Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/32

e-Leadership edisi 32 (10-7-2008)

Mengenali Diri Sendiri

 

=============MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI JULI 2008=============

  TOPIK: MENGENALI DIRI SENDIRI

  MENU SAJI
  EDITORIAL: Pentingnya Mengenal Diri
  ARTIKEL 1: Konsep Diri yang Alkitabiah
  ARTIKEL 2: Mengenal Diri, Luar dan Dalam
  INSPIRASI: Menyadari Potensi Diri

==================================**==================================
EDITORIAL

                        PENTINGNYA MENGENAL DIRI

  Tidak ada manusia yang sempurna. Setiap manusia diciptakan dengan
  kelebihan dan kekurangan masing-masing. Semua itu akan lebih
  bermanfaat jika Anda sanggup mengenalinya. Ya, mengenal diri
  sendiri. Mengenal diri sendiri berarti mengetahui kelebihan dan
  kelemahan yang ada dalam diri. Tidak hanya itu, kita juga harus
  dapat memanfaatkan kelebihan itu semaksimal mungkin. Sebaliknya,
  kekurangan yang kita miliki juga harus kita terima dan siasati agar
  tidak membuat kita jatuh. Saat kita mampu mengenal diri dengan baik,
  maka kita pun akan mampu memimpin orang lain dengan baik.

  Untuk itu, pada edisi kali ini Redaksi mengajak Anda untuk
  mengetahui cara dan arti penting dari mengenal diri. Bagi pemimpin
  Kristen, pengenalan diri yang alkitabiah tentunya sangat diperlukan.
  Oleh karena itu, dua artikel yang kami sajikan kali ini layak Anda
  simak. Jangan lupa pula untuk menyimak kolom Inspirasi. Kami harap
  muatan yang ada menginspirasi Anda untuk dapat mengenal diri sendiri
  dengan lebih baik.

  Selamat menyimak!

  Pimpinan Redaksi e-Leadership,
  Dian Pradana

  "Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman.
  Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa
  Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian,
  kamu tidak tahan uji."
  (2 Korintus 13:5)
  < http://sabdaweb.sabda.org/?p=2Korintus+13:5 >

==================================**==================================

          ANDA ITU UNIK -- DIRANCANG UNTUK MEMULIAKAN ALLAH
               SESUAI DENGAN KEUNIKAN YANG ANDA MILIKI

==================================**==================================
ARTIKEL 1

                     KONSEP DIRI YANG ALKITABIAH
                     Diringkas oleh: Dian Pradana

  Dunia ini semakin egois. Bahkan, Rasul Paulus mengatakan bahwa
  "manusia akan mencintai dirinya sendiri ... daripada menuruti Allah"
  (2 Tim. 2:3,4). Satu hal yang jelas dan nyata adalah bahwa kita
  semua menjadi egois dan terikat dengan kata-kata seperti aktualisasi
  diri, penghargaan diri, dan pemenuhan diri.

  Lalu apa solusinya? Apa yang kita perlukan? Satu-satunya jalan
  adalah kita harus dapat melihat diri kita dalam terang anugerah
  Tuhan dan tidak ikut terseret dalam keegoisan dunia.

  Alkitab juga menyatakan agar kita berpikir mengenai diri sendiri
  dengan benar. Roma 12:3 mengatakan, "Berdasarkan kasih karunia yang
  dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara
  kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada
  yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu
  rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang
  dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing."

  Konsep diri yang alkitabiah, yang berkembang dari konsep kita
  mengenai Tuhan dan anugerah-Nya, adalah sesuatu yang penting agar
  kita memiliki kedewasaan rohani yang kokoh untuk melayani, mampu
  memimpin sesama, dan khususnya supaya kita mampu menjadi pelayan.
  Oleh karena itu, agar kita dapat memimpin dan melayani sesama dengan
  efektif, kita harus mengenal diri kita secara alkitabiah. Hal ini
  berarti kita harus mengetahui kemampuan dan keterbatasan kita,
  sekaligus mengingat pandangan Tuhan yang alkitabiah, anugerah-Nya
  kepada kita melalui Kristus, dan menyadari bahwa kecukupan kita
  selalu ada di dalam Tuhan, kemampuan dan kelemahan kita tidak akan
  menambahinya.

  Mengapa kita perlu berpikir demikian? Karena tanpa pengenalan diri
  yang cukup, kita akan terombang-ambing di antara ketakutan dan
  gengsi atau antara ketidaknyamanan dan kepercayaan diri yang
  berlebihan. Tanpa pengenalan diri yang cukup, kita akan berkutat
  dalam keriuhan aktivitas untuk mencoba merasa diri baik karena
  prestasi kita. Kedewasaan iman Paulus dan kualifikasinya sebagai
  seorang pemimpin terlihat dalam kebebasannya melayani sesama, karena
  anugerah-Nya, ia telah dipanggil sebagai pelayan, ia tidak mencoba
  menutupi citra dirinya yang buruk atau membuat orang lain terkesan
  dengan kehebatannya (lih. 1 Kor. 4; 1 Tes. 2:1-6).

  Perasaan rendah diri akan merampas energi, kekuatan, dan perhatian
  kita untuk berhubungan dengan orang lain karena kita terserap oleh
  perasaan kita -- bahwa kita kurang baik. Hal itu benar, terutama
  saat kita ada di hadapan orang yang mengingatkan akan kekurangan
  kita. Dalam situasi tersebut, kita menjadi sangat sadar diri
  sehingga kita tidak dapat memberikan perhatian yang cukup kepada
  orang lain. Akibatnya, kita mungkin akan dicap sebagai orang yang
  acuh tak acuh dan sombong. Perasaan rendah diri menghalangi kita
  untuk mengasihi dan memedulikan sesama.

  Orang dengan pengenalan diri yang kurang akan melihat pendapat orang
  lain, baik itu pujian atau kritik, sebagai faktor penentu dalam
  pikiran atau perasaan mereka tentang diri mereka sendiri. Orang yang
  tidak dapat mengenali diri sendiri adalah budak pendapat orang lain.
  Mereka tidak bebas menjadi diri sendiri.

  Apa yang kita perlukan adalah kepercayaan diri yang didasarkan pada
  pengenalan akan Tuhan dan penyerahan diri kepada-Nya, sambil juga
  menyadari bahwa kita masing-masing adalah makhluk ciptaan-Nya yang
  unik, baik secara fisik maupun spiritual.

  Tapi bagaimana kita bisa mencapai keseimbangan kedewasaan rohani
  tersebut? Untuk dapat mencapainya, ada beberapa hal yang perlu kita
  ketahui, terapkan, dan hubungkan. Setidaknya ada tiga kebenaran
  alkitabiah yang diperlukan agar kita memiliki konsep pengenalan diri
  yang dewasa. Dengan memahami dan menghubungkan kebenaran alkitabiah
  ini, seseorang akan mampu menerima diri apa adanya tanpa rasa takut
  dan gengsi, atau tanpa ketidaknyamanan maupun pemahaman yang salah
  dalam kesombongan atau kearogansian.

ORANG PERCAYA YANG DEWASA ROHANI MEMILIKI KONSEP ALKITABIAH MENGENAI
CITRA DIRI MEREKA.

  Seseorang yang dewasa rohani mendapatkan rasa penghargaan atas
  dirinya dari persekutuan mereka dengan Yesus Kristus dalam segala
  pemenuhan, talenta, dan kecukupan dalam hidup yang disediakan-Nya,
  serta pemahaman bahwa Dia memunyai kehendak dan tujuan bagi setiap
  orang percaya (band. Rm. 12:3; Ef. 1:3, 2:10; Kol. 2:10 dengan 1
  Tim. 1:12-15; 1 Kor. 15:9-11). Sayangnya, banyak orang menganggap
  diri mereka menurut potret yang mereka kembangkan dari pesan yang
  mereka terima sejak mereka kecil dalam lingkungan -- orang tua,
  guru, teman, dan lain-lain. Hal itu mungkin baik, mungkin juga
  buruk, mungkin benar, atau mungkin salah, namun itulah hal yang
  mendasari bagaimana orang berpikir tentang diri mereka sendiri.
  Bagian dari proses pendewasaan sebagai orang percaya adalah
  kemampuan untuk melihat diri kita yang baru dalam Kristus, yang
  telah diciptakan ulang seturut dan dalam gambaran Allah untuk
  kehidupan yang baru (lih. Ef. 4:21-24; Kol. 3:9-11).

  1. Cara untuk mencintai diri berdasarkan latar belakang agama, suku,
     atau status sosial bukanlah kebencian terhadap diri sendiri atau
     penolakan atas nilai diri, namun kesadaran akan di mana dan
     bagaimana nilai diri tersebut diperoleh melalui anugerah Tuhan
     kepada kita melalui Kristus.

  2. Cara untuk menghargai diri (berdasar status sosial, performa,
     penampilan, latar belakang agama, dll..) bukanlah penyangkalan
     diri, melainkan pemahaman dan penerimaan anugerah dan kecukupan
     yang diberikan-Nya pada kita dalam Kristus yang adalah
     satu-satunya yang memberikan kita makna dan nilai yang sejati.

  3. Cara untuk memenuhi diri bukanlah hidup yang tanpa arti dan
     tujuan, melainkan hidup yang sepenuhnya terpikat dalam Tuhan dan
     tujuan-Nya sehingga pemenuhan diri dapat dicapai secara alami
     (atau rohani) melalui hubungan dan keterlibatan dengan Tuhan,
     bukan dalam keasyikan akan diri sendiri.

  Perhatikan ayat-ayat berikut: Rm. 12:3; Kej. 1:26-27; Maz. 139:12;
  Ams. 16:1-4, 8; Ef. 1:3, 6, 2:10; Kol 2:10; Rm. 12:4; 1 Kor. 12; Ef.
  4:7; 1 Pet. 4:10; Kol. 3:10; 2 Kor. 3:18.

  Apa arti semua itu? Artinya kebenaran rohani itu harus memberikan
  sebuah tujuan spesial dan keyakinan akan kuasa Tuhan dalam hidup
  setiap orang percaya. Masalahnya banyak orang cenderung melihat
  talenta, prestasi, dan popularitas orang lain, kemudian mengukur
  diri dengan apa yang mereka lihat pada orang lain itu. Kita
  membandingkan orang dengan orang. Hal ini tidak hanya akan membuat
  kita tidak melihat anugerah dan rencana-Nya, namun hal ini juga akan
  menimbulkan perasaan inferioritas, kecemburuan, dan gengsi. Hal ini
  berujung pada prinsip penting kedua dalam kita memandang diri secara
  alkitabiah.

ORANG PERCAYA YANG DEWASA IMAN MENGGUNAKAN TOLOK UKUR YANG BENAR UNTUK
MENILAI KESUKSESAN.

  Tuhan Yesus dan prinsip-prinsip Injil harus menjadi tolok ukur kita
  untuk mengukur nilai dan citra diri kita (band. 1 Kor. 3:4-7, 4:1-5, 15:9-11; 2 Kor. 10:12; Ef. 4:13). Berikut adalah beberapa
  alasan mengapa tolok ukur yang benar itu diperlukan.

  1. Kita adalah alat Tuhan. Keefektifan selalu merupakan hasil karya
     Tuhan, bukan kerja keras, cara kerja, kepandaian, dan hikmat kita
     (1 Kor. 3:4-7).

  2. Apa yang dilihat Tuhan adalah kesetiaan kita terhadap
     anugerah-Nya! Apa yang dilihat Tuhan adalah kesetiaan kita dalam
     menggunakan kesempatan, kemampuan, dan pelayanan yang Ia berikan
     pada kita dan bukan kesuksesan yang sering kali diukur oleh
     manusia (Luk. 12:42; 2 Tim. 2:2; 1 Kor. 4:1-2).

  3. Segala yang kita punya adalah karena anugerah Tuhan. Apa pun yang
     kita punya -- kemampuan, talenta, pelayanan, dan bahkan
     kesempatan -- adalah anugerah Tuhan, bahkan udara yang kita hirup
     (Rm. 12:3a, 1 Kor 15:9-11).

  4. Yesus Kristus adalah standar dan tujuan kita, bukan manusia.
     Manusia dapat menjadi teladan keilahian, namun itu dapat terjadi
     saat manusia itu membawa kita kepada Kristus dan menjadi
     seperti-Nya (1 Kor. 11:1). Kristus, sebagai standar kita adalah
     standar kualitas, namun kita tidak mengukurnya dengan pendapat
     dan standar ukuran yang digunakan manusia. Kita mengukurnya
     dengan ajaran Injil, kedewasaan karakteristik moral keilahian.
     Bagi kehidupan Kristen, Kristus adalah standar pokok bagi
     pertumbuhan dan kedewasaan dan porsi yang kita terima seiring
     kita bertumbuh di dalam-Nya dan menjadi seperti-Nya oleh anugerah
     Allah. Kita juga harus menjadi pelayan yang setia (1 Kor. 4:1-3).
     Artinya, kita tidak boleh mengukur diri atau mengizinkan diri
     diukur oleh standar manusia seperti yang diungkapkan pada ayat
     itu. Tuhan mungkin menggunakan berbagai cara untuk membantu kita
     belajar dan bertumbuh dalam standar keilahian, namun ujian akhir
     kita adalah Injil, bukan pendapat manusia.

  5. Standar yang benar itu penting bagi stabilitas rohani. Memiliki
     dan menggunakan standar yang benar untuk keefektifan dan
     kesuksesan itu penting untuk menghasilkan pertumbuhan, kedewasaan
     rohani, dan kepemimpinan atau pelayanan yang sukses. Mengapa?
     Karena tanpa standar yang benar itu, Anda akan mengukur diri,
     nilai, kemajuan, dan kesuksesan Anda menggunakan standar manusia
     dan respons mereka terhadap Anda. Biasanya, standar manusia
     adalah hal-hal seperti angka, nama, kepribadian, karisma, dan
     sejenisnya. Itu salah. Paulus menulis, "Memang kami tidak berani
     menggolongkan diri kepada atau membandingkan diri dengan
     orang-orang tertentu yang memujikan diri sendiri. Mereka
     mengukur dirinya dengan ukuran mereka sendiri dan membandingkan
     dirinya dengan diri mereka sendiri. Alangkah bodohnya mereka!" (2
     Kor. 10:12). Mengapa bodoh? Karena standar ukuran yang salah akan
     membahayakan kemampuan kita dalam melayani dan melakukan tugas
     kita sebagai berkat bagi sesama menurut tujuan Tuhan (band. Yer.
     1:17-19; 1 Kor. 4:1-5; dengan 2 Kor. 10:0 dan 6:11-13).
     Sederhananya, standar kesuksesan yang salah selalu berujung pada
     sejumlah masalah yang merusak pelayanan yang efektif dan
     kehidupan rohani. Standar yang salah biasanya menimbulkan ambisi
     egois, persaingan tidak sehat (Fil. 1:17), rasa bersalah,
     frustrasi, depresi, perasaan gagal, takut gagal yang berujung
     pada penarikan diri dan rendah diri.

ORANG PERCAYA YANG DEWASA IMAN HIDUP OLEH IMAN DALAM KEBENARAN
ALKITABIAH.

  1. Mereka akan mewujudnyatakan kebenaran identitas mereka dalam
     Kristus. Alkitab mengajarkan bahwa setiap orang Kristen
     diciptakan dalam gambar Tuhan (Kej. 1:26-27), bahwa setiap orang
     percaya dibentuk Tuhan secara unik sejak dalam kandungan (Maz.
     139:12), bahwa setiap orang percaya dalam Kristus, telah
     diciptakan ulang dan adalah ciptaan rohani baru dalam Yesus
     Kristus (2 Kor. 5:17), dan bahwa melalui iman dalam Kristus,
     setiap orang Kristen adalah anak-anak Tuhan yang baru lahir (Yoh.
     1:12-13, 3:3-6; 1 Pet. 1:3, 23;). Sungguh suatu identitas yang
     luar biasa! Nilai seperti itu tidak dapat dibandingkan dan tidak
     dapat diukur dari respons dan pendapat manusia.

  2. Mereka akan bersandar dan mewujudnyatakan kemampuan yang
     diberikan Tuhan kepada mereka -- talenta alami dan bakat rohani.
     Dalam Mazmur 139:1-12, pemazmur menyatakan imannya dalam hikmat
     Allah atas semua kehidupan. Pemazmur juga percaya pada tujuan
     pribadi Allah dalam hidupnya. Tuhan tidak hanya Pencipta dan
     Penguasa, tapi juga Yang Kekal yang secara intim peduli pada
     manusia yang telah Ia ciptakan bahkan sejak dari kandungan dan
     sebelumnya. Pemazmur juga menyadari bahwa ia diciptakan unik dan
     meresponi apa yang diciptakan dan diberikan Allah-Nya dengan
     ucapan syukur.

  3. Orang percaya yang dewasa iman juga akan menyatakan tujuan Allah
     dan sifat dari kehidupannya. Aktivitas kreatif dan keterlibatan
     Tuhan secara alami menyertakan tujuan atas keberadaan kita serta
     tempat dan waktu di mana kita berada sekarang. Jika kita
     benar-benar tahu dan menyatakan siapa kita di dalam Kristus,
     mengapa kita ada (duta-Nya), dan ke mana tujuan kita (kekekalan),
     kita harus mampu berserah dan tenang dalam melayani dan mengasihi
     sesama tanpa memedulikan keberhasilan orang lain dan respons yang
     ditujukan pada kita. Ini artinya mengamalkan kesempurnaan Kristus
     dan keunikan kita: (a) identitas kita dalam-Nya, (b) kemampuan
     rohani yang berasal dari-Nya, (c) tujuan Allah untuk setiap orang
     percaya karena-Nya, (d) dan anugerah surgawi yang datang
     dari-Nya.

  4. Mereka akan memiliki tingkat kepercayaan diri dalam Tuhan;
     hadirat dan pemenuhan Allah menjadi sumber kehidupan dan
     pelayanan mereka. Adalah penting untuk kita mengenal diri
     sendiri, apa yang dapat dan tidak dapat kita lakukan, namun di
     atas semuanya itu, kita harus memiliki keyakinan dalam Tuhan yang
     diikuti nyali untuk bergerak maju. Hal ini penting bagi pelayan
     itu sendiri dan yang dilayaninya (Fil. 4:13; 1 Kor. 3:6, 4:1-5; 2
     Kor. 2:14). Tak seorang pun dari kita merasa cukup dengan diri
     sendiri; tak peduli siapa kita, latihan yang kita lakukan,
     keunggulan fisik kita, kedewasaan iman kita, atau bakat dan
     talenta kita. Hal ini diilustrasikan dengan luar biasa di
     2 Korintus 2:14-16, 3:4-6, dan 2 Korintus 12:9-10. Ayat-ayat itu
     mengingatkan kita bahwa Tuhan akan menggunakan kemampuan kita,
     seperti Ia menggunakan kemampuan mengajar dan ketajaman pikiran
     Paulus -- keduanya adalah anugerah Tuhan -- namun terkadang Ia
     memberikan kelemahan pada kita dan entah bagaimana berkarya dalam
     kita untuk menunjukkan anugerah dan kuasa-Nya.

  5. Mereka akan berusaha menemukan dan membenahi kelemahan yang dapat
     diperbaiki. Meski semua orang percaya memiliki talenta dan
     kelebihan, mereka juga memunyai kelemahan. Beberapa di antaranya
     dapat diubah dan beberapa tidak. Bagian dari kedewasaan iman
     adalah menemukan kelemahan yang dapat diubah dan kemudian
     berusaha memerbaikinya dengan anugerah Tuhan sambil belajar untuk
     hidup dengan kelemahan yang tidak dapat diubah. Tuhan menciptakan
     apa adanya kita, tidak dalam keberdosaan kita, namun dalam
     kelebihan dan kelemahan kita.

     Kita harus melakukan yang terbaik yang dapat kita lakukan dengan
     kelebihan kita (1 Kor. 15:9-10). Artinya, kita harus puas dengan
     kelebihan kita dan jangan pernah iri dengan kelebihan orang lain
     yang lebih dari kita. Namun demikian, kita harus berusaha
     mengubah kelemahan yang bisa kita ubah melalui anugerah Tuhan dan
     seturut dengan standar Alkitab, bukan dunia. Tidak hanya itu,
     kita juga harus mensyukuri apa yang tidak dapat kita ubah.

     Pemahaman tentang konsep di atas akan membawa kita kepada
     setidaknya empat langkah penting:

     a. Kita harus bersyukur kepada Tuhan atas diri kita -- makhluk
        unik dan spesial yang dibekali tujuan hidup (Ef. 2:10; Maz.
        39:14; Rm. 12:3; 1 Pet. 4:10).
     b. Kita harus berusaha mengetahui kekuatan kita dan mengembangkan
        kemampuan kita sampai pada puncaknya. Dengan kata lain, kita
        harus menjadi yang terbaik menurut karya kreatif Tuhan dalam
        hidup kita.
     c. Kita harus memerbaiki apa yang ada dalam hidup kita yang dapat
        kita benahi sebagai pelayan yang baik, yang ada karena
        anugerah Tuhan dan menurut arahan dan standar Alkitab.
     d. Kita harus menerima apa yang tidak dapat kita ubah, percaya
        kepada karya Allah, dan memaksimalkan kelebihan orang lain
        dalam Tubuh Kristus.

     Hal-hal yang tidak dapat kita ubah: Beberapa kelemahan atau
     kekurangan yang tidak dapat kita ubah; bukan masalah moral atau
     masalah dengan dosa. Malahan, kekurangan ini adalah beberapa hal
     dalam hidup kita yang tidak dapat kita ubah, di antaranya:
     leluhur, sejarah, ras, kebangsaan, kelamin, keluarga, fitur
     fisik, kemampuan mental (bakat alami, keterbatasan mental, dan
     talenta), ukuran fisik, kemampuan dan cacat tubuh, serta penuaan
     dan kematian.

     Hal-hal yang dapat kita ubah: Hal-hal ini meliputi hal-hal yang
     dapat kita ubah. Dalam beberapa kasus, hal-hal ini menjadi
     masalah dalam kehidupan rohani seseorang sementara dalam kasus
     lain tidak. Di antaranya adalah berat badan, kondisi fisik,
     kekuatan fisik, karakter atau kedewasaan rohani, pengetahuan dan
     kegunaannya, pakaian, perawakan, sikap dan sudut pandang,
     ekspresi wajah, kebiasaan atau pola hidup, keterampilan, dll..
     Jelas semua yang tidak sesuai dengan Alkitab dan kehendak moral
     Tuhan adalah dosa dan harus diubah melalui anugerah Tuhan (Rm.
     6:1; Ef. 4:22; Kol. 1:9, 3:4; Ams., Maz. 119) (t/Dian)

  Diterjemahkan dan diringkas dari:
  Nama situs: bible.org
  Judul asli artikel: A Biblical Concept of Oneself
  Penulis: J. Hampton Keathley, III , Th.M.
  Alamat URL: http://www.bible.org/page.php?page_id=447

==================================**==================================
ARTIKEL 2

                   MENGENAL DIRI, LUAR DAN DALAM

  Bertahun-tahun yang lalu, saat saya masih menjadi pendeta muda dan
  menjadi pembicara dalam seminar-seminar, saya dan istri menonton
  film berjudul "A Man for All Season", karya Robert Bolt yang
  mengisahkan kehidupan Thomas More di Inggris pada abad ke-16. Saya
  terpana akan penggambaran Bolt terhadap pria yang integritas dan
  kelebihannya di bawah tekanan Raja Henry VIII membuatnya menjadi
  pemimpin dan menjadi penentu masa depan generasinya. Setelah melihat
  film itu, saya membaca segala macam literatur yang dapat saya
  temukan tentang Thomas More.

  Saya tidak perlu membaca terlalu banyak untuk mengetahui bahwa More
  adalah seseorang yang jauh lebih kompleks daripada karakter yang ada
  di film. Hal itu membuat saya kecewa dengan karakter Thomas More
  yang ada di film. Namun demikian, saya sangat menyukai film
  tersebut, dan saya pun membeli buku yang berisi skenario dari film
  karya Bolt tersebut. Beberapa dialog di dalamnya sangat cocok
  digunakan sebagai ilustrasi bagi khotbah-khotbah saya selama
  beberapa dekade.

  Dalam kata pengantarnya, Robert Bolt mengapresiasi karakteristik
  pemeran utama, Thomas More, yang telah membuatnya menjadi seperti
  sekarang. "Saat saya menulis tentangnya (More), saya menemui bahwa
  ia adalah seseorang yang memiliki keteguhan akan dirinya sendiri.
  Dia tahu di mana dia harus mulai dan berhenti, kapan dia melanggar
  batas dan apa yang melanggar batas keyakinannnya."

  Ia tahu dari mana ia harus memulai dan berhenti; sungguh luar biasa.
  Mengenal diri sendiri secara menyeluruh, More mampu menolak segala
  jenis suap dan ancaman yang dilayangkan padanya untuk membujuk dan
  memaksanya mengingkari suara hatinya sendiri. Seumur hidupnya, ia
  "keukeuh" dan penuh integritas.

  Yunani kuno pun menekankan pentingnya seseorang untuk mengenal diri
  sendiri. Kita tidak banyak mendengar mengenai hal itu pada zaman
  sekarang, dan itu sangat disayangkan karena sebenarnya sakit hati
  dan tragedi dalam kehidupan dapat dicegah jika seseorang mengenali
  dirinya sendiri.

  Berikut adalah beberapa pertanyaan untuk membantu kita mengetahui
  diri sendiri dan apakah kita telah mengenal diri sendiri dengan
  baik.

  1. Apa kelebihan Anda? Hal ini berhubungan dengan kekuatan, talenta,
     bakat, dan semacamnya.

  2. Apa kelemahan Anda? Lebih baik jangan pernah lakukan hal-hal yang
     tidak dapat Anda lakukan.

  3. Apa kelebihan Anda yang paling menonjol? Dalam hal apa Anda
     merasa paling kompeten?

  4. Apa kelemahan Anda yang paling menonjol? Hal-hal apa yang perlu
     Anda waspadai kalau-kalau kelemahan Anda itu menghalangi jalan
     Anda?

  5. Apa yang paling Anda yakini? Temukan dua keyakinan yang paling
     Anda yakini dari banyaknya keyakinan yang Anda genggam.

  6. Apa yang paling tidak Anda yakini? "Saya tidak akan pernah
     memercayainya," kita semua pasti pernah mengucapkan kata-kata
     itu. Apa yang benar-benar tidak Anda yakini?

  7. Apa yang membuat Anda menyangkal Tuhan? Pertanyaan ini adalah
     cara lain untuk menanyakan, "Berapa harga Anda?". Tentang hal
     ini, para pelajar Alkitab akan lansung mengarah kepada subjek
     pembicaraan antara Tuhan dan Iblis di Ayub 1-2.

  8. Apa yang membuat Anda tidak ke gereja dan berpaling dari
     kehidupan kristiani Anda? Banyak jemaat gereja yang melakukan hal
     itu. Apa yang membuat Anda juga berbuat demikian?

  Berikut adalah sebagian dari adegan dalam "A Man For All Seasons".
  Thomas More disapa oleh pengikutnya yang bernama Richard Rich,
  seseorang yang hidup sendiri dan selalu berharap naik pangkat.

    Rich: "(Banyak orang bilang) Teman Sir Thomas, tapi masih belum
    punya kedudukan. Pasti ada yang tidak beres dengannya."

    Thomas More: "Dekan St. Paul menawarimu jabatan, dengan sebuah
    rumah, pelayan, dan lima puluh pound setahun."

    Rich dengan antusias bertanya, "Apa? Jabatan apa?" More menjawab,
    "Di sekolah yang baru." Rich berkata, "Jadi guru!"

    More: "Seseorang harus pergi ke tempat di mana ia tidak akan
    dicobai." Lalu dia mengangkat cangkir perak untuk memberinya toss
    dan minum.

    Rich menyukai cangkir itu, More memberitahunya bahwa cangkir itu
    buatan Italia dan ia pun memberikannya pada Rich, lalu berkata,
    "Kamu pasti akan menjualnya, ya `kan?"

    Rich: "Hhmm ... ya, aku akan menjualnya." Rich akan membeli jubah
    seperti milik More. More mengatakan bahwa harga cangkir itu cukup
    untuk membeli beberapa jubah.

    More: "Cangkir itu dikirim kepadaku beberapa waktu yang lalu oleh
    seorang wanita. Kini dia sedang ada dalam proses hukum di
    pengadilan pemerintah. Itu suap, Richard."

    Kemudian More berkata, "Tapi Richard, di pemerintahan, kamu akan
    ditawari segala jenis barang. Aku dulu pernah ditawari sebuah
    desa, dengan pabrik, dan rumah besar, dan tahu sendirilah --
    lencana, aku tidak heran. Mengapa tidak mau jadi pengajar? Kamu
    akan jadi pengajar yang baik. Bahkan mungkin pengajar yang hebat."

    Rich: "Dan jika aku jadi pengajar yang hebat, siapa juga yang akan
    mengenalku?"

    More: "Kamu, murid-muridmu, teman-temanmu, Tuhan. Bukan citra yang
    buruk, yang .... Oh, dan hidup yang tenang."

    Pada akhir cerita, saat Thomas More diadili karena menentang raja
    dan Richard Rich bersaksi menentangnya, ia melihat Richard memakai
    medali yang melingkar di lehernya. Dia berkata, "Kamu memakai
    lencana pejabat pemerintahan. Boleh aku melihatnya." Sesaat
    setelah itu: "Red Dragon. Apa ini?"

    Thomas Cromwell menjawab, "Sir Richard ditunjuk sebagai Mahkamah
    Agung Wales."

    More menatap orang kaya baru yang masih muda itu dan berbisik,
    "Untuk Wales? Mengapa Richard, tidak ada untungnya bagi seseorang
    untuk memberikan jiwanya pada seluruh dunia ... apalagi untuk
    Wales!"

  Perlu seumur hidup untuk memahami dan benar-benar mengenali diri
  sendiri. Alasannya mengapa demikian adalah karena kita selalu
  berubah, bertumbuh dan belajar, gagal dan berhasil, mulai dan
  berhenti, selalu lebih baik atau lebih buruk dari yang sebelumnya.

  Saat Daud yang masih belia berdiri menghadapi Goliat, ia menunjukkan
  bahwa ia mengenali kekuatannya -- keberanian, keterampilan dengan
  ketapel, iman pada Tuhan -- dan kelemahannya -- ukuran, kurangnya
  senjata, kurangnya pengalaman bertarung dengan Goliat. Dari
  seberang, ia menatap sang Goliat dengan kekuatan yang luar biasa --
  ukuran tubuh, kekuatan fisik, senjata, tombak, pedang, dan perisai
  -- namun ada satu kelemahan, matanya tidak tertutup oleh perisainya.
  Saat Daud melihat tempat di mana ia bisa melemparkan batunya, dia
  memilih kelemahan utama lawannya dan melemparkan batu dengan
  ketapelnya di daerah antara kedua mata.

  Tidak cukup untuk mengetahui kekuatan-kekuatan kita dan
  menggunakannya dengan baik. Jika kita tidak mengetahui kelemahan
  kita dan melindungi diri dengan menjaga dan memerhatikan kelemahan
  itu, kita akan jatuh saat kita melakukan apa yang baik -- dan akan
  sangat terkejut dalam prosesnya.

  Pada tahun-tahun mendatang, saat Daud jatuh dalam dosa dengan
  Batsyeba, dan kemudian melakukan banyak kesalahan lagi saat dia
  berusaha menutupi dosanya, ia tidak lagi mengenal dirinya sendiri
  seperti saat ia masih muda. Usia dan pengalaman telah mengubah
  kekuatannya dan menghadirkan kelemahan-kelemahan baru kepadanya.
  Keegoisan dan nafsu seksualnya membuatnya jatuh, seperti Goliat.

  Saya sering kali geli dengan cara beberapa orang berdebat mengenai
  elemen dalam Yesus dan karakter Allah. Apa yang ada di jiwa manusia
  yang membuat kita berpikir bahwa kita dapat memahami Allah sementara
  kita tidak mengenal diri sendiri?

  Seseorang pernah bertanya kepada teman Albert Einstein mengenai
  apakah betul hanya sepuluh orang di dunia yang benar-benar memahami
  Albert Einstein. Ia menjawab, "Oh, salah. Ada sekitar dua puluh
  orang, namun Einstein tidak termasuk di dalamnya." (t/Dian)

  Diterjemahkan dari:
  Nama situs: Joe McKeever
  Judul asli artikel: Leadership Principle No. 12 -- Know Yourself
  Inside and Out
  Penulis: Joe McKeever
  Alamat URL: http://www.joemckeever.com/mt/archives/000606.html

==================================**==================================
INSPIRASI

                        MENYADARI POTENSI DIRI

  Seorang pembicara di seminar di Amerika Serikat sering kali
  mengajukan sejumlah pertanyaan yang membuat orang berpikir ulang
  tentang kehidupannya. Perkenankanlah saya mengajukan kembali
  pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada Anda. Pertama, seberapa
  berhargakah hidup Anda? Kedua, apakah waktu merupakan sesuatu yang
  penting bagi Anda? Ketiga, mana yang lebih berharga, gedung tempat
  Anda berada sekarang atau hidup Anda? Keempat, berapa waktu yang
  diperlukan untuk merancang gedung tempat Anda sekarang berada?
  Kelima, berapa lama waktu yang Anda gunakan untuk merancang hidup
  Anda? Biasanya, orang akan menjawab bahwa waktu yang digunakan untuk
  merancang gedung lebih lama daripada merancang kehidupannya. Ironis!
  Sebagai orang beragama, saya sangat percaya bahwa Tuhan telah
  memberi setiap orang potensi atau talenta tertentu. Saya juga
  percaya, salah satu cara terbaik dalam bersyukur ialah terus
  mengembangkan talenta tersebut dan menjadikannya berguna bagi
  sesama. Bukan membandingkan talenta kita dengan orang lain!
  Bagaimanakah dengan potensi yang Anda miliki? Sudahkah Anda
  berkomitmen untuk terus mengembangkannya?

  Diambil dari:
  Judul buku: The Leadership Wisdom
  Penulis: Paulus Winarto
  Penerbit: PT Elex Media Komputindo, Jakarta 2005
  Halaman: 17

==================================**==================================
Berlangganan: subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Kontak e-Leadership: leadership(at)sabda.org
Arsip e-Leadership: http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip
Situs Indo Lead: http://lead.sabda.org/
Network Kepemimpinan: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_kepemimpinan
______________________________________________________________________
Redaksi e-Leadership: Dian Pradana dan Puji Arya Yanti
e-Leadership merupakan kerjasama antara Indo Lead, YLSA, dll.
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Bahan ini dapat dibaca secara on-line di:
http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/
Copyright(c) 2008 oleh YLSA
http://www.ylsa.org/ ~~ http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
==================================**==================================

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org