Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2008/23

e-JEMMi edisi No. 23 Vol. 11/2008 (4-6-2008)

Sumi San

 

Juni 2008, Vol.11 No.23
______________________________  e-JEMMi  _____________________________
                   (Jurnal Elektronik Mingguan Misi)
______________________________________________________________________
SEKILAS ISI

EDITORIAL
ARTIKEL MISI: Gadis Pejuang Iman
SUMBER MISI: The North American Mission Board (NAMB)
DOA BAGI MISI DUNIA: Venezuela, Irak
DOA BAGI INDONESIA: B Dibebaskan dari Penjara

______________________________________________________________________

             THE PLACE OF HUMILITY IS THE PLACE OF POWER
______________________________________________________________________
EDITORIAL

  Shalom,

  Jika kita membaca atau merenungkan kisah orang-orang Kristen yang
  setia melayani Tuhan dan mampu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan besar
  bagi Tuhan, kita pasti sangat diberkati dan dikuatkan. Kesaksian
  hidup mereka dapat menjadi inspirasi dan motivasi bagi kita untuk
  melanjutkan panggilan yang Tuhan berikan. Kisah-kisah kesaksian
  seperti itu lebih sering kita dengar dari dunia Barat, padahal ada
  juga kisah-kisah luar biasa yang datang dari Timur (Asia). Nah,
  edisi-edisi e-JEMMi di bulan Juni 2008 ini akan secara khusus
  mengangkat profil pejuang iman dari Asia. Silakan menyimak. Kiranya
  Tuhan bekerja di hati kita dan menggugahnya untuk melihat banyaknya
  jiwa-jiwa yang belum mengenal kasih Tuhan di sekitar kita.

  Pimpinan Redaksi e-JEMMi,
  Novita Yuniarti

______________________________________________________________________
ARTIKEL MISI

                         GADIS PEJUANG IMAN
              (Riwayat Hidup Sumi San dari Negeri Jepang)
                    Diringkas oleh: Novita Yuniarti

  Sumi San dilahirkan dalam keluarga yang sederhana, ayahnya seorang 
  pedagang pipa air, sedang ibunya adalah seorang ibu rumah tangga 
  biasa. Semasa remaja, ia harus hidup berkekurangan karena ayahnya 
  mengalami kerugian besar dalam berdagang. Dampaknya, orang tua Sumi 
  harus menanggung utang yang tidak sedikit jumlahnya. Demi membantu 
  meringankan beban orang tuanya, Sumi meninggalkan kampung halamannya 
  dan bekerja di sebuah perusahaan tekstil di Kobe. Tidak ada waktu 
  baginya untuk memikirkan hal-hal lain di luar rutinitasnya. Waktunya 
  ia habiskan untuk bekerja dan belajar. Semangat dan kemauan yang 
  begitu kuat menyebabkan ia tidak memedulikan kondisi kesehatannya. 
  Tanpa disadari, ia menderita penyakit bronkitis dan beri-beri yang 
  menyebabkan ia harus dirawat di sebuah rumah sakit selama tiga 
  bulan. Setelah sembuh dari sakitnya, ia dikeluarkan dari 
  pekerjaannya. Hal ini membuatnya sangat sedih karena pekerjaan 
  tersebut sangat ia butuhkan dan merupakan satu-satunya cara agar ia 
  dapat membantu meringankan beban orang tuanya.

  Sumi pun memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di Funo. 
  Persoalan utama baginya saat ini adalah bagaimana ia dapat membantu 
  orang tuanya dalam hal keuangan. Akhirnya, ia memutuskan untuk 
  mendaftar ke sebuah sekolah perawat di Hiroshima. Berkat ketekunan 
  dan kesabarannya, ia diterima di sekolah tersebut, bahkan mendapat 
  beasiswa sehingga ia tidak perlu menanggung semua biaya sekolahnya. 
  Berkat semangat dan kesabarannya pula, Sumi mampu menyelesaikan 
  pendidikannya dengan nilai yang sangat memuaskan dan mendapat 
  kesempatan bekerja pada sebuah rumah sakit.

  Namun di tengah kebahagiaannya, ia mendapat kabar bahwa ibunya 
  meninggal karena sakit. Masalah tidak berhenti sampai di situ. Ia 
  dihadapkan pada persoalan baru -- siapakah yang akan menggantikan 
  ibunya mengurus rumah tangga? Sebagai anak tertua, Sumi sadar bahwa 
  dialah yang akan melaksanakan tugas tersebut. Sungguh bukan hal 
  mudah baginya. Namun, ia dan ayahnya yakin bahwa mereka dapat 
  mengatasi kesulitan yang sedang terjadi dan segalanya pasti akan 
  kembali normal dengan bantuan dewa Hotoke San. Sumi dan keluarganya 
  adalah penganut agama Budha. Prinsip hidupnya didasarkan pada ajaran 
  tersebut, yaitu bahwa "hidup hanyalah soal nasib semata, biarpun 
  manusia dapat berbuat sesuatu untuk meringankan beban hidupnya". 
  Sumi dibesarkan dalam ajaran ini dan ia menyerahkan hidupnya pada 
  nasib. Ia berusaha untuk mencari jalan keluar dari masalah yang 
  terjadi dalam hidupnya dan berharap mudah-mudahan nasib baik akan 
  menghampirinya pada masa yang akan datang.

  Di samping mengurus rumah tangga, Sumi juga terus memerdalam 
  pengetahuan keperawatannya. Ia berharap suatu hari nanti dapat 
  bekerja pada sebuah distrik dengan penghasilan yang jauh lebih besar 
  daripada penghasilan bekerja di rumah sakit. Nasib baik nampaknya 
  berpihak pada Sumi, ia diterima sebagai perawat di Badan Kesehatan 
  Distrik di bagian timur Kobe. Suatu hari, Sumi mendapat tugas baru. 
  Ia ditugaskan merawat Machan, putra tunggal keluarga Komatsu yang 
  menderita bisul pada kakinya. Tugas tesebut mengharuskannya untuk 
  datang setiap hari ke rumah Machan. Kedatangan Sumi selalu disambut 
  gembira oleh Machan, mereka berdua benar-benar telah menjadi 
  sahabat. Namun secara diam-diam, Komatsu, ayah Machan, menaruh 
  perhatian khusus kepada Sumi. Sumi mengetahui hal tersebut, dan 
  karenanya ia berusaha menjaga jarak agar tidak terlalu dekat dengan 
  Komatsu, mengingat Komatsu sudah memiliki istri.

  Setelah mendapatan perawatan yang intensif, kaki Machan benar-benar 
  sembuh. Di akhir kunjungannya, Sumi mendapatkan sebuah kado dari 
  Machan. Tidak hanya itu, Komatsu juga memberikan sebuah bungkusan 
  kecil sebagai tanda terima kasihnya kepada Sumi yang telah merawat 
  Machan. Dari bungkusan kecil tersebut, Sumi tahu bahwa tanda terima 
  kasih tersebut adalah uang. Sumi menolak pemberian tersebut dengan 
  alasan pihak rumah sakit telah menggajinya atas tugas tersebut. 
  Tidak hanya itu, Komatsu juga meminta Sumi untuk sesekali bertemu 
  dan berbincang-bincang dengannya. Karena terus didesak dan merasa 
  telah berutang budi pada pihak keluarga Komatsu (dalam budaya 
  Jepang, suatu utang harus dilunasi secara penuh dan tidak boleh 
  kurang suatu apa pun), akhirnya Sumi menerima bungkusan tersebut 
  (bungkusan berisi uang seratus yen, lebih banyak dari jumlah gajinya 
  selama dua bulan) dan berjanji sesekali akan menemui Komatsu hanya 
  untuk berbincang-bincang sebagai seorang teman.

  Tawaran Komatsu yang telah diterimanya ternyata membuat Sumi merasa 
  tidak nyaman. Ia memutuskan untuk meninggalkan Kobe dan mencari 
  pekerjaan di tempat lain. Sumi mencoba melamar ke beberapa tempat 
  dan ia diterima bekerja di sebuah rumah sakit swasta di Tokyo. Ia 
  merasa lega, pikirnya ia akan terbebas dari persoalan tersebut. 
  Namun setelah setahun bekerja di Tokyo, tiba-tiba ia mendapat 
  kunjungan dari seseorang. Ya, orang tersebut adalah Komatsu. Tentu 
  saja kunjungan Komatsu membuatnya sangat terkejut. Apa sebenarnya 
  tujuan Komatsu berkunjung ke Tokyo? Apakah hanya sekadar untuk 
  menemuinya? Tujuan Komatsu menemui Sumi adalah untuk menjodohkannya 
  dengan Jiro, adik kandungnya. Dan tanpa sepengetahuan Sumi, ternyata 
  Komatsu telah terlebih dahulu menemui keluarga Sumi di Funo untuk 
  membicarakan rencana tersebut, dan pihak keluarga pun menyetujuinya.

  Sumi memang merindukan sebuah rumah tangga sebagaimana layaknya
  seorang wanita, namun bukan dengan Jiro, karena sebenarnya Sumi
  mencintai Katzuo, pemuda asal Funo yang sedang ditugaskan di Cina
  sebagai seorang prajurit. Hingga saat ini, Sumi tidak pernah
  mengetahui dengan pasti kabar maupun keberadaan Katzuo, namun Sumi
  yakin Katzuo akan kembali ke Funo karena bagaimanapun mereka pernah
  berjanji akan membawa hubungan tersebut sampai ke pernikahan. Sumi
  menolak tawaran Komatsu, namun Komatsu tidak kehabisan akal,
  Komatsu berencana mengajukan Sumi ke pengadilan atas tuduhan Sumi
  telah berutang kepada keluarga Komatsu dan tidak mampu
  membayarnya, jika Sumi menolak tawaran Komatsu untuk menikah dengan
  adiknya. Akhirnya dengan berat hati, Sumi menerima tawaran tersebut.

  Pernikahan Sumi dan Jiro pun berlangsung menurut cara dan adat 
  Jepang. Sumi pun resmi menjadi istri Jiro. Selama resepsi 
  berlangsung, Jiro hanya diam saja. Namun setelah meminum sake, ia 
  tertawa dan berteriak-teriak layaknya orang gila, sehingga para tamu 
  menjadi sangsi apakah ia benar-benar waras. Selama mengarungi rumah 
  tangga bersama Jiro, hampir setiap malam Jiro tidak berada di rumah, 
  ia pergi ke tempat hiburan malam dan menghabiskan sepanjang malam 
  dengan minuman keras dan wanita. Sumi tinggal sendirian di rumah, 
  rasa sepi mulai menghampirinya dan ia bertekad untuk mengakhiri 
  penderitaannya dengan bunuh diri. Namun, pikiran tersebut segera 
  dibuangnya jauh-jauh ketika ia mengingat utang ayahnya yang belum 
  lunas.

  Pada suatu malam, Komatsu berkunjung ke rumah Sumi untuk menjalankan 
  rencana yang telah ia rencanakan dengan matang. Komatsu tidak pernah 
  memikirkan kebahagiaan Jiro maupun Sumi. Ia melakukannya agar Sumi 
  berada di sampingnya dan untuk kepuasan dirinya saja. Ia tahu Jiro 
  tidak pernah berada di rumah. Ia berusaha merayu Sumi. Tidak hanya 
  itu, Komatsu juga menggunakan kekerasan. Tetapi Sumi melawan dan 
  berteriak dengan sekuat tenaga sehingga teriakannya sampai terdengar 
  oleh kakak laki-laki Komatsu yang tinggal tidak jauh dari rumah 
  Sumi. Sumi menceritakan apa yang telah dialaminya kepada kakak 
  iparnya. Kakak Komatsu menaruh rasa iba kepada Sumi dan berjanji 
  akan mencarikan tempat yang aman baginya. Pagi harinya, mereka 
  berdua pergi ke suatu tempat yang telah dijanjikannya. Mereka pergi 
  ke sebuah rumah di dekat pantai. Rumah tersebut adalah milik Yamada 
  -- teman kakak Komatsu. Yamada adalah seorang janda yang suaminya 
  telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Sumi merasa aman berada di 
  rumah Yamada dan karena itulah Sumi tidak segan untuk menceritakan 
  pengalaman pahitnya kepada Yamada.

  Yamada memperkenalkan Sumi kepada Koide. Ia adalah seorang Kristen 
  dan Koide mulai menceritakan kasih Kristus kepada Sumi. Meskipun 
  hati Sumi sudah dipenuhi oleh kebencian dan dendam, tetapi Yamada 
  dan Koide tidak menyerah. Mereka berdua terus menceritakan kasih 
  Allah dan mengajaknya ke gereja. Pada awalnya Sumi menolak, namun 
  setelah dipikirkannya, ia berpendapat apa salahnya apabila ia 
  memenuhi ajakan Koide. Sumi tidak tertarik pada khotbah yang 
  disampaikan dalam kebaktian tersebut karena khotbah yang disampaikan 
  malam itu mengenai kasih Allah kepada manusia. Karena pengalaman 
  hidupnya, maka ia meragukan ajaran tersebut. Namun Koide tidak 
  menyerah, ia terus mengajak Sumi mengikuti kebaktian yang setiap 
  minggu diadakan oleh Pendeta Honda di gereja. Sumi menjadi 
  pengunjung tetap, tapi ia belum bersedia menyerahkan hidupnya kepada 
  Kristus. Seusai kebaktian, pendeta Honda menghampiri Sumi dan 
  bertanya kepadanya mengapa ia tidak mau percaya kepada Kristus. Sumi 
  menjawab bahwa ia akan percaya jika pendeta Honda mampu 
  memerlihatkan Tuhan kepadanya. Malam itu, pendeta Honda dan Koide 
  mendoakan Sumi. Dan Tuhan menjamah hatinya, ia bersedia mengampuni 
  orang-orang yang telah menyakitinya dan menyerahkan hidupnya kepada 
  Kristus.

  Dua tahun kemudian terjadi perang pasifik. Rumah Sumi tak luput dari 
  keganasan perang tersebut -- semuanya hancur. Ia tidak memunyai 
  rumah lagi, jalan satu-satunya adalah kembali ke Funo dan tinggal di 
  sana sampai perang berakhir. Sumi berangkat menuju kampungnya dengan 
  menggunakan kereta api, perjalanan tersebut cukup melelahkan. Sumi 
  tiba di desa Sawadani. Ketika ia sedang menunggu bis yang menuju 
  Funo, seorang pria mendekatinya dan mengajaknya berbincang-bincang. 
  Pria tersebut menawarkan kepada Sumi untuk menjadi perawat di 
  Sawadani, mengingat tidak ada perawat di tempat itu saat ini. Sumi 
  pun menerima tawaran tersebut.

  Pasien pertamanya adalah seorang ibu yang akan melahirkan. Ini 
  adalah kelahiran anaknya yang ketiga. Kedua anaknya yang terdahulu 
  meninggal selama proses persalinan dan ia sangat takut jika anaknya 
  yang ketiga akan lahir dengan kondisi yang sama. Sumi memanfaatkan 
  waktu tersebut untuk menceritakan kasih Allah kepadanya dan berdoa 
  baginya. Persalinan berjalan dengan lancar dan anaknya dapat lahir 
  dengan selamat. Setiap hari, semakin banyak pasien yang harus 
  ditanganinya. Sumi tidak hanya merawat pasien-pasiennya, tetapi ia 
  juga memberikan hiburan, semangat, dan mendoakan mereka. Namun, ada 
  satu hal yang mengusik hatinya. Sebagai bidan, ia tahu bahwa banyak 
  anak yang lahir di luar pernikahan. Penduduk setempat menganggap hal 
  itu sebagai hal yang biasa. Namun, Sumi tahu bahwa hal tersebut 
  merupakan dosa. Ia tahu bahwa jalan keluar atas masalah ini adalah 
  dengan menyampaikan ajaran Kristus. Sumi semakin yakin bahwa Tuhan 
  menempatkannya di Sawadani untuk menyampaikan Kabar Baik kepada 
  penduduk setempat. Tapi ia tahu, ia tidak dapat melaksanakannya 
  sendirian. Ia tidak memiliki pendidikan khusus, namun ia berdoa agar 
  Tuhan membimbingnya untuk menanamkan nilai-nilai Kristen di 
  Sawadani.

  Tiga tahun setelah perang berakhir, tepatnya pada tahun 1948, 
  Pendeta Honda membangun kembali pelayanannya -- menceritakan Kabar 
  Baik. Suatu hari, ia mendapat surat dari Sumi yang memintanya datang 
  ke Sawadani. Namun, ia tidak dapat memenuhi permintaan Sumi. Ia 
  menyarankan agar Sumi menemui Pendeta Hashimoto. Pendeta Hashimoto 
  bukan orang asing bagi Sumi, ia sering memimpin kebaktian yang 
  sering dikunjungi Sumi ketika berada di Kobe. Pendeta Hashimoto 
  memenuhi permintaan Sumi meskipun pada saat itu kondisinya tidak 
  terlalu sehat untuk melakukan perjalanan jauh. Ia juga mengajak 
  Koide ke Sawadani. Kebaktian dimulai pukul tujuh malam. Jumlah orang 
  yang menghadiri kekebaktian tersebut sungguh di luar dugaan -- lebih 
  dari empat puluh orang. Pada hari kedua, orang yang datang jumlahnya 
  lebih banyak dari sebelumnya. Apa yang diharapkan Sumi terjadi pada 
  hari ketiga -- beberapa penduduk memutuskan untuk mengikut Kristus 
  dan dibaptis. Di antara orang-orang yang akan di baptis, ada seorang 
  pria bernama Sugimoto -- dialah yang menjadi motor penggerak 
  pertumbuhan orang Kristen di Sawadani. Kejadian ini membuat Sumi 
  bahagia. Namun di tengah kebahagiaan tersebut, Sumi dinyatakan 
  positif mengidap kanker payudara. Penyakit tersebut tidak membuat 
  imannya goyah. Persoalan tidak berhenti sampai di situ. Karena 
  pertumbuhan orang Kristen yang luar biasa, mau tidak mau menimbulkan 
  sebuah tantangan baru.

  Suatu sore, Pendeta Hashimoto didatangi orang yang tidak ia kenal.
  Orang tersebut adalah seorang pendeta Budha. Kunjungan tersebut
  merupakan awal usaha menghalangi upaya penginjilan di Sawadani. Para
  pendeta Budha memiliki pengaruh yang cukup besar di Sawadani. Mereka
  memaksa agar setiap orang tua melarang anak-anak mereka untuk pergi
  ke gereja. Hal ini membuat Sumi sangat sedih. Namun, pekerjaan Tuhan
  tidak dapat dihancurkan oleh tangan manusia. Larangan para orang tua
  tidak menyebabkan anak-anak mereka meninggalkan gereja. Meskipun
  harus pergi ke gereja secara sembunyi-sembunyi, namun mereka tidak
  takut menyaksikan Kristus kepada penduduk yang belum percaya.

  Pada tanggal 24 Mei 1949, Sumi menjalani operasi di sebuah rumah 
  sakit di Hamada. Penyakitnya bertambah parah dan menurut dokter 
  tidak ada harapan baginya untuk sembuh. Kabar tersebut tidak membuat 
  Sumi putus asa. Ia tetap bersemangat dan percaya kepada Yesus. 
  Sikapnya itu membuat setiap orang yang berada di rumah sakit menjadi 
  heran. Akibatnya, banyak pasien yang mampu berjalan, datang ke kamar 
  Sumi dan berbincang-bincang dengannya. Sumi menyaksikan Kristus 
  kepada mereka dan Injil pun tersebar di rumah sakit tersebut. Suatu 
  keajaiban terjadi di Hamada. Sumi yang sedang sakit parah membawa 
  tiga puluh orang yang belum percaya datang kepada Kristus. Beberapa 
  di antara mereka menjadi pelayan Tuhan sepenuh waktu dan meneruskan 
  apa yang telah dimulai oleh Sumi dari tempat tidurnya di rumah 
  sakit.

  Pada musim panas 1949, Sumi kembali ke Sawadani. Ia disambut hangat
  oleh teman-temannya sesama Kristen. Ia akan tinggal di Sawadani
  untuk mengabarkan Injil. Satu kerinduannya adalah memunyai gedung
  gereja sendiri dan usul ini disetujui oleh setiap anggota. Untuk
  mewujudkan hal tersebut, ia menyumbangkan delapan ribu yen guna
  meyokong pembangunan gedung gereja. Meskipun para pendeta Budha
  berusaha menghalangi upaya tersebut, namun pembangunan gereja itu
  terus berjalan. Tahun 1951, segala keperluan untuk membangun gereja
  telah tersedia dan pembangunan gereja segera dilaksanakan. Gereja
  tersebut dibangun di atas bukit sehingga dapat terlihat dari
  berbagai penjuru.

  Pada bulan Oktober 1952, Sumi mendapat pekerjaan sebagai perawat di 
  Oyama. Di tempat barunya ini, Sumi tetap bersaksi bahwa Kristus 
  datang untuk menolong dan menyelamatkan manusia. Setelah enam bulan 
  berada di Oyama, penyakitnya kambuh kembali dan sel kankernya telah 
  menyebar, bahkan menyerang organ tubuhnya yang lain. Namun, 
  penyakitnya tidak mematahkan semangatnya untuk tetap memberitakan 
  Injil. Pada bulan April 1953, Sumi mendapatkan perawatan di rumah 
  sakit -- penyakitnya sudah sangat parah. Tidak ada harapan baginya 
  untuk sembuh. Tekanan darahnya turun secara drastis dan daya tahan 
  tubuhnya semakin menurun. Berkat perawatan yang intensif, kondisi 
  Sumi mulai membaik dan ia diizinkan pulang. Pada tanggal 1 September 
  1953, Sumi menghadiri peresmian gereja di Sawadani dan ia bersyukur 
  karena akhirnya mereka memiliki gereja sendiri. Kondisi kesehatan 
  Sumi semakin memburuk. Kanker tersebut telah menjalar sampai ke 
  wajahnya, kerongkongannya membesar sehingga ia mengalami kesulitan 
  bernapas. Dokter pun sudah tidak dapat berbuat apa-apa.

  Pada suatu malam, tepatnya di bulan Desember, Sumi bergumul dengan 
  rasa sakitnya, napasnya seolah terhenti. Dengan tersenyum, ia 
  menutup matanya perlahan-lahan, pergi meninggalkan dunia yang fana 
  ini menuju ke rumah Bapa. Beberapa hari kemudian, ia dikuburkan di 
  lereng bukit -- menghadap ke arah gereja di Sawadani. Upacara 
  penguburan tersebut dihadiri oleh banyak orang. Di antara mereka, 
  hadir pula para pemuka desa Sawadani untuk memberikan penghormatan 
  dan penghargaan atas apa yang telah Sumi lakukan untuk Sawadani. 
  Sumi telah tiada, namun kematiannya membuktikan adanya kemenangan 
  dari Kristus -- adanya harapan menuju kehidupan kekal. Sungguh, di 
  sebuah desa di pegunungan Jepang telah dibangun gereja Tuhan. Telah 
  tiba waktunya dan nyata, bahwa yang telah dilakukan oleh Sumi di 
  Sawadani adalah "rumah emas, perak, batu yang indah" yang akan tetap 
  tinggal sampai selama-lamanya.

  Diringkas dari:
  Judul buku: Gadis Pejuang Iman
  Judul asli buku: Upon This Rock
  Penulis: Eric Gosden
  Penerjemah: Barus Siregar
  Penerbit: Badan Penerbit Kristen, 1965
  Halaman: 5 -- 88

______________________________________________________________________
SUMBER MISI

THE NORTH AMERICAN MISSION BOARD (NAMB)
==>    http://www.namb.net/
  North American Mission Board didirikan dengan dasar pelayanan yang
  diambil dari Kisah Para Rasul 1:8, "Tetapi kamu akan menerima kuasa,
  kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku
  di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung
  bumi, ...." Visi pelayanan NAMB adalah untuk membantu Southern
  Baptists Church memenuhi Amanat Agung di Amerika Serikat, Kanada,
  dan sekitarnya, dengan berupaya memberitakan Kristus kepada semua
  orang, mendirikan gereja-gereja, dan mengirim misionaris. Kerinduan
  organisasi ini adalah melihat masing-masing orang dalam setiap
  komunitas memiliki kesempatan untuk mendengar Injil, meresponinya
  dalam iman kepada Kristus, dan turut andil dalam membentuk
  persekutuan orang-orang percaya. Dalam situsnya, mereka menyediakan
  tautan ke sumber-sumber yang memberikan banyak informasi tentang
  bagaimana Anda dapat memberitakan Kristus dengan efektif dan
  bagaimana Anda dapat mulai mendirikan gereja. Tidak hanya itu, dalam
  situs ini pula tersedia formulir pendaftaran bagi mereka yang ingin
  melayani Tuhan sebagai misionaris. Untuk mendapatkan informasi lebih
  lengkap mengenai organisasi ini, silakan kunjungi situsnya melalui
  alamat yang telah Redaksi cantumkan di atas.

______________________________________________________________________
DOA BAGI MISI DUNIA

V E N E Z U E L A
  Saat kekristenan injili berkembang di Venezuela, banyak gereja yang
  terpecah di bawah politik Presiden Hugo Chaves, demikian menurut
  laporan Washington Post. Anggota Las Acacias, gereja injili terbesar
  di Caracas, berkata, "Banyak orang telah meninggalkan Las Acacias
  karena sang pendeta memihak kepada lawan." Referendum 2 Desember
  untuk merevisi undang-undang di Venezuela menimbulkan pertentangan
  dan protes keras dalam negara tersebut. Gereja-gereja menjadi medan
  perang yang penting bagi perjuangan Chavez untuk membawa orang-orang
  Venezuela kepada "revolusi sosialnya". Banyak pendeta yang
  menghindari pembicaraan politik, namun mengakui bahwa masalah yang
  menimpa negara tidak berhenti di pintu gereja. Sekarang
  pertanyaannya bukan lagi apakah mereka akan ikut Kristus, tapi
  apakah mereka juga akan ikut Chaves. (t/Novita)
  Diterjemahkan dari:
  Judul buletin: Body Life, Edisi Januari 2008, Volume 26, No. 1
  Judul asli artikel: Evanelicals Split Over President
  Penerbit: 120 Fellowship adult class at Lake Avenue Church, Pasadena
  Halaman: 1
  Pokok doa:
  * Situasi politik yang terjadi di Venezuela telah berdampak bagi
    kehidupan gereja di sana. Mari berdoa agar para pemimpin gereja
    memiliki hati yang bijaksana untuk tidak memakai mimbar dan gereja
    sebagai alat politik.
  * Berdoa bagi orang-orang percaya di Venezuela, agar Tuhan memberi
    kedamaian hati sehingga mereka tetap dapat beribadah dan tidak
    ikut terbakar oleh suasana politik yang ada.

I R A K
  Tahun ini, kira-kira seratus anak-anak Irak yang terlantar akibat
  tindak kekerasan yang terus-menerus terjadi di negara mereka, akan
  memeroleh beasiswa sebuah organisasi Kristen. Dengan beasiswa ini,
  mereka dapat melanjutkan pendidikan mereka ke Yordan. Saat jutaan
  warga Irak melarikan diri ke Yordan dan Syria untuk menghindari
  kekerasan yang terjadi, kebanyakan dari mereka hanya membawa apa
  yang bisa mereka bawa dan hanya sedikit orang saja yang bisa
  mendapatkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan maupun biaya sekolah.
  Sampai tahun ini, anak-anak pengungsi Irak tidak pernah
  diperbolehkan bersekolah di sekolah negeri Yordania. "Setiap kali
  saya berkunjung ke keluarga Irak, saya bertanya kepada anak-anak
  mereka, kapan terakhir kali mereka bersekolah," kata Rod Green,
  Koordinator Nazarene Compassionate Ministries. "Jawaban mereka
  biasanya, dua atau tiga tahun." Ashrafiya Nazaret School di Amman,
  Yordan, yang ada di lingkungan tempat tinggal para pengungsi Irak,
  menerima hampir seratus siswa tahun ini setelah menerima sejumlah 
  uang dari sponsor luar untuk biaya sekolah dan buku-buku. (tNovita)
  Diterjemahkan dari:
  Judul buletin: Body Life, Edisi Februari 2008, Volume 26, No. 2
  Judul asli artikel: Children Receive Funds to Return to School
  Penerbit: 120 Fellowship adult class at Lake Avenue Church, Pasadena
  Halaman: 3
  Pokok doa:
  * Saat ini, Ashrafiya Nazaret School di Amman, Yordan, menerima
    anak-anak pengungsi dari Irak untuk bersekolah di sana. Doakanlah
    segenap pengurus, staf, maupun para pengajarnya. Kiranya Tuhan 
    memberikan visi kepada mereka untuk melayani anak-anak tersebut 
    dengan sepenuh hati sehingga mereka dapat mendidik dan mengajar 
    anak-anak Irak ini dengan baik.
  * Berdoa untuk para pengungsi di Irak. Biarlah Tuhan mencukupkan
    setiap kebutuhan mereka sehingga mereka dapat hidup dengan layak.
    Doakan juga agar dalam keadaan ini, mereka dapat mengalami kasih
    Kristus dan bertemu dengan sang Pemberi berkat.
  * Doakanlah orang-orang percaya di seluruh dunia yang digerakkan
    hatinya oleh Tuhan, sehingga dengan hati yang penuh belas kasih,
    mereka mau menjadi sponsor bagi anak-anak di Irak yang saat ini
    belum mendapatkan bantuan pendidikan. Biarlah Tuhan memberkati dan
    memampukan mereka untuk terus membantu anak-anak ini.

______________________________________________________________________
DOA BAGI INDONESIA

                      B DIBEBASKAN DARI PENJARA

  Pada tanggal 9 Maret 2006, sekelompok orang menyerang B ketika ia 
  sedang mengunjungi kerabatnya di Jawa Barat. Orang-orang tersebut 
  menuduhnya menghina agama mereka sehingga ia dipukuli, mobilnya di 
  gulingkan, isi mobil dijarah, mobil dibakar, dan ia sendiri diancam 
  akan dibakar. Tapi beruntung, polisi menahan B di kantor polisi 
  untuk alasan keamanan. Ia lalu dipindahkan ke penjara setempat untuk 
  menjalani hukuman penjara. Selama B berada di penjara, istrinya 
  memeroleh lebih dari sepuluh ribu surat dan foto orang-orang yang 
  mendoakan mereka dari seluruh penjuru dunia. Pada tanggal 27 April 
  2008, B telah dibebaskan dan kembali berkumpul dengan keluarganya.

  Disarikan dari: Mission News, Mei 2008
  Selengkapnya: http://www.MNNonline.org/article/11213

  Pokok Doa:

  1. Mengucap syukur kepada Tuhan karena B telah dibebaskan dari
     penjara tanggal 27 April 2008 yang lalu. Berdoa bagi B agar Tuhan
     semakin menguatkan imannya dan semakin dipakai Tuhan untuk
     menjangkau jiwa bagi Tuhan.

  2. Berdoa juga untuk keluarga B, agar Tuhan terus menguatkan iman
     mereka dan menjadikan mereka keluarga yang selalu menyaksikan
     kebaikan Tuhan. Biarlah seluruh anggota keluarga B terus didukung
     untuk menjadi contoh bagi pelayan-pelayan Tuhan yang lain.

  3. Doakan agar pemerintah Indonesia memiliki kepedulian dalam
     menjamin kebebasan beragama bagi penduduknya, khususnya bagi kaum
     minoritas.

  4. Berdoa untuk utusan-utusan Tuhan yang saat ini ada di berbagai
     ladang pelayanan dan mungkin juga sedang mengalami penderitaan
     karena imannya dalam Kristus. Kiranya Tuhan memberi kekuatan agar
     nama Tuhan terus ditinggikan dan keadilan Tuhan dinyatakan.

______________________________________________________________________
Anda diizinkan mengcopy/memerbanyak semua/sebagian bahan dari e-JEMMi
(untuk warta gereja/bahan pelayanan lain) dengan syarat: tidak
untuk tujuan komersil dan harus mencantumkan SUMBER ASLI bahan
yang diambil dan nama e-JEMMi sebagai penerbit elektroniknya.
______________________________________________________________________
Staf Redaksi: Novita Yuniarti, Yulia Oeniyati, dan Dian Pradana
Bahan-bahan dalam e-JEMMi disadur dengan izin dari berbagai pihak.
Copyright(c) 2008 oleh e-JEMMi/e-MISI --- diterbitkan: YLSA dan I-KAN
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Kontak Redaksi: < jemmi(at)sabda.org >
Untuk berlangganan: < subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
Untuk berhenti: < unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
Untuk pertanyaan/saran/bahan:< owner-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
______________________________________________________________________
Situs e-MISI dan e-JEMMi: http://misi.sabda.org/
Arsip e-JEMMi: http://www.sabda.org/publikasi/misi/
Situs YLSA: http://www.ylsa.org/
Situs SABDA Katalog: http://katalog.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org