Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-leadership/28

e-Leadership edisi 28 (13-3-2008)

Pemimpin dalam Konflik

                           Edisi Maret 2008
==================================**==================================
                     Milis Publikasi e-LEADERSHIP
                                 ****
                     Topik: Pemimpin dalam Konflik
==================================**==================================

  MENU SAJI

  EDITORIAL         : Mengenal dan Mengatasi Konflik
  ARTIKEL (KHUSUS)  : Renungan Paskah: Kita Tidak Perlu Takut
  ARTIKEL 1         : Memimpin di Tengah Konflik
  ARTIKEL 2         : Konflik: Api Penyucian dalam Kepemimpinan
  TIPS              : Langkah-Langkah Menangani Konflik
  STOP PRESS        : - SABDA.org dan In-Christ.Net Pindah Server
                      - SABDA Space Teens: Komunitas Blogger Remaja
                        Kristen

==================================**==================================
EDITORIAL

                -*- MENGENAL DAN MENGATASI KONFLIK -*-

  Di mana terdapat perbedaan pandangan, tujuan, pemikiran, ataupun
  karakter, di sana akan muncul konflik. Maka dari itu, kita semua
  tentunya pernah terlibat dalam suatu konflik. Pasalnya, kita semua
  diciptakan tidak sama. Pemikiran dan karakter kita berbeda antara
  satu dengan yang lainnya.

  Jika ditanya, "Apakah Anda senang terlibat dalam suatu konflik?",
  Kebanyakan orang akan menjawab dengan kata "tidak". Meskipun
  demikian, kita tidak bisa terbebas begitu saja dari konflik. Kalau
  begitu, yang perlu kita lakukan adalah mengenali konflik itu dan
  aspek-aspek apa saja yang ada di dalamnya. Untuk itu, simaklah
  "Memimpin di Tengah Konflik", artikel pertama dalam edisi ini.

  Lepas dari sisi negatif sebuah konflik, terkadang hal itu diperlukan
  demi sebuah kebaikan, seperti apa yang diungkapkan pada artikel yang
  kedua. Jangan lewatkan pula tips menghadapi konflik pada kolom Tips
  yang pastinya akan sangat bermanfaat.

  Kami ingatkan, sebelum membaca seluruh rangkaian mengenai cara
  mengatasi konflik, simak terlebih dahulu artikel khusus Paskah.
  Kebangkitan-Nya memberi kita jaminan untuk tidak takut terhadap apa
  pun juga, termasuk saat menghadapi konflik. Yesus sudah bangkit!
  Dosa kita telah diampuni dan Dia ada bersama-sama dengan kita dalam
  segala keadaan dan kondisi.

  Selamat Paskah dan Tuhan memberkati!

  Pimpinan Redaksi e-Leadership,
  Dian Pradana

        "Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar,
      dengan apakah kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu
       mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai
            yang seorang dengan yang lain." (Markus 9:50)
             < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Markus+9:50 >

==================================**==================================

    NO PROBLEM IS INSURMOUNTABLE. WITH A LITTLE COURAGE, TEAMWORK,
          AND DETERMINATION, A PERSON CAN OVERCAME ANYTHING.

==================================**==================================
ARTIKEL (KHUSUS)

           -*- RENUNGAN PASKAH: KITA TIDAK PERLU TAKUT -*-

  Apa yang membuat Anda merasa gelisah dan takut? Mungkin hidup Anda
  ada dalam bahaya dan karena itu Anda takut. Tentu saja rasa bersalah
  itu juga sangat kuat dampaknya. Rasa bersalah dapat menyebabkan Anda
  ketakutan.

  Pada hari Minggu Paskah malam, pengikut Yesus pun ketakutan. Mereka
  berpikir bahwa hidup mereka terancam. Para pemuka agama Yahudi telah
  menyalibkan Yesus -- pasti sulit sekali bagi mereka untuk menjala
  manusia tanpa kehadiran Yesus. Dan lagi, mereka juga dihinggapi rasa
  bersalah. Mereka tidak percaya saat Yesus berkata pada mereka bahwa
  Ia akan bangkit. Kini mereka mendengar berita bahwa Yesus
  benar-benar telah bangkit. Jika Yesus benar-benar bangkit, apa yang
  akan Ia lakukan saat bertemu dengan mereka yang tidak percaya itu?
  Apakah Ia akan murka? Mari cari tahu.

  "Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu berkumpullah
  murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci
  karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi. Pada waktu itu
  datanglah Yesus dan berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata:
  "Damai sejahtera bagi kamu!" Dan sesudah berkata demikian, Ia
  menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka. Murid-murid
  itu bersukacita ketika mereka melihat Tuhan." (Yoh. 20:19-20)

  Dalam ketakutan, kini ada pengampunan. Mengapa? Karena kenyataan
  bahwa Yesus benar-benar mati dan kemudian bangkit. Lubang paku yang
  terlihat saat Yesus bangkit menyingkirkan rasa takut dalam hati
  mereka.

  Sama halnya dengan Anda. Ia berdiri di hadapan Anda, tersenyum,
  tangan terbentang. Anda dapat melihat lubang paku di tangan-Nya. Ia
  berkata pada Anda, "Damai sejahtera bagi kamu." Ada damai dalam
  kata-kata-Nya, dan bekas lubang paku di tangan-Nya adalah penangkal
  segala rasa takut. Karena di sana -- di tangan dan kata-kata Yesus
  -- ada pengampunan.

  Karena itu, Anda tidak perlu takut. Fokuslah pada lubang paku di
  tangan-Nya saat Ia bangkit sehingga Anda dapat melihat dengan jelas
  bahwa dosa Anda telah diampuni dan ada damai sejahtera dalam diri
  Anda. (t/Dian)

  Diterjemahkan dan disesuaikan dari:
  Nama situs: WELS
  Penulis   : tidak dicantumkan
  Alamat URL: http://www.wels.net/cgi-bin/site.pl?2617&contentID=70662&collectionID=1019&seq=5

==================================**==================================
ARTIKEL 1

                  -*- MEMIMPIN DI TENGAH KONFLIK -*-
                   Diringkas oleh: Puji Arya Yanti

  Ada yang unik dan berbeda dalam edisi tutup tahun majalah Time 2002.
  Tahun-tahun sebelumnya mereka memilih satu orang untuk tampil di
  halaman utama sebagai Person of the Year, tapi kali ini tiga orang
  sekaligus. Semuanya wanita dan kisah mereka sarat dengan pelajaran
  kepemimpinan tentang konflik.

  Orang pertama, Coleen Rowley, staf pengacara FBI yang mengirim memo
  sensasional kepada Direktur FBI. Dia menjelaskan bahwa biro
  bergengsi itu tidak menggubris surat dari kantornya di Minneapolis
  sebelum 11 September untuk menginvestigasi Zacarias Moussaoui, yang
  akhirnya diseret ke meja hijau sebagai salah seorang konspirator
  aksi teroris tersebut.

  Orang kedua, Sherron Watkins, Wakil Presiden Enron, perusahaan
  terbesar ke-7 di Amerika yang bergerak di bidang energi, yang
  menulis surat ke Pemimpin Enron dan melaporkan penyelewengan metode
  akuntansi perusahaan tersebut. Penyelewengan itu menutup-nutupi
  utang perusahaan milyaran dolar dengan skenario kontrak kerja sama
  yang mencurigakan, sementara eksekutif elit Enron meraup keuntungan
  pribadi dengan stock option mereka.

  Orang ketiga, Cynthia Cooper, Wakil Kepala Divisi Internal Audit
  WorldCom, perusahaan multinasional terbesar ke-25 di Amerika. Ia
  memberitahu dewan WorldCom tentang adanya upaya sistematis untuk
  menutup-nutupi kerugian perusahan sebesar 3,8 triliun dolar Amerika
  melalui taktik akuntansi yang kreatif. Akhirnya, CEO WorldCom yang
  sebenarnya sangat dihormati di Amerika terbukti bersalah dan
  dijatuhi hukuman penjara selama enam puluh lima tahun.

  Ketiga wanita itu disebut "whistle-blowers", suatu ungkapan bagi
  individu yang menyingkap suatu hal yang sensitif dan disembunyikan,
  sebagaimana definisi kamus Merriam-Webster. Dan dari kisah mereka,
  ada pelajaran kepemimpinan dalam menghadapi konflik yang terlalu
  berharga untuk tidak dihiraukan.

  Konflik Internal: Penjara Ketakutan

  Sebenarnya Rowley, Watkins, dan Cooper takut dengan konsekuensi yang
  akan diterima setelah aksi mereka, namum mereka akhirnya memilih
  untuk menyuarakan kebenaran. Mereka memutuskan untuk mendengarkan
  dan menaati hati nurani daripada dipenjara oleh ketakutan mereka
  sendiri. Meskipun untuk itu mereka harus membayar harga yang mahal,
  seperti mengorbankan pekerjaan, kesehatan, privasi, dan keseharian
  hidup mereka.

  Pertanyaan utama bagi kita, apakah kita akan berdiam diri saja atau
  menyuarakan kebenaran dengan hikmat bijaksana? Seperti apa yang
  ditulis Martin Luther King, Jr., "Our lives begin to end the day we
  become silent about things that matter."

  Anda akan berempati dengan dilema yang dihadapi Rowley, Watkins, dan
  Cooper bila Anda pernah berada dalam posisi mereka. Sungguh tidak
  mudah, karena kita dipaksa untuk berhadapan dengan diri kita
  sendiri. Bukan dengan "diri" yang kita proyeksikan di umum, namun
  "diri" apa adanya. Hal itulah yang membedakan pemimpin dengan
  nonpemimpin: reaksi terhadap konflik internal dalam diri kita.
  Reaksi terhadap ketakutan. Meskipun demikian, bukan berarti pemimpin
  tidak boleh memiliki rasa takut. Ketiga pemimpin di atas juga
  ketakutan. Namun bedanya di sini, pemimpin bergelut dengan rasa
  takut tersebut dan memilih untuk tidak tunduk padanya.

  Hal tersebut seharusnya juga berlaku khususnya bagi pemimpin Kristen
  karena ia tahu hidupnya ada di tangan Tuhan yang telah mati dan
  bangkit baginya. Dan karena Allah berdaulat mutlak, maka tidak akan
  ada sehelai rambut yang akan lepas dari kepala kita tanpa
  sepengetahuan dan seizin Allah. Dalam pledoi yang dibacakan Romo
  Sandyawan di depan majelis hakim berkaitan dengan keberpihakan dan
  perjuangannya membela para korban kasus Mei 1998 dan mencari
  keadilan di tengah rezim pemerintahan yang begitu korup, ia
  mengucapkan kalimat-kalimat berikut:

  "... maka kalau memang semua (penderitaan) ini merupakan konsekuensi
  perwujudan iman saya ... dan sekarang itu berarti secara nyata saya
  akan dilemparkan ke balik jeruji penjara, menjadi bagian dari
  tumpukan para korban, saya siaga dan ikhlas. Memang saya merasa
  lemah, namun saya tak sudi tunduk mengabdi kepada ketakutan ...."

  "Saya tak sudi tunduk mengabdi kepada ketakutan." Kiranya kalimat
  kristalisasi iman ini menguatkan kita dalam melakukan tugas
  kepemimpinan yang kita emban.

  Konflik Eksternal: Intimidasi dan Pengkhianatan

  Ketabahan dan ketegaran menghadapi konsekuensi dari aksi pribadi
  mereka adalah pelajaran kedua dari Rowley, Watkins, dan Cooper.
  Awalnya mereka mencoba mengangkat kejanggalan dan penyimpangan yang
  terjadi dalam organisasi, mereka diminta membatalkan niat tersebut
  oleh atasan, bahkan diperingatkan akan risikonya terhadap masa depan
  karier mereka dan implikasinya terhadap keuangan mereka.

  Kepemimpinan memang identik dengan konflik. Memilih menjadi pemimpin
  sama juga memilih untuk mengakrabi konflik. Karena pemimpin pada
  esensinya memobilisasi orang lain untuk berubah atau bergerak dari
  "status quo" menuju ke suatu tujuan yang lebih ideal. Perubahan yang
  nyata selalu mengundang konflik, baik konflik internal maupun
  eksternal. Inilah sebabnya mengapa kepemimpinan identik dengan
  konflik.

  Itu sekaligus menjelaskan mengapa jalan seorang pemimpin adalah
  jalan yang sepi. "Leadership path is a lonely one." Semakin besar
  tanggung jawab seorang pemimpin, semakin sepi jalan yang harus ia
  lalui. Dan ketika ia mengambilnya sebagai tanggung jawab pribadi,
  tindakan menyuarakan kebenaran seperti ketiga wanita di atas, hampir
  pasti memunculkan resistensi.

  Watkins menceritakan bahwa banyak orang yang mulai menjauhi dan
  meninggalkannya. Dia merasa dikhianati. Perasaan tersebut memang
  menyakitkan. Seorang penyanyi Kristen, dalam lirik lagunya tentang
  pengkhianatan Yudas menulis, "Only a friend can betray a friend.
  Strangers have nothing to lose." Hanya seorang sahabat yang dapat
  melakukan pengkhianatan. Semakin dekat persahabatan tersebut,
  semakin tajam pisau pengkhianatan menusuk ulu hati.

  Tatkala Anda berpikir sedang memerjuangkan suatu kebenaran dan patut
  mendapat dukungan moral, namun malah dikhianati, Anda pasti
  mengalami bagaimana pergumulan yang menghasilkan keberanian tersebut
  seketika hilang. Anda pun kembali dari titik awal dengan diselimuti
  keragu-raguan. Apakah kebenaran ini cukup berharga untuk
  diperjuangkan? Apalagi kalau ada banyak yang menjadi taruhannya.

  Momen-momen penting di dalam konflik seperti di atas itulah yang
  membentuk seorang pemimpin. Momen-momen tersebut kritis karena
  menyentuh dan menguji fondasi karakter dan sistem nilai kita. Tanpa
  melalui momen-momen tersebut, pemimpin tidak akan pernah teruji
  dengan baik.

  Respons Yesus terhadap pengkhianatan Yudas adalah respons yang
  sangat luar biasa. Hal itu juga menjadi perbedaan signifikan yang
  membedakan Yesus dengan ketiga wanita tersebut. Yesus mengetahui
  sejak semula bahwa Yudas akan berkhianat, sementara Rowley, Watkins,
  dan Cooper tidak pernah menyangka sahabat dan koleganya akan
  mengkhianatinya. Meskipun Yesus tahu akan dikhianati, Ia tetap
  melayani Yudas, membasuh kakinya, dan mengeringkannya dengan penuh
  kasih. Kita patut bersyukur dengan teladan tersebut.

  Ketiga wanita yang menjadi Persons of the Year tersebut tidak pernah
  menyebut diri mereka sebagai pemimpin. Mereka juga tidak pernah
  berambisi menjadi seorang publik figur -- kemunculan mereka ke mata
  publik disebabkan apa yang mereka lakukan bocor ke tangan media.
  Namun, apa yang telah mereka lakukan membuat mereka pantas
  menyandang gelar pemimpin. Mereka bukan saja Persons of the Year,
  tetapi juga Leaders of the Year.

  Diringkas dari:
  Judul buku   : Kepemimpinan Konsep Karakter Kompetensi Kristen
  Judul artikel: Memimpin di Tengah Konflik
  Penulis      : Sendjaya
  Penerbit     : Kairos Books, Yogyakarta 2004
  Halaman      : 149 -- 155

==================================**==================================
ARTIKEL 2

          -*- KONFLIK: API PENYUCIAN DALAM KEPEMIMPINAN -*-

  Dua bayangan muncul dengan cepat dalam pikiran saya sewaktu
  seseorang meminta saya menggambarkan kepemimpinan dan konflik --
  Musa dan Nehemia -- yaitu Edwin Musa dan Rinaldo Nehemiah.

  Anda masih ingat orang-orang ini? Edwin Musa adalah pelari
  gawang 400 meter yang terhebat di dunia. Selama lebih dari satu
  dasawarsa, dia tidak pernah kalah. Di tahun 1976, dia memenangkan
  sebuah medali emas di Olimpiade Montreal. Rinaldo Nehemiah adalah
  pelari gawang 100 meter kelas dunia. Yang menarik, dua lelaki
  tersebut adalah pelari-pelari yang kuat, tetapi banyak pelari yang
  lebih kuat. Keduanya adalah pelari yang cepat, tetapi ada banyak
  juga yang lebih cepat.

  Jadi mengapa Musa dan Nehemia selalu menang? Mereka memunyai
  kemampuan yang unik untuk mengantisipasi, mendekati, dan mengatasi
  rintangan-rintangan -- yaitu pelari-pelari gawang lainnya. Musa dan
  Nehemiah adalah pelari-pelari yang hebat, seperti Musa dan Nehemia
  yang merupakan pemimpin-pemimpin hebat dikarenakan oleh
  rintangan-rintangan.

  Dengan kata lain, rintangan-rintangan membuat mereka hebat. Seperti
  rintangan-rintangan mencetak pelari, maka konflik menetapkan
  pemimpin. Untuk menetapkan kepemimpinan, pertama kali kita harus
  memahami sifat-sifat konflik.

  Suatu masalah yang besar dalam gereja sekarang ini adalah bahwa kita
  memberikan definisi kepemimpinan jauh terlalu luas dan hampir selalu
  tidak menghargai peran konflik dalam pelaksanaan fungsi
  kepemimpinan. Para pemimpin diperlukan meskipun disebabkan oleh
  konflik. Di Amerika, orang-orang Kristen telah memeluk dua pandangan
  yang salah mengenai konflik yang secara negatif memengaruhi
  bagaimana kita memahami kepemimpinan. Pandangan yang pertama,
  melihat konflik dalam arti dosa. Yang kedua, melihat konflik dalam
  arti kekuatan. Pandangan-pandangan ini jarang diungkapkan, tetapi
  masing-masing pandangan didasarkan pada serangkaian pegangan yang
  mendalam. Sering kali asumsi-asumsi yang tidak didasari asumsi
  inilah yang menuntun perilaku.

  Mereka yang melihat konflik sebagai dosa memfokuskan pada emosi yang
  disebabkan oleh konflik. Takut menyakiti orang lain, karenanya
  konflik dihindari seperti menghindari dosa. Orang-orang enggan
  berkonfrontasi, marah, tidak setuju, atau melukai hati. Mereka
  seperti pelari-pelari yang menemukan gawang dan berhenti,
  mengharapkan gawang itu hilang, atau seperti pelari-pelari yang
  mengelilingi gawang, dan tidak melompatinya, sehingga mengganggu
  pelari-pelari lain yang sementara lari.

  Ironisnya, tentu saja, sikap tersebut meningkatkan hal-hal yang
  sedang mereka coba untuk hindari. Konflik yang tidak terpecahkan
  tidak hilang begitu saja. Konflik makin terpecah-pecah, menghasilkan
  luka yang lebih dalam. Seorang "pemimpin" yang tidak mau menghadapi
  konfrontasi bukanlah seorang pemimpin.

  Yang sangat berlawanan adalah mereka yang memandang konflik sebagai
  suatu cara untuk membentuk kekuatan dan membentuk kedudukan -- untuk
  menunjukkan siapa bos itu. Di mana pandangan yang pertama itu pasif
  dan mendamaikan, sedangkan pandangan yang kedua agresif dan
  otoriter. Orang-orang yang memegang pandangan ini adalah seperti
  pelari yang menyerang dan menendang setiap gawang sampai jatuh,
  menjebloskan diri sendiri, dan mengganggu setiap orang yang mau
  bangun kembali. Setiap masalah dan perselisihan pendapat
  menyalahgunakan hal rohani untuk membuktikan "saya benar" dan "kamu
  salah". Perbedaan-perbedaan yang paling kecil menjadi ujian.
  Perbedaan ini menciptakan suatu budaya konfrontasi di mana ketakutan
  dan rasa bersalah mengontrol perilaku. Ini adalah satu jenis aliran
  Farisi yang menunjukkan loyalitas dan otonomi lebih daripada menjadi
  hamba dan komunitas. Seorang "pemimpin" yang tidak mau melayani
  bukanlah seorang pemimpin.

  Kedua pandangan itu memunyai berbagai dasar kebenaran, konflik
  sering kali akibat dari dosa, akibat dari hidup di dunia yang
  berdosa ini. Meskipun demikian, tidak semua konflik adalah dosa.
  Agaknya dosa membuat konflik itu perlu, dan memecahkan konflik
  memerlukan kepemimpinan yang diarahkan oleh Roh Kudus. Tentu saja,
  kuncinya adalah otoritas rohani, bukan kekuasaan manusia. Otoritas
  rohani berbeda dalam sifat dan hakikatnya dari jenis kekuatan dan
  pengontrolan yang biasa kita pikirkan, dan terlalu sering kita
  andalkan untuk kepemimpinan dalam gereja.

  KONFLIK DALAM ALKITAB

  Konflik dalam pemahaman Alkitab, merupakan suatu tempat
  pertandingan, arena tempat musuh untuk bertanding. Kata Yunani untuk
  konflik adalah "agon", yang kita ambil dari bahasa Inggris "agony".
  Rasul Paulus menuliskan, "Sebab keinginan daging berlawanan dengan
  keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging
  -- karena keduanya bertentangan -- sehingga kamu setiap kali tidak
  melakukan apa yang kami kehendaki." (Gal. 5:17) Paulus mengatakan
  bahwa kehidupan merupakan tempat pertandingan rohani, "karena
  perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan
  pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan
  penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di
  udara." (Ef. 6:12)

  Bagi Paulus, konflik merupakan bentrokan antara kebenaran Tuhan
  dengan kebijaksanaan dunia, antara otoritas rohani dan kekuatan
  manusia. Pandangan ini menunjukkan pandangan umum mengenai kekuatan
  pada permukaannya saja. Salib, "Suatu batu sandungan bagi
  orang-orang Yahudi dan kebodohan untuk orang-orang bukan Yahudi." (1
  Kor. 1:23), menjadi titik balik sejarah dan sandi dari otoritas yang
  sejati. Pesan Paulus kepada jemaat di Korintus muncul "tidak dengan
  kata-kata hikmat dan meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan
  kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat
  manusia, tetapi pada kekuatan Allah." (1 Kor. 2:4,5). Ini
  menggemakan apa yang Tuhan firmankan kepada Zerubabel, "Bukan dengan
  keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan Roh-Ku."
  (Zak. 4:6)

  Dalam Alkitab, konflik sangat menyumbat kepercayaan. Ini merupakan
  ketegangan yang kreatif antara hukum dan anugerah, dosa dan
  pengampunan, keadilan dan belas kasihan. Ini dimulai dan diakhiri
  dengan cerita keselamatan, dari Taman Eden ke Golgota, dan
  pengrusakan terhadap bait Allah sampai ke Yerusalem Baru.

  Pengertian ini mengubah pandangan kita. Sekarang, konflik adalah
  kesempatan untuk menunjukkan suatu realitas baru dalam Kristus.
  Kepemimpinan juga merupakan suatu proses, bukan suatu kedudukan;
  kepemimpinan adalah belajar dan melayani, bukan mengontrol.

  Konflik menawarkan pada kita kesempatan untuk bertumbuh, untuk
  mengubah pemikiran-pemikiran kita, dan untuk menciptakan tanggung
  jawab baru berdasarkan kebenaran Tuhan yang difirmankan. Ini membuka
  pintu bagi keseluruhan rangkaian asumsi-asumsi dan prinsip-prinsip
  yang baru bagi kepemimpinan rohani, termasuk dua asumsi yang membuat
  dasar bagi bab ini. Asumsi pertama, konflik-konflik itu perlu. Yang
  kedua, kepemimpinan merupakan suatu panggilan dan karunia.

  KONFLIK ITU PERLU

  Jika kematian dan pajak-pajak merupakan dua hal pertama yang pasti
  dalam kehidupan, maka konflik merupakan hal ketiga. Kehidupan
  memerlukan konflik. Konflik merupakan bagian pokok dari rencana
  penebusan Tuhan. Melalui konflik, kita mengetahui kebutuhan kita,
  mengakui dosa, mengenal kebenaran, dan menguji iman kita.

  Pikirkan tentang di mana kita akan berada, sebagai contoh, jika Nuh
  tidak membuat bahtera dalam "ketakutan yang suci"; jika Musa tidak
  menentang Firaun atau membuat dalih di hadapan Tuhan untuk
  melindungi Israel yang bersikeras; jika Yosua tidak bergerak di
  sekitar Yerikho, atau Rahab tidak menyembunyikan mata-mata; jika
  Gideon, Simson, Daud, Yesus, dan pengikut-pengikut Kristus sepanjang
  2000 tahun sejarah sejak Kalvari telah menghormati, pendapat
  manusia lebih daripada kehendak Allah. Cerita tentang iman kita
  memerlukan konflik. Dengan konflik, kita belajar dan bertumbuh.

  Hanya dengan memercayai Allah melalui sakit, ketidakpastian, dan
  perlawanan, maka kita membuktikan kehendak-Nya dan mendemonstrasikan
  kuasa-Nya. Kepemimpinan rohani berarti membuat keputusan-keputusan
  yang meliputi dua hal, yaitu menyebabkan konflik dan memecahkan
  konflik. Keputusan seorang pemimpin untuk mengerjakan suatu hal atau
  untuk menjalankan satu cara harus menjadi suatu keputusan untuk
  tidak melakukan hal-hal yang lain atau menjalankan cara yang
  berlawanan.

  Pengertian Alkitab mengenai konflik mengubah pandangan kita. Bahaya
  berubah menjadi kesempatan. Kepemimpinan menjadi seni dalam
  menemukan kebenaran dan menaati Yesus.

  Ini selanjutnya mengubah cara dalam pendekatan konflik. Konflik
  menjadi suatu proses belajar. Konfrontasi dan penghindaran diganti
  dengan penemuan dan dialog. Daripada menanyakan bagaimana keluar
  dari konflik, kita dapat bertanya lebih mendalam, dengan pertanyaan
  yang lebih relevan, "Apakah menjadi pengikut Kristus harus melalui
  konflik?"

  Diambil dan disesuaikan dari:
  Judul buku: Leaders On Leadership
  Judul bab : Konflik: Api Penyucian dalam Konflik
  Penulis   : George Barna
  Penerbit  : Gandum Mas, Malang 1997
  Halaman   : 305 -- 310

==================================**==================================
TIPS

              -*- LANGKAH-LANGKAH MENANGANI KONFLIK -*-

  Konflik memang bukan sesuatu yang menyenangkan, apalagi jika Anda
  terlibat di dalamnya. Dan boleh dikata, semua orang pasti pernah
  terlibat dalam suatu konflik.

  Tentu saja sebelum Anda berurusan dengan situasi semacam itu, Anda
  harus terlebih dahulu berdoa; memohon kebijaksanaan, pemahaman, dan
  agar Tuhan menyingkapkan akar permasalahan, mendamaikan, dan
  memulihkan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.

  Selain itu, ada beberapa tips yang mungkin dapat membantu Anda untuk
  menyelesaikan suatu konflik.

  1. Menjadi Pendamai. Alkitab mengatakan bahwa tujuan kita sebagai
     orang-orang yang telah lahir baru ialah menjadi pendamai.
     Seseorang yang memahami benar posisinya sebagai pendamai akan
     membantu pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mengerti dari
     mana harus memulai menyelesaikan konflik. Sebagai pendamai,
     tujuan kita adalah untuk membawa kedamaian, menyelesaikan
     konflik, dan memulihkan kesatuan.

  2. Tetap netral. Penting bagi Anda untuk tetap netral jika ada
     dua/lebih pihak yang sedang berselisih paham. Dengan tetap
     netral, Anda tidak memihak siapa pun, tapi berperan sebagai
     mediator -- tidak memihak mana pun tapi memastikan adanya
     kebenaran dan keadilan dalam situasi tersebut.

  3. Dengarkan kedua (atau lebih) pihak. Setiap cerita terdengar
     sangat bagus sampai saat Anda mendengarkan cerita yang lain.
     Usahakan untuk mendengar semua versi cerita yang ada dan jangan
     menghakimi sampai Anda mendengarkan cerita-cerita yang lain. Jika
     sudah demikian, Anda akan mampu memahami benar apa yang terjadi
     dan apa akar permasalahan dari sebuah konflik, dan kemudian dapat
     membuat pengamatan dan kesimpulan.

  4. Mau membujuk pihak-pihak untuk bertanggung jawab. Jika suatu
     pihak/pihak-pihak telah melakukan hal yang salah, Anda harus
     bersedia menghampiri pihak-pihak tersebut untuk membuat mereka
     bertanggung jawab secara alkitabiah, menjelaskan kesalahan
     mereka, dan menunjukkan apa yang Alkitab katakan mengenai apa
     yang mereka lakukan. Minta mereka untuk bertobat bila perlu.
     Dengan demikian, Anda akan memimpin mereka kepada Tuhan secara
     alkiabiah dan mendorong mereka untuk berjalan dalam roh, bukan
     dalam kedagingan mereka.

  5. Nasihati pihak-pihak dalam konflik. Rasul Paulus adalah teladan
     yang baik ketika ia menasihati dua orang wanita di Filipi 4:2,
     "Euodia kunasihati dan Sintikhe kunasihati, supaya sehati sepikir
     dalam Tuhan." Paulus memerlihatkan kepada mereka bahwa ia
     mengasihi mereka berdua dan tidak memihak siapa pun, namun fokus
     pada hal yang lebih penting -- rekonsiliasi.

  6. Mendorong adanya rekonsiliasi. Paulus mendorong kedua wanita itu,
     tidak peduli apa permasalahan mereka, untuk sehati sepikir dalam
     Tuhan. Tanggung jawab kita adalah mendorong pihak-pihak yang
     berkonflik agar mau menyelesaikan masalahnya, berdamai, saling
     berkomunikasi, dan juga bertanggung jawab atas tindakan mereka
     serta bersedia untuk minta maaf jika memang perlu.

  7. Satukan pihak-pihak yang berselisih paham. Saat mereka setuju
     untuk berdamai, langkah selanjutnya ialah menetapkan waktu untuk
     mereka saling bertemu dan berekonsiliasi dengan Anda berperan
     sebagai mediator. Jika mereka menghendaki hal semacam itu
     sendiri, bagus, tapi jika tidak, seorang mediator harus hadir
     juga. Usahakan untuk bicara secara pribadi dengan pihak-pihak
     yang terlibat sebelum pertemuan dimulai. Itu dilakukan untuk
     memberikan kepada mereka hikmat ilahi dan pencerahan dalam
     situasi melalui Alkitab dan mendorong mereka untuk berdamai.

  8. Beri semua pihak kesempatan berbicara. Pada pertemuan
     rekonsiliasi, minta pihak-pihak yang ada untuk membagikan pikiran
     dan perasaan mereka sehubungan dengan apa yang terjadi. Dengarkan
     mereka dan arahkan mereka agar mereka tidak berdebat lagi, namun
     tetap fokus pada tujuan pertemuan -- untuk berdamai dan saling
     memaafkan. Akan baik jika Anda sebagai mediator mengutarakan
     keinginan Anda tentang bagaimana pertemuan itu akan berjalan. Hal
     itu akan membuat Anda semakin siap dan pertemuannya pun akan
     berjalan dengan lebih baik -- fokus pada tujuannya, yakni
     rekonsiliasi.

  9. Dorong mereka untuk memaafkan dan melupakan yang lalu. Sebelum
     mengakhiri pertemuan itu, katakan pada mereka untuk benar-benar
     saling memaafkan dan melupakan kejadian yang sudah-sudah, jangan
     sampai diungkit-ungkit lagi di kemudian hari. Meskipun mereka
     membutuhkan waktu untuk pulih, namun dengan menjelaskan kepada
     mereka bahwa memaafkan adalah melupakan kesalahan, mereka tidak
     akan tenggelam dalam amarah dan perpecahan lagi.
                                                              (t/Dian)

  Diterjemahkan dan diringkas dari:
  Nama situs   : Filoiann Wiedenhoff.com
  Judul artikel: Practical Steps to Resolving Conflict
  Penulis      : Filoiann Wiedenhoff
  Alamat URL   : http://www.filoiannmwiedenhoff.highpowersites.com/page/page/5275438.htm

==================================**==================================
STOP PRESS

          -*- SABDA.ORG DAN IN-CHRIST.NET PINDAH SERVER -*-

  Puji Tuhan! Setelah situs-situs SABDA.org dan situs In-Christ.Net
  mengalami beberapa kali masalah selama beberapa waktu (tidak dapat
  diakses), akhirnya kami menemukan solusi dengan memindahkan server
  SABDA.org dan In-Christ.Net ke tempat yang baru dan lebih besar.
  Minggu pertama Maret, situs-situs SABDA.org dan situs In-Christ.Net
  sudah dapat diakses kembali. Kami sungguh mengucap syukur karena
  bisa melewati masa-masa sulit ini dengan baik.

  Proses pemindahan ke server yang baru dimulai pada hari Sabtu, 1
  Maret 2008 yang lalu. Beberapa staf YLSA, dibantu oleh beberapa
  sahabat YLSA, mengerjakan proses pemindahan yang cukup menegangkan
  ini hingga Minggu pagi. Pertolongan Tuhan sungguh nyata dan semua
  akhirnya bisa selesai dengan baik. Kami sungguh mengucap syukur
  kepada Tuhan karena tanpa campur tangan-Nya proses pemindahan data
  yang begitu besar ini tidak mungkin dapat berlangsung dengan mulus.
  Melalui kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada
  staf dan sahabat-sahabat YLSA yang telah membantu, terutama Sdr.
  Daniel dan Sdr. Kalpin. Kerja keras Anda sungguh kami hargai. Kami
  juga mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah memberikan
  dukungan doa. Tuhan sungguh menjawab doa-doa kita.

  Bersamaan dengan pemindahan situs-situs SABDA.org ke server yang
  baru, maka kami memutuskan untuk sekaligus melakukan serangkaian
  pembenahan dan peningkatan di situs-situs SABDA.org. Kami mohon
  dukungan doa Anda semua, agar server baru yang telah Tuhan berikan
  ini dapat digunakan semaksimal mungkin untuk pengembangan pelayanan
  Tuhan di YLSA.

  To God be the glory!

     -*- SABDA Space Teens: KOMUNITAS BLOGGER REMAJA KRISTEN -*-
                     http://teens.sabdaspace.org/

  Remaja adalah pribadi unik yang memiliki dunia yang dinamis dan
  penuh energi. Mereka tidak mau lagi disebut anak-anak, namun mereka
  juga belum pantas untuk masuk dunia orang dewasa. Karena keunikan
  dan keistimewaan inilah, mereka memiliki kebutuhan yang tidak sama
  dengan jenjang usia-usia lainnya.

  Menyadari bahwa remaja membutuhkan ruang lingkup yang berbeda dan
  perhatian yang khusus, maka Yayasan Lembaga SABDA
  < http://www.ylsa.org > menyediakan wadah bagi mereka dengan
  meluncurkan sebuah situs komunitas blogger remaja Kristen yang
  diberi nama "SABDA Space Teens" -- versi remaja dari situs SABDA
  Space < http://www.sabdaspace.org/ >. Seperti halnya SABDA Space,
  SABDA Space Teens diharapkan dapat menjadi wadah untuk menampung
  aspirasi, pikiran, dan pergumulan dalam bentuk tulisan, khusus untuk
  kaum remaja Kristen.

  Bagi Anda yang tergolong masih remaja, atau Anda yang memiliki
  anak/adik/teman/ tetangga yang masih remaja, sebarkan informasi di
  atas. Untuk bergabung mudah sekali, klik saja menu Daftar Menjadi
  Pengguna, kemudian isi formulir yang ada. Nah, para remaja, tunggu
  apa lagi? Mari berbagi pikiran melalui tulisan dan bersiap untuk
  berdampak demi kemuliaan Kristus.

==================================**==================================
Berlangganan       : subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Berhenti           : unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org
Kontak e-Leadership: leadership(at)sabda.org
Arsip e-Leadership : http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip
Situs Indo Lead    : http://lead.sabda.org/
----------------------------------------------------------------------
       Redaksi e-Leadership: Dian Pradana dan Puji Arya Yanti
    e-Leadership merupakan kerjasama antara Indo Lead, YLSA, dll.
             Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
           Bahan ini dapat dibaca secara on-line di situs:
             http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/
                      Copyright(c) 2008 oleh YLSA
          http://www.ylsa.org/ ~~ http://katalog.sabda.org/
  Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
==================================**==================================

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org