Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-penulis/35

e-Penulis edisi 35 (12-9-2007)

Menghindari Bias dalam Tulisan

______________________________________________________________________

                               e-Penulis
                       (Menulis untuk Melayani)
                        Edisi 035/September/2007


                    MENGHINDARI BIAS DALAM TULISAN
                    ------------------------------

  = DAFTAR ISI =
    * Dari Redaksi
    * Artikel           : Menghindari Bias dalam Tulisan
    * Tips              : Tips Menulis: Jenis Tulisan dan Strukturnya
    * Asah Pena         : Leo Tolstoy
    * Pojok Bahasa      : Kalimat Tanpa Objek atau Pelaku
    * Stop Press!       : - Publikasi e-Konsel
                          - 40 Hari Mengasihi Bangsa dalam Doa


                             DARI REDAKSI
                             ------------
  Salam sejahtera,

  Beban utama dari seorang penulis adalah bagaimana menciptakan bahasa
  yang komunikatif di dalam susunan tulisannya sehingga tulisan itu
  dapat dipahami oleh pembaca. Bahasa yang demikian akan terlihat
  dalam susunan kalimat maupun pilihan kata yang dipakainya.

  Hanya saja, sebagai wujud suatu komunikasi, hendaknya sebuah tulisan
  disampaikan dalam bahasa yang netral. Apa yang berada dalam pikiran
  penulis dibentangkan di hadapan pembaca dengan proporsi yang
  sepadan, berdasarkan fakta yang sesungguhnya, sesuai kapasitas
  penulis yang bersangkutan. Dengan demikian, tulisan itu tidak
  memihak.

  Sajian e-Penulis kali ini mengajak Anda untuk menghindari bias dalam
  penulisan. Bukan menghasilkan tulisan yang memihak, tapi justru
  tulisan yang membangkitkan semangat, menggugah, mengkritik,
  menyadarkan, dan lain sebagainya. Seperti tertulis di dalam Yesaya
  50:4, "Tuhan Allah telah memberikan kepadaku lidah seorang murid,
  supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang
  yang letih lesu." Sahabat Penulis, selamat berbagi berkat lewat
  tulisan Anda.

  Pimpinan redaksi e-Penulis,
  Kristina Dwi Lestari


                               ARTIKEL
                               -------

                    MENGHINDARI BIAS DALAM TULISAN
                 Dirangkum Oleh: Kristina Dwi Lestari

  Bahasa dipahami sebagai satu-satunya sarana interaksi antarmanusia.
  Sebagai simbol penyampaian pesan atau pikiran, baik secara lisan
  maupun tertulis, bahasa sering dipakai untuk merepresentasikan
  realitas sebuah gambaran murni dari sesuatu secara apa adanya kepada
  pembaca.

  Akan tetapi pada perkembangannya, kita sering menjumpai bahasa yang
  tidak lagi menjadi cerminan murni dari suatu realitas. Terkadang
  perasaan, kepentingan, atau motif-motif tertentu dari penggunanya
  juga terlibat. Oleh karena itu, penerimaan dan penyampaian bahasa
  amat memerlukan kepekaan agar kita dapat menilai makna yang
  tersembunyi di belakangnya, yang bisa saja bersifat bias, menipu,
  dan bahkan menyesatkan.

  Fenomena Bias dalam Tulisan
  ---------------------------
  Bias atau distorsi dalam sebuah tulisan merupakan sesuatu yang
  hendaknya harus kita hindari manakala kita menulis. Terkadang
  tulisan yang bias, memuat unsur subjektivitas dari penulisnya.
  Tak jarang pula terdapat beberapa kepentingan tersembunyi atau
  kurangnya pemahaman tentang realitas yang disampaikannya. Berkaitan
  masalah tersebut, Mochtar Pabottingi mengemukakan empat sisi
  distortif (penyimpangan) penggunaan bahasa sebagai alat politik yang
  membantu kita untuk mengetahui apa maksud dari adanya bias di dalam
  sebuah tulisan.

  1. Distorsi bahasa sebagai topeng.
     Disebut topeng karena bahasa di sini telah dimanipulasi untuk
     menggambarkan sesuatu yang lain dari representasi aslinya, dengan
     tujuan untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya. Dalam konteks
     ini, bahasa yang disampaikan oleh pelaku mungkin tak lagi jujur
     dan tidak sesuai rujukan realitasnya sehingga dapat mengecoh atau
     menipu orang yang menerimanya. Misalnya, ungkapan pemerintah
     seperti "tarif dasar listrik perlu disesuaikan", padahal
     sebenarnya yang dimaksud adalah "tarif dasar listrik perlu
     dinaikkan".

  2. Distorsi bahasa sebagai proyek lupa.
     Artinya, menurut konteks ini, bahasa digunakan untuk membuat
     orang lain beralih perhatian dari fokus tertentu. Di sini ihwal
     "lupa" tidak lagi dilihat sebagai kodrat manusia, tapi sebagai
     sesuatu yang dapat dimanipulasi secara sadar. Dengan memahami
     arti "lupa" sendiri sebagai tidak ingat sesuatu atau ingat yang
     lain, dapat ditangkap pengertian bahwa ternyata "lupa" bukanlah
     suatu hal yang bersifat alami pada manusia, namun juga sebagai
     suatu keadaan yang dapat direkayasa. Dengan mengalihkan perhatian
     orang dari suatu fokus tertentu ke fokus yang lain, berarti kita
     berusaha menciptakan kondisi lupa padanya.

  3. Distorsi bahasa sebagai representasi.
     Di sini, fungsi bahasa digunakan untuk menggambarkan sesuatu
     tidak sebagaimana mestinya, dengan mewakilkannya melalui
     penggunaan "labeling" atau simbol-simbol tertentu.

  4. Distorsi bahasa sebagai ideologi.
     Dalam distorsi ini, masyarakat cenderung dipaksa untuk mengakui
     kebenaran bahasa yang digunakan pelaku bersangkutan.

  Beberapa langkah dalam menghindari bias dalam tulisan
  -----------------------------------------------------
  Berikut beberapa langkah yang mungkin akan membantu kita dalam
  menghindari pembiasan dalam tulisan.

  1. Kesimpulan yang sesuai dengan fakta.
     Hendaknya tulisan Anda memuat kesimpulan yang didasarkan pada
     akumulasi fakta. Karena semua fakta dapat membuat karya Anda
     dapat dipercaya. Fakta-fakta tersebut harus didokumentasikan
     sehingga dapat diverifikasi oleh pembacanya.

  2. Opini yang berdasarkan fakta.
     Dalam penulisan sebuah karya tulis, opini (pemikiran pribadi
     berdasar emosi, kepercayaan, atau mitos) hendaknya jarang
     digunakan. Semua kesimpulan atau opini harus dapat dikenali
     dengan jelas; jangan pernah menyamarkan fakta.

  3. Gunakan bahasa yang lazim.
     Untuk bisa menyampaikan ide Anda dengan jelas, Anda tentu ingin
     menggunakan kata-kata yang meyakinkan pembaca dalam tulisan Anda.
     Pada saat Anda menulis suatu topik yang benar-benar Anda pahami,
     Anda bisa dengan mudah tergelincir dalam penggunaan bahasa yang
     bias atau emosional.

     Bahasa yang tidak lazim biasanya tidak meyakinkan pembaca yang
     sungguh-sungguh membaca untuk menyetujui pendapat Anda. Tentunya
     Anda ingin menggunakan kata-kata yang bisa membuat pandangan Anda
     tentang suatu topik menjadi lebih meyakinkan. Sekali Anda mulai
     menggunakan bahasa yang tidak lazim, yang bersifat memengaruhi,
     pembaca Anda akan lebih merasa dipermainkan daripada diyakinkan.

  4. Perhatikan pemilihan kata dan kalimat.
     Pemilihan kata atau diksi yang baik dapat diketahui apabila
     sebuah tulisan mampu dipahami oleh pembaca sesuai dengan tingkat
     keahlian para pembacanya. Secara garis besar, Wilson Nadaek
     menjabarkan beberapa fungsi kata, di antaranya kata-kata kiranya
     dapat memengaruhi orang, kata-kata melambangkan ide-ide,
     pemilihan kata yang tepat membuat pembaca tidak perlu
     menebak-nebak apa yang dimaksud, membuat pembaca percaya, bahkan
     sampai ikut mengambil bagian dan menyimpulkan sesuai apa yang
     dikehendaki oleh penulisnya. Selanjutnya, penyampaian tulisan
     kiranya disusun dalam kalimat yang efektif, yang mampu membuat
     isi atau maksud yang ingin disampaikannya tergambar lengkap dalam
     pikiran pembaca sama seperti apa yang disampaikan.

  Sebagaimana sebuah pesan yang hendak kita sampaikan kepada pembaca,
  kiranya demikianlah kita menuliskannya dalam bahasa yang jujur dan
  netral. Bentuk tulisan yang bias tetap dapat dibenahi asalkan kita
  dapat berdiskusi dengan orang lain sehingga kualitas tulisan akan
  semakin baik. Selanjutnya kita coba untuk menjabarkannya ke dalam
  kalimat pendukung sehingga tulisan bias dapat berkembang dan tuntas
  diselesaikan.

  Dirangkum dari:
  Anonim. Avoid Biased Language, dalam
    http://www.etsu.edu/scitech/langskil/grammar.htm
  Culla, Adi Suryadi. Memahami Perangkap Bahasa Politik, dalam
    http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=26866
  Nadaek, Wilson. 1989. Peranan Bahasa Yang Komunikatif Dalam
    Literatur, dalam Bunga Rampai Visi Pelayanan Literatur.
    Yogyakarta: Penerbit ANDI.
  Troyka, Lynn Quitman. 1993. "Simon and Schuster Handbook For
    Writers/Lynn Quitman Troyka". USA: Prentice-Hall. Hlm. 412.


                              TIPS
                              ----

  Berikut beberapa tips yang bisa menambah referensi sahabat penulis
  ketika akan menulis berdasarkan jenis tulisan. Dalam tips berikut
  diberikan juga penjelasan untuk menghindari bias di dalam tulisan
  yang kita susun. Tips ini didapatkan dari salah satu tulisan di blog
  Jennie S. Bev.

             TIPS MENULIS: JENIS TULISAN DAN STRUKTURNYA

  1. Tulisan ilmiah
     Tulisan ilmiah memerlukan kalimat tesis, premis, dan hipotesis
     yang kuat barulah bisa dibuatkan kerangka berpikir untuk
     diuraikan lagi dalam beberapa bab dengan riset mendalam.
     Metodologi penelitian dan deviasi mesti bisa diuraikan dengan
     jelas, bahkan kalau perlu dikuantifikasikan. Biasanya,
     tulisan-tulisan ilmiah ini termasuk disertasi, tesis, skripsi,
     dan artikel-artikel dalam jurnal-jurnal ilmiah.

     Kekuatan, ketajaman, dan kejernihan berpikir sangat menentukan
     hasil akhir yang agak "berat" dan "datar" karena segala macam
     unsur subjektif harus diminimalkan, terutama yang akan
     menimbulkan logika yang miring. Tulisan macam ini adalah tulisan
     yang berdasarkan pikiran. Bias diminimalisasi sedemikian rupa
     dengan pengujian-pengujian hipotesa dan segala macam tes logika
     yang miring. Tulisan ini mengandalkan pikiran, hampir tanpa unsur
     perasaan alias subjektifitas, kecuali dari bias latar belakang
     penulisnya dan ilmu yang dipelajarinya.

  2. Tulisan opini
     Ini semi-semi ilmiah, namun unsur subjektifnya besar karena
     penulis bebas memasukkan sudut pandang dari hatinya sendiri.
     Struktur tulisan-tulisan opini biasanya dimulai dengan introduksi
     yang bisa juga berbentuk kalimat tanya atau suatu asumsi.
     Kesimpulannya gampang saja, tinggal menjawab pertanyaan di
     paragraf awal atau mengiyakan/menyangkal asumsi. Tubuh artikelnya
     yang lebih memerlukan banyak data dan pengolahan pikiran.

  3. Tulisan jurnalistik
     Untuk jenis tulisan yang satu ini, saya belajar di Amerika
     Serikat sehingga standar yang dipakai adalah standar The
     Associated Press. Intinya kedengaran cukup mudah:
     paragraf-paragraf disusun berdasarkan kepentingan. Semakin
     penting informasinya, ditaruh semakin atas. Semakin tidak penting
     dan bisa dengan mudah disingkirkan tanpa mengubah arti dan
     kredibilitas reportase, akan ditaruh semakin di bawah. Tujuannya
     apa? Supaya menghemat waktu editing.

     Penulisan reportase macam ini biasanya tidak memasukkan
     unsur-unsur subjektif, kecuali bias alami berdasarkan latar
     belakang penulisnya atau media yang diwakilinya. Dari membaca
     artikelnya sendiri, biasanya hampir tidak ada bias yang bisa
     ditarik secara eksplisit.

  4. Tulisan jurnalistik "feature"
     Nah, yang satu ini sepertinya sudah diajarkan di bangku sekolah.
     Mudah saja: pengantar, tubuh, dan kesimpulan. Pengantarnya bisa
     bentuk ringkasan dari tubuh artikel, bisa juga kalimat tesis,
     atau apa saja, termasuk kutipan yang mewakili isi dari tubuh
     artikel. Tubuh artikelnya juga bisa berbentuk cerobong, piramida
     terbalik, maupun pipa. Tulis saja seindah dan sesubjektif yang
     Anda mau. Tidak begitu banyak aturannya.

  5. Tulisan ngepop, seperti untuk blogging atau "review" pendek.
     Idealnya tetap ada pendahuluan, isi, dan kesimpulan. Namun, kalau
     tidak cukup tempat saking singkatnya, cukup menuliskan beberapa
     ide pokok saja. Tidak perlu bertingkat kalau memang tidak
     memungkinkan. Jelas subjektifitas sangat tinggi dan Anda bisa
     memuji/mencaci dengan tanpa banyak halangan.

  Diambil dan diedit seperlunya dari:
  Situs     : Jennie For Indonesia
  Penulis   : Jennie S. Bev
  Alamat url: http://www.jennieforindonesia.com/?p=286


                              ASAH PENA
                              ---------

                             LEO TOLSTOY

  Leo Tolstoy lahir di desa kecil Yasyana, Polyana, pada tanggal 28
  Agustus 1928. Terlahir dengan nama asli Lev Nikoyevich Tolstoy
  sebagai putra keempat dari pasangan Nikolay Ilych Tolstoy dan Maria
  Nokolayevna. Ia sudah menunjukkan bakat menulis sejak berumur dua
  belas tahun dengan karya sastra pertamanya, sajak "Untuk Bibi
  Terkasih".

  Kegiatan tulis-menulis Tolstoy dimulai pada tahun 1951. Pengalaman
  semasa di angkatan perang terungkap dalam karya-karya pertama
  Tolstoy yang semakin hari semakin mendapat pujian dari beberapa
  kritisi terkenal. Dua tahun kemudian, Tolstoy mulai mempersiapkan
  sebuah karya Perang dan Damai. Salah satu bentuk persiapan itu
  berupa partisipasi aktif sebagai tentara memerangi pasukan Turki.
  Walaupun hanya sebentar, keterlibatan Tolstoy dalam peperangan cukup
  memberi bekal yang memadai untuk melahirkan karya fiksi mengenai
  kehidupan seorang tentara. Salah satu cerita panjang terbaiknya dari
  periode ini adalah "Dua Prajurit Berkuda".

  Lebih dari sekadar melontarkan kritik atau mengangkat tema-tema
  kerakyatan, Tolstoy melangkah jauh ke depan dibandingkan dengan
  tokoh-tokoh lain di masanya. Ia melepaskan gelar kebangsawannya,
  melakukan aktivitas seperti konsep kadesi, menerbitkan majalah
  sastra budaya, serta merenovasi kembali sekolah yang didirikannya di
  Yasnaya Polyana pada tahun 1862. Tolstoy bahkan mengidentifikasikan
  dirinya sebagai petani Rusia biasa. Selain itu, ia pun mulai
  menerbitkan buku-buku tipis dengan harga murah agar terjangkau oleh
  kantong rakyat biasa. Dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan
  besar-besaran pada diri Tolstoy. Sejalan dengan hal itu, karya-karya
  Tolstoy semakin terasa menggigit dan bakat menulisnya pun semakin
  menonjol walaupun untuk menghasilkan satu karya, kadang-kadang ia
  memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikannya.

  Namun yang pasti, Leo Tolstoy memang memiliki pemikiran-pemikiran
  yang hakiki, bahkan kadang-kadang progresif tentang kebajikan,
  cinta, kemasyarakatan, maupun keagamaan untuk ukuran zamannya ketika
  itu. Sayangnya, tidak semua karyanya sempat diselesaikan. Akan
  tetapi, dari sejumlah kreasinya, Tolstoy tetap membuktikan dirinya
  sebagai "master of thinking" handal.

  Kepengarangan Tolstoy memantul tegas pada salah satu mahakaryanya,
  "Perang dan Damai" (War and Peace) yang pernah diangkat ke layar
  perak. Tolstoy memerlukan waktu selama lima belas tahun untuk
  menyelesaikan karyanya ini (1865-1880). Karya ini menjadi terkenal
  berkat kehandalan sang pengarang dalam melukiskan kompleksitas
  karakter dan kehidupan para tokoh di dalamnya. Memang, dengan jumlah
  halaman sebanyak 1.800 dan terdiri atas tiga jilid besar, Tolstoy
  seakan-akan tidak pernah berhenti bercerita mengenai pengalaman
  pribadinya. Sebagai contoh, kehidupan keluarga Tolstoy dihadirkan di
  dalam karya "Perang dan Damai" pada karakter keluarga Rostov,
  sedangkan konflik batinnya diwujudkan dalam tokoh Andrey Bolonsky
  dan Piere Bezukov.

  "Perang dan Damai", yang merupakan novel sejarah perang antara
  bangsa Rusia dengan bangsa Perancis pada tahun 1812, sebenarnya
  menyiratkan pandangan pemikirannya mengenai perang serta damai itu
  sendiri. Menurutnya, "Perang adalah dinamika kehidupan sebab dalam
  keadaan perang, orang bersiap untuk berdamai dan dalam keadaan damai
  orang bersiap untuk berperang."

  Pengamatan Tolstoy terhadap perilaku manusia, khususnya wanita,
  cukup mengejutkan juga. Bahkan dalam beberapa karyanya, tema wanita
  ia angkat menjadi tema sentral, terutama yang menyangkut masalah
  status sosial dan pergeseran nilai-nilai kewanitaan yang berlaku.
  Pernikahan yang tanpa dilandasi cinta melainkan status sosial
  semata, konflik-konflik keluarga akibat desakan serta tuntutan
  zaman, serta situasi tragis yang sering melanda kehidupan keluarga
  modern mendominasi karya ulung Tolstoy lainnya, yaitu "Anna
  Karenina".

  Dalam "Anna Karenina", Tolstoy seakan-akan meneropong perkawinan
  Anna dan Karenin yang tidak didasari oleh cinta. Terjadilah jalinan
  percintaan gelap Anna dengan seorang pemuda lain. Karenin yang
  terkungkung oleh status kebangsawanannya tidak mengiginkan
  perceraian sekalipun Anna sudah hidup bersama dengan kekasihnya
  secara tidak sah. Ternyata keputusan Anna tersebut tidak membuahkan
  kebahagiaan. Untuk mengakhiri konflik psikologisnya yang sudah
  sedemikian rumit, Anna memutuskan untuk bunuh diri.

  Sekali lagi, dalam karyanya ini tercermin praduga buruk Tolstoy
  terhadap aturan-aturan maupun nilai status sosial yang begitu
  mengekang dan akhirnya menghancurkan manusia itu sendiri. Boleh
  dikatakan bahwa pemikirannya kali ini `berbau` revolusioner karena
  tidak seperti kebanyakan filsuf pada masa itu, Tolstoy seakan-akan
  melecehkan keagungan kebudayaan (civilization) yang dianggap sebagai
  buah pemikiran mendalam para pemikir. Namun berkat kelihaiannya,
  Tolstoy berhasil menyelimuti secara apik kritikan sosialnya.

  Sejak menyelesaikan karyanya, "Perang dan Damai", pada tahun 1870,
  Tolstoy mengalami krisis kejiwaan mengenai ketuhanan. Ia menjadi
  lebih perasa dan sangat moralis. Ia juga menjadi pembenci dan
  pengecam semua aliran seni. Ia menjadi sangat asketis. Ia
  menyerahkan semua kekayaannya untuk kaum miskin hingga berselisih
  dengan istrinya, Sophia Andreyevna. Ini yang membuat keduanya
  kemudian berpisah. Tak hanya sampai di situ, ia juga menjadi
  vegetarian dan berpakaian tak ubahnya kaum pengembara. Bahkan ia
  juga menolak institusi gereja dan pemerintah.

  Pada saat-saat terakhir penyelesaian "Anna Karenina", Tolstoy
  berhasil mengatasi krisis religiusnya, seperti tergambar pada karya
  tersebut. "Arti hidup, termasuk kehidupan itu sendiri, hendaknya
  disesuaikan dengan kebaikan batin seseorang, sebab hanya melalui
  kepercayaan terhadap perasan hati dan taat pada ajaran keagamaan,
  seorang dapat menemukan kebahagiaan yang wajar," demikian pendapat
  Tolstoy. Pandangan seperti itu terasa semakin menarik untuk disimak
  sebab diketengahkan oleh seorang Tolstoy.

  Namun, pengakuan terbuka terhadap keberadaan Tuhan kembali mengudara
  secara gamblang dalam karya Tolstoy yang lain. Ia mengkritik dogma
  ajaran gereja Katolik Rusia lewat bukunya yang berjudul "Pengakuan".
  Menurutnya, kaum gereja Rusia sudah menyimpang dari ajaran Yesus,
  keberadaannya sudah tidak suci dan tidak sesuai dengan konsep ajaran
  Yesus. Oleh karena itu, Tolstoy berusaha untuk mengembalikan dan
  meluruskan kembali konsep dan dogma ajaran Kristus. Dengan kata
  lain, ia mencoba untuk membebaskan dirinya dari konsepsi gerejawi
  yang sudah dianggap tidak relevan lagi.

  Sedemikian terbukanya pemikiran sang pengarang, sampai-sampai
  pemerintah melarang penerbitan novel Tolstoy tersebut. Namun,
  "Pengakuan" berhasil diloloskan dan diterbitkan di Swiss dan masuk
  secara utuh ke Rusia sehingga dapat dibaca oleh khalayak ramai.
  Konsep seperti ini kembali menggema sekitar tujuh puluh tahun yang
  lalu di Amerika dengan nama Teologi Pembebasan.

  Pada tahun 1910, kesehatan Tolstoy makin memburuk, ia kerap bertanya
  tentang istrinya, Sophia, namun anak-anaknya kerap mengalihkan
  pertanyaan itu. Padahal saat-saat itu Sophia sebenarnya telah
  tinggal di depan rumahnya, merasakan kesakitan yang sama. Namun pada
  tanggal 5 November 1920, setelah beberapa kali gagal jantung, maut
  pun akhirnya menjemput penulis besar itu.

  Diambil dan diedit seperlunya dari:
  Judul buku   : 10 Kisah Hidup Penulis Dunia
  Judul artikel: Leo Tolstoy
  Penyunting   : Anton WP dan Yudhi Herwibowo
  Penerbit     : Penerbit KATTA, Solo, 2005
  Hal          : 81 -- 86


                            POJOK BAHASA
                            ------------

                  KALIMAT TANPA OBJEK ATAU PELAKU

  Kalimat "Ibu Aminah sudah melahirkan" dianggap sempurna walaupun
  tidak mengandung objek. Kalimat ini malah akan terkesan lucu atau
  tersinyalir mengejek jika dibubuhi objek, "Ibu Aminah sudah
  melahirkan anak", karena tidak lazim.

  Objek adalah sesuatu yang mengalami atau menderita atas apa yang
  disebutkan oleh sebutan kalimat (predikat). Demikianlah definisi
  objek menurut tata bahasa tradisional. Bagi orang yang pernah
  belajar salah satu bahasa secara ilmiah, lebih afdol menyimak pula
  definisi objek menurut tata bahasa struktural, yaitu objek adalah
  apa/siapa yang pada kalimat pasif akan menjadi subjek. Ya, dalam hal
  ini kita memang diharapkan telah memahami perbedaan kalimat aktif
  dan pasif.

  Untuk menguji apakah "anak" pada kalimat di atas memang betul-betul
  objek, kita dapat mencoba menyusun bentuk pasifnya. Hasilnya, "Anak
  sudah dilahirkan Ibu Aminah". Kalimat terakhir ini terasa janggal
  dan aneh, tetapi strukturnya betul. Contoh-contoh pasangan
  "predikat-objek" lain yang objeknya tidak secara eksplisit
  dimunculkan cukup banyak, misalnya "menyakitkan (hati)",
  "memusingkan (kepala)", atau "menghanyutkan (perasaan)".

  Bentuk-bentuk pasif pasangan-pasangan itu adalah "hati disakitkan",
  "kepala dipusingkan", dan "perasaan dihanyutkan".

  Tentu kita tidak dapat menyalahkan kalimat yang bentuk atau maknanya
  aneh semata-mata berdasarkan perasaan. Analisis di atas sudah benar.
  Sekarang hanya ada dua pilihan. Pertama, menyimpulkan bahwa apabila
  objek sebuah kalimat aktif disembunyikan, penuturnya memang
  bersiasat supaya kalimatnya tidak muncul atau direkayasa menjadi
  berbentuk pasif. Kedua, menganulir jabatan objek pada pasangan
  "predikat-objek" tertentu yang riskan muncul dalam bentuk pasif dan
  menganggapnya bukan berjabatan objek, melainkan keterangan. (Jadi,
  kata-kata "anak", "hati", "kepala", dan °perasaan" pada konstruksi
  "melahirkan anak", "menyakitkan hati", "memusingkan kepala", dan
  "menghanyutkan perasaan" di atas disatukan berjabatan keterangan.)

  Unsur kalimat yang menjabat sebagai keterangan bersifat opsional
  kemunculan dan pemunculannya. Salah satu kalimat contoh yang amat
  sering ditampilkan dan kemudian dianggap salah adalah "Rumah kami
  dilempari batu". Disebut salah sebab jika dijadikan kalimat aktif,
  kalimat itu dapat/mungkin berbunyi "Batu melempari rumah kami".
  Begitulah, andaikata pejabat keterangan kalimat keliru dikenali
  sebagai pelaku (atau kesempatan lain sebagai objek sebagaimana kasus
  di atas sebelum ini).

  Kalimat "Rumah kami dilempari batu" sebenarnya harus diuraikan
  jabatan kalimatnya menjadi: rumah kami = subjek; dilempari =
  predikat; batu = keterangan. Karena menjabat sebagai keterangan,
  "batu" tak dapat menjadi subjek bila kalimat itu direkayasa menjadi
  kalimat aktif. Lantas di mana pelaku dalam kalimat itu?
  Disembunyikan atau tersembunyi! Kalimat pasif memang sering tampil
  tanpa jabatan pelaku.

  Perhatikan, kalimat-kalimat pasif berikut ini sama sekali tak
  mensyaratkan munculnya pelaku: "Rumah kami dilempari", "Tanah itu
  sudah dijual", atau "Dapur sedang dibersihkan". Kemudian perluas
  kalimat-kalimat itu dengan keterangan dan ujilah. Apakah
  kalimat-kalimat pasif "Tanah itu sudah dijual murah" dan "Dapur
  sedang dibersihkan sekarang" layak dipaksakan tampil menjadi
  kalimat-kalimat aktif "Murah sudah menjual tanah itu" dan "Sekarang
  sedang membersihkan dapur", sebagaimana "Rumah kami dilempari batu"
  direkayasa menjadi "Batu melempari rumah".

  Tidak seperti banyak bahasa Eropa, bahasa Indonesia tidak mengenal
  perubahan bentuk kata karena posisinya dalam kalimat sehingga
  jabatan sebuah kata dalam kalimat perlu lebih dicermati. Bahasa
  Jerman umpamanya, memiliki artikel di depan kata benda yang dapat
  memastikan kedusebuah kata sebagai subjek, objek, atau penyerta.

  Diambil dan diedit seperlunya dari:
  Nama majalah : Intisari, Januari 2007
  Judul artikel: Kalimat Tanpa Objek Atau Pelaku
  Penulis      : Lie Charlie
  Halaman      : 86 -- 87


                            STOP PRESS!
                            -----------

                        PUBLIKASI E-KONSEL

  Keberadaan kita sebagai seorang pribadi, jelas tidak akan lepas dari
  segala permasalahan hidup, baik dengan diri sendiri, keluarga,
  teman, dan relasi-relasi lain. Keterbatasan kapasitaslah yang
  mendorong kita untuk mencari dukungan dari teman dekat, hamba Tuhan,
  atau konselor yang akan membantu mengatasi masalah kita. Menjawab
  kebutuhan tersebut, Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) menerbitkan
  publikasi e-Konsel yang memberikan bekal kepada para konselor
  Kristen, hamba Tuhan, atau orang-orang Kristen awam yang ingin
  terlibat dalam pelayanan konseling.

  Publikasi diterbitkan secara rutin setiap tanggal 1 dan 15 tiap
  bulan. Sajiannya terdiri dari artikel, renungan, tanya-jawab, tips,
  dan informasi lainnya seputar pelayanan konseling ditinjau dari
  sudut pandang Kristen. Jika saat ini Anda telah mengambil bagian
  atau terpanggil untuk melayani dalam bidang konseling, tidak salah
  jika publikasi e-Konsel menjadi salah satu sarana untuk
  memperlengkapi pelayanan Anda.

  Untuk berlangganan, silakan Anda mengirimkan email kosong ke:

  ==> <subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org>

  Atau Anda juga bisa melihat arsipnya di:

  ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/

  Kiranya kita bisa menjadi berkat bagi orang lain dengan membantu
  jiwa-jiwa yang membutuhkan seperti yang Kristus kehendaki.

              "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!
              Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus."
                            (Galatia 6:2)

  
                 40 HARI MENGASIHI BANGSA DALAM DOA

  Dengan mendekatnya bulan puasa, hati kita diketuk untuk mengingat
  mereka yang belum mengenal kasih Tuhan. Adakah Anda tergerak untuk
  berdoa bersama-sama menjelang dan selama bulan Ramadhan ini? Bahan
  pokok doa yang disebut ",40 Hari Mengasihi Bangsa Dalam Doa", telah
  kami persiapkan untuk Anda yang terbeban berdoa. Silakan
  menghubungi kami untuk mendapatkan bahan pokok doa ini lewat e-mail.
  Anda juga bisa mendaftarkan teman-teman Anda supaya mereka pun bisa
  berdoa dengan memakai bahan doa ini. Kirimkan surat Anda ke:

  ==> < doa(at)sabda.org >

  Mengirimkan bahan ",40 Hari Doa" menjelang dan selama bulan Ramadhan
  secara elektronik telah menjadi tradisi tahunan yang dikerjakan
  oleh Yayasan Lembaga SABDA dengan bekerja sama dengan pelayanan ",40
  Hari Doa". Untuk tahun 2007, 40 hari doa akan dilakukan tanggal 3
  September - 12 Oktober 2007.

  ------------------------- potong di sini --------------------------
  Bagi Anda yang berminat untuk mendapatkan versi kertasnya, silakan
  menghubungi: Mengasihi Bangsa dalam Doa
               P.O. Box 7332 JATMI JAKARTA 13560
               Email  : < a40hdbb(at)yahoo.com >

  Harap permohonan pengiriman buku mencantumkan:
  Nama jelas       :
  Alamat lengkap   :
  Kota dan kode pos:
  Propinsi         :
  Nama lembaga     :
  No telp./HP      :
  E-mail           :

  ------------------------- potong di sini --------------------------

  Marilah kita berpuasa dan berdoa bersama untuk Indonesia. Biarlah
  tangan Tuhan yang penuh kuasa itu menolong dan menggugah hati nurani
  para pemimpin bangsa ini untuk bertekad dan bersatu mengeluarkan
  bangsa kita dari kemelut berbagai masalah yang berkepanjangan.
  Selamat menjadi "penggerak doa" di tempat di mana Anda berada dan
  biarlah karya Tuhan terjadi di antara umat-Nya, khususnya bangsa
  Indonesia.
  
______________________________________________________________________

Penanggung jawab: Kristina Dwi Lestari
Berlangganan    : Kirim e-mail ke
                  subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Berhenti        : Kirim e-mail ke
                  unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Kirim bahan     : Kirim e-mail ke
                  penulis(at)sabda.org
Arsip e-Penulis : http://www.sabda.org/publikasi/e-penulis/
Situs CWC       : http://www.ylsa.org/cwc/
Situs Pelitaku  : http://pelitaku.sabda.org/
______________________________________________________________________
      Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA.
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN.
                     Copyright(c) e-Penulis 2007
                  YLSA -- http://www.sabda.org/ylsa/
                       http://katalog.sabda.org/
                    Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org