Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/219

e-Leadership edisi 219 (21-11-2018)

Kepemimpinan yang Adaptif pada Abad ke-21 (I)

Kepemimpinan yang Adaptif pada Abad ke-21 (I) -- Edisi 219/November 2018
 
Kepemimpinan yang Adaptif pada Abad ke-21 (I)
Edisi 219, 20 November 2018
 
e-Leadership

Salam kasih,

Salah satu ciri makhluk hidup adalah memiliki kemampuan beradaptasi, yaitu kemampuan alami yang membuat kita dapat terus bertahan dalam menghadapi setiap perubahan yang terjadi untuk melestarikan hidup dan keturunan. Tidak hanya makhluk hidup, organisasi juga harus mampu beradaptasi agar dapat terus bertahan dan menjawab tantangan zaman. Banyak sekali perubahan yang terjadi dewasa ini, terutama dalam hal perkembangan teknologi dan informasi. Untuk menyikapi perubahan yang begitu cepat ini dan memanfaatkannya bagi kebaikan organisasi yang dipimpin, seorang pemimpin harus mampu beradaptasi dengan keadaan yang cepat dan tidak terprediksi. Tidak ada pilihan untuk tetap stagnan (diam di tempat), semua harus bergerak dan mengikuti perkembangan zaman.

Namun, sebagai pemimpin Kristen, bagaimana kita menyikapi perkembangan zaman? Apakah kita tetap acuh tak acuh, tidak mau maju, bahkan menganggap buruk perkembangan zaman? Siapkah kita, sebagai pemimpin, untuk mengubah sikap dan bergerak dari keadaan yang sudah baik menjadi lebih baik lagi? Kiranya artikel e-Leadership kali ini dapat membantu kita dalam menyikapi perubahan yang ada sekaligus tetap berpegang teguh pada kebenaran firman Tuhan. Selamat memimpin. Tuhan Yesus memberkati!

Ariel

Pemimpin Redaksi e-Leadership,
Ariel

 
“Siapa bijak, biarlah dia memperhatikan hal-hal ini, dan memahami kasih setia TUHAN.” (Mazmur 107:43, AYT)
 

ARTIKEL Pemimpin Kristen dan Tantangan Zaman

Kepemimpinan adalah suatu hal yang sangat kompleks.

Itulah pesan utama dari buku ini.

Ia menjadi semakin kompleks pada abad ke-21 ini karena tiga elemen yang membentuknya mengalami berbagai perubahan yang sangat mendasar dan signifikan secara bersamaan. Ketiga elemen tersebut -- pemimpin, pengikut/kolaborator, konteks -- saling memengaruhi satu dengan yang lain sehingga level kompleksitas kepemimpinan semakin tinggi.

Berbagai perubahan berskala global telah dan sedang melewati pemimpin dalam berbagai sektor (perusahaan, universitas, gereja, dan institusi lainnya). Revolusi teknologi, telekomunikasi, dan transportasi telah merombak total cara manusia hidup dan bekerja. Modernisasi menyebabkan hidup manusia semakin terfragmentasi dalam kotak sekuler dan rohani. Karakteristik manusia abad ke-21 dapat dirangkum sebagai berikut: bergaya hidup hedonis dan materialistis, berpikir dalam kerangka relativisme, bekerja dengan etika pragmatis, dan berorientasi pada diri sendiri (aku-diriku-punyaku). Di sisi lain, ekses negatif dari globalisasi semakin memperlebar jurang yang memisahkan antara si kaya dan si miskin, baik secara sosial, finansial, maupun intelektual.

Fenomena di atas kita rasakan secara riil di Indonesia. Angka kemiskinan dan pengangguran sangat tinggi, sementara daya saing nasional kita begitu rendah. Level korupsi dan moral semakin membuat orang merasa putus asa. Akses terhadap pendidikan dan fasilitas hidup sehat ada pada tingkat yang memprihatinkan. Ketika hak asasi manusia serta kebebasan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam hidup berkomunitas masih menjadi sesuatu yang harus diperjuangkan, toleransi dalam berbagai dimensi pluralitas yang ada dalam bangsa kita tidak akan pernah dapat direalisasikan secara menyeluruh.

Bergantung pada Allah

Dalam konteks itulah, tugas dan tanggung jawab pemimpin menjadi semakin kompleks, berat, dan melelahkan. Menjadi pemimpin memang sulit.

Namun, menjadi pemimpin Kristen yang sejati jauh lebih sulit. Pemimpin Kristen memang menghadapi tantangan zaman yang sama dengan yang dihadapi oleh pemimpin non-Kristen. Akan tetapi, tugas dan tanggung jawab pemimpin Kristen dua bahkan tiga kali lipat lebih kompleks, berat, dan melelahkan karena ia dipanggil untuk memimpin dengan standar biblikal yang sangat ideal. Sebagaimana diuraikan dalam bab-bab buku ini, konsep, karakter, dan kompetensi kepemimpinan Kristen begitu sulit untuk dimiliki dan diterapkan.

Jauh lebih mudah menjadi pemimpin yang beroperasi dengan prinsip, pola, dan perilaku yang sekuler. Jauh lebih menyenangkan menjadi pemimpin bila kepala, hati, dan tangannya digerakkan oleh hal-hal yang memuaskan dirinya sendiri. Namun, itu bukan sebuah pilihan bagi pemimpin Kristen.

C.S. Lewis menulis bahwa seorang Kristen memiliki keunggulan yang penting dibanding orang lain, bukan karena ia lebih baik dan suci atau karena ia lebih dikasihi Tuhan, melainkan karena ia tahu dan mengerti bahwa ia adalah seorang manusia berdosa dalam dunia yang berdosa (a fallen man in a fallen world). Hal ini perlu dipahami dengan sungguh-sungguh oleh pemimpin Kristen.

Ketika seorang pemimpin Kristen mengerti bahwa ia tidak lebih dari seorang yang berdosa dalam dunia yang berdosa, seharusnya ia sadar bahwa segala hal yang melekat pada dirinya adalah anugerah Allah. Panggilan Allah terhadap dirinya untuk memimpin orang lain adalah anugerah Allah. Otoritas, tanggung jawab, peran, kapabilitas, kuasa, posisi, akses, dan fasilitas kepemimpinan yang ia miliki juga adalah pemberian Allah.

Itu sebabnya, kebergantungan total kepada belas kasihan Allah menjadi krusial bagi pemimpin Kristen. Dari sanalah, ia beroleh kekuatan, kemampuan, dan keberanian untuk berdiri menjawab tantangan zaman.

Setiap pemimpin Kristen berada di antara Allah dan manusia dalam dunia yang telah dicemari dengan sistem nilai yang sangat antagonis terhadap iman Kristen, dunia yang semakin memusuhi Allah, tetapi tetap dikasihi-Nya.

Dalam Yehezkiel 22, Allah begitu geram melihat kebobrokan umat-Nya yang melampaui batas-batas kewajaran. Celakanya, para pemimpin umat tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Demikian mereka dilukiskan:

Pemimpin-pemimpinnya di tengah-tengahnya seperti singa yang mengaum, yang menerkam mangsanya: Manusia ditelan, harta benda dan barang-barang berharga dirampas .... Imam-imamnya memperkosa hukum Taurat-Ku dan menajiskan hal-hal yang kudus bagi-Ku .... Pemuka-pemukanya di tengah-tengahnya adalah seperti serigala-serigala yang menerkam mangsanya dalam kehausan akan darah, yang membinasakan orang-orang untuk menguntungkan diri sendiri secara haram. ... Nabi-nabinya ... melihat penglihatan yang menipu dan memberi tenungan bohong bagi mereka (Yehezkiel 22:25-28).

<a target='_blank' href='http://alkitab.mobi/?Yehezkiel+22'>Yehezkiel 22</a>

Allah lalu berfirman, “Aku mencari di tengah-tengah, mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau yang mempertahankan negeri itu di hadapan-Ku, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya” (Yehezkiel 22:30).

Sungguh tragis!

Jika hari ini Allah kembali mengumandangkan panggilan tersebut, apakah Ia akan menemui hal yang sama? Atau, Ia akan menemukan seseorang yang berani berdiri untuk menjawab panggilan tersebut dan dengan hati gentar berkata:

Inilah aku, Tuhan, hamba-Mu yang berdosa.
Hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.
Hamba datang mempersembahkan diri untuk Kaupakai sesuai kehendak-Mu.
Biarlah belas kasihan-Mu menyertai hamba sampai akhir.
Karena hanya bagi-Mulah segala kemuliaan dan hormat.
Amin.

Audio Pemimpin Kristen

Diambil dari:
Judul buku : Jadilah Pemimpin Demi Kristus
Judul artikel : Pemimpin Kristen dan Tantangan Zaman
Penulis artikel : Sen Sendjaya, Ph.D.
Penerbit : Literatur Perkantas
Halaman : 259 -- 262
 

KUTIPAN

“Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mendapatkan prestasi yang luar biasa dari orang biasa.” — Brian Tracy
 

INSPIRASI Pemimpin Kristen Menerima Tantangan Beradaptasi

Tantangan terbesar bagi gereja pada masa kini mungkin adalah mencari cara untuk beradaptasi dengan masyarakat yang berubah. Beberapa orang akan berkata, “Injil itu tetap baik sekarang dan dahulu juga.” Ya, tetapi Paulus juga berkata, “Aku sudah menjadi segala sesuatu bagi semua orang supaya dengan segala cara aku dapat menyelamatkan beberapa orang.” (1 Korintus 9:22, AYT)

Beradaptasi terhadap keadaan yang berubah-ubah bukan berarti mengabaikan prinsip-prinsip Anda. Itu bukan berarti ingkar. Itu adalah mengakui bahwa keadaan telah berubah dan begitu pula seharusnya dengan pendekatan kita.

Ronald Heifitz mendefinisikan perbedaan antara tantangan beradaptasi dan permasalahan teknis hampir 20 tahun yang lalu dalam bukunya Leadership without Easy Answers (Kepemimpinan Tanpa Jawaban yang Mudah). Permasalahan teknis dapat diselesaikan dengan keahlian dan manajemen yang baik. Hampir semuanya adalah tentang pelaksanaan. Tantangan beradaptasi berarti bahwa sesuatu telah berubah sehingga kita juga perlu berubah. Itu membutuhkan inovasi dan pembelajaran.

Salah satu contoh tantangan beradaptasi adalah mencari tahu apakah Anda terkena diabetes tipe II atau kolesterol tinggi. Idealnya, Anda harus mengubah pola makan dan melakukan kebiasaan berolah raga.

Tantangan lama dalam gereja adalah bagaimana menjadikan persekutuan wanita relevan saat ini padahal banyak dari mereka, atau malah sebagian besar dari mereka, memiliki pekerjaan harian yang membuat mereka tidak bisa menghadiri pertemuan makan siang mingguan yang panjang. Sebagian besar gereja telah merasakan dampaknya.

Contoh yang lebih terkini adalah bagaimana menciptakan pengalaman beribadah yang melibatkan orang-orang tanpa menciptakan mentalitas suka pamer.

Kantong anggur

Yesus juga menceritakan perumpamaan ini kepada mereka, “Tidak seorang pun akan merobek sepotong kain dari pakaian yang baru untuk menambal pakaian yang sudah lama. Karena jika demikian, orang itu akan merusak pakaian yang baru, dan kain penambal dari pakaian yang baru itu tidak akan cocok dengan pakaian yang lama. Demikian juga tidak ada seorang pun yang menuang anggur baru ke dalam kantong kulit yang lama. Anggur yang baru itu akan merobek kantong kulit yang lama sehingga anggur itu akan tumpah dan kantong kulitnya akan hancur. Anggur yang baru harus disimpan di dalam kantong kulit yang baru. Tidak seorang pun yang setelah minum anggur lama, mau meminum anggur baru sebab mereka berkata, ‘Anggur yang lama itu lebih enak.’” (Lukas 5:36-39, AYT)

Ketika Yesus berbicara tentang kantong kulit yang baru, Dia menunjukkan sesuatu yang sudah jelas. Semua orang tahu bahwa kantong kulit tidak bisa dipakai ulang karena kantong itu akan robek. Kulit hanya bisa meregang sekali. Apabila kantong kulit dipakai ulang, fermentasi anggur di dalamnya akan menciptakan tekanan yang cukup untuk membuatnya robek. Tidak ada yang lebih buruk daripada melihat anggur baru Anda tumpah di lantai.

Yang paling mengejutkan bagi saya adalah Yesus mengatakan di bagian akhir ayat itu bahwa semua orang lebih suka anggur yang lama. Mungkin Anda mengira bahwa Dia sedang mengatakan bahwa orang-orang tidak mau berubah, dan itu memang benar. Namun, anggur yang lama MEMANG lebih baik. Anggur yang disimpan dengan baik dalam waktu yang cukup akan lebih enak rasanya daripada anggur yang baru. Itu adalah fakta.

Masalahnya, jika Anda menyimpan anggur lama terlalu lama, rasanya akan menjadi tidak enak. Itulah tantangan beradaptasi bagi gereja. Beberapa hal yang kita lakukan adalah hal-hal yang sudah kita lakukan untuk waktu yang LAMA.

Ada dua hal yang bisa kita ambil dari bagian ini, sebagai para pemimpin Kristen.

Pertama, jika Anda ingin memiliki minuman anggur yang lama (pikirkan usia anggur yang pas), Anda harus membuat anggur yang baru.

Jika Anda ingin memenuhi tantangan ZAMAN SEKARANG, Anda harus bersedia mencoba sesuatu yang baru. Akan dibutuhkan beberapa waktu untuk mencari tahu, untuk melakukannya dengan benar, sampai ke waktu yang pas. Itu tidak terjadi dalam semalam, jadi Anda harus mulai memeras anggur-anggurnya sekarang.

Kedua, untuk mendapatkan minuman anggur yang nikmat, Anda perlu membuat banyak air anggur.

Pembuat anggur tahu tentang hal ini. Mereka bereksperimen dengan campuran yang berbeda, sejumlah anggur, tong, periode penyimpanan, dll., untuk menghasilkan kombinasi yang baik. Tidak semua orang bersedia dan itu tidak masalah. Jim Walker, seorang pendeta di Hot Metal Bridge di Pittsburgh, menyebutnya sebagai pembentukan dasar yang sangat cepat. Cobalah sesuatu yang baru. Jika berhasil, kerjakanlah. Jika tidak berhasil, itu bukan sebuah kesalahan, itu adalah pengalaman pembelajaran.

Pelajaran yang saya petik dari kantong kulit anggur Yesus yang baru adalah bahwa kita tidak perlu memiliki semua jawaban terhadap tantangan beradaptasi bagi gereja. Kita hanya perlu mencoba sesuatu.

Jadi, mana yang menurut Anda bisa Allah pakai dengan lebih baik, ketika kita tidak melakukan apa-apa atau ketika kita mencoba sesuatu?

Pertanyaan-pertanyaan:

  1. Apa saja tantangan beradaptasi Anda?
  2. Apa yang bisa Anda coba yang mungkin dapat menolong gereja Anda untuk menanggapi zaman yang berubah?
  3. Apa yang Anda tunggu?

(t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : The Non-Anxious Leader
Alamat situs : http://www.thenonanxiousleader.com/christian-leaders-embrace-the-adaptive-challenge/
Judul asli artikel : Christian Leaders Embrace the Adaptive Challenge
Penulis artikel : Jack Shitama
Tanggal akses : 26 Oktober 2018
 
Stop Press! Melengkapi Pendoa Kristen

e-Doa

Apakah Anda seorang pendoa? Apakah Anda membutuhkan sumber-sumber bahan untuk melengkapi pelayanan doa Anda?

Yayasan Lembaga SABDA menerbitkan Publikasi e-Doa untuk memperlengkapi pelayanan doa Anda. Dapatkan berbagai renungan, artikel, kesaksian, dan inspirasi dari tokoh-tokoh pendoa melalui e-Doa. Publikasi e-Doa rindu untuk memperkaya pendoa Kristen Indonesia dalam kehidupan rohani, memberikan inspirasi dan penguatan iman.

Ingin berlangganan secara GRATIS? Kirimkan alamat email Anda ke: < subscribe-i-kan-buah-doa@hub.xc.org >.

Dengan menjadi pelanggan e-Doa, Anda secara otomatis telah menjadi pelanggan untuk pokok-pokok doa dari Open Doors, 40 Hari Doa bagi Bangsa-Bangsa, dan Kalender Doa SABDA (KADOS). Bergabunglah sekarang juga!

Kunjungi juga situs Doa di: http://doa.sabda.org untuk mendapatkan bahan-bahan yang lebih lengkap.

 
Anda terdaftar dengan alamat: $subst('Recip.EmailAddr').
Anda menerima publikasi ini karena Anda berlangganan publikasi e-Leadership.
leadership@sabda.org
e-Leadership
@sabdaleadership
Redaksi: Ariel, Aji, dan Santi T.
Berlangganan | Berhenti | Arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
©, 2018 -- Yayasan Lembaga SABDA
 

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org