|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/e-reformed/119 |
|
e-Reformed edisi 119 (30-3-2010)
|
|
______________________Milis Publikasi e-Reformed______________________
Dear e-Reformed Netters,
Selamat bertemu kembali. Saya minta maaf sebesar-besarnya karena e-
Reformed edisi Maret ini terlambat terbit. Tema yang diangkat adalah
Paskah karena edisi ini sebenarnya memang dipersiapkan untuk
menyambut Paskah.
Khotbah Pdt. Stephen Tong, yang dijadikan artikel di bawah ini
sangat padat dengan uraian-uraian teologis yang penting tentang
keyakinan iman kita akan Kristus yang bangkit dalam kemenangan. Inti
khotbah beliau tercermin dalam beberapa kalimat yang saya kutipkan
di bawah ini:
"Mengapa kita menjadi orang Kristen; mengapa kita harus
menekankan begitu rupa akan kematian dan kebangkitan Kristus?
Karena Injillah yang paling penting. Injil adalah rencana Allah
dan pengharapan bagi dunia."
Inilah yang seharusnya menjadi fokus bagi jemaat dan gereja Tuhan,
yaitu bahwa Injil adalah berita yang paling penting untuk
dikumandangkan kepada jemaat dan kepada dunia. Jika tidak, maka
gereja akan kehilangan misi-Nya dan gereja bukan lagi gereja, karena
yang ada hanya papan nama gereja saja. Apakah saat ini gereja Anda
mengumandangkan berita Injil? Apakah hidup Anda berpusat pada berita
Injil? Melalui khotbah Paskah ini mari kita renungkan lebih jauh,
apa yang seharusnya kita pentingkan dalam hidup ini dan apa yang
harus gereja pentingkan saat ini?
In Christ,
Yulia
http://reformed.sabda.org
http://fb.sabda.org/reformed
----------------------------------------------------------------------
Kristus, Buah Sulung Kebangkitan *)
(Oleh: Pdt. Dr. Stephen Tong)
*) Artikel ini disarikan dari khotbah yang disampaikan pada
Kebaktian Paskah, 2000.
Percayakah Saudara bahwa Yesus sudah bangkit?
Percaya.
Yesus bangkit memberi kuasa yang terbesar bagi manusia; tapi mengapa
hidupmu begitu tidak bergairah? Biarlah orang Kristen di dalam
keadaan apa pun tetap bersemangat, karena kita tahu, Yesus yang
bangkit menyertai kita. Puji Tuhan!
Nas: 1 Korintus 15:20-28, 44-45
Hari yang paling penting bagi gereja mula-mula bukanlah hari Natal,
melainkan hari Paskah. Mengapa?
Manusia mulai menyadari bahwa titik akhir dari kehidupan bukanlah
kematian. Setelah Kristus bangkit dari antara orang mati, keyakinan
manusia terhadap kebangkitan-Nya adalah harapan baru untuk mengubah
seluruh suasana kerajaan Romawi yang penuh dengan penindasan,
perbudakan, ketidakadilan, segala macam kejahatan, imoralitas, dan
dosa-dosa yang luar biasa. Kerajaan Roma begitu luas, menjangkau
Asia Barat, Afrika Utara, dan hampir seluruh Eropa. Namun di dalam
kerajaan yang paling besar, yang paling berkuasa dalam sepanjang
sejarah di dunia Barat ini kita menemukan hidup manusia yang penuh
dengan keluhan dan tidak memunyai pengharapan. Kecuali mereka yang
memiliki kedudukan tinggi dan kuasa yang besar di dalam kerajaan
tersebut, sebagian besar manusia saat itu hidup sebagai budak yang
diperjualbelikan, tidak memunyai kemerdekaan yang selayaknya
dinikmati oleh manusia pada umumnya. Kedatangan Yesus ke dunia
merubah seluruh situasi, bahkan seluruh nasib umat manusia.
Kelahiran Yesus adalah pemberian Allah yang terbesar bagi umat
manusia. Kitab Suci menuliskan: Firman itu telah menjadi daging dan
tinggal di tengah-tengah kita, penuh dengan anugerah dan kebenaran;
dua hal yang sangat dibutuhkan umat manusia.
Umat manusia membutuhkan anugerah agar hidupnya tidak mengarah pada
maut, yang dibelenggu oleh dosa, hidup yang gelap, yang tidak
memunyai arah di dalam kekekalan. Manusia membutuhkan anugerah,
belas kasihan dan kita menatapnya dengan penuh penantian.
Berkat dari siapakah yang kita nantikan? Dari raja, jenderal, atau
dari para konglomerat?
Itu semua hanya omong kosong.
Lalu berkat siapa yang kita nantikan?
Manusia di dunia tidak memunyai kekuatan untuk sekedar memelihara
diri, kita membutuhkan anugerah Allah, Sang Pencipta yang rahmani
dan rahimi.
Apakah yang diperlukan oleh dunia ini?
Kebenaran.
Pada saat Yesus di dunia, filsuf-filsuf Yunani, mulai dari Thales,
Anaximandros, Anaximenes, Lucresius, Demokritos, Aristoteles sampai
ke Plato, Sokrates sudah mengalami jalan buntu. Mereka mencari
kebijaksanaan, ingin mengetahui semua rahasia penting yang ada di
alam semesta, namun ketika mereka menyelidiki hal-hal yang ada di
luar manusia, mereka melupakan apa yang ada di dalam dirinya. Maka,
kebijaksanaan yang terdapat di dalam filsafat hanya merupakan
permainan dari pengetahuan yang tidak mampu menolong atau mengubah
situasi ketidakadilan yang terdapat di dalam masyarakat.
Meskipun kebudayaan Yunani telah menanamkan modal yang penting
sekali dalam membentuk masyarakat yang adil, membentuk pemikiran
tentang siapakah manusia yang paling ideal, yaitu mereka yang
memiliki bijaksana, keadilan, keberanian, dan tahan nafsu, tetapi
nyatanya pada zaman Romawi keempat hal tersebut tidak memunyai
kekuatan apa-apa. Buktinya, orang Romawi berpikir tentang keadilan,
namun mereka melakukan hal yang sama sekali tidak adil di
pengadilan. Mereka berbicara tentang bijaksana, tapi pada waktu
mereka dihadapkan dengan masalah untung rugi, mereka tidak
menghiraukan semua hal yang pernah mereka pelajari itu. Mereka
berbicara tentang keberanian, tapi keberanian malah berubah menjadi
kebuasan, ke mana saja mereka menjajah selalu membunuh rakyat
setempat dengan sewenang-wenang. Mereka berbicara tentang menahan
nafsu, hal itu pun tidak terwujud. Buktinya, orang yang paling tidak
bisa menahan nafsu adalah para kaisar di istana. Mereka tidak bisa
menjadi contoh bagi para pejabat, begitu juga pejabat tidak bisa
menjadi contoh bagi rakyat, rakyat juga tidak bisa menjadi contoh
bagi anak-anak mereka yang sedang bertumbuh. Yang ada di dalam
kerajaan itu hanyalah kuasa untuk membunuh, kuasa militer, dan bukan
kuasa untuk membangun manusia, bukan kuasa moral untuk meningkatkan
karakter manusia, bukan kuasa untuk memberi pengharapan bagi
manusia. Itulah saatnya Yesus turun ke dunia.
Yesus turun ke dunia. Allah menjelma menjadi manusia yang berdaging,
hidup di tengah-tengah kita. Memang kalimat itu sudah terlalu sering
kita dengar, tetapi bayangkanlah, di dalam kerajaan Romawi, Allah
yang bukan Yupiter, Mars, Arial, Venus, Merkurius, Hermes, ataupun
dewa-dewa di bukit Olympus; melainkan Allah yang Mahatinggi, Allah
Yang Esa, Dialah Allah yang menjelma menjadi manusia. Namun
herannya, Allah justru memakai bahasa Yunani dan bukan bahasa lbrani
sebagai bahasa pengantar Perjanjian Baru. Mengapa? Karena bahasa
yang digunakan pada masa itu dan yang paling diterima oleh kalangan
atas adalah bahasa Yunani, itulah sebabnya Injil tidak ditulis dalam
bahasa lbrani melainkan bahasa Yunani, untuk menyatakan bahwa
kehendak dan rencana keselamatan yang Allah berikan adalah bagi
seluruh umat manusia. Di sini kita mendapatkan prinsip ini: bahasa
adalah untuk Injil, Injil bukan untuk bahasa; kebudayaan adalah
untuk Injil, Injil bukan untuk kebudayaan. Pada waktu kita masuk ke
dalam gereja, pada waktu kita memberitakan Injil ke dunia,
tinggalkanlah monopoli bahasa dan budaya. Jadilah global, supaya
Injil bisa diberitakan ke seluruh muka bumi.
Ada orang yang bertanya kepada saya, mengapa pada hari Pentakosta,
saat Roh Kudus turun, ada karunia lidah? Saya menjawab dengan dua
alasan. Pertama, karunia lidah diberikan supaya mereka yang tadinya
tidak mengerti Injil bisa mengerti Injil. Tetapi sekarang, yang
disebut "karunia lidah" justru membuat orang yang sudah mengerti
menjadi tidak mengerti. Alasan yang kedua, agar gereja tahu bahwa
Injil bukan hanya untuk satu bangsa -- Israel -- melainkan untuk
seluruh umat manusia. Yesus mati untuk menebus dosa manusia dari
segala bangsa, segala suku, segala bahasa, dengan darah-Nya, agar
mereka kembali menjadi milik Allah. Apa yang Yesus bawa ketika Dia
datang ke dunia? Firman menjadi daging, hidup di tengah-tengah kita,
untuk membawa anugerah dan kebenaran.
Sejak masa Helenistik, empat abad sebelum Kristus sampai empat abad
setelah Kristus -- selama 800 tahun itu -- orang-orang mulai
berpikir tentang apa arti hidup; mengapa saya hidup. Mereka terbagi
dalam tiga arus yang besar:
1. Stoasisme; hidup untuk mencari kebajikan, bukan hanya mencari uang
saja.
2. Epikurianisme; hidup untuk mencari bahagia.
3. Skeptisisme; merasa bingung, tidak mengerti untuk apa mereka hidup.
Saya percaya, Pilatus mewakili orang-orang yang tidak bisa memberi
jawaban mengenai apa itu kebenaran. Terbukti pada waktu dia bertanya
kepada Yesus dengan nada memaksa: "Tidak tahukah kamu, bahwa aku
memunyai kuasa untuk menjatuhkan hukuman yang menentukan hidup mati-
Mu?" Yesus yang sejak semula membungkam mulai angkat bicara. Itulah
saat yang tepat untuk Yesus harus mengoreksi pemikiran para penguasa
dunia. Kata-Nya kepada Pilatus, "Bukan kamu yang berkuasa. Dengan
sesungguh-sungguhnya Aku berkata kepadamu, jika Bapa-Ku yang di
sorga tidak memberi kuasa kepadamu, kamu tidak berhak melakukan apa
pun terhadap Aku." Di sini, Yesus menegaskan bahwa hak dan kuasa
pemerintahan harus berada di bawah kuasa Allah. Itulah sebabnya
dalam 1 Korintus 15 dituliskan: semua penguasa akan dilenyapkan oleh
Kristus, sebab Kristuslah pemerintah dan penguasa yang tertinggi dan
yang terakhir. Ini bukan main-main. Kristus yang Saudara kabarkan,
yang kepada-Nya Saudara berdoa, yang Saudara sembah, bukanlah
Kristus yang lemah. Dialah Kristus yang mengalahkan maut, dosa,
setan, dan pada hari terakhir nanti, Dia akan memusnahkan semua
pemerintah maupun semua penguasa di dunia. Dia sendiri akan
memerintah sebagai Raja di atas segala raja. Dengan status itulah
Dia memandang para penguasa yang berbicara sewenang-wenang dan Dia
menunggu dengan sabar.
Anak Domba Allah ini sebenarnya adalah Singa dari Yehuda. Oleh
karena itu, saat Dia mendengar orang yang bernama Pilatus berbicara
dengan sewenang-wenang, "Tidak tahukah Kamu bahwa aku berkuasa untuk
membunuh Kamu?", Yesus menjawab, "Jikalau bukan Bapa-Ku yang
memberimu kuasa, kamu tidak bisa berbuat apa pun atas diri-Ku. Namun
demikian, Aku berkata kepadamu, Akulah Raja orang Yahudi. Aku datang
ke dunia untuk menjadi saksi bagi kebenaran." Sejarah filosofi
kekaisaran Romawi dan Yunani yang panjang berakhir pada pernyataan
skeptis Pilatus ini, ketika ia bertanya, "Apa itu kebenaran?"
Kristus lalu menyatakan, "Aku adalah saksi kebenaran." Sebenarnya
Pilatus bukannya bertanya. Motivasi manusia bertanya bisa karena
ingin tahu, ingin percaya, atau karena tidak mau percaya dan ingin
menjatuhkan/menghina orang yang memberitakan firman Tuhan. Pilatus
mengajukan pertanyaan itu untuk menyatakan penghinaannya terhadap
kebenaran. Maka Tuhan tidak menjawab dan Pilatus juga tidak bertanya
lagi. Itulah kalimat terakhir di dalam pertemuan antara Anak Allah
yang begitu merendahkan diri dengan anak manusia yang begitu
meninggikan diri. Sejak detik itu, Pilatus tidak memunyai kesempatan
untuk bertemu dengan Yesus lagi. Pilatus sudah diberi kesempatan,
tapi dia meremehkannya.
Inilah pertemuan yang paling kritis, paling ironis, paradoks, dan
inspiratif di dalam sepanjang sejarah. Dari zaman ke zaman, kita
perlu merenungkan saat-saat Yesus paling merendahkan diri, perkataan
apa yang Dia lontarkan? Dan kala manusia paling congkak, perkataan
apa yang dia ucapkan? Saat Yesus paling merendahkan diri, Dia
berkata, "Aku adalah saksi dari kebenaran." Kala manusia begitu
congkak, dia berkata, "Apa itu kebenaran?" Sampai sekarang, sejarah
terus berada di dua jalur ini: percaya kepada Tuhan lalu mendapat
anugerah dan kebenaran, atau menghina anugerah dan kebenaran lalu
akhirnya harus mati di dalam dosa. Setelah pengadilan yang tidak
adil itu selesai, Pilatus membiarkan Yesus dikenakan mahkota duri,
dikenakan pakaian yang mempermalukan diri-Nya dan dicambuk.
Kalau Saudara pernah menyaksikan lukisan Mathias Grundewall, seorang
Jerman, hatimu tidak mungkin tidak tersentuh. Grundewall melukiskan
daging di tubuh Kristus tidak lagi licin, tapi membengkak dan
membiru akibat duri yang dipasang pada ujung cambuk itu menusuk
badan-Nya. Ketika cambuk itu ditarik, keluarlah darah yang bercampur
dengan karat di sekujur tubuh-Nya. Begitu mengerikan. Di dalam
sejarah, tidak ada orang yang mungkin, atau pernah melukis lukisan
Yesus dipaku di atas kayu salib sebaik lukisan Mathis Grunewald.
Yang heran adalah, dia memakai pemikiran yang berbeda dengan
pemikiran pelukis-pelukis lain. Dia melukiskan Yohanes Pembaptis,
yang sudah mati, berdiri di samping Tuhan Yesus. Karena di dalam
pikirannya, kesementaraan bisa disejajarkan dengan kekekalan:
Yohanes Pembaptis memegang sebuah kitab di tangannya, sambil
menunjuk pada Yesus yang tersalib. Wajahnya seolah-olah berkata
kepada orang yang menyaksikan lukisan itu, "Lihatlah Anak Domba
Allah yang menghapus dosa dunia." Di sebelah kanannya terdapat
Maria, ibu Yesus secara jasmani yang menangis dengan kesedihan yang
luar biasa. Kepalanya, bahkan seluruh tubuhnya membungkuk ke bawah
karena dia tak tahan menyaksikan ketidakadilan yang diperlakukan
atas diri Yesus. Salib memang merupakan sindiran bagi dunia. Adakah
kebenaran? Adakah kasih? Adakah kebajikan? Adakah keadilan?
Jika manusia memang memunyai kebudayaan selama ribuan tahun, izinkan
saya bertanya, mengapa orang yang baik seperti Yesus Kristus harus
diperlakukan seperti itu? Jawablah hai manusia! Untuk apa Saudara
dididik dan dididik sampai sekolah tinggi, lalu setelah menjadi
orang yang tertinggi di bidang politik atau kebudayaan, malah
melakukan ketidakadilan seperti itu? Coba buktikan kalau manusia
sudah maju, sudah bermoral! Buktikan bahwa kerajaan yang terbesar
itu telah melakukan hal yang terbaik! Semuanya terbalik! Pada waktu
Yesus disalib, di sanalah keadilan dikalahkan oleh ketidakadilan,
kesucian dikalahkan oleh kenajisan, kebajikan dikalahkan oleh
kejahatan; Allah dikalahkan oleh orang berdosa. Itulah sebabnya,
jika Yesus tidak bangkit, tidak ada pengharapan untuk dunia ini.
Jika Yesus tidak bangkit, kebudayaan justru akan menyatakan
kerusakan manusia yang konon sudah menjadi semakin hebat.
Pada zaman Romawi, manusia merayakan kesuksesan, namun kesuksesan
berakhir dengan kegagalan yang terbesar karena mereka tidak bisa
memperlakukan Yesus -- orang yang paling baik di dalam sejarah --
dengan adil, bahkan harus dipaku di atas kayu salib. Itulah sebabnya
Paulus berkata: "Jika Yesus tidak bangkit, sia-sialah apa yang aku
beritakan." Jika Yesus tidak bangkit, apa yang Saudara percaya
adalah omong kosong belaka. Jika Yesus tidak bangkit, percumalah
hidup kita di dunia. Jika Yesus tidak bangkit, berarti kita hanya
berhadapan dengan Yesus yang hanya hidup selama 33,5 tahun saja.
Jika Yesus tidak bangkit, pengharapan kita hanya di dunia ini saja.
Jika Yesus tidak bangkit, di antara semua manusia yang pernah hidup
di dunia, kita adalah orang yang paling malang. Kalau Dia adalah
orang mati yang tidak pernah bangkit, buat apa kita percaya kepada-
Nya? Kita perlu menyadari, secara agama, kekristenan kalah dengan
agama Buddha, Islam, Katolik, dan agama apa pun. Secara agama, kita
kurang mistis, liturgis, serta kurang unsur-unsur lain yang
diperlukan untuk membentuk satu agama yang besar. Tapi lepas dari
semua itu, kita memunyai Kristus yang mati dan bangkit, yang tidak
terdapat di dalam agama mana pun. Itulah yang membuat kita hidup.
Jika orang Kristen Protestan tidak tahu hal ini, dia pasti akan
memasuki era pascakekristenan; seperti halnya kekristenan di Eropa,
gereja-gereja besar yang bisa memuat 20.000 orang, sekarang hanya
dihadiri oleh 120 atau 200 orang, sisanya untuk para turis berfoto,
menikmati arsitektur Gotik, Rokoko, Barok, dan menjadi tempat cari
uang bagi para pemandu wisata.
Apakah kekristenan itu? Kalau orang Kristen tidak lagi percaya
kepada Kristus yang lahir, mati, dan bangkit untuk kita, kekristenan
hanya menjadi salah satu atraksi bagi para turis saja. Paulus
berkata, "Celakalah kamu, jika kamu tidak percaya Yesus bangkit."
Kebangkitan Yesus menjadi pengharapan terbesar bagi kita dan membuat
kita berbeda dengan semua agama lain. Pendiri-pendiri agama lain
masih berada di dalam kubur, disakralkan, dijadikan museum yang
terbesar, tapi kuburannya masih berisi. Karena kubur mereka masih
terisi, maka penglkutnya hidup dalam kekosongan. Kuburan Yesus
kosong karena Ia sekarang hidup. Dia sudah keluar dari kubur. Oleh
karena itu, hati para pengikut-Nya tidak kosong karena Dia bisa
berada di dalam hati kita. Puji Tuhan!
Jika Yesus datang ke dalam dunia untuk menyatakan cinta kasih,
anugerah, dan kebenaran Tuhan, izinkan saya bertanya, kebenaran itu
adalah kebenaran yang seperti apa? Anugerah itu adalah anugerah yang
seperti apa? Jika Saudara berkata, anugerah itu memberiku kekayaan,
kelancaran, dan kesembuhan, itu adalah anugerah yang dituntut oleh
orang-orang duniawi dan mereka yang menganut teologi kemakmuran,
yang tidak mengenal Injil. Apa jadinya kalau gereja menyimpang dari
Injil? Kalau gereja tidak mengerti bahwa Yesus datang untuk
membereskan dosa, melepaskan kita dari kuasa maut, dan membebaskan
kita dari cengkeraman setan, gereja akan mengarah ke mana? Jika
Yesus tidak mati, dosamu tidak akan diampuni! Jika Yesus tidak
bangkit, Saudara tidak akan diberi hidup baru! Jika Yesus tidak mati
dan bangkit bagi kita, kita tidak bisa berdamai dengan Allah! Inilah
tujuan utama Allah mengutus Anak-Nya ke dunia: supaya orang yang
percaya kepada-Nya jangan binasa, melainkan beroleh ... kekayaan?
Bukan! Melainkan beroleh hidup yang kekal. Kita akan menekankan dan
menekankan kembali tentang Firman, Injil, kedaulatan Allah, dan
tidak ada hal yang lain. Saya mengharapkan semua murid saya di
sekolah teologi dan rekan-rekan mewarisi semangat yang sama,
sehingga gereja, bukan jatuh ke dalam wilayah agama dan kehilangan
kuasa Injil.
Ketika mengutarakan kalimat-kalimat ini, Paulus bagaikan sedang
mengoyak-ngoyak jiwanya, agar orang Korintus mengerti apa yang kita
percaya. Mengapa kita menjadi orang Kristen; mengapa kita harus
menekankan begitu rupa kematian dan kebangkitan Kristus? Karena
Injillah yang paling penting. Injil adalah rencana Allah dan
pengharapan bagi dunia. Pada 400 tahun pertama pada masa PB, kita
menyaksikan seluruh kerajaan Romawi diguncangkan. Bukan oleh pisau,
bukan oleh pedang, atau oleh militer, melainkan oleh Yesus Kristus.
Orang yang sudah menerima Yesus, hidupnya berubah. Mereka memunyai
pengharapan. Meskipun hidup sebagai budak, tetapi mereka suka
bernyanyi karena mereka tahu Yesus hidup di dalam hati mereka.
Mereka pun tahu bahwa mereka menyembah Dia yang hidup, bukan yang
mati. Bila dibandingkan dengan semua dewa-dewa yang disembah oleh
orang Yunani dan orang Romawi, memang sangat berbeda karena mereka
terpengaruh oleh orang Kristen yang menerima Yesus, yang beribadah
kepada satu-satunya Allah. Pengaruh terbesar dalam sejarah adalah
pengaruh dari Yesus yang datang ke dunia. Dan pengaruh yang
ditimbulkan dari mereka yang betul-betul mengenal Yesus yang bangkit
adalah mereka telah merubah dunia.
Banyak orang di dalam kerajaan Romawi yang menjadi Kristen tetapi
tidak secara terang-terangan menyatakan diri sebagai orang Kristen.
Mereka berkumpul di "katakombe" [ruangan makam, Red.] di bawah kota
Roma. Ada orang mengatakan, kalau katakombe-katakombe itu
digabungkan, maka kira-kira akan menjadi 1.700 meter panjangnya.
Artinya ada ratusan ribu atau bahkan jutaan orang menjadi Kristen.
Banyak orang masuk ke sana dan mereka menerima Injil. Sampai abad
ke-4, barulah kaisar Roma mengatakan: Yesuslah yang benar, Roma
tidak benar. Konstantin, Kaisar Romawi mengumumkan: "Kristus benar.
Kristus Tuhan saya. Saya percaya Yesus dan agama Kristen yang dulu
dianiaya kini menjadi agama resmi. Orang Kristen yang lemah, yang
menjadi budak, yang dihina tidak perlu takut. Karena kita memiliki
Kristus yang sudah bangkit dari antara orang mati."
Kitab Suci mengatakan bahwa manusia pertama, Adam, membawa kematian
ke dalam dunia, Adam yang kedua atau Adam terakhir, Kristus, membawa
hidup ke dalam dunia;
Adam yang pertama dicipta, Adam yang kedua mencipta;
Adam yang pertama tidak taat, Adam yang kedua taat;
Adam yang pertama berdosa, Adam yang kedua menolak dosa;
Adam yang pertama melanggar Tuhan, Adam yang kedua membawa manusia
kembali kepada Tuhan;
Adam yang pertama mati di dalam dosanya, Adam yang kedua membawa
manusia keluar dari kematian dan dosa, memberikan hidup yang baru;
Itu sebabnya, Adam yang pertama menjadi manusia yang hidup, Adam
yang kedua menjadi Roh yang menghidupkan manusia. Puji Tuhan! Dialah
yang disebut Buah Sulung Kebangkitan.
Mungkin Saudara bertanya-tanya, bagaimana keadaan tubuh Kristus yang
bangkit? Apakah artinya kita yang mengikuti Dia akan menjadi seperti
Dia? 1 Korintus 15 mengajarkan kepada kita, Yesus Kristus adalah
Buah Sulung dari Kebangkitan. Jadi, tubuh kebangkitan memunyai lima
ciri khas.
Yang pertama, tubuh kita yang sekarang adalah tubuh jasmaniah yang
dicipta oleh Tuhan dari tanah liat, tapi tubuh kebangkitan adalah
tubuh rohani, di dalam tubuh tersebut kemuliaan dan kuasa Tuhan akan
merubah kita. Pada waktu kita bangkit dari kematian, kita akan
memiliki tubuh kebangkitan seperti tubuh kebangkitan Kristus. Dia
adalah Buah Sulung Kebangkitan, kebangkitan yang pertama, yang
berbeda dengan kebangkitan-kebangkitan yang lain. Sebenarnya,
sebelum Yesus bangkit, sudah ada orang-orang yang pernah
dibangkitkan oleh nabi-nabi: misalnya Elia membangkitkan seorang
anak atau Elisa membangkitkan seorang anak. Tetapi kebangkitan
mereka berbeda dengan kebangkitan Yesus Kristus. Mereka yang pernah
dibangkitkan oleh Elia dan Elisa akhirnya harus mati lagi. Tetapi
kebangkitan Yesus adalah kebangkitan yang sekaligus mengalahkan
kematian dan tidak mati lagi. Kebangkitan Yesus juga berbeda dengan
ketiga orang yang pernah Dia bangkitkan: anak Yairus, anak janda di
kota Nain, dan Lazarus. Apakah ada perbedaan antara cara Yesus
membangkitkan ketiga orang itu dengan cara Elia dan Elisa
membangkitkan kedua anak itu? Berbeda. Elia dan Elisa hanya berdoa
dan membangkitkan dalam nama Allah karena mereka hanyalah manusia.
Sedangkan pada saat Yesus membangkitkan, Dia tidak perlu
membangkitkan demi nama Allah, Dia hanya perlu mengucapkan satu
kalimat yang berupa titah Allah: "bangkitlah kamu" atau "Lazarus
keluar", lalu mereka pun bangkit. Yesus bukan pengantara, Dia adalah
Allah, Dia Pemberi hidup. Tubuh kita adalah tubuh jasmaniah, tetapi
tubuh kebangkitan adalah tubuh rohani.
Kedua, tubuh kita yang sekarang adalah tubuh yang penuh dengan
kelemahan, tapi tubuh kebangkitan adalah tubuh yang kuat, perkasa.
Tubuh kita ini masih bisa mengalami sakit penyakit, bisa merasakan
letih. Karena tubuh jasmani ini terbentuk dari tulang, urat, daging,
kulit, yang memunyai kemungkinan terserang oleh virus, bakteri yang
mengakibatkan sakit. Tubuh kita adalah tubuh yang lemah, tetapi pada
kebangkitan nanti, kita akan diberi tubuh yang kuat, dan perkasa.
Ketiga, tubuh kita yang sekarang adalah tubuh yang bisa rusak, yang
fana, tapi tubuh kebangkitan adalah tubuh yang kekal. Kerusakan
tubuh memang sangat menakutkan. Seorang murid saya, yang tadinya
begitu cantik, begitu lincah, tidak lama setelah dia menikah, ia
menderita sakit dan akhirnya meninggal dunia. Ketika saya pergi
melayatnya, saya melihat dia yang baru mati 2 hari, separuh wajahnya
sudah hitam dan seluruh tubuhnya sudah mulai rusak. Siapakah kita?
Kita adalah manusia yang memunyai tubuh fana, tetapi Allah berjanji
akan memberikan tubuh kekal, sifat ilahi Allah yang diberikan pada
kita. Waktu hari itu tiba, malaikat akan membunyikan sangkakala,
lalu orang yang hidup akan berubah dan yang mati akan dibangkitkan.
Saat itu, kita akan mendapatkan tubuh kebangkitan yang kekal; yang
fana akan menjadi kekal.
Keempat, tubuh kita yang sekarang adalah tubuh yang hina, tapi tubuh
kebangkitan adalah tubuh yang mulia. Sebenarnya manusia memunyai
tubuh yang tercantik di antara semua makhluk, tetapi tubuh ini perlu
menggunakan busana dan perlu ditutupi. Mengapa? Karena dalam tubuh
ini sudah ada dosa. Busana adalah bukti dari adanya dosa asal.
Karena itulah, tubuh membuat kita merasa malu. Mengapa? Kemuliaan
yang tadinya membungkus tubuhnya, sekarang sudah hilang, tetapi
waktu kebangkitan nanti, kemuliaan akan kembali menutupi kita, kita
memunyai tubuh mulia seperti tubuh kebangkitan Kristus.
Kelima, tubuh yang sekarang adalah tubuh yang sementara, tapi tubuh
kebangkitan adalah tubuh yang kekal, yang tidak berubah untuk
selama-lamanya. Kelak ketika nanti kita di surga, kita akan
mengingat setiap orang, mengenali dia, Tuhan telah mengabadikan
keadaan yang paling mulia, paling cantik dalam masa hidupnya untuk
selama-lamanya. Puji Tuhan!
Yesus bangkit, menjadi Buah Sulung Kebangkitan. Apa yang dimaksudkan
dengan buah sulung? Buah sulung adalah sampel, teladan, contoh.
Allah adalah setia dan jujur, sebagaimana kebangkitan Kristus. Kita
juga akan dibangkitkan; sebagaimana Kristus memiliki tubuh yang
mulia, kita juga akan memiliki tubuh yang mulia. Sebagaimana Kristus
memiliki tubuh yang tidak rusak, kita juga akan memiliki tubuh yang
tidak rusak. Sebagaimana Yesus memiliki tubuh sorgawi, kita juga
akan mendapatkan tubuh surgawi. Sebagaimana tubuh Yesus yang kekal,
yang tidak berubah lagi, kita pun demikian. Sekarang ketika Saudara
bercermin, Saudara menemukan diri terlihat keriput dan lelah.
Katakanlah kepada cermin: ini adalah keadaanku yang sekarang, kelak
pada saat hari kebangkitan, tubuhku akan lain! Jangan mau diperdaya
oleh tubuhmu, tidak usah takut pada kelemahan tubuh karena kepada
kita telah dijanjikan tubuh yang kuat. Sekarang, selama tubuh yang
lemah ini masih bisa menjadi alat untuk memuliakan Tuhan, marilah
kita menggunakannya dengan baik untuk Tuhan.
Hari itu, kita akan mendapatkan tubuh yang mulia; tidak ada sakit
penyakit, tapi kita perlu berkata kepada Tuhan, semasa kita masih di
dunia, di dalam tubuh kita yang sakit, yang lemah, yang duniawi,
yang jasmani, yang terbatas, yang memunyai banyak kesulitan, "hidup
di dunia ini bahkan untuk satu hari saja sudah merupakan suatu
kehormatan yang besar!" Bila Anda ingin melayani Tuhan, jangan
tunggu sampai mati, karena saat itu, kalaupun Saudara ingin ikut
terjun melayani Anda sudah tidak bisa lagi. Jadi, sekarang inilah
saatnya kita melayani Tuhan dengan baik. Suatu hari nanti, kita akan
berkumpul lagi. Bukan di sini, tapi di surga. Di sana kita akan
memiliki tubuh kebangkitan yang mulia, yang surgawi, yang kuat, yang
tidak rusak, yang kekal, dan yang betul-betul bersifat rohani untuk
selama-lamanya. Apakah Saudara telah menerima Tuhan sebagai Juru
Selamat? Apakah Saudara hidup di dalam pengharapan? Apakah Saudara
sudah mengakui segala dosa kepada-Nya dan menerima keselamatan,
kebenaran, anugerah yang Allah sediakan?
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul asli artikel: Kristus, Buah Sulung Kebangkitan
Judul majalah: Momentum edisi 43, Triwulan II tahun 2000
Penulis ringkasan khotbah: EL
Penerbit: Lembaga Reformed Injili Indonesia
Halaman: 3 - 11
______________________________e-Reformed______________________________
Pemimpin Redaksi: Yulia Oenijati
Kontak Redaksi: < reformed(at)sabda.org >
Untuk mendaftar: < subscribe-i-kan-untuk-Reformed(a t)hub.xc.org >
Untuk berhenti: < unsubscribe-i-kan-untuk-Reformed(a t)hub.xc.org >
Arsip e-Reformed: http://www.sabda.org/publikasi/e-reformed
Situs SOTeRI: http://soteri.sabda.org
Situs YLSA: http://www.ylsa.org
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) e-Reformed 2010 / YLSA -- http://www.ylsa.org
Katalog SABDA: http://katalog.sabda.org
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |