Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2010/48

e-JEMMi edisi No. 48 Vol. 13/2010 (29-11-2010)

Asilulu dari Indonesia

______________________________  e-JEMMi  _____________________________
                   (Jurnal Elektronik Mingguan Misi)
______________________________________________________________________
SEKILAS ISI

EDITORIAL
PROFIL BANGSA: Asilulu dari Indonesia
SUMBER MISI: Dublin Christian Mission (DCM)
TOKOH MISI: Sadhu Sundar Singh: Rasul dengan Kaki Berdarah
DOA BAGI MISI DUNIA: Madagaskar, Etiopia
DOA BAGI INDONESIA: Melonjaknya Harga Beras

______________________________________________________________________

             SALVATION IS FREE, BUT YOU MUST ASK FOR IT
______________________________________________________________________
EDITORIAL

  Shalom,

  Suku Asilulu adalah salah satu cerminan kekayaan keanekaragaman
  suku dan budaya yang ada di negeri ini. Dari pola hidup mereka kita
  sedikitnya dapat menyimpulkan bahwa sebagian besar mata pencaharian
  mereka adalah sebagai nelayan. Sebagai penduduk kepulauan yang
  masih jauh tersentuh oleh peradaban modern, suku Asilulu termasuk
  kelompok suku yang menjunjung tinggi kepercayaan mereka. Agama
  Mayoritas yang dianut suku ini, berbaur dengan kepercayaan adat dan
  budaya setempat. Ini menjadi tugas kita sebagai orang-orang percaya
  untuk bisa menjangkau suku-suku yang masih belum mendengar akan
  "Kabar Keselamatan".

  Selain berdoa bagi suku Asilulu, mari kita juga berdoa untuk
  pelayanan misi di Madagaskar dan Etiopia. Silakan simak
  informasinya di kolom Doa bagi Misi Dunia.

  Jika Anda belum mengenal tokoh misi Sadhu Sundar Singh, kami akan
  mengajak Anda membaca kesaksian hidupnya yang penuh pengorbanan
  bagi Kristus. Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati.

  Redaksi Tamu e-JEMMi,
  Yonathan Sigit
  http://www.sabda.org/publikasi/misi/
  http://misi.sabda.org/

____________________________________________________________________
PROFIL BANGSA

                       	ASILULU DARI INDONESIA

  SIAPAKAH ORANG ASILULU?

  Orang-orang Asilulu tinggal di pulau Ambon, tepatnya di pedesaan
  Asilulu dan Ureng, di wilayah Leihitu, kabupaten Maluku Tengah,
  provinsi Maluku. Pada tahun 1999, sebagian wilayah Provinsi Maluku
  dimekarkan menjadi Provinsi Maluku Utara. Daerah Asilulu dapat
  dijangkau baik dengan transportasi darat maupun laut. Transportasi
  umum ke kota Ambon tersedia beberapa kali sehari.

  Pulau Maluku, yang menurut sejarah disebut "Kepulauan
  Rempah-Rempah", merupakan rangkaian dari lebih dari seribu pulau
  yang tersebar di bagian timur Indonesia. Kepulauan ini meliputi
  sebagian besar pulau antara Sulawesi dan Papua Nugini serta antara
  Timor dan Filipina.

  Bahasa Asilulu merupakan salah satu bahasa asli kepulauan Ambon. 
  Bahasa ini dipakai oleh orang-orang yang tinggal di pesisir barat. 
  Orang-orang di pedesaan Negri Lima berbicara dengan bahasa yang 
  mirip, namun bahasa mereka berbeda dan terkadang dikenal dengan 
  istilah Henalima.

  Menurut sejarah, Bahasa Asilulu merupakan bahasa perdagangan untuk
  wilayah ini. Bahkan saat ini, tidak mengherankan jika bertemu orang
  yang berasal dari pulau di sekitar daerah itu, seperti Seram, yang
  dapat berbicara dalam bahasa Asilulu.

  SEPERTI APA KEHIDUPAN MEREKA?

  Menangkap ikan merupakan mata pencaharian utama bagi orang-orang
  Asilulu. Karena padi jarang tumbuh di daerah tersebut, hasil
  pertanian mereka biasanya berupa cengkeh dan pala. Para nelayan
  tidak mengetahui ritual-ritual tradisional khusus, walaupun
  komunitas mereka biasanya mendasari semua aktivitas dan pekerjaan
  dalam doa menurut pengakuan atau kepercayaan setiap individu.

  Sebelum pergi melaut, para nelayan berdoa kepada Tuhan untuk
  meminta berkat dan perlindungan. Ikan hasil tangkapan dipakai untuk
  memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dan selebihnya dijual.
  Beberapa jenis ikan yang biasa ditangkap seperti cakalang,
  tenggiri, momar, silapa, lalosi, dan kawalinya.

  Dari desa Luhu, Iha-Kulur, dan Asilulu, kebanyakan ikan hasil
  tangkapan mereka dijual ke Hitu dan Ambon. Para nelayan menggunakan
  berbagai macam metode untuk menangkap ikan, seperti jaring (rorahi),
  menebarkan jala, dan perangkap ikan dari rotan. Ketika mereka melaut
  menggunakan jala atau jaring (pukat, mereka dapat melakukannya
  dengan berkelompok. Pemimpin kelompok itu disebut "tanase",
  sementara pengikut-pengikutnya disebut "masnait". Mereka dapat
  menangkap momar, kawalinya, make, julung-julung dan tuing-tuing
  (ikan terbang) dengan jala atau perangkap ikan. Orang Asilulu
  memancing sendiri jika menggunakan perangap ikan dari rotan. Ikan
  batu-batu biasanya ditangkap dengan teknik memancing yang satu ini.

  APA KEPERCAYAAN MEREKA?

  Sebagai orang Muslim, mereka percaya bahwa mereka akan dihakimi
  berdasarkan pengetahuan mereka tentang Al-quran serta apa yang
  mereka perbuat dalam kehidupan mereka. Orang-orang Asilulu telah
  melebur agama Islam ke dalam praktik kepercayaan tradisional
  setempat. Mereka mencampuradukkan praktik-praktik kebudayaan
  tradisional dengan pengajaran-pengajaran Islam ke dalam berbagai
  acara mereka, seperti pernikahan, sunatan, upacara kerajaan, dan
  pembangunan mesjid.

  APA KEBUTUHAN MEREKA?

  Untuk memasarkan hasil produksi mereka ke perkotaan Ambon dan Hitu,
  orang-orang Asilulu memerlukan transportasi yang nyaman.
  Transportasi yang memuaskan ini akan menjaga ikan tetap segar ketika
  sampai ke kota. Saat ini, infrastruktur transportasi sangatlah
  terbatas.

  Akhir-akhir ini, para pengadu domba dari luar memicu lingkaran
  kekerasan yang berbahaya dan pembalasan dendam di antara kelompok
  Ambon. Pulau yang terpisah-pisah ini membutuhkan kedamaian,
  peraturan, dan pemulihan.(tUly)

  Diterjemahkan dari:
  Judul asli artikel: Asilulu of Indonesia
  Nama situs: Joshua Project
  Penulis: Tidak dicantumkan
  Alamat URL: http://www.joshuaproject.net/

____________________________________________________________________
SUMBER MISI

DUBLIN CHRISTIAN MISSION (DCM)
==> www.dcmlive.ie

  Dublin Christian Mission (DCM) adalah organisasi misi tertua nomor
  dua di dunia yang telah berusia lebih dari 182 tahun, dan berlokasi
  di Dublin, Irlandia. DCM yang merupakan organisasi non-denominasi
  ini, pertama kali didirikan oleh David Nasmith. Sepanjang
  perjalanan misinya, DCM telah melakukan berbagai macam aksi sosial,
  termasuk misi kesehatan. Saat ini, mereka sedang fokus pada
  pelayanan bagi orang-orang yang tidak memunyai rumah. Sasaran
  pelayanan mereka yaitu anak muda atau komunitas yang mengalami
  masalah kekerasan, narkoba, kriminal, perpecahan dalam rumah
  tangga, dsb.. DCM berharap untuk dapat melihat orang-orang tersebut
  memunyai harapan dan kesembuhan, dan kemudian mereka dapat
  menunjukkan kepada yang lain dalam komunitas mereka bagaimana
  menemukan kebebasan dan pemulihan. Untuk informasi selanjutnya,
  silakan kunjungi situs ini. (DIY)

______________________________________________________________________
TOKOH MISI

            SADHU SUNDAR SINGH: RASUL DENGAN KAKI BERDARAH

  Sundar Singh dilahirkan pada tahun 1889 dan berasal dari keluarga
  tuan tanah Sikh di negara bagian Patiala, India Utara. Bangsa Sikh,
  yang menolak ajaran agama Hindu dan agama Islam, telah menjadi
  bangsa yang menonjol pada abad keenam belas dengan ajaran agama
  mereka sendiri. Ibu Sundar Singh dari minggu ke minggu membawanya
  untuk belajar di hadapan seorang Sadhu -- seorang petapa suci yang
  hidup beberapa mil di dalam hutan, namun ia juga mengirimnya ke
  sebuah sekolah misi Kristen di mana ia dapat belajar bahasa Inggris.

  Kematian ibunya ketika ia berusia empat belas tahun, membuat
  hidupnya menjadi keras dan nyaris putus asa. Ia menyerang para
  utusan Injil, menganiaya para petobat baru dan mengejek iman mereka.
  Sebagai perlawanan terhadap agama Kristen, ia membeli sebuah Alkitab
  dan membakarnya halaman demi halaman di rumahnya. Pada malam yang
  sama, ia masuk ke kamarnya dan memutuskan untuk bunuh diri di atas
  rel kereta api.

  Akan tetapi, sebelum subuh tiba ia membangunkan ayahnya dan
  mengatakan bahwa ia telah melihat Yesus Kristus dalam suatu
  penglihatan dan mendengar suara-Nya. Sejak saat itu ia memutuskan
  untuk menjadi pengikut Kristus dan menyerahkan hidupnya kepada
  Kristus, dan selama dua puluh lima tahun ia bersaksi untuk Tuhannya
  dengan penuh keberanian. Namun proses pemuridan remaja ini langsung
  mengalami ujian ketika ayahnya meminta serta menuntutnya untuk
  melepaskan "pertobatannya". Ketika ia menolak, Sher Singh memberikan
  pesta perpisahan kepada anak laki-lakinya, kemudian menolak dan
  mengusirnya dari keluarganya. Beberapa jam sesudah itu, Sundar
  menyadari bahwa makanan yang baru disantapnya telah dibubuhi racun
  dan hidupnya diselamatkan berkat pertolongan sebuah masyarakat
  Kristen yang tinggal di dekatnya.

  Pada ulang tahunnya yang keenam belas, ia dibaptis di depan umum
  sebagai seorang Kristen di halaman gereja di Simla -- sebuah kota
  yang terletak jauh di kaki Pegunungan Himalaya. Untuk beberapa waktu
  lamanya, ia berdiam di Rumah Perawatan Penderita Kusta di Sabathu,
  tak jauh dari Simla, sambil melayani pasien penyakit kusta. Tempat
  itu tetap menjadi tempat yang disenanginya dan ia selalu kembali ke
  sana semenjak ia dibaptis. Kemudian, pada bulan Oktober 1906, ia
  mulai mengadakan perjalanan, tetapi dengan suatu cara yang berbeda.

  Ia berjalan dengan perawakan seorang remaja yang tinggi, tampan, 
  tegap, sambil mengenakan jubah berwarna kuning dan turban. Setiap 
  orang memandangnya ketika ia sedang berjalan. Jubah kuning itu 
  merupakan pakaian seragam seorang Sadhu Hindu, yang secara 
  tradisional merupakan seorang pertapa yang mengabdikan hidupnya 
  kepada para dewa, yang berjalan sambil meminta sedekah, tak 
  bersuara, menjauh dan sering berpakaian kotor, sambil bermeditasi di 
  hutan atau tempat terpencil. Sundar Singh yang masih muda telah 
  memilih cara seorang Sadhu, tetapi ia seorang Sadhu yang berbeda.

  "Saya tidak layak mengikuti langkah Tuhan saya," katanya, "tetapi,
  seperti Dia, saya tidak menginginkan rumah dan harta. Seperti Dia,
  saya akan hidup di jalanan sambil berbagi kehidupan dengan rakyat
  saya, makan dengan mereka yang memberi tumpangan, dan menceritakan
  kepada setiap orang tentang kasih Allah."

  Pada waktu libur, ia segera kembali ke kampung halamannya, Rampur,
  di mana secara tak diduga ia memperoleh sambutan hangat. Namun ini
  merupakan persiapan yang tak memadai untuk menghadapi bulan-bulan
  berikutnya. Tubuhnya hampir-hampir tak bisa menahan kekerasan hidup
  secara fisik. Dalam usia enam belas tahun, Sadhu pergi ke utara
  melalui Punjab, melewati Bannibal Pass dan masuk ke Kashmir,
  kemudian kembali melalui Afganistan, ke daerah Balukhistan. Tubuhnya
  yang kurus dan jubah kuningnya hampir tak dapat melindunginya dari
  dinginnya salju dan kakinya luka-luka karena medan yang sulit dan
  berat.

  Dalam waktu singkat sebuah masyarakat Kristen di utara menyebutnya
  sebagai "rasul dengan kaki berdarah". Julukan ini menunjukkan
  kepadanya apa yang akan dihadapinya kelak. Ia pernah dirajam,
  dipenjara, dikunjungi oleh seorang gembala yang berbicara dengan
  keakraban yang aneh tentang Yesus, dan ditinggalkan di luar gubuknya
  dengan ditemani seekor ular cobra. Pergumulan dengan kekuatan
  mistik, aniaya, dan sambutan hangat, merupakan sebagian dari
  pengalaman hidupnya di masa mendatang.

  Dari desa-desa di bukit-bukit Simla, terlihat dari kejauhan jajaran
  yang panjang dari Pegunungan Himalaya yang ditutupi salju abadi dan
  puncak Nanga Perbat yang kemerah-merahan. Di balik itu terletak
  Tibet, daerah agama Budha yang tertutup dan sulit ditembus para
  utusan Injil dengan Kabar Baik. Sejak ia dibaptiskan, Tibet telah
  menarik perhatian Sundar. Pada tahun 1908 (pada usia sembilan belas
  tahun), ia menyeberangi garis depan Tibet untuk pertama kalinya.
  Setiap orang asing yang memasuki daerah tertutup yang fanatik ini,
  yang didominasi oleh agama Budha dan penyembah berhala, menghadapi
  risiko teror dan kematian. Singh mengambil risiko tersebut dengan
  mata dan hati yang terbuka lebar. Keadaan rakyat di sana
  mengejutkannya. Rumah yang hampir-hampir tanpa lubang udara dan
  rakyatnya sangat miskin. Ia sendiri dirajam ketika ia sedang mandi
  karena mereka percaya bahwa "orang suci tidak pernah mandi".
  Makanan sulit diperoleh dan ia bisa bertahan hidup dengan menyantap
  biji gandum yang dipanggang. Di mana-mana terjadi kekerasan dan ini
  baru "Tibet sebelah bawah" dan daerah perbatasan. Sundar kembali ke
  Sabathu dan bertekad untuk kembali lagi tahun berikutnya.

  Kini ia bahkan memiliki keinginan yang jauh lebih besar --
  mengunjungi Palestina untuk mengingat kembali beberapa kejadian
  dalam kehidupan Yesus. Pada tahun 1908 ia pergi ke Bombay sambil
  berharap untuk menaiki kapal laut yang menyenangkan. Tetapi ia
  dikecewakan karena pemerintah menolak memberi izin dan ia harus
  kembali ke utara. Justru pada perjalanan kembali ini, ia tiba-tiba
  menyadari dilema dasar yang dihadapi utusan Injil di India.

  Seorang Brahmana jatuh pingsan di sebuah kereta yang panas dan penuh
  sesak, dan pada stasiun berikutnya seorang kepala stasiun
  berkebangsaan Inggris-India datang sambil membawa secangkir air dari
  kamar tunggu. Brahmana itu -- kasta tertinggi dalam agama Hindu --
  menolaknya mentah-mentah. Ia membutuhkan air, tetapi ia hanya dapat
  meminumnya dari cangkirnya sendiri. Ketika cangkirnya di isi air dan
  ia meminumnya, nyawanya selamat. Dengan cara yang sama, Sundar Singh
  menyadari, India tidak akan menerima Injil Yesus Kristus yang
  disebarkan dengan gaya Barat secara luas. Itulah sebabnya ia kini
  menyadari bahwa banyak pendengar memberi respon kepadanya dalam
  jubah seorang Sadhu.

  Pada tahun 1909 ia dibujuk untuk mulai mengikuti latihan bagi
  pelayanan Kristen di Sekolah Tinggi Anglikan di Lahore. Sejak awal
  ia mendapati dirinya tersiksa oleh perlakuan sesama siswa karena
  berpenampilan "berbeda" dan juga karena bersikap terlalu yakin.
  Tahapan ini berakhir ketika pemimpin siswa mendengar Singh
  mendoakannya dengan ucapan yang penuh kasih. Tetapi ketegangan lain
  tetap hadir. Sebagian besar dari pelajaran di sekolah kelihatannya
  tidak relevan dengan berita Injil yang dibutuhkan India. Sementara
  pelajaran hampir berakhir, kepala sekolah menyatakan bahwa ia harus
  melepaskan jubah Sadhunya dan mengenakan pakaian yang "sopan", yang
  biasa dipakai pendeta Anglikan di Eropa, menggunakan tata ibadah
  Anglikan yang formal, menyanyikan lagu rohani dalam bahasa Inggris,
  dan tidak pernah berkhotbah ke luar tanpa izin khusus. Ia bertanya,
  "Tidak boleh pergi lagi ke Tibet?" Bagi Sundar, hal itu merupakan
  penolakan terhadap panggilan Allah dan belum pernah terpikirkan
  sebelumnya.

  Dengan perasaan sedih yang mendalam, ia meninggalkan Sekolah Alkitab
  -- masih berpakaian jubah kuningnya. Pada tahun 1912, ia mulai
  perjalanan tahunannya ke Tibet sementara salju mulai mencair di
  Pegunungan Himalaya.

  Kisah-Kisah yang Luar Biasa

  Kisah-kisah dari pengalamnnya sangat mengherankan dan luar biasa.
  Memang ada yang bersikeras mengatakan bahwa kisah-kisah itu
  bernuansa mistis dan bukan kisah nyata. Pada tahun 1912, ia kembali
  dan menceritakan bahwa ia telah bertemu dengan sorang pertapa
  Kristen yang berusia tiga ratus tahun di sebuah gua di pegunungan --
  Maharishi dari Kailas -- yang bersekutu selama tiga minggu
  bersamanya. Kisah lain lebih masuk akal, tetapi ada juga yang lebih
  mengerikan. Tubuhnya pernah diikat dengan kulit yak (sebangsa kerbau
  di Tibet) yang masih basah dan di jemur sampai kering ..., dan
  tubuhnya pernah diikatkan pada sebuah jubah yang penuh dengan lintah
  dan kalajengking supaya menghisap darahnya ..., tubuhnya pernah
  diikat pada sebuah pohon sebagai umpan untuk binatang buas. Namun
  dalam semua kejadian ini, ia telah diselamatkan oleh "Sunnyasi
  Mission" -- pengikut rahasia Yesus yang memakai ciri orang Hindu,
  yang menurutnya ada di seluruh India.

  Apakah ia berhasil memenangkan banyak jiwa dalam perjalanannya yang
  berbahaya ke Tibet? Tak seorang pun yang tahu dengan pasti. Bagi
  orang Tibet, agama satu-satunya hanyalah Budha atau tidak sama
  sekali. Memberitakan kabar tentang Yesus sama dengan bunuh diri.
  Tetapi keberanian Sadhu dalam berkhotbah bukanlah tidak menghasilkan
  sesuatu.

  Sementara Sundar memasuki usia dua puluh tahun, pelayannya menjadi
  semakin luas, dan lama sebelum ia memasuki usia tiga puluh tahun,
  nama dan gambarnya sudah dikenal oleh dunia Kristen di seluruh
  dunia. Ia menjelaskan bahwa mempertahankan sebuah visi sama dengan
  bergumul dengan iblis, tetapi sebenarnya pendekatannya manusiawi,
  sederhana, dan rendah hati, selain senang bergurau dan mencintai
  alam. Semua sifat ini ditambah dengan ilustrasi sederhana yang
  diambilnya dari kehidupan sehari-hari, membuat pesan yang
  disampaikannya memberikan dampak kuat. Banyak orang berkata, "Ia
  bukan hanya serupa seperti Yesus, tetapi juga berbicara seperti
  Yesus." Namun semua pembicaraan dan khotbahnya memancar dari saat
  teduh yang mendalam setiap pagi dini hari, terutama tentang
  kitab-kitab Injil.

  Pada tahun 1918 ia mengadakan perjalanan sampai ke India Selatan
  dan Ceylon, dan tahun berikutnya ia diundang mengunjungi Myanmar,
  Malaysia, Cina, dan Jepang. Beberapa kisah dari perjalanannya sama
  anehnya seperti perjalannnya ke Tibet. Ia memiliki kuasa mengatasi
  binatang liar, seperti macan tutul yang akan menerkamnya ketika ia
  sedang berdoa dan kemudian ia membungkukkan tubuhnya dan
  mengusap-usap kepalanya. Ia memiliki kuasa mengalahkan kejahatan,
  seperti ahli sihir yang mencoba menghipnotisnya di kereta api dan
  menjelek-jelekkan Alkitab yang ada dalam saku bajunya. Ia memiliki
  kuasa mengusir penyakit, walaupun ia tak mau membanggakan karunia
  penyembuhannya.

  Sudah cukup lama Sundar ingin mengunjungi Inggris dan kesempatan
  tersebut tiba ketika ayahnya yang sudah lanjut, Sher Singh, datang
  mengatakan kepadanya bahwa ia juga telah menjadi Kristen dan ingin
  memberinya uang untuk ongkos perjalanannya ke Inggris. Ia mengadakan
  perjalanan ke Inggris, Amerika Serikat, dan Australia pada tahun
  1920, dan sekali lagi ke Eropa pada tahun 1922.

  Ia disambut oleh orang-orang Kristen dengan berbagai latar belakang
  dan tradisi. Perkataannya menggelitik hati mereka yang saat itu
  sedang menghadapi pasca Perang Dunia I dan kelihatannya memiliki
  sikap yang dangkal terhadap hidup. Sundar terkejut melihat bahaya
  materialisme, kekosongan hidup, sikap tak beragama yang ditemukannya
  di mana-mana, jauh berbeda dengan kesadaran orang Asia terhadap
  kehadiran Allah, betapa pun terbatasnya hidup mereka. Setelah
  kembali ke India, ia melanjutkan pelayannya walaupun ia sadar bahwa
  tubuhnya semakin lemah.

  Karunianya, daya tarik pribadinya, hubungan pribadinya dengan
  Kristus sementara ia menyajikan Injil kepada rakyat India mungkin
  telah memberikan Sundar Singh suatu posisi kepemimpinan yang unik
  dalam gereja India. Tetapi sampai akhir hidupnya, ia tetap menjadi
  seseorang yang tidak mencari keuntungan bagi dirinya, tetapi hanya
  kesempatan untuk menawarkan Kristus kepada setiap orang. Ia tidak
  masuk dalam denominasi apa pun dan tidak mencoba untuk memulai suatu
  aliran sendiri, walaupun ia bersekutu dengan bermacam-macam orang
  Kristen. Ia hidup untuk memperkenalkan Kristus di jalan-jalan di
  India.

  Pada tahun 1923 Sundar Singh melakukan perjalanan musim panasnya
  yang terakhir ke Tibet, dan ketika kembali ia sangat lelah.
  Perjalanan khotbahnya ke mana-mana jelas sudah berakhir, dan pada
  tahun-tahun berikutnya ia menghabiskan waktunya untuk merenung,
  bersekutu, dan menulis di rumahnya sendiri atau di rumah
  teman-temannya di bukit Simla.

  Pada tahun 1929, walaupun ditentang oleh teman-temannya, Sundar
  bertekad untuk melakukan perjalanan terakhir ke Tibet. Pada bulan
  April ia sampai di Kalka, sebuah kota kecil di bawah Simla,
  seseorang yang menjadi tua sebelum waktunya dalam jubah kuning ada
  di antara para peziarah dan orang suci yang memulai perjalanan
  mereka menuju salah satu tempat suci orang Hindu beberapa mil dari
  tempat itu. Ke mana ia pergi sejak saat itu tak diketahui orang.
  Apakah ia jatuh dari jalan setapak, mati kelelahan, atau berhasil
  melewati gunung-gunung, tetap menjadi suatu misteri. Itulah
  penampilan Sundar Singh yang terakhir kalinya. Tetapi ingatan
  tentang dirinya tetap dikenang, dan ia tetap menjadi salah satu
  tokoh yang paling hebat dan kuat dalam perkembangan dan sejarah
  gereja Kristus di India.

  Sumber: John Woodbridge, ed., "More Than Conquerors: Portraits of
  Believer from All Walks of Life", (Chicago: Moody Press, 1992).

  Diambil dari:
  Judul majalah: Sahabat Gembala, November 2004
  Judul artikel: Sadhu Sundar Singh: Rasul dengan Kaki Berdarah
  Penulis: Rin
  Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung
  Halaman: 27 -- 32

______________________________________________________________________
DOA BAGI MISI DUNIA

M A D A G A S K A R

  Madagaskar adalah negara kepulauan di pantai lepas Afrika (dahulu
  bernama Malagasi, yakni negera bekas jajahan Perancis). Sebanyak 78
  persen tanah di negara itu terbuang sia-sia karena tradisi pertanian
  "tebang dan bakar" yang mengancam kehidupan satwa liar, mengikis,
  dan menggersangkan tanah.

  JS dan AS terlibat dalam "Eden Reforestation Projects" (Proyek
  Reboisasi Eden). Awalnya, menanam pohon mungkin tidak terdengar
  seperti sebuah panggilan misionaris, tetapi Anda akan kagum dengan
  cara Allah memakai proyek ini. Allah memakainya tidak hanya untuk
  memulihkan lingkungan, tetapi juga untuk membuka lapangan pekerjaan
  dan membuka hati orang-orang Madagaskar kepada Injil.

  Melalui pelayanan mereka lebih dari 10.000.000 pohon telah ditanam,
  dan 142 orang Madagaskar telah bekerja, sebagian besar adalah
  orang-orang miskin, janda, dan orang tua tunggal yang memunyai
  anak-anak. (t/Uly)

  Nama buletin: Body Life, Edisi Oktober 2010, Volume 28, No. 10
  Nama kolom: World Christian Report
  Judul asli artikel: Madagaskar: Planting Trees and Churches
  Penerbit: 120 Fellowship adult class at Lake Avenue Church, Pasadena
  Halaman: 4

  Pokok doa:
  * Berdoa agar melalui peroyek yang dilakukan oleh JS dan AS, ada
    dampak yang positif terjadi dalam masyarakat di Madagaskar,
    dan Injil pun bisa menjamah setiap masyarakat di Madagaskar.
  * Doakan juga agar melalui proyek Reboisasi Eden, Madagaskar
    menjadi daerah yang lebih baik dan kualitas hidup masyarakat di
    sana ditingkatkan.

E T I O P I A

  "Seorang pendeta Etiopia yang sudah tua menunjuk saya," tulis JS,
  Wakil Presiden AIMS, "dan berseru kepada penerjemah kami bahwa
  Allah mengirimkannya untuk menyadarkan kita." Dia melanjutkan, "Aku
  hanya menatap penuh kagum atas perkataannya itu. Setelah dua hari
  pengajaran dan pelatihan intensif di Addis Ababa, pendeta yang
  telah menjalani masa pensiun ini menjadi berapi-api lagi dengan
  visi Allah untuk menjangkau bangsa-bangsa."

  JS melanjutkan, "Pada awal bulan Juli kami berkumpul dengan 220
  pemimpin Etiopia dari Kale Hewyet (Word of Life), denominasi
  terbesar di negara itu. Mereka rindu melipatgandakan jumlah utusan
  Injil mereka dari 1000 orang sampai 2000 dalam jangka waktu tiga
  tahun. Mereka meminta kami memperlengkapi mereka. Mereka telah
  memunyai utusan Injil di Etiopia, Sudan, pakistan, dan India, dan
  tahun ini mereka mengirim tim ke Iran untuk mempersiapkan hamba
  Tuhan pergi ke sana!"

  "Kami berpisah dengan komitmen yang kuat dari kelompok kami untuk
  mengumpulkan kembali 220 pemimpin yang sama pada bulan Januari 2011
  yang akan datang, sehingga kami dapat menindaklanjuti apa yang telah
  kami berikan pada bulan Juli yang lalu," demikian JS berharap.
  (t/Uly)

  Nama buletin: Body Life, Edisi Oktober 2010, Volume 28, No. 10
  Nama kolom: World Christian Report
  Judul asli artikel: Etiopia: God Sent This One to Wake Us Up
  Penerbit: 120 Fellowship adult class at Lake Avenue Church, Pasadena
  Halaman: 3

  Pokok doa:
  * Berdoa untuk program pelatihan yang akan diadakan untuk
    memperlengkapi para utusan Injil di Etiopia, agar Tuhan memampukan
    tim yang akan memberikan pelatihan, sehingga pelatihan bisa
    berjalan dengan efektif dan tepat sasaran.
  * Doakan juga untuk tim AIMS yang telah dan sedang berada di ladang
    misi, agar Tuhan memampukan mereka dalam melayani dengan kasih,
    sehingga setiap priadi atau kelompok yang mereka layani, merasakan
    kasih Krsitus yang besar.

__________________________________________________________________
DOA BAGI INDONESIA

                       MELONJAKNYA HARGA BERAS

  Belum lepas ingatan kita dari beberapa bencana yang terjadi 
  akhir-akhir ini di Indonesia, masyarakat kembali dipusingkan dengan 
  lonjakan harga kebutuhan pokok di pasar, khususnya beras. Krisis 
  beras mulai dirasakan di sejumlah daerah. Untuk mengatasi lonjakan 
  harga beras kelas medium yang banyak dikonsumsi rakyat menengah ke 
  bawah ini, pemerintah membuka jalur beras impor dalam jumlah 
  terbatas dan menggelar operasi pasar di sejumlah daerah. Tanpa 
  langkah-langkah ini, harga dikhawatirkan tak terkendali mengingat 
  Indonesia memasuki masa paceklik, sampai panen raya Maret. Belum 
  lagi jika mempertimbangkan mundurnya musim tanam di sejumlah daerah 
  akibat bencana alam dan juga serangan hama tanaman.

  Sumber: Kompas, Kamis, 25 November 2010, Halaman 6

  1. Mengucap syukur untuk kebijakan yang telah diambil pemerintah
     untuk mengantisipasi masalah krisis beras di Indonesia. Doakan
     agar Tuhan terus memberi hikmat dan bijaksana kepada pemerintah
     dalam mengatur pendistribusian beras ke berbagai daerah dengan
     baik.

  2. Berdoa agar Tuhan memberikan ketabahan kepada para petani,
     terutama dengan perubahan cuaca yang tidak menguntungkan dan
     seringnya gagal tanam dan gagal panen padi.

  3. Doakan agar pemerintah -- baik pusat maupun daerah, bisa
     memikirkan jenis tanaman pokok lain yang bisa ditanam oleh
     petani sehingga mereka tetap bisa bertahan hidup dan memiliki
     pemasukan untuk menghidupi keluarganya.

  4. Doakan juga agar masyarakat Indonesia bersikap bijaksana dan
     hemat dalam memanfaatkan beras yang mereka miliki.

  5. Berdoa bagi para pedagang beras, untuk tidak menimbun dan
     berusaha untuk mempermainkan harga yang dapat merugikan negara
     dan masyarakat umum.

______________________________________________________________________
Anda diizinkan menyalin/memperbanyak semua/sebagian bahan dari e-JEMMi
(untuk warta gereja/bahan pelayanan lain) dengan syarat: tidak
untuk tujuan komersial dan harus mencantumkan SUMBER ASLI bahan
yang diambil dan nama e-JEMMi sebagai penerbit elektroniknya.
______________________________________________________________________
Staf Redaksi: Novita Yuniarti dan Yulia Oeniyati
Kontak Redaksi: < jemmi(at)sabda.org >
Untuk berlangganan: < subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
Untuk berhenti: < unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
Untuk pertanyaan/saran/bahan: < owner-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
______________________________________________________________________
Situs e-MISI dan e-JEMMi: http://misi.sabda.org
Arsip e-JEMMi: http://www.sabda.org/publikasi/misi
Facebook MISI: http://fb.sabda.org/misi
______________________________________________________________________
Bahan-bahan dalam e-JEMMi disadur dengan izin dari berbagai pihak.
Copyright(c) e-JEMMi/e-MISI 2010 / YLSA -- http://www.ylsa.org
SABDA Katalog: http://katalog.sabda.org
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org