kecuali wajah
dan telapak tangannya adalah aurat (tidak boleh diperlihatkan kecuali
kepada muhrim dan suaminya). Seorang Muslimah yang mengabaikan hal itu
berdosa, dan yang melihatnya juga berdosa. Sebagai agama legalistik,
Islam memiliki lima macam hukum yang mengelompokkan setiap tindakan.
Setiap tindakan mereka kelompokkan ke dalam salah satu dari lima hukum
tersebut -- wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Hal ini
bersangkut paut dengan patokan kesalehan mereka. Tidak ada seorang
Muslim yang saleh, yang mengabaikan patokan hukum tersebut.

Idealnya, setiap Muslim akan memerhatikan busana yang mereka kenakan,
makanan yang mereka santap, minuman yang mereka minum, atau pun
tindakan mereka -- apakah hal-hal itu sesuai dengan nilai-nilai etika
Islam atau tidak. Mereka meyakini bahwa selain Allah, sunnah nabi juga
memberi petunjuk lengkap kepada manusia untuk senantiasa menjaga
martabat kemanusiaan yang berakal dan berakhlak mulia. Dalam kehidupan
sehari-hari, banyak kita jumpai mereka yang mengaku Muslim, tetapi
tidak melaksanakan patokan kesalehan dan dasar-dasar hukum di atas.
Kenyataan seperti itu didapati pula dalam penganut agama apa pun.
Tetapi pada umumnya kaum Muslimin sangat menghargai orang yang hidup
saleh.

Tidak jarang kaum Muslim beranggapan bahwa nilai-nilai etika barat
lebih rendah dari yang mereka pegang. Nilai-nilai etika barat dianggap
sebagai nilai-nilai etika Kristen, terlebih bila mereka
menghubungkannya dengan sejarah penjajahan di Nusantara. Belanda yang
saat itu diketahui beragama Kristen dan menjajah hampir seluruh
Nusantara selama 350 tahun, telah menampilkan citra buruk di hadapan
komunitas Islam Nusantara. Sayang sekali, nilai-nilai baik dari
kekristenan banyak dikaburkan dan tidak diperhitungkan, disebabkan
oleh kebencian terhadap penjajah Belanda. Sejarah perjuangan penduduk
Nusantara pun sering kali menampilkan isu Islam sebagai pembeda dengan
pihak penjajah yang "Kristen". Dalam hal ini, nilai agama suku telah
bercampur dengan nilai Islam menjadi "suku baru" yang diperhadapkan
dengan nilai Kristen yang "asing".

Film Hollywood yang merajai pasar dan banyak mempromosikan kepuasan
sensual, budaya minuman keras, serta pola hidup tidak saleh lainnya,
membuat banyak komunitas Muslim tidak menghargai segala hal yang
datang dari barat. Mungkin mereka tidak memerhatikan bahwa dalam
film-film Hollywood itu, kekristenan pun menjadi bahan ejekan. Yang
mereka pikir, Amerika Serikat adalah negara Kristen dan etikanya
seperti yang tertampil dalam film-film itu, yang dinilai lebih rendah
dari etika Islam.

Mengonsumsi minuman keras yang menjadi gaya hidup dalam film-film
Hollywood, kini banyak ditiru komunitas lain (termasuk di Nusantara
ini) sebagai gaya hidup modern. Tidak dapat disangkal lebih gampang
mendapati minuman keras di Sumatera Utara, Sulawesi Utara, atau Papua
yang merupakan kantong-kantong Kristen, dibandingkan di Aceh. Bagi
kaum Muslim minuman keras adalah minuman haram. Di banyak tempat di
Nusantara upaya penghancuran minuman keras begitu mengemuka. Lepas
dari berwenang atau tidak, pada kenyataannya sekelompok orang yang
mengatasnamakan agama melaksanakan upaya pembebasan wilayah dari
minuman keras, dan praktik-praktik yang bertentangan dengan nilai
kesalehan agama.

Setelah provinsi Daerah Istimewa Aceh berhasil dan disahkan oleh
undang-undang no 44/1999 untuk menerapkan Syariat Islam, dan nama
provinsi itu pun berubah menjadi Nanggro Aceh Darussallam, tampaknya
beberapa daerah lain berupaya pula untuk menerapkan Syariat Islam itu.
Kelompok-kelompok tertentu dengan gencar melakukan demo, termasuk demo
ke MRP/DPR, yang mendesak agar Piagam Jakarta yang menjadi landasan
ideal untuk penerapan Syariat Islam dimasukkan ke dalam UUD 1945.
Menyimak hal-hal di atas, cukup jelas bagi kita bahwa masyarakat di
Nusantara pada dasarnya memiliki pola kehidupan etika yang terbilang
tinggi. Etika asli yang berdasarkan harmoni alam, bagi kebanyakan
golongan masyarakat telah diperkaya dengan nilai-nilai etika Islam.

Berkenaan dengan fenomena itu, maka panggilan misi Kristen di
Nusantara harus mempertimbangkan dengan serius kondisi ladang seperti
dipaparkan di atas. Tidak mungkin melaksanakan misi Kristen di
Nusantara dengan mengabaikan norma-norma etika yang berlaku di
masyarakat. Mereka yang mengemban misi Kristen, bahkan segenap umat
Kristen seharusnya menampilkan pola hidup dengan etika tinggi,
sebagaimana tertera dalam Alkitab sebagai norma ideal orang percaya.
Dalam Khotbah di Bukit, Tuhan Yesus, dalam konteks agama Yahudi
menyatakan kepada para pendengar-Nya bahwa, hidup keagamaan mereka
harus lebih benar dibandingkan dengan hidup keagamaan ahli-ahli Taurat
dan orang-orang Farisi. Bila kita memedomani peringatan Tuhan tersebut
dan mengenakannya pada konteks kita di Nusantara, maka nilai keagamaan
kita harus lebih tinggi dibandingkan dengan nilai keagamaan (termasuk
etikanya) masyarakat umum di Nusantara. Tuhan Yesus haruslah menjadi
pedoman beretika kita. Bukankah Tuhan Yesus menjelang naik ke surga
menyatakan "Sama seperti Bapa mengutus Aku demikian juga sekarang Aku
mengutus kamu." (Yohanes 20:21) Kita mengemban misi Tuhan sebagaimana
Tuhan Yesus mengemban misi Bapa. Selayaknyalah sikap dan karakter kita
berpedoman pada sikap serta karakter yang Tuhan Yesus.

Diambil dan disunting seperlunya:
Judul: Relasi Etika Misi
Sumber: Simposium Teologi XI-2001, Persekutuan Antar Sekolah Injili
        di Indonesia.

                DOA BAGI MISI DUNIA: PAKISTAN, ISRAEL

PAKISTAN -- Orang-orang bersenjata yang tak dikenal di Islamabad,
menembak mati menteri urusan Minoritas, SB. Ia adalah satu-satunya
anggota kabinet beragama Kristen yang menyerukan kritik pada negara
dan menentang "Hukum Penistaan Agama". Pembunuhan ini terjadi 2 bulan
setelah Gubernur Punjab, ST dibunuh karena mendukung Asia Noreen. SB
mendapat ancaman pembunuhan dari kelompok Radikal, seperti yang telah
diungkapkannya kepada reporter BBC dalam sebuah wawancara, "Ia memilih
hidup untuk umat Kristen, orang-orang menderita, dan telah siap mati
untuk memperjuangkan hak mereka."

Diambil dari: Buletin Frontline Faith, Edisi Mei - Juni 2011, Halaman 11

Pokok doa:

1. Doakan keluarga SB, agar Tuhan memberi kekuatan dan kesabaran.
   Doakan juga agar melalui peristiwa ini, iman mereka di dalam
   Kristus tidak goyah.

2. Berdoa bagi orang-orang percaya di Pakistan, agar Tuhan memberi
   kekuatan kepada mereka untuk tetap teguh di dalam iman mereka
   kepada Kristus.

ISRAEL -- Sekitar 250 demonstran dari kaum Ultra-Ortodoks berkumpul di
depan rumah PM, seorang "Messianic Believer". Selama 2,5 jam, mereka
menyanyikan "Am Israel Chai" (Hidup Bangsa Israel) dan lagu lainnya
dengan suara keras, untuk menentang PM atas aktivitas penginjilannya.
PM tinggal di A dengan keluarganya, dan merupakan ibu angkat dari tiga
anak yatim yang awalnya berasal dari keluarga Mesianik percaya.
Meskipun mengalami gangguan kebisingan, untungnya demonstrasi tidak
berkembang menjadi agresif atau kekerasan.

Diambil dari: Buletin Frontline Faith, Edisi Mei - Juni 2011, Halaman 11

Pokok doa:

1. Doakan untuk PM dan ketiga anak angkatnya, agar Tuhan melindungi
   dan memelihara hidup mereka.

2. Doakan juga agar Tuhan memampukan dan memberi kesabaran kepada PM
   dalam mendidik ketiga anak angkatnya untuk takut akan Tuhan.

      DOA BAGI INDONESIA: ACARA ONE DAY MISSION DI YSKI SEMARANG

Peristiwa pesawat jatuh terjadi lagi di Indonesia. Kali ini, pesawat
Merpati jenis MA 60 jatuh di sekitar Kabupaten Kaimana, Papua Barat,
sekitar pukul 15.15 WIT. Pesawat rute Sorong-Kaimana-Nabire tersebut
membawa penumpang yang terdiri dari 18 orang dewasa, 2 anak, dan 1
bayi. Ketika hendak mendarat di lapangan udara Kaimana, cuaca mendadak
menjadi buruk hingga pesawat tersebut jatuh ke laut sebelum sampai di
landasan.

Sumber: http://www.detiknews.com/read/2011/05/07/134502/1634546/10/
        pesawat-merpati-jatuh-di-papua-barat

Pokok Doa:

1. Doakan keluarga korban yang berduka karena kehilangan saudara yang
   mereka kasihi. Biarlah Tuhan memberikan penghiburan sejati dalam
   hati dan memelihara kelangsungan hidup mereka.

2. Biarlah kejadian ini semakin memecut pemerintah untuk mengambil
   langkah-langkah strategis demi mengurangi kecelakaan pesawat
   terbang pada masa mendatang. Doakanlah agar Tuhan memberikan hikmat
   dan bijaksana kepada pemerintah kita.

3. Jatuhnya pesawat Merpati MA 60, menimbulkan polemik pula. Doakan
   agar setiap pihak yang terkait di dalamnya, dapat menyikapi
   permasalahan ini dengan bijaksana dan tidak saling menyalahkan.

    "REMEMBERING WHO YOU ARE IN CHRIST WILL AFFECT WHAT YOU ARE"

Kontak: < jemmi(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti, Yulia Oeniyati
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/misi >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org