Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-reformed/77

e-Reformed edisi 77 (12-10-2006)

Manusia dan Kekekalan (1): Manusia dan Dunia Orang Mati

Dear e-Reformed netters,

Selamat berjumpa lagi setelah 2 bulan posting saya tidak muncul :)
Saya minta maaf sebesar-besarnya karena keterlambatan ini. Untuk
mengobati kekecewaan Anda (mungkin....?), maka saya akan postingkan 2
artikel sekaligus (dalam 2 surat yang berbeda). Semoga dapat diterima
dengan baik.

Dua artikel yang saya kirimkan ke Anda ini, kedua-duanya ditulis oleh
Sdr. Hendra Rey, yaitu 2 bab terakhir dari bukunya yang berjudul
"Manusia dari Penciptaan Sampai Kekekalan" dengan sub-judul: "Ilmu
Budaya Dasar dalam Perspektif Kristiani." Saya terkesan dengan buku
ini karena ditulis dengan bahasa yang sederhana, jelas -- to the
point, ditambah dukungan ayat-ayat firman Tuhan. Melihat keseluruhan
isi buku, memang sangat cocok untuk dipakai sebagai buku pegangan mata
kuliah Ilmu Budaya Dasar bagi universitas-universitas Kristen.

Dua topik yang saya pilih, yaitu (1) Manusia dan Dunia Orang Mati, (2)
Surga dan Neraka, menurut saya adalah topik-topik yang selalu hot
dibicarakan -- oleh siapa saja, kapan saja, dan bagi siapa saja,
khususnya bagi orang-orang yang belum percaya Kristus. Nah, karena itu
bahan ini bisa menjadi kerangka berpikir (backbone) bagi Anda yang
ingin ber-PI dan memenangkan jiwa. Bisa menjadi `point of entry` untuk
membicarakan tentang kebutuhan manusia akan keselamatan. Ingin coba?

Selamat ber-PI...

In Christ,
Yulia
< yulia(at)in-christ.net >

=====================================================================

       MANUSIA DAN KEKEKALAN (1): Manusia dan Dunia Orang Mati
       =======================================================

 "Sesungguhnya aku mengatakan kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan
 mati semuanya, tetapi kita semuanya akan diubah, dalam sekejap mata
     pada waktu bunyi nafiri yang terakhir." (1Korintus 15:51-52)

A. Manusia Diciptakan untuk Hidup Kekal

1. PANDANGAN ALKITABIAH

   Cicero, filsuf Yunani yang kesohor itu, pernah berkata, "Dalam
   pikiran manusia ada suatu firasat tertentu akan kekekalan, dan ini
   berakar sangat dalam dan dapat dengan jelas dilihat pada orang-
   orang yang sangat jenius, dan mereka yang berjiwa paling mulia."
   Kebenaran Alkitab menunjukkan bahwa manusia selalu berhubungan
   dengan kekekalan. Allah yang kekal menciptakan manusia untuk maksud
   kekekalan. Artinya, bahwa manusia akan hidup selama-lamanya. Dosa
   telah menyebabkan manusia harus bertemu dengan kematian di dalam
   hidupnya. Namun, kematian bukan berarti bahwa manusia telah
   kehilangan esensi hidupnya, atau tidak dapat merasakan sama sekali
   sesuatu yang menimpa dirinya. Memang, tubuh yang mati tidak dapat
   merasakan cubitan atau pukulan dari sesamanya, tetapi orang yang
   mati rohnya dapat merasakan kesakitan di dalam tempat penantian
   seperti yang tampak jelas dalam catatan Lukas, yaitu tentang orang
   kaya dan Lazarus (Luk. 16:19-31). Orang kaya masuk dalam tempat
   penantian hukuman, sedangkan Lazarus masuk dalam tempat penantian
   untuk menerima upah pada waktu Yesus datang sebagai Hakim. Orang
   kaya merasakan kesakitan dan kepanasan, Lazarus merasakan hal yang
   menyenangkan. "Sesungguhnya, aku menyatakan kepadamu suatu rahasia:
   kita tidak akan mati semuanya tetapi kita semuanya akan diubah,"
   demikian kata Paulus (1Kor. 15:51). Orang yang tidak mengenal Tuhan
   sebenarnya juga memiliki pengetahuan bahwa kematian tidak
   mengakhiri segalanya. Naluri demikian tidak dapat diabaikan. Naluri
   itu membuktikan bahwa manusia pada hakikatnya bersifat rohani dan
   telah dikaruniai kemampuan untuk mengenal Allah. Seperti catatan
   Salomo, "Allah telah memberikan kekekalan dalam hati manusia" (Pkh.
   3:11).

2. UNIVERSALISME

   Penganut paham universalisme atau orang yang punya pandangan searah
   menyatakan bahwa sesungguhnya Kristus datang ke dalam dunia ini
   untuk menyelamatkan semua orang. Salib Kristus adalah demonstrasi
   untuk membuktikan kuasa Yesus yang akan menyelamatkan semua
   manusia. Allah menciptakan manusia, jadi tidak mungkin Ia akan
   benar-benar meninggalkan dan membinasakan umat manusia. Karena itu,
   karya Kristus akan mendamaikan semua umat manusia dengan Allah.
   Artinya, tidak akan ada yang binasa selama-lamanya.

   Pandangan ini menggunakan beberapa ayat Alkitab berikut ini.
   Pertama, "Kristus itu harus tinggal di surga sampai waktu pemulihan
   segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan
   nabi-nabi-Nya yang kudus di zaman dahulu" (Kis. 3:21). Ayat
   tersebut mereka katakan dengan menekankan frasa "segala sesuatu",
   yang bisa diartikan juga bahwa malaikat yang memberontak, yang
   telah menjadi setan pada akhirnya juga akan dipulihkan menjadi
   malaikat-malaikat surgawi. Kedua, "Sebab Allah mendamaikan dunia
   dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan
   pelanggaran mereka" (2Kor. 5:19). Ayat ini menunjukkan bahwa
   sesungguhnya segala pelanggaran tidak akan diperhitungkan oleh
   Allah di dalam Kristus. Ketiga, "Segala lidah akan mengaku: Yesus
   Kristus adalah Tuhan" (Flp. 2:11). Pada akhirnya, semua akan
   percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan karena itu, semua manusia
   pasti akan diselamatkan.

   Penganut universalisme menafsirkan ayat-ayat Alkitab secara
   serampangan. Padahal ayat-ayat tersebut harus ditafsirkan dengan
   melihat ayat-ayat Alkitab yang lain. Karena di dalam Alkitab tidak
   ada pertentangan ayat, tetapi satu sama lain saling melengkapi dan
   mendukung. Jika benar bahwa pada akhirnya semua manusia akan
   diselamatkan, tidak ada ayat dalam Aikitab yang menuliskan
   sebaliknya. Sebaliknya, Alkitab sering menandaskan bahwa orang yang
   tidak percaya kepada Yesus sebagai jalan keselamatan akan mengalami
   kesengsaraan dalam hukuman Allah.

   Beberapa ayat tersebut di antaranya, pertama, "Dan setiap orang
   yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu,
   ia dilemparkan ke dalam lautan api" (Why. 20:15). Kedua,
   "Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa
   tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak
   percaya dalam nama Anak Tunggal Allah" (Yoh. 3:18). Ketiga,
   "Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah
   ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-
   malaikatnya. Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang
   kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal" (Mat. 25:41,
   46).

   Alkitab menuliskan bahwa manusia yang tidak percaya pasti akan
   mengalami hukuman kekal. Jika demikian, ayat-ayat yang digunakan
   oleh kaum universalisme sebenarnya tidak ditafsirkan dalam konteks
   yang benar dan cara yang benar.

3. PAHAM PEMUSNAHAN

   Paham pemusnahan percaya bahwa orang yang tidak bertobat nasibnya
   akan seperti binatang, yakni mereka akan dimusnahkan sama sekali
   sehingga tidak perlu ada neraka. Paham ini bersumber dari paham
   ateis dan materialisme yang menyimpulkan bahwa setiap yang mati,
   tidak akan lagi hidup setelahnya. Artinya, setelah mati roh manusia
   yang tidak percaya sebenarnya tidak ada lagi, atau sudah
   dimusnahkan. Paham ini keliru sebab Alkitab jelas mengungkapkan
   bahwa manusia memiliki alam kekekalan. Termasuk di dalamnya,
   Alkitab tidak pernah menyatakan bahwa orang jahat akan dimusnahkan
   dan tidak dihukum.

4. PAHAM YANG BERPENDAPAT ADA KESEMPATAN SETELAH MATI

   Paham ini percaya bahwa orang berdosa dapat mengalami pertobatan
   setelah kematian. Jika saudaranya atau kerabatnya mendoakannya,
   orang mati akan memiliki kemungkinan untuk diampuni dosanya dan
   mengalami pertobatan. Dengan demikian, ia tidak akan mengalami
   hukuman kekal. Pandangan ini juga tampak dalam ajaran reinkarnasi
   yang menyatakan bahwa manusia yang berkelakuan buruk akan berubah
   menjadi binatang atau sesuatu yang buruk sehingga dalam keadaan
   demikian diharapkan mereka akan menyadari kesalahannya serta
   memperbaiki kelakuannya. Dalam usaha memperbaiki kelakuan, orang
   yang telah bereinkarnasi akan berubah lagi menjadi baik bahkan
   dapat langsung diangkat dan bersatu dengan Allah.

   Pandangan universalisme, pemusnahan, dan paham yang percaya adanya
   kesempatan kedua sama sekali bukan merupakan ajaran Alkitab yang
   sehat. Selain itu, ajaran ini akan membuat manusia semakin tidak
   mengindahkan hukum-hukum Tuhan yang pada akhirnya dapat membuat
   orang bertambah jahat dan serakah. Sedangkan pemahaman akan ajaran
   Alkitab akan menolong orang untuk hidup bijaksana dan mengerjakan
   apa yang baik dan yang berkenan kepada Tuhan serta menjauhi yang
   jahat.

B. Kehidupan Setelah Kematian Tubuh

Rahasia yang selalu menjadi pertanyaan manusia adalah, apakah ada
kehidupan setelah kematian. Kematian itu memang suatu misteri yang
tidak dapat diselidiki oleh orang berilmu sekalipun. Bagi akal
manusia, dunia yang akan datang itu penuh rahasia, di luar kemampuan
manusia untuk menerobosnya. Tetapi bagi orang Kristen tidaklah
demikian. Allah telah membuka tabirnya dalam terang firman-Nya.
Rahasia setelah kematian itu dikemukakan dalam poin-poin di bawah
ini.

1. ROH MANUSIA MASUK KE TEMPAT PENANTIAN

   Alkitab menjelaskan bahwa orang yang mati, rohnya akan masuk ke
   dalam tempat penantian atau dunia orang mati. Tempat penantian atau
   dunia orang mati itu dibagi menjadi dua ruangan besar, yaitu
   pertama, bagi orang yang tidak percaya bahwa keselamatan hanya di
   dalam Yesus akan masuk ke dalam tempat penantian yang disebut
   dengan hades. Hades adalah tempat penantian, bukan neraka, tetapi
   sudah seperti neraka. Di tempat ini ada penderitaan akan nyala api.
   Orang-orang di dalamnya sudah merasakan penderitaan dan kesakitan
   yang hebat sambil menunggu penghakiman terakhir oleh Yesus Kristus,
   untuk kemudian mereka pasti dimasukkan ke neraka, tempat hukuman
   kekal itu. Orang yang masuk dalam hades pada waktu Yesus datang
   kedua kali akan dihakimi dan mereka akan menyesal bahwa selama
   hidupnya dalam dunia mereka tidak percaya kepada Tuhan Yesus
   Kristus. Waktu kedatangan Tuhan Yesus itu adalah saat yang paling
   mulia sehingga orang yang masuk dalam hades akan bertelut sambil
   tertunduk malu, menyesal, dan lidah mereka akan mengaku bahwa Yesus
   Kristus itu sungguh-sungguh Tuhan dan Juru Selamat.

   Kedua, tempat penantian upah surgawi. Tempat penantian ini
   berisikan orang-orang yang selama hidup di dalam dunia sungguh
   percaya kepada Yesus, melayani, dan rela berkorban demi kesaksian
   akan nama Yesus. Tempat ini disebut firdaus dan ini bukan surga.
   Surga itu baru dapat dirasakan oleh semua orang percaya ketika
   Yesus sudah datang kedua kali dan menjadi hakim yang adil (bdg.
   Why. 20:11-13). Alkitab mencatat bahwa surga yang sesungguhnya
   turun dari Allah segera sesudah hari penghakiman itu (Why. 21:1-3).
   Manusia yang ada dalam firdaus tidak akan merasakan kesakitan
   karena nyala api. Roh mereka sudah mengalami kesejukan dan
   kenyamanan sehingga boleh disebut, kendatipun firdaus bukan surga,
   tetapi sudah seperti surga. Di surga itulah orang percaya akan
   mengalami kenikmatan dan kebahagiaan kekal yang sejati, yaitu
   ketika roh manusia disatukan dengan tubuh yang sudah diperbarui dan
   menikmati anugerah kekal Allah itu. Sementara di firdaus, yang
   merasakan kenikmatan tersebut barulah roh manusia saja. Mereka
   menanti penghakiman Yesus dan mereka akan muncul dalam keadaan
   dibenarkan oleh Yesus Kristus. Penghakiman atas mereka yang berada
   di firdaus hanya untuk menunjukkan upah mereka masing-masing sesuai
   dengan seberapa efektif dan efisien usaha mereka dalam
   mendayagunakan karunia dan talenta yang Tuhan berikan ketika mereka
   hidup dalam dunia.

2. ORANG MATI TIDAK DAPAT BERJUMPA DENGAN ORANG HIDUP

   Roh manusia yang sudah mati tidak mungkin dapat bertemu dengan
   manusia yang hidup. Ketika orang meninggal dunia, rohnya langsung
   dikuasai oleh Allah pencipta, karena itu roh tersebut tidak mungkin
   dapat bepergian semaunya seperti ketika hidup dalam dunia fana ini,
   seperti yang ditulis oleh Salomo, "Dan debu kembali menjadi tanah
   seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya"
   (Pkh. 12:7).

   Pada kasus orang kaya dan Lazarus, ada sedikit tersirat bahwa roh
   manusia yang telah mati tidak mungkin dapat berpindah tempat, ia
   sudah merasakan kebahagiaan atau kesakitan (Luk. 16:19-31). Jadi,
   manusia tidak dapat berubah menjadi setan, juga tidak dapat
   menjumpai sanak familinya yang masih hidup dalam dunia fana.
   Pengalaman banyak orang yang bertemu dengan roh sanak familinya
   yang sudah meninggal adalah pengalaman yang memang bisa terjadi.
   Namun, bukan berarti yang menjumpai manusia yang hidup adalah benar-
   benar sanak famili mereka. Itu adalah wujud setan yang hendak
   menipu manusia yang pada akhirnya tidak akan membawa manusia untuk
   dekat dengan Allah.

   Catatan Alkitab bahwa roh orang mati tidak dapat bertemu dengan
   orang hidup seharusnya membuat keluarga-keluarga yang saudaranya
   meninggal dunia tidak perlu lagi menyembahyangi orang yang telah
   meninggal tersebut, memberi sesuatu, bahkan merasa ketakutan akan
   diganggu oleh roh orang yang sudah meninggal. Memang, dalam
   kebudayaan tertentu ada yang berkeyakinan bahwa setelah orang mati,
   rohnya tidak langsung pergi ke tempat yang jauh. Sebagai contoh,
   jika seseorang mati/meninggal dunia, selama tiga hari pertama masih
   berdiam di dalam rumah, karena itu acara "slametan/syukuran" wajib
   diselenggarakan. Kemudian ada acara serupa untuk tujuh hari atau
   umumnya empat puluh hari. Karena sampai genap waktu empat puluh
   hari roh orang mati tersebut masih ada di sekitar rumah dan
   halaman/kampung. Setelah itu, ada peringatan seratus hari karena
   roh orang itu masih di sekitar kota di mana sebelumnya ia tinggal.
   Terakhir, ada acara seribu hari untuk melepaskan orang yang mati
   itu untuk pergi selama-lamanya karena selama waktu itu ia masih
   bergentayangan di bumi ini. Jikalau keluarga tidak mengadakan
   slametan, syukuran, atau bahkan dilegalisir secara Kristen, tidak
   mengadakan doa, dikhawatirkan roh orang mati tersebut akan marah
   dan dapat mengganggu, atau juga tidak akan tenang di alam "sana".
   Iman Kristen berkeyakinan bahwa roh orang mati tidak dapat bertemu
   dengan orang hidup.

3. BUKANKAH ALKITAB PERNAH MENCATAT ORANG HIDUP BERTEMU ORANG MATI?

   Pada waktu Yesus sedang berdoa ditemani dengan para murid, para
   murid melihat suatu peristiwa mulia, yakni Yesus sedang bercakap-
   cakap dengan Elia dan Musa (Mat. 17:3; Luk. 9:30). Yesus, orang
   yang hidup itu, bertemu dengan Elia dan Musa yang sudah mati itu.
   Dalam konteks ini, pertanyaan di atas benar. Tetapi harus dicermati
   bahwa yang bertemu itu Yesus; walaupun Ia manusia, tetapi Ia juga
   Tuhan. Ia berkuasa atas dunia orang mati. Ia dapat saja bertemu
   dengan orang-orang di sana. Namun, bukankah para murid melihat
   mereka? Apakah itu berarti orang hidup dapat melihat orang yang
   sudah mati? Kasus ini seharusnya tidak dijadikan ukuran normatif.
   Alkitab pernah mencatat kasus-kasus khusus yang tidak akan pernah
   terulang kembali seperti contoh di atas.

   Ada kasus lain, yakni Saul bertemu dengan roh Samuel di Endor
   (1Sam. 28). Kasus ini menarik dan cukup menjadi perdebatan di
   kalangan Kristen. Perdebatan itu terjadi di seputar pertanyaan
   apakah benar yang menjumpai Saul itu rohnya Samuel. Karena itu,
   mari kita perhatikan dua pandangan berikut.

   a. Bukan rohnya Samuel, tetapi setan yang menyamar

   Pandangan ini memiliki beberapa alasan. Pertama, Perjanjian Lama
   melarang dengan tegas: manusia tidak boleh berhubungan dengan arwah
   orang mati. Jika manusia melanggarnya, manusia akan dihukum berat
   oleh Tuhan (Ul. 18:10-12; Im 20:6, 27). Jika Allah telah melarang,
   tidak mungkin Samuel datang kepada Saul dengan menyatakan ulang apa
   yang Tuhan telah lakukan kepada Saul. Allah tidak mungkin berbicara
   melalui orang mati.

   Kedua, Allah yang berkuasa atas roh Samuel telah memutuskan
   hubungan dengan Saul, kendatipun Saul telah berusaha menjumpai-Nya
   dengan instrumen yang telah Allah sediakan (1Sam. 28:6). Adalah
   suatu kemustahilan kalau Allah mengizinkan ditemui oleh Saul dengan
   cara-cara yang Ia sendiri tidak sukai. Allah berfirman, "Janganlah
   kamu berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal; janganlah
   kamu mencari mereka dan dengan demikian menjadi najis karena
   mereka; Akulah Tuhan Allahmu. (Im. 19:31; bdg. Ul. 18:10-11).

   Ketiga, waktu itu perempuan peramal mengatakan bahwa ia melihat
   seorang berkerudung, lalu Saul sendirilah yang menyimpulkan bahwa
   itu Samuel. Jadi, sebenarnya tidak jelas siapa yang tampil kepada
   Saul. Ada kemungkinan, dalam kepanikannya saat itu, Saul salah
   menafsirkan. Kalau Alkitab kemudian mencatat dengan memakai nama
   Samuel, itu hanya menunjukkan bahwa itu hanyalah anggapan Saul.

   Keempat, bukti-bukti Alkitab yang lain tidak mendukung bahwa itu
   roh Samuel. Dalam Lukas 16:19-31, diceritakan bahwa orang yang
   sudah mati tidak dapat menjumpai orang yang masih hidup. Konteks
   yang ada di sini adalah orang mati di tempat penantian yang berbeda
   dapat saling melihat. Orang kaya itu meminta agar Abraham menyuruh
   Lazarus pergi menjumpai saudara-saudaranya. Mengapa ia tidak pergi
   sendiri dan memberitahukan kepada saudaranya? Jawabnya karena orang
   kaya itu sudah dapat merasakan bahwa ia tidak berdaya dan tidak
   mungkin pergi kepada saudaranya yang masih hidup. Kemudian ia
   berpikir bahwa Lazaruslah yang dapat pergi karena tidak sedang
   dalam hukuman. Kenyataannya, Lazarus tidak pergi, bukan karena
   tidak mau, tetapi ia tahu bahwa ia tidak akan bisa pergi. Pastilah
   seandainya bisa, Lazarus akan memperingatkan saudara-saudara orang
   kaya itu agar nasibnya nanti tidak sama dengan si kaya yang ada
   dalam penghukuman itu. Bukankah perbuatan memperingatkan orang
   jahat agar berbalik kepada Tuhan merupakan suatu tindakan mulia dan
   diperkenan oleh Tuhan? Namun demikian, tindakan untuk itu hanya
   dapat dilakukan oleh orang yang masih hidup. Pengkhotbah 12:7
   mencatat bahwa roh orang mati ada di tangan Tuhan. Jika roh manusia
   ada di tangan Tuhan yang berkuasa, dapatkah ia berjalan-jalan
   membebaskan diri dan menjumpai orang hidup sekehendaknya sendiri?

   b. Ada pandangan bahwa orang hidup berjumpa dengan orang mati

   Itu berarti yang dijumpai oleh Saul bisa jadi adalah benar roh
   Samuel. Beberapa alasan yang mendukung ialah, pertama, Jika ada
   larangan Tuhan bahwa manusia tidak boleh berhubungan dengan roh-roh
   orang mati, secara logika sederhana, hal itu bisa berarti bahwa
   manusia dapat saja berhubungan dengan orang mati, hanya hal seperti
   itu dilarang Tuhan. Maka, peristiwa Saul berjumpa dengan Samuel itu
   benar ada, tetapi pasti tidak disukai oleh Tuhan.

   Kedua, fakta pertemuan Yesus-Musa-Elia yang dapat dilihat kasat
   mata oleh para murid membuktikan bahwa sesungguhnya orang hidup
   dapat saja melihat orang yang sudah mati. Memang Elia, dicatat oleh
   Alkitab, bukan mati, tetapi diangkat naik ke Surga; "Sedang mereka
   berjalan terus sambil berkata-kata, tiba-tiba datanglah kereta
   berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke
   Surga dalam angin badai" (2Raj. 2:11). Namun, harus diingat bahwa
   Musa mati seperti yang dicatat dalam Ulangan 34:5; "Lalu matilah
   Musa, hamba Tuhan itu, di sana di tanah Moab, sesuai dengan firman
   Tuhan." Jika ada peristiwa dalam Alkitab demikian, tidak boleh
   orang berpendapat secara membabi buta bahwa tidak mungkin orang
   yang sudah meninggal dunia dapat dijumpai atau dilihat oleh orang
   yang masih hidup.

   Saya berpendapat bahwa pandangan pertama yang benar, tetapi saya
   tidak menyepelekan pandangan yang kedua. Tuhan itu besar dan tidak
   terjangkau oleh pikiran manusia. Karena itu, jika seandainya Ia
   mengizinkan roh orang mati untuk waktu yang sangat singkat bertemu
   dengan orang yang hidup, tentulah tujuannya adalah agar manusia
   memuliakan-Nya. Kasus Yesus bertemu Elia dan Musa, kasus Saul di
   Endor, bukan menunjukkan bahwa semua itu akan terjadi pada masa-
   masa sesudahnya. Larangan Tuhan agar tidak berhubungan dengan orang
   mati bukan berarti manusia dapat bertemu dengan orang mati, tetapi
   karena ada kebiasaan orang-orang pada konteks tersebut untuk selalu
   bertanya kepada arwah-arwah melalui peramal dan penenung sehingga
   Tuhan tidak ingin umat-Nya tersesat dengan cara yang tidak benar
   itu. Perilaku berdoa untuk minta petunjuk di depan kuburan, foto,
   atau debu dari seseorang yang sudah meninggal dunia, dan mendoakan
   arwah bukanlah sikap kristiani yang sejati. Melepas burung pada
   waktu pemakaman, meletakkan buah semangka agar dilindas oleh mobil
   pengangkut jenazah, dan sebagainya yang sarat dengan muatan mistik,
   termasuk memberi makanan atau sesajen, bukanlah cara yang muncul
   karena refleksi iman kristiani sejati. Tradisi-tradisi yang
   bertentangan dengan Alkitab hendaknya tidak lagi diteruskan oleh
   umat Tuhan yang sudah menerima karya keselamatan di dalam dan
   melalui Tuhan Yesus Kristus.

======================================================================

Sumber diedit dari:
Judul buku   : Manusia dari Penciptaan Sampai Kekekalan
Judul artikel: Manusia dan Kekekalan (1): Manusia dan Dunia Orang Mati
Penerbit     : Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang 2002
Penulis      : Hendra Rey
Halaman      : 113--123

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org