Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2010/20

e-JEMMi edisi No. 20 Vol. 13/2010 (18-5-2010)

Animisme

______________________________  e-JEMMi  _____________________________
                   (Jurnal Elektronik Mingguan Misi)
______________________________________________________________________
SEKILAS ISI

EDITORIAL
ARTIKEL MISI: Animisme: Agama Suku Buta Aksara
SUMBER MISI: Africa International Chrisitian Mission
TOKOH MISI: Johanna Veenstra
DOA BAGI MISI DUNIA: Ethiopia, Sudan
DOA BAGI INDONESIA: Teroris di Indonesia
______________________________________________________________________

                   REMEMBERING WHO YOU ARE IN CHRIST
                       WILL AFFECT WHAT YOU ARE
______________________________________________________________________
EDITORIAL

  Shalom,

  Sebagian besar Pelanggan e-JEMMi pasti sudah pernah mendengar dan 
  mengetahui apa itu kepercayaan animisme. Walaupun kepercayaan ini 
  sudah dianggap punah namun pada kenyataanya masih ada 
  pemeluk-pemeluknya, khususnya di daerah-daerah pedalaman yang masih 
  terbelakang. Sama seperti kita, mereka pun memerlukan Juru Selamat 
  Tuhan Yesus Kristus. Artikel tentang kepercayaan animisme dalam 
  edisi ini kami harapan dapat menolong kita semua mengerti 
  kepentingan misi bagi orang-orang pemeluk kepercayaan Animisme. Mari 
  kita berdoa agar ada orang-orang yang dipanggil Tuhan untuk membawa 
  penganut kepercayaan ini menemukan sang Juru Selamat yang sejati. 
  Tuhan Yesus memberkati.

  Pimpinan Redaksi e-JEMMi,
  Novita Yuniarti
  http://misi.sabda.org
  http://fb.sabda.org/misi
______________________________________________________________________
ARTIKEL MISI

             ANIMISME: AGAMA ORANG SUKU YANG BUTA AKSARA

  Animisme adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan agama suku 
  atau agama yang dianut oleh komunitas buta aksara. Kepercayaan ini 
  juga sering disebut sebagai agama tradisional atau agama aborigin. 
  Kerap kali orang-orang salah kaprah menganggapnya sebagai agama 
  primitif karena sebenarnya agama tersebut cukup kompleks.

  Ada sekitar 100 juta penganut agama suku dari ribuan suku yang 
  tersebar di berbagai benua dan pulau yang berbeda. Agama suku 
  kebanyakan dianut oleh suku Indian di Amerika Utara dan Amerika 
  Selatan, suku Afrika bagian tropis, pulau Irian, dan Oseania; selain 
  itu, agama suku juga dianut oleh suku aborigin yang primitif di 
  Australia, Selandia Baru, India, dan Jepang.

  Terdapat beberapa perbedaan mencolok antara agama dan kebudayaan
  suku-suku ini, namun lewat pembelajaran menyeluruh tentang suku-suku
  tersebut kita dapat menarik tema-tema besar yang memiliki kemiripan.
  Para antropolog sekuler dan misionaris telah menyiapkan data bagi
  mereka yang mencari informasi tentang suku-suku tersebut. Masih
  banyak informasi yang keliru karena mereka tidak memahami bahasa
  suku dan kurang memaksimalkan waktu untuk membuktikan dan menemukan
  rahasia terdalam agama-agama suku. Walaupun telah melakukan
  penelitian yang cukup lama, beberapa temuan masih sering tidak
  mencapai kata sepakat serta menimbulkan kontroversi. Penelitian
  semakin sulit dilakukan karena banyak suku yang hampir punah atau
  telah berintegrasi dengan peradaban. Namun demikian, masih banyak
  generalisasi yang sah yang dapat kita buat tentang animisme.

  Banyak dasar-dasar animisme dapat ditemukan pada pemeluk agama-agama 
  yang sudah "berkembang" seperti Muslim, Buddhis, dan orang-orang 
  Kristen KTP. Kita menyebutnya takhayul, contohnya "nasib buruk jika 
  kucing hitam melintas di depan kita". Tabu-tabu seperti ini lumrah 
  muncul dalam kepercayaan animisme. Berikut definisi yang diberikan 
  oleh Houghton.

    Berasal dari kata "anima" (nafas). Animisme dapat dikenal dengan 
    istilah yang lebih sederhana dan populer "penyembahan roh", 
    berbeda dengan penyembahan kepada Allah atau dewa-dewa.

    Dampaknya terhadap pemikiran agama primitif menunjukkan seberapa 
    jauh animisme mendasari agama natural, berkebalikan dengan agama 
    pewahyuan. Yang disebut sebagai animisme termasuk "Nekrolatri", 
    yaitu kegiatan penyembahan jiwa manusia dan hewan, terutama yang 
    sudah meninggal; Penyembahan Roh, yaitu tidak membatasi umat 
    menyembah kepada obyek atau tubuh tertentu; dan Naturisme, yaitu 
    penyembahan terhadap entitas spiritual yang dipercaya dapat 
    mengatur fenomena alam. Paham seperti ini tidak hanya terdapat 
    dalam agama suku yang liar dan buas sebelum mereka berhubungan 
    dengan peradaban, namun paham tersebut juga menjadi dasar filsafat 
    orang-orang Hindu, Buddhis, Shinto, Konfusianis, dan Islam, dan 
    juga menjadi landasan cerita-cerita takhayul orang-orang Kristen 
    di Eropa, selain juga mitologi dari Mesir, Babilonia, Siria, 
    Yunani, Roma, dan Skandinavia.

  Banyak kegiatan dan konsep agama-agama yang sama di antara berbagai 
  kepercayaan animisme. Sebagian besar memiliki kegiatan-kegiatan 
  komunal rutin seperti ritual, acara tradisi (terkait dengan 
  kelahiran, kedewasaan, pernikahan, kematian, dll.), pesta adat, 
  sihir, mitos dan legenda, pemujaan terhadap kesuburan, fetisisme, 
  imam/shaman/dukun, mana (kekuatan supernatural yang gaib), roh-roh, 
  ramalan dan korban persembahan, tabu-tabu, totemisme, dan pemujaan 
  orang mati.

  Nekrolatri (penyembahan orang mati)

  Bagi agama suku, memerhatikan jiwa orang mati sangatlah penting.
  Upacara dilaksanakan sebagai bentuk rasa hormat terhadap nenek
  moyang. Selain itu, bisa jadi mereka takut akan jiwa orang lain yang
  telah meninggal. Masyarakat suku sering berpendapat bahwa nenek
  moyang yang telah tiada masih menjadi bagian dari klan mereka
  sehingga mereka merasa wajib menyenangkan nenek moyangnya dengan
  melaksanakan beragam ritual. Mereka biasanya takut terkena celaka
  yang disebabkan oleh amarah orang mati kepada mereka. Mereka
  menganggap ini sungguh-sungguh dapat terjadi terutama bagi mereka
  yang meninggal dengan cara yang tidak wajar. Jiwa akan datang dan
  memburu yang hidup, kecuali jiwa tersebut dibantu dalam
  perjalanannya ke tempat orang mati dengan melaksanakan
  upacara-upacara yang sesuai.

  Penyembahan Roh

  Agama suku tidak hanya memedulikan jiwa orang mati, tetapi juga
  keberadaan setan dan roh yang berpribadi. Mereka juga percaya di
  alam ini terdapat kekuatan roh nirpribadi yang disebut "mana" oleh
  orang-orang Polinesia.

  Sebagian besar agama suku memercayai banyak sekali roh-roh jahat
  yang mendiami tanah, udara, air, api, pohon, gunung, serta hewan.
  Seluruh kehidupan diatur oleh tabu-tabu dan ritual-ritual yang
  dirancang khusus untuk menentramkan para roh.

  Penyembahan Roh -- Shamanisme

  Sering kali "shaman" atau imam/dukun berfungsi sebagai perantara
  yang mahir dan serba tahu tentang mantra dan jumlah korban
  persembahan. Acapkali, mereka dipanggil untuk menyembuhkan sakit
  penyakit, tapi seorang shaman juga memunyai beberapa fungsi lain.
  Dalam banyak suku lainnya biasa ditemui individu-individu lain untuk
  melakukan ritual tersebut sendiri.

  Penyembahan Roh -- Sihir

  Dalam banyak kasus, roh tidak dilihat sebagai sosok berpribadi,
  namun dilihat sebagai kekuatan alam nirpersonal seperti yang
  dikatakan di atas. Banyak suku yang mengembangkan kepercayaan dan
  kegiatan sihir mereka agar dapat memanfaatkan kekuatan alam demi
  kepentingan pribadi mereka. Sihir peniruan digunakan untuk
  mencelakai musuh dengan menyerang representasinya (misalnya boneka
  voodoo). Sihir penularan adalah praktik-praktik sihir yang
  bergantung pada hubungan yang terdapat antara seseorang dengan
  benda-benda yang berhubungan dengannya seperti potongan rambut,
  potongan kuku, atau kotoran manusia.

  Sihir juga dapat digunakan untuk kepentingan individu tertentu.
  Darah dari hewan pemangsa diminum untuk mendapatkan kekuatan hewan
  tersebut. Kepercayaan ini berkembang lebih jauh lagi dalam tindakan
  kanibalisme: memakan musuhnya untuk memperoleh kekuatannya.

  Penyembahan Roh -- Fetisisme

  Konsep "mana" sangat membantu kita memahami kegunaan dari mantra,
  jimat, dan fetis-fetis lainnya. Mereka biasanya tidak dianggap
  dihuni oleh roh yang berpribadi, namun oleh energi atau kekuatan
  spiritual. Tentu saja mantra dan jimat tidak hanya dipakai oleh para
  penganut animisme saja. Banyak orang Barat, demikian pula orang
  Islam, dan penganut agama lain yang beradab, percaya dengan
  bermacam-macam jimat. Dalam budaya suku, hal inilah yang menempati
  posisi sebagai ilmu pengetahuan.

  Naturisme

  Naturisme adalah personifikasi dan penyembahan kekuatan alam seperti
  matahari, bulan, dan bintang, api, gunung berapi, badai, dan hewan.
  Bentuk penyembahan seperti ini sudah lazim dalam agama orang-orang
  kuno, seperti halnya matahari yang diagungkan dalam agama Mesir
  kuno. Gagasan-gagasan naturistis ternyata juga muncul dalam
  agama-agama yang lebih "tinggi", seperti sapi suci oleh orang-orang
  Hindu di India atau gunung suci orang-orang Shinto Jepang. Memang
  tidak mudah untuk membuat perbedaan yang jelas antara kegiatan sihir
  yang disebut di atas dan naturisme. Namun demikian, dalam banyak
  kejadian, alamlah yang disembah. Biasanya, naturisme berkembang
  menjadi penyembahan berhala dan politeisme (penyembahan terhadap
  banyak dewa).

  Banyak praktik naturistis berkaitan erat dengan kesuburan, baik
  dalam pertanian maupun reproduksi manusia. Penyembahan,
  ritual-ritual, dan korban-korban persembahan dimaksudkan untuk
  menjamin kesuburan. Tampaknya, korban manusia adalah bentuk ekstrem
  dari ritual ini, seperti yang muncul dalam ritual agama orang-orang
  Maya yang ditemukan di Meksiko sebelum masa penjajahan atau pada
  orang-orang Naga yang buas di bagian timur laut India dan Burma.

  Naturisme -- Totemisme

  Mungkin totemisme termasuk salah satu aspek naturisme. Totemisme
  adalah istilah yang berasal dari sebuah kata Indian yang berarti
  "saudara-lelaki-perempuan", yang melambangkan kesatuan klan dengan
  beberapa tanaman atau hewan suci. Warga suku melihat bahwa ini
  adalah aspek keterkaitan antara kehidupan manusia dan alamnya. Oleh
  karena itu, hewan atau tumbuhan totem dianggap suci bagi suku mereka
  dan tidak boleh dimakan kecuali dalam upacara-upacara khusus.

  Kesimpulan

  William Paton merinci empat karakteristik agama dan budaya animisme.
  Pertama, seluruh kehidupan diliputi ketakutan. Ketakutan mengatur
  sebagian besar tindakan-tindakan orang-orang suku. Kedua, hilangnya
  kasih dan penghiburan dari agamanya. Seorang penganut animisme
  mungkin dapat memunyai konsep Allah Pencipta, namun Dia dirasa
  sangat jauh dari kehidupan manusia sehingga mereka tidak perlu
  memedulikan-Nya. Oleh karena itu, tidak ada pengharapan dalam agama
  mereka. Ketiga, tidak ada hal yang absolut dalam moralitas. Dosa
  tidak dilihat sebagai dosa, namun hanya pelanggaran terhadap budaya,
  adat, dan kekuatan alam. Keempat, kurangnya hubungan dengan Allah
  menyebabkan sikap pandang yang fatalistik karena seluruh kejadian
  dalam kehidupan ini telah ditentukan sebelumnya dan diatur oleh alam
  dan setan. Penilaian kekristenan terhadap kepercayaan animisme harus
  dimulai dengan penjelasan Rasul Paulus dalam Roma 1:21-25 tentang
  bagaimana keturunan Nuh yang pernah percaya kepada Tuhan
  terdegradasi ke dalam praktik animisme. Houghton mengutip kesimpulan
  dari seorang anonim yang tepat: "Inti dari kafirisme bukanlah suatu
  penyangkalan terhadap Allah ... namun sebuah pengabaian terhadap Dia
  dan beralih kepada penyembahan kekuatan alam serta kekuatan setan
  yang misterius melalui sihir dan korban dan upacara magis." (t/Uly)

  Diterjemahkan dari:
  Judul artikel: Animism: The Religions of Nonliterate Tribal Peoples
  Judul buku: What in the World is God Doing?
  Penulis: C. Gordon Olsen
  Penerbit: Global Gospel Publishers, 1994
  Halaman: 171 -- 174
  
______________________________________________________________________
SUMBER MISI

AFRICA INTERNATIONAL CHRISITIAN MISSION
==> http://aicmission.org

  Situs ini merepresentasikan lembaga misi Africa International
  Chrisitian Mission, Inc (AICM). AICM didirikan di Liberia dan saat
  ini telah memindahkan kantor pusatnya ke Florida, Amerika Serikat.
  Lembaga ini bertujuan melibatkan segenap tubuh Kristus dalam
  pelaksanaan Amanat Agung, khususnya untuk wilayah Afrika.
  Setidaknya ada 12 kegiatan utama AIMC yaitu: pendidikan (Kristen
  maupun umum), perintisan jemaat, pemeliharaan anak yatim piatu,
  pengasuhan anak, pengadaan beasiswa, proyek mendukung misionaris
  dan pendeta lokal, bantuan pangan dan pemulihan, memfasilitasi
  mission trip di Afrika, pertemuan misi, proyek khusus dengan
  gereja-gereja di Liberia, pemberdayaan pertanian serta misi lewat
  bidang medis. Mengunjungi situs ini akan membuat kita semakin tahu
  bentuk-bentuk pelayanan misi yang bisa dikerjakan secara khusus di
  Afrika. (RS)

______________________________________________________________________
TOKOH MISI

                          JOHANNA VEENSTRA

  Hal yang paling mencolok dari peranan wanita bujang dalam pelayanan
  misi ke luar negeri mungkin adalah profesi mereka [sebagai
  misionaris] itu sendiri. Hal ini juga berlaku untuk para pria. Namun
  berbeda dengan misionaris wanita, seorang [misionaris] pria harus
  unggul. Dia harus mencapai suatu prestasi dalam pelayanan misinya
  untuk bisa dianggap "pahlawan misionaris", tapi seorang wanita,
  terutama wanita bujang, bisa menjadi "pahlawan [misionaris] wanita"
  hanya dengan berani menjadi pelopor misionaris asing. Itulah yang
  dialami oleh Johanna Veenstra yang merupakan wakil dari begitu
  banyak wanita bujang yang pergi ke luar negeri setelah pergantian
  abad [ke-20]. Johanna, yang berulang kali disebut oleh penulis
  biografi yang mengaguminya (Almarhum Henry Beets, Direktur Mission
  of the Christian Reformed Church) sebagai "pahlawan wanita", berubah
  dari seorang stenograf yang tidak dikenal menjadi seorang selebriti
  lokal (di Grand Rapids, Michigan, dan Paterson, New Jersey), tapi
  tidak ada yang luar biasa dalam pelayanan misinya. Walaupun
  demikian, hidupnya menjadi contoh dari pengorbanan dan
  harapan-harapan yang diletakkan di pundak "pahlawan-pahlawan iman
  wanita" lainnya.

  Johanna lahir di Paterson, New Jersey pada tahun 1894, 2 tahun 
  sebelum ayahnya, William Veenstra, berhenti menjadi tukang kayu dan 
  mempersiapkan diri untuk menjadi pelayan Tuhan. Akibatnya, 
  keluarganya pindah ke Grand Rapids, Michigan. Di sana William 
  Veenstra masuk Theological School (sekarang Calvin College and 
  Seminary) untuk dilatih menjadi pendeta Christian Reformed Church. 
  Saat kelulusan, dia ditahbiskan dan melayani di gereja di desa 
  bagian Barat Michigan. Delapan bulan kemudian dia terkena demam 
  tifus dan meninggal. Kematiannya membuat istri dan keenam anaknya 
  yang masih kecil mengalami kemiskinan sehingga mereka segera kembali 
  ke Paterson dan membuka toko kelontong di sana. Johanna masuk 
  sekolah Kristen sampai dia berumur 12 tahun dan kemudian masuk 
  sekolah bisnis selama 2 tahun. Saat berumur 14 tahun, untuk membantu 
  keuarga, dia menjadi stenograf di Kota New York. Setiap hari, dia 
  naik angkutan umum dari Paterson.

  Meski kekayaan dan kesenangan duniawi sempat menghampirinya, dia
  adalah pemudi yang serius dan waktu luangnya banyak diisi dengan
  kegiatan gereja di Christian Reformed Church. Suatu kali saat
  beribadah di sebuah gereja Baptis, dia menjadi percaya kepada
  Kristus -- suatu hal yang diharapkan ibu dan pendetanya terjadi di
  gereja asalnya [gereja Reformed].

  Setelah itu, dia terlibat dalam pekerjaan misi, dan pada umur 19
  tahun dia masuk Union Missionary Training Institute di Kota New York
  untuk mempersiapkan diri menjadi misionaris kota. Tapi, sebelum dia
  lulus, dia ditantang akan kebutuhan misi di luar negeri dan langsung
  melibatkan diri ke Sudan United Mission (SUM), organisasi
  nondenominasi yang berkomitmen untuk menghentikan penyebaran agama
  Islam di benua Afrika. Karena kebijakan organisasi, Johanna harus
  menunggu 3 tahun sampai dia berumur 25 tahun agar bisa melayani di
  luar negeri, jadi dalam penantiannya itu, dia kembali ke Grand
  Rapids. Di sana dia bekerja dengan lembaga misi kota dan bersekolah
  lanjut di Universitas Calvin. Di sana ia menjadi anggota wanita
  pertama Student Volunteer Board. Sebelum berlayar ke Afrika (dari
  Inggris) dia kembali ke Kota New York untuk belajar tentang
  kedokteran dan lulus dari kursus kebidanan.

  Tugas Johanna di SUM meliputi pelayanan perintisan di Lupwe, tidak
  jauh dari Calabar (tempat Mary Slesor melayani dengan penuh iman
  beberapa tahun sebelumnya). Daerah tempat tinggal bagi misionaris di
  Lupwe masih baru dan hanya terdiri dari beberapa gubuk tanpa perabot
  yang belum selesai dibuat dan berlantai tanah. Tapi Johanna cepat
  beradaptasi dengan kondisi primitif itu. Semut putih dan tikus
  merupakan gangguan yang umum, tapi dia tidak mengeluh. Harapan yang
  diletakkan di pundaknya besar dan jika pelayanannya tidak seromantis
  dan sepuas seperti yang dia impikan, maka dia tidak pernah
  menampakkannya: "Aku sama sekali tidak pernah menyesal meninggalkan
  `kehidupan gemerlap` di Kota New York dan datang ke sudut gelap
  kebun anggur Tuhan ini. Tidak ada pengorbanan apa-apa [dariku]
  karena Yesus sendirilah teman sejatiku."

  Seperti wanita bujang pada umumnya, pekerjaan Johanna beragam. Salah
  satu proyeknya adalah mendirikan sekolah asrama untuk melatih para
  pemuda sebagai penginjil, sekolah yang diikuti 25 orang sekaligus.
  Meski proyek itu memakan banyak waktu, dia masih memunyai waktu
  untuk pelayanan medis dan penginjilan. Kadangkala, perjalanannya ke
  desa-desa tetangga membutuhkan waktu beberapa minggu, dengan
  kesuksesan dan kegagalan datang silih berganti. Walapun terkadang
  berhasil, namun orang-orang yang percaya jarang yang secara
  terang-terangan mengaku di depan umum [bahwa mereka sudah percaya
  Kristus]. Johanna hanyalah seorang pelopor dalam meletakkan
  pekerjaan awal pemberitaan Injil, oleh karena itu sekadar
  mendapatkan pendengar yang mendengarkannya saja sudah merupakan
  suatu tanda kesuksesan yang besar.

  Tapi jika pada kejadian-kejadian "langka" dia boleh melihat
  "orang-orang menangis saat mereka mendengar kisah kematian Tuhan
  kita" dan "berdecak kagum dan bertepuk tangan sebagai wujud syukur
  mereka kepada Allah karena karunia-karunia-Nya," ada saat-saatnya
  ketika ia juga berkecil hati:

    Suatu kali saya berjalan melewati bukit-bukit, berjalan dari satu 
    tempat ke tempat lain selama 9 hari.... Kami berencana untuk 
    menginap pada hari Minggu di desa tertentu tapi kami tidak 
    diterima. Mereka tidak mau menyediakan makanan bagi para pembawa 
    barang dan siapa pun yang bersamaku. Orang-orang yang bersamaku 
    sangat kelaparan. Hujan menghalangi orang-orang datang ke 
    pertemuan. Aku duduk di ambang pintu gubuk dengan payung supaya 
    aku tetap kering, sementara orang-orang berkumpul bersama-sama di 
    dekat perapian di dalam gubuk. Minggu siang, hujan badai datang. 
    Hujan turun dengan derasnya. Gubuk tempat aku tinggal berdinding 
    jerami, dan hujannya masuk ke dalam sampai seluruh gubuk penuh 
    dengan air.... Pagi-pagi benar keesokan harinya kita mulai 
    berjalan lagi melewati bukit.... Sang kepala suku berada di rumah, 
    tapi dia sakit. Kami berhenti di sana semalam dan memutuskan untuk 
    pulang. Betapa bahagianya kami melihat Lupwe.

  Kendaraan yang biasa dipakai Johanna dari satu desa ke desa yang
  lainnya adalah sepeda, tapi alat transpotasi itu sangat lamban dan
  mengayuh sepeda itu melewati daerah terjal sangatlah melelahkan,
  terutama mengingat tubuhnya yang agak gemuk. Diam-diam ia iri kepada
  para misionaris pria yang kadang lewat dengan sepeda motor mereka
  dengan relatif lebih nyaman. Maka, segera setelah cuti keduanya pada
  tahun 1972, dia kembali ke Afrika dengan membawa sepeda motor baru.
  Figurnya yang keibuan membuat banyak orang ingin tahu saat dia mulai
  perjalanannya ke pedalaman menggunakan sepeda motor melewati jalan
  yang tidak rata, dan tidak seorang pun meragukan keberaniannya.
  Meski pada awalnya dia sangat bergairah dan tekun, dia segera
  menyadari bahwa mengarungi bukit dengan sepeda motor itu tidak cocok
  untuknya. Kurang dari 65 km menggunakan sepeda motornya, dia
  tiba-tiba menabrak gundukan tanah dan terlempar dari sepeda
  motornya. Ia mengalami memar yang parah, baik di tubuhnya maupun
  semangatnya, ia meminta pertolongan serta kembali mengayuh 
  sepedanya.

  Meski Johanna bersedia tinggal di gubuk dan menerima orang Afrika
  apa adanya, dia tetap bersikap sedemikian rupa sehingga dia masih
  dianggap sebagai atasan oleh orang-orang yang bekerja bersamanya. Ia
  menulis, "Seorang misionaris perlu untuk bersikap sebagai atasan.
  Bukan dalam arti `kami lebih baik daripada kalian`, demi Tuhan! Yang
  saya maksud lebih dalam arti mengklaim dan menggunakan wewenang.
  Misionaris harus membuktikan bahwa dirinya adalah `bos`, memerintah
  dan menuntut kepatuhan." Patrilinealisme seperti itu (atau dalam hal
  ini matrilinealisme) adalah kebiasaan pada waktu itu, dan Johanna,
  seperti banyak misionaris lain, adalah produk dari generasinya.
  Bagaimanapun juga, tingkah laku seperti itu berperan dalam perasaan
  pahit yang berakhir pada revolusi yang penuh kekerasan di benua itu
  beberapa dekade kemudian.

  Tapi selama tahun 1920-an dan 1930-an, saat Johanna mengabdikan 
  hidupnya untuk Afrika, tampaknya tidak ada rasa benci atau 
  permusuhan. Pelayanan medisnya sangat dihargai dan bersekolah di 
  asramanya dianggap sebagai kesempatan yang istimewa. Oleh karena 
  itu, penduduk Lupwe dan desa-desa tetangganya sangat sedih ketika 
  mengetahui misionaris mereka meninggal pada tahun 1933. Ia masuk 
  rumah sakit misi untuk menjalani operasi yang dianggap merupakan 
  operasi rutin, namun ia tidak pernah pulih.

  Keluarga dan teman-temannya di Paterson dan Grand Rapids tidak
  percaya dan sangat sedih setelah menerima kabar kematiannya. Tapi
  mereka adalah jemaat Christian Reformed yang takut Tuhan yang tidak
  pernah mempertanyakan kedaulatan Allah dalam hal itu. "Pahlawan
  wanita" mereka hanya mendapat promosi ke posisi yang lebih tinggi
  dan sekarang menikmati kekayaan yang jauh lebih banyak daripada yang
  sudah ia lepaskan di dunia. Ironisnya, surat darinya yang datang
  setelah kematiannya, meski berbicara tentang seorang Kristen Afrika
  yang baru meninggal, tapi judulnya cocok untuk Johanna sendiri,
  "From a Mudhut to a Mansion on High (Dari Gubuk Jelek ke Rumah Besar
  di Tempat Tinggi)." (t/Dian)

  Diterjemahkan dan disunting dari:
  Judul buku: From Jerusalem to Irian Jaya
  Penulis: Ruth A. Tucker
  Penerbit: Zondervan Corporation, Grand Rapids, Michigan
  Halaman: 246 -- 249
  
______________________________________________________________________
DOA BAGI MISI DUNIA

E T H I O P I A
  Atas permintaan pemimpin gereja lokal di pedesaan Ethiopia, The
  Seed Company mulai menerjemahkan Perjanjian Baru dan sebagian dari
  isi kitab Kejadian untuk warga yang berbahasa Majang. Ini adalah
  proyek penerjemahan Alkitab The Seed Company yang ke-500. Y,
  seorang penutur asli bahasa Majang, menjadi penerjemah penuh waktu
  pertamanya. Mereka telah menyelesaikan draf keempat Injil dan
  sebagian Kisah Para Rasul. Gereja lokal akan memulai dengan proyek
  belajar membaca. Selain itu, ada juga rencana menerjemahkan bagian
  Alkitab dalam bentuk audio bagi mereka yang belum bisa membaca.
  (t/Uly)

  Sumber: Mission News, Maret 2010
  [Selengkapnya: http://www.mnnonline.org/article/13957]

  Pokok doa:
  * Mengucap syukur untuk Y yang terpanggil menjadi penerjemah Alkitab
    bahasa Majang di Ethiopia. Doakan agar proyek penerjemahan Alkitab
    ini berhasil dan memberkati pengguna bahasa Majang.
  * Doakan juga agar terjadi gerakan membaca Alkitab di pedesaan
    Ethiopia dan pembacaan bagian Alkitab dalam bentuk audio untuk
    mereka yang belum bisa membaca.

S U D A N
  Pemilu-pemilu di Sudan sudah berakhir. Peristiwa ini merupakan
  peristiwa penting dari Persetujuan Damai Komprehensif tahun 2005
  yang mengakhiri pertikaian antara wilayah utara dan wilayah selatan
  Sudan selama 2 dekade. LD dari Words of Hope menjelaskan
  kepentingan historis pemungutan suara tersebut. "Ini adalah kali
  pertama orang Sudan Selatan dapat memilih perwakilan mereka, paling
  tidak untuk parlemen daerah dan pegawai-pegawai lainnya di Sudan
  Selatan yang berpusat di Juba." Pemilu-pemilu ini juga mengawali
  pemungutan suara tentang kemerdekaan yang dijadwalkan berlangsung
  pada bulan Januari 2011 di Selatan. "Tampaknya, rasa
  ketidakpercayaan warga Sudan Selatan terhadap perwakilan di
  Khartoum mencapai tingkat yang cukup tinggi sehingga sebagian
  merasa bahwa jalan yang terbaik adalah berpisah." Sejauh ini,
  pemungutan suara telah berjalan dengan damai. walaupun terdapat
  beberapa kebingungan pada awal pemungutan suara. Pemilu dibayangi
  ancaman kekerasan. LD berkata bahwa tim mereka berdoa agar
  pintu-pintu terus terbuka bagi Injil. "Words of Hope menginjili
  daerah D dan N Sudan Selatan. Words of Hope akan terus mengawasi
  laporan dari orang-orang kami."

  Sumber: Mission News, April 2010
  [Selengkapnya: http://www.mnnonline.org/article/14109]

  Pokok doa:
  * Doakan untuk pelayanan Words of Hope untuk menjangkau warga Sudah
    Selatan, terkhusus di wilayah D dan N dengan Injil, agar Tuhan
    memampukan dan melindungi mereka yang terlibat di dalamnya.
  * Doakan juga agar Tuhan menggerakkan lebih banyak orang untuk
    berdoa bagi penginjilan di Sudan Selatan dan memampukan mereka
    untuk tetap bertekun di dalam doa dan pengharapan.
    
______________________________________________________________________
DOA BAGI INDONESIA

                         TERORIS DI INDONESIA

  Keberhasilan pihak berwajib menangkap beberapa anggota teroris di
  Indonesia, merupakan suatu prestasi yang cukup membanggakan. Namun
  demikian, masalah teroris bukanlah sesuatu yang bisa dianggap
  enteng, karena meskipun sebagian pemimpinnya ada yang telah
  tertangkap, namun aksi para anggotanya tidak berhenti sampai di
  situ. Kita, sebagai umat percaya, sudah seharusnya mendukung upaya
  pihak berwajib dalam memberantas para teroris yang masih berkeliaran
  di Indonesia. Mari bersatu hati berdoa untuk aparat berwajib dan
  masyarakat untuk saling membantu membongkar gembong teroris di
  Indonesia.

  POKOK DOA:

  1. Mengucap syukur untuk kebaikan Tuhan karena memberi keberhasilan
     kepada pihak berwajib untuk membongkar dan menangkap beberapa
     anggota-anggota teroris di Indonesia.

  2. Doakan agar Tuhan memampukan, melindungi, dan memberikan kekuatan
     kepada pihak berwajib dalam melanjutkan pemberantasan anggota
     teroris lainnya yang masih merencanakan teror di Indonesia.

  3. Doakan juga agar setiap warga negara Indonesia, baik kelompok
     maupun individu untuk ikut ambil tanggung jawab membantu pihak
     pemerintah di wilayah mereka masing-masing.

  4. Berdoa agar Tuhan menyadarkan dan menjamah hati para anggota
     teroris, bahwa apa yang mereka lakukan adalah suatu tindakan yang
     merugikan diri sendiri, keluarga, dan orang lain.

  5. Doakan agar terjadi kebangunan kesadaran moral di tengah bangsa
     Indonesia agar masyarakat tidak terpancing dengan provokasi yang
     merugikan moral bangsa Indonesia.

______________________________________________________________________
Anda diizinkan menyalin/memperbanyak semua/sebagian bahan dari e-JEMMi
(untuk warta gereja/bahan pelayanan lain) dengan syarat: tidak
untuk tujuan komersial dan harus mencantumkan SUMBER ASLI bahan
yang diambil dan nama e-JEMMi sebagai penerbit elektroniknya.
______________________________________________________________________
Staf Redaksi: Novita Yuniarti dan Yulia Oeniyati
Kontak Redaksi: < jemmi(at)sabda.org >
Untuk berlangganan: < subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
Untuk berhenti: < unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
Untuk pertanyaan/saran/bahan: < owner-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
______________________________________________________________________
Situs e-MISI dan e-JEMMi: http://misi.sabda.org
Arsip e-JEMMi: http://www.sabda.org/publikasi/misi
Facebook MISI: http://fb.sabda.org/misi
______________________________________________________________________
Bahan-bahan dalam e-JEMMi disadur dengan izin dari berbagai pihak.
Copyright(c) e-JEMMi/e-MISI 2010 / YLSA -- http://www.ylsa.org
SABDA Katalog: http://katalog.sabda.org
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org