Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/163

e-Konsel edisi 163 (1-7-2008)

Masalah Rendahnya Harga Diri


_______________________________e-KONSEL_______________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
_____________________________________________________________________

EDISI 163/1 Juli 2008

Daftar Isi:
  = Pengantar: Mengevaluasi Diri
  = Cakrawala: Masalah Rendahnya Rasa Harga Diri
  = Bimbingan Alkitabiah: Tuhan, Mengapa Engkau Membentuk Aku Seperti
                          Ini?
  = Tips: Mencegah Masalah Rendah Diri dan Nilai Diri yang Rendah

PENGANTAR REDAKSI ____________________________________________________

  Salam sejahtera,

  Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki ketergantungan satu sama
  lain. Ada yang kadar ketergantungannya tinggi, ada pula yang rendah
  sehingga beberapa orang bahkan bisa mengatakan bahwa dia tidak
  membutuhkan siapa pun. Pada kenyataannya, benarkah seorang manusia
  dapat hidup tanpa membutuhkan manusia lainnya? Tentu saja tidak,
  bukan? Meskipun hanya kepada satu orang saja, kita tetap dan pasti
  membutuhkan orang lain.

  Ketergantungan manusia kepada sesamanya memang sangat menolong dalam
  menjalani kehidupan di dunia ini. Namun di sisi lain, sifat ini
  dapat pula menjadi bumerang tatkala dalam memandang, menilai, dan
  menghargai dirinya sendiri, seseorang sangat bergantung kepada
  pandangan dan penilaian orang lain. Akibatnya, bisa muncul krisis
  harga diri, dimana seseorang memiliki rasa harga diri yang rendah
  sekali jika penilaian yang dia harapkan dari orang lain tidak sesuai
  dengan harapannya. Rasa harga diri yang rendah ini akan sangat
  memengaruhi seseorang dalam bertindak, bergaul, berbicara, berpikir,
  dan sebagainya.

  Mengapa rasa harga diri yang rendah bisa sangat memengaruhi
  kehidupan seseorang? Bagaimana kita bisa menolong mereka yang
  memiliki rasa harga diri yang rendah dan tuntunan yang seperti apa
  yang Alkitab berikan? Mari kita mencari tahu jawaban atas
  pertanyaan-pertanyaan tersebut melalui edisi awal Juli ini. Kiranya
  bisa menjadi berkat bagi Anda sekalian.

  Staf Redaksi e-Konsel,
  Evie Wisnubroto

CAKRAWALA ____________________________________________________________

                  MASALAH RENDAHNYA RASA HARGA DIRI

  Saya yakin bahwa sebagian besar dari kejatuhan atau dosa pertama
  kita bermula dari kurangya rasa harga diri. Ini adalah suatu masalah
  yang dimiliki semua orang, tidak peduli bagaimana cara kita
  dibesarkan. Bahkan, jauh di lubuk hati orang-orang yang berasal dari
  keluarga yang mendekati ideal pun ada perasaan seperti ini, "Aku
  memunyai kekurangan. Orang lain mungkin tidak, tetapi aku punya
  kekurangan."

  Bagi sebagian orang, keraguan pada diri sendiri ini tidak pernah
  menjadi masalah yang sangat serius. Tetapi bagi beberapa yang
  lainnya, hal itu mungkin menjadi masalah berat. Keraguan pada diri
  sendiri dapat menjadi masalah bagi orang-orang yang sedang menuju
  kedewasaan atau sedang mengalami hubungan-hubungan antarpribadi yang
  tanpa kasih sayang, tidak disetujui, dan tidak diterima.

  Hampir semua masalah rendahnya rasa harga diri timbul dari gambaran
  diri yang diperoleh dari orang-orang yang berarti dalam hidup kita,
  seperti orang tua, saudara, teman-teman sebaya di lingkungan tempat
  tinggal, tempat kerja, bahkan di gereja. Sebagai manusia, kita
  memerlukan penerimaan, pengakuan, dan kasih sayang. Jika orang-orang
  yang penting dalam hidup kita justru memberi celaan, penolakan, dan
  suatu perasaan seakan-akan kita tidak dikehendaki, maka kebutuhan
  pokok kita tidak terpenuhi. Akibatnya, muncul perasaan harga diri
  yang rendah sekali. Kita melihat bayangan kita di mata orang-orang
  ini, dan kita berkata kepada diri kita sendiri, "Saya tidak
  berharga."

  Sebab lain dari rendahnya rasa harga diri adalah pengetahuan teologi
  yang kurang serta buruknya pengajaran di gereja maupun di dalam
  keluarga kita. Banyak dari kita yang telah menghasilkan kebaikan
  dari suatu sifat buruk. Nampaknya, kita percaya bahwa sikap mencela
  diri itu menyenangkan Tuhan, bahwa ini merupakan bagian dari
  kerendahan hati orang Kristen, bahkan hal ini perlu untuk memeroleh
  penyucian dan kekudusan. Dengan berpikir seperti ini, kita telah
  mencampurkan rasa harga diri yang baik dengan sifat egoisme duniawi
  yang buruk. Kedua hal ini tidak sama.

  Yang benar dari persoalan tersebut adalah bahwa di dalam Kitab Suci,
  meremehkan harga diri bukanlah sifat rendah hati kristiani yang
  sejati. Meremehkan harga diri sebenarnya bertentangan dengan
  ajaran-ajaran pokok iman Kristen. Sebagai contoh, Yesus menyuruh
  kita mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri (Lukas
  10:27, mengutip dari Imamat 19:18). Dengan berkata demikian, yang
  dimaksudkan oleh Yesus adalah kita hendaknya memiliki harga diri
  yang pantas. Kita hendaknya menyadari harga diri kita sendiri
  sebagai manusia dan menggunakan rasa berharga itu sebagai dasar
  untuk mengasihi sesama kita dengan layak.

  Paulus pun menjadikan rasa harga diri sebagai dasar bagi suatu
  perkawinan yang bahagia. Ia berkata, "Demikian juga suami harus
  mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri: siapa yang
  mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah
  orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan
  merawatinya," (Efesus 5:28,29). Salah satu versi Alkitab dalam
  bahasa Inggris menyatakannya sebagai berikut, "Kasih yang diberikan
  seorang laki-laki kepada istrinya adalah perluasan dari kasihnya
  kepada dirinya sendiri yang ia berikan untuk membungkus istrinya."
  Selanjutnya, Paulus mengatakan bahwa inilah jenis hubungan yang
  dipunyai Kristus dengan gereja-Nya, "Bagi kamu masing-masing ...
  kasihilah istrimu seperti dirimu sendiri," katanya meringkaskan
  (ayat 33).

  Mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri bukan hanya suatu
  perintah. Hal itu adalah suatu fakta kejiwaan. Kita dapat mengasihi
  sesama kita sampai sejauh kita mengasihi diri sendiri. Seseorang
  yang rasa harga dirinya rendah akan sangat sukar bergaul dengan
  orang lain. Kita tidak mungkin mengasihi orang lain tanpa syarat
  bila kita perlu membuktikan nilai diri kita sendiri, tetapi ketika
  kita yakin bahwa kita berharga di hadapan Allah, kita bebas
  mengulurkan tangan kasih kepada orang lain.

  Jadi, merendahkan diri sendiri tidak sama dengan kerendahan hati,
  kekudusan, atau pun kesucian. Merendahkan diri bukanlah apa yang
  dimaksudkan di dalam Perjanjian Baru, dengan menyalibkan diri kita
  sendiri (seperti yang terdapat di dalam Galatia 2:20, misalnya).
  Yesus tidak meminta kita untuk merendahkan diri kita sendiri, dan
  perasaan rendah diri kita bukan berasal dari Tuhan. Perasaan rendah
  diri itu sebenarnya berasal dari masa lalu kita.

  Bila rasa harga diri kita didasarkan pada apa yang orang lain
  pikirkan tentang kita, carilah sumber informasi lain tentang harga
  diri kita. Kita harus mendapat rasa harga diri kita dari penilaian
  Tuhan sendiri. Ia mengasihi, menghargai, dan menilai kita di dalam
  rencana yang Ia buat bagi diri kita. Paulus berkata, "Terpujilah
  Allah yang Agung, karena melalui Anak-Nya yang tercinta Ia sangat
  mengasihi kita" (Efesus 1:6, Alkitab Kabar Baik). Bagi saya, artinya
  adalah bila kita ada di dalam Kristus, Allah memandang kita dan
  berkata tentang kita seperti Ia berkata tentang Yesus pada saat
  pembaptisan-Nya, "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku
  berkenan," (Matius 3:17).

  Bagaimana kita dapat memiliki harga diri yang sesuai dengan
  pandangan Tuhan terhadap diri kita? Berikut ini ada beberapa saran.

  1. Menyadari cara Saudara dalam menilai diri sendiri.
     Saya telah menasihati orang-orang agar memohon kepada Tuhan untuk
     memeriksa setiap kali mereka meremehkan arti diri mereka sendiri.
     Satu atau dua minggu kemudian mereka kembali lagi kepada saya dan
     mereka benar-benar merasa heran. "Anda tahu," kata mereka, "saya
     tidak menyadari bahwa hal ini begitu dalam tertanam di dalam diri
     saya. Saya menganggap rendah harga diri saya siang dan malam.", 2. Belajarlah untuk menerima informasi yang baik maupun yang buruk.
     Saya mengatakan kepada orang-orang untuk berlatih menerima pujian
     dengan senyum dan ucapan terima kasih. Hendaknya mereka berhenti
     memberikan sifat rohani pada keberhasilan mereka dan jangan
     menganggap karunia-karunia mereka tidak berharga dengan menyebut
     hal seperti itu sebagai kerendahan hati.

  3. Berhenti mengatakan "akulah!"
     Cara lain untuk mengatasi rendahnya rasa harga diri adalah dengan
     berhenti menggunakan pernyataan "akulah". Hanya Yesus yang berhak
     memakai "Akulah" karena Dia dan hanya Dia sendiri yang membuat
     sesuatu. Sebaliknya, Saudara dan saya selalu akan menjadi
     sesuatu. Bila Saudara membuat pernyataan "akulah" -- akulah
     bodoh, akulah jelek, akulah tidak dikasihi, akulah canggung --
     kita membatasi diri kita dengan cara yang paling tidak perlu.
     Jika kita terbiasa memakai pernyataan-pernyataan yang demikian,
     akan diperlukan banyak doa dan pergumulan untuk mengubah keadaan
     itu. Kita bisa meminta Roh Kudus untuk memeriksa kita setiap kali
     kita menggunakannya. Sebagai ganti pernyataan "akulah", kita
     dapat mengatakan, "Saya adalah seorang anak Tuhan dan Ia
     mengasihi saya.", 4. Mintalah pertolongan.
     Jika kita sering mengalami penolakan, maka kita perlu bekerja
     keras sebelum kita dapat menilai diri kita sebagaimana Tuhan
     menilai kita. Banyak perencanaan ulang dan penyembuhan ingatan
     yang mungkin diperlukan jika kita pernah menghadapi
     pukulan-pukulan yang berat terhadap keadaan diri kita. Kita tidak
     mungkin mendapat kesembuhan ini dengan kekuatan sendiri; kita
     membutuhkan pertolongan orang lain, dan kita tidak boleh
     ragu-ragu untuk memintanya.

     Tuhan akan menyembuhkan Saudara sesuai dengan waktu yang
     ditentukan-Nya. Ia sangat gembira dengan setiap langkah kemajuan
     yang Saudara buat. Kasih-Nya kepada Saudara adalah tanpa syarat.
     Kasih-Nya sama sekali tidak bergantung pada keadaan Saudara yang
     mungkin patut dikasihi, tidak bergantung pada apakah Saudara
     berhak memerolehnya atau tidak, dan juga tidak bergantung pada
     soal Saudara dapat mencapainya atau tidak. Kasih-Nya diberikan
     kepada Saudara secara cuma-cuma. Karena Saudara tidak dapat
     menghidupkan kasih Tuhan itu dengan sesuatu yang Saudara lakukan,
     Saudara juga tidak dapat memadamkannya dengan suatu perbuatan.
     Saudara sama sekali tidak dapat membuat Tuhan berhenti mengasihi
     Saudara. Saudara dapat menolaknya, menutup diri terhadapnya,
     lalai menerimanya, membuat tembok yang menghalangi Saudara dari
     kasih itu, dan Saudara bahkan dapat pergi ke neraka daripada
     menerimanya apabila itu yang Saudara pilih. Tetapi, Tuhan akan
     terus mengasihi Saudara, bagaimana pun keadaannya. Jika Ia
     menghargai Saudara begitu tinggi, atas dasar apa Saudara
     mengatakan bahwa diri Saudara tidak berharga?

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul Buku: Pola Hidup Kristen
  Nama penulis: David Seamands
  Penerbit: Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang; Yayasan Kalam Hidup,
  Bandung; Lembaga Literatur Baptis, Bandung; dan YAKIN, Surabaya 2002
  Halaman: 378 -- 382

BIMBINGAN ALKITABIAH _________________________________________________

         "TUHAN, MENGAPA ENGKAU MEMBENTUK AKU SEPERTI INI?"
  (Persoalan Mengenai Ucapan Syukur, Bukan Menghargai Diri Sendiri)

  Setelah beberapa dekade, terjadi pergeseran pendapat masyarakat
  mengenai bagaimana seharusnya orang memandang dirinya sendiri.
  Secara khusus, intinya adalah kebutuhan untuk membangun harga diri
  seseorang atau mencintai diri sendiri. Apakah Anda mendeteksi ada
  permasalahan di sini? Hal yang paling menonjol di sini adalah
  "diri". Pada dasarnya, hal itu adalah cita-cita yang manusiawi
  karena menempatkan manusia sebagai orang yang mengambil alih dan
  bertanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai "tuhannya". Inti dari
  teologi ini adalah manusia menjadikan dirinya sebagai "tuhan", bukan
  Allah yang menjadi yang pertama dan terutama. Ini bukan hal baru,
  karena manusia selalu berusaha meminimalisir dosanya dan kerusakan
  moral yang diturunkan dari dosa Adam.

  Secara tradisional, gereja Kristen merespons tren baru dengan dua
  cara. Gereja bisa menerima dengan hangat ide-ide baru tersebut
  dengan sedikit memikirkannya atau meninjaunya dengan hati-hati, atau
  mereka akan menolak dan menjauhinya dengan membuat
  "peraturan-peraturan" tambahan yang sebenarnya tidak diperlukan.
  Dalam lingkungan evangelikal, teologi "self-esteem" atau menghargai
  diri sendiri telah diterima secara relatif. Dalam lingkungan
  fundamentalis, ada penolakan terhadap ajaran ini dan ada tindakan
  menjauhi topik ini. Oleh sebab itu, tujuan dari pembelajaran ini
  adalah untuk memberikan pendekatan yang berbeda sebagai suatu usaha
  untuk melihat subjek ini dari pandangan yang diharapkan tidak berat
  sebelah. Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang diselidiki:
  Apakah pandangan Alkitabiah tentang manusia? Apakah seharusnya kita
  tidak mengajarkan bahwa hidup kita berharga, berguna, dan penting?

  PANDANGAN ALKITABIAH MENGENAI MANUSIA

  Apakah Anda pernah menerima dengan terbuka ide-ide di bawah ini?

  - Pandangan humanistik: Manusia memiliki sifat yang baik.

    Injil: Roma 7:18; Titus 3:5; Yeremia 17:9, "Betapa liciknya hati,
    lebih licik daripada segala sesuatu, hatinya sudah membatu."

    Pandangan alkitabiah: Alkitab secara jelas mengajarkan bahwa
    manusia telah jatuh dan sudah sepenuhnya rusak. Kita adalah
    pendosa yang butuh seorang Penyelamat. Bersyukur, Tuhan Yesus mati
    bagi kita untuk menghapus dosa kita dan menyelamatkan kita.

  - Pandangan humanistik: Alasan mengapa manusia selalu berbuat dosa
    adalah karena mereka tidak pernah memikirkan diri mereka sendiri
    sebagai yang tertinggi; mereka merasa tidak penting; mereka
    memiliki harga diri yang rendah. Mereka tidak bisa diharapkan
    untuk bisa bertingkah laku dengan benar.

    Injil: Roma 12:3 dan 3:10-12; Yohanes 8:34, "Aku berkata kepadamu,
    sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa."

    Pandangan alkitabiah: Manusia berdosa karena mereka sudah lahir
    sebagai pendosa. (Dalam Perjamuan Terakhir, Yesus berkata kepada
    murid-murid-Nya, "Lakukan ini untuk mengingat Aku." Hal ini
    menunjukkan, ada yang lebih penting dari gambaran anggur yang
    menandakan darah-Nya yang mulia dan roti yang belum dipecah yang
    melambangkan tubuh Kristus yang tak berdosa. Kita juga perlu
    mengingat bahwa dengan adanya perjamuan terakhir, bangsa Israel
    dibebaskan dari perbudakan, dari perhambaan di Mesir. Melalui
    darah penebusan Kristus di Kalvari, orang percaya yang lahir baru
    dilepaskan dari perbudakan, dari perbudakan dosa! Puji Dia!)

  - Pandangan humanistik: Jangan tampar Bobby; kamu akan merusak harga
    dirinya! Dia benar-benar memiliki sifat yang baik.

    Injil: Ibrani 12:6; Amsal 29:16 dan 22:15, "Kebodohan melekat
    pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu
    dari padanya."

    Pandangan alkitabiah: Sekali lagi, setiap anak dan orang dewasa
    adalah pendosa, rusak secara alami. Disiplin disertai kasih yang
    terus-menerus diberikan tidak akan merusak harga diri, namun
    sebenarnya dapat memerbaiki sifat anak dan memberikannya pandangan
    yang tepat mengenai mana yang benar dan mana yang salah. Hal ini
    akan menghasilkan ketaatan yang akan membuahkan sukacita.
    Sebaliknya, kurang disiplin akan menghasilkan anak yang merasa
    tidak aman (tidak ada batasan) dan akibatnya menjadi semaunya
    sendiri dan egois.

  - Pandangan humanistik: Yesus datang untuk mati bagi kita karena
    begitu berharganya manusia di mata Tuhan.

    Injil: "Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan
    dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang
    sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh
    hidup-Nya!" (Roma 5:10)

    Pandangan alkitabiah: Intinya adalah bahwa kita adalah musuh
    Allah. Tidak ada hal baik dalam diri kita, tidak ada yang pantas
    mendapatkan keselamatan dari Tuhan. Ia tidak menyelamatkan kita
    karena kita baik, pintar, cerdas, atau cantik. Ia hanya memilih
    untuk mengasihi kita dan menebus kita. Dengan mengetahui hal ini,
    kasih dan anugerah Tuhan menjadi lebih menakjubkan!

  DIRANCANG UNTUK KEMULIAAN TUHAN

  Jadi apakah manusia ada harganya? Apakah ada tertulis di dalam Kitab
  Suci bahwa Tuhan secara positif mengatakan bahwa Dia akan membantu
  kita? Apakah ada neraca? Apa yang kita lakukan ketika kita merasa
  kecil hati atas diri kita sendiri? Bagaimana kita menghadapi cacat
  fisik dan ketidaksempurnaan yang nampak? Bagaimana dengan kekecewaan
  terhadap penyakit, sakit, dan kecelakaan? Bagaimana dengan saat-saat
  di mana kita membenci diri sendiri ... ketika kita secara umum
  membenci kehidupan ini?

  Berikut beberapa kebenaran yang harus diingat.

  1. Waspadalah terhadap tujuan setan.

  "... untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan." (Yohanes 10:10).
  Dia menginginkan kita sengsara dan tidak tahu berterima kasih,
  menolak jalan yang telah Tuhan rencanakan bagi kita (Roma 1:19-22).
  Ini tidak ada hubungannya dengan harga diri yang rendah. Ini adalah
  permasalahan dosa.

  Setan ingin kita benar-benar menolak Tuhan (Roma 1:25).
  Aplikasi: Seberapa sering kita lupa untuk bersyukur, sebaliknya kita
  memilih untuk bersungut-sungut dan mengeluh ketika berkecil hati?

  Sadarilah rencana istimewa Tuhan untuk setiap anak-Nya.
  "Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam
  kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku
  dahsyat dan ajaib; ...." (Mazmur 139:13-14)

  - Kita harus menyadari bahwa Tuhan adalah Pencipta kita -- kita
    adalah milik Tuhan. Kita bukan milik kita sendiri (1 Korintus
    6:19).

  - Tuhan menciptakan setiap kita dengan detail yang menakjubkan dan
    sifat-sifat yang istimewa.

  Aplikasi: Dia bahkan merencanakan "kerusakan dan tragedi" dalam
  hidup kita untuk alasan istimewa (Roma 8 28). Hal ini berguna untuk
  membangun karakter dan memotivasi sesama kita, "... kita malah
  bermegah juga dalam kesengsaraan kita ...." (Roma 5:1-5)

  2. Mengerti ciri-ciri yang tak terubahkan.

  "Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat
  dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan
  tangan-Mu." (Yesaya 64:8)

  - Harapan dan keluh kesah kita tidak dapat mengubah apa pun, kecuali
    menghancurkan sifat kita dan sifat orang-orang di sekeliling kita.

  - Beberapa fakta kehidupan yang tak dapat kita ubah: asal-usul
    keluarga kita, umur, tinggi badan, ketajaman mental, warisan,
    jenis kelamin.

  - Hal ini seharusnya berdampak terhadap cara kita berbicara dengan
    orang lain, memperlakukan orang lain, dan mempengaruhi humor yang
    yang sering kita gunakan (menjadi peka terhadap kebutuhan orang
    lain).

  Terimalah rancangan istimewa yang "tak terubahkan" ini dengan ucapan
  syukur. "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang
  dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika
  5:18).

  3. Bersukacitalah.

  "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan
  besar." (1 Timotius 6:6)

  - Bersukacita dapat melawan rasa tidak semangat, kepahitan,
    kemarahan, keluh kesah, dan keengganan untuk bersyukur kepada
    Tuhan. Kita harus bersyukur kepada Tuhan untuk setiap hal yang tak
    dapat diubah.

  - Kita harus menyadari bahwa hal-hal tersebut mengingatkan kita
    bahwa kita adalah milik Tuhan dan Ia adalah Pencipta kita. Hal ini
    tidak ada hubungan dengan masalah rendahnya harga diri atau
    keberhasilan yang telah kita capai.

  - Sebaliknya, kita mungkin dapat bekerja pada hal-hal yang dapat
    kita ubah? Kualitas karakter dalam kehidupan kita melalui
    hal-hal yang tak dapat diubah, contohnya: ucapan syukur,
    kesabaran, sukacita, belas kasih, kesetiaan, dan lain lain (Filipi
    1:6).

  Akhirnya, sadarilah bahwa Tuhan menerima kita sepenuhnya, bukan
  karena kita, tetapi karena pekerjaan Yesus yang telah selesai.
  "Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai
  sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus." (Roma
  5:1)

  Bagaimana caranya kita mengaplikasikannya saat ini?

  Apakah Anda pernah menolak Yesus Kristus karena Anda marah terhadap
  ciri yang tak dapat diubahkan dalam hidup Anda? Apakah Anda
  kekurangan perspektif, hidup tanpa tujuan yang ditandai dengan tidak
  mengucap syukur dan merasa rendah diri, atau tidak mengucap syukur
  dan sombong?

  1. Pertama, Anda harus percaya kepada Yesus Kristus atas keselamatan
     dan pengampunan semua dosa.

  2. Selanjutnya, Anda harus berterima kasih kepada Tuhan untuk semua
     hal yang "tak terubahkan", terutama yang tidak Anda sukai.

  3. Anda harus mohon pertolongan Tuhan untuk memelajari ajaran-Nya
     dan mengembangkan karakter yang baik melalui hal yang tak dapat
     diubah. Pelajarilah pandangan Tuhan dalam hidup Anda. Anda
     dirancang untuk kemuliaan-Nya, bukan kemuliaan Anda sendiri.
     Rasul Paulus mengerti akan hal ini, dan ia memilih "bangga" di
     saat sakit dan lemah (1 Korintus 1:26).

  TINJAUAN ULANG

  Apa kunci dari isu menghargai diri sendiri? Apakah Anda mengalami
  kepahitan atau sukacita? Jawaban sederhana atas pertanyaan di atas
  adalah memilih untuk bersyukur kepada Tuhan! (t/Hilda)

  Diterjemahkan dari:
  Nama situs: HomewithGod
  Judul asli artikel: "God, Why Did You Make Me This Way?"
  (A problem of gratefulness, not self-esteem)
  Alamat URL: http://www.our.homewithgod.com/ewerluvd/self_esteem.htm

TIPS _________________________________________________________________

      MENCEGAH MASALAH RENDAH DIRI DAN NILAI DIRI YANG RENDAH

  Idealnya, gereja lokal adalah suatu tubuh orang percaya yang
  berkomitmen untuk menyembah Tuhan dan mengabarkan Injil ke seluruh
  dunia dengan mengajar, memberi perhatian, membangun, dan melakukan
  perbuatan-perbuatan baik kepada orang lain dengan tidak memandang
  hal tersebut sebagai beban, manipulasi, dan keinginan untuk
  mendapatkan status dalam masyarakat. Tentu saja, kebanyakan gereja
  gagal, bahkan sering kali gagal, dalam mencapai bentuk yang ideal
  ini. Meskipun demikian, komunitas Kristen bisa memberikan pengaruh
  yang besar dalam mengubah konsep diri dan mencegah rasa rendah diri
  pada diri seseorang. Pengaruh ini bisa dilakukan melalui pengajaran,
  dukungan semangat, dan bimbingan dari orang tua.

  1. Pencegahan melalui pengajaran.

     Kita telah melihat bahwa banyak orang membangun harga diri yang
     rendah karena mereka telah diajarkan bahwa orang-orang yang
     beriman seharusnya terus-menerus menempatkan diri mereka di bawah
     dan merasa tidak layak. Beberapa orang diajarkan bahwa Tuhan
     adalah hakim yang kejam yang menunggu untuk memberikan hukuman
     atas kesalahan-kesalahan kita sehingga dia bisa menghukum kita.
     Tuhan juga diajarkan sebagai Pribadi yang senang merendahkan
     kepribadian kita dan menyengsarakan hidup kita.
     Pandangan-pandangan yang salah dan menyimpang ini harus ditarik
     dan diganti dengan pengajaran yang alkitabiah tentang nilai
     manusia, pengampunan, harga diri, dan pentingnya mengasihi diri
     sendiri.

     Konsep diri seseorang tidak bisa tergantung pada tujuan-tujuan
     manusia dan pencapaiannya saja. Rasa memiliki, berharga, dan
     mampu yang dimiliki oleh setiap orang muncul karena kita dikasihi
     dan didukung oleh Tuhan yang besar dan berkuasa yang mengajar
     kita tentang dosa dan pengampunan kekal, memberkati kita dengan
     kemampuan dan karunia yang unik, menjadikan kita ciptaan baru,
     dan memberi kita alasan yang benar untuk memiliki harga diri yang
     pantas karena kita telah ditebus oleh Kristus.

     Di dalam gereja, orang-orang kristen harus belajar bahwa kita
     dapat mengasihi diri kita sendiri karena Allah mengasihi kita dan
     menjadikan kita sebagai anak-anak-Nya. Kita dapat mengakui dan
     menerima kemampuan, karunia, dan prestasi yang kita miliki karena
     semuanya itu berasal dari Tuhan dan atas kehendak-Nya. Kita bisa
     merasakan pengampunan dosa karena Tuhan mengampuni kita tanpa
     syarat dan orang-orang percaya bisa memuji Tuhan atas apa yang Ia
     kerjakan di dalam dan melalui hidup kita. Tidak ada satu
     institusi pun yang mengajarkan konsep diri yang sesungguhnya
     sedekat gereja yang alkitabiah. Selain pengajaran yang alkitabiah
     melalui khotbah dan kelas-kelas, pendidikan ini juga melibatkan
     kelompok-kelompok diskusi.

  2. Pencegahan melalui komunitas Kristen.

     Seseorang yang diterima dan dihargai sebagai anggota dari suatu
     kelompok akan merasa nyaman dan dapat membangun harga dirinya.
     Gereja bisa memberikan penerimaan dan dukungan, khususnya pada
     saat mereka membutuhkannya. Anggota gereja harus didorong untuk
     menunjukkan kepedulian dan perhatian satu dengan yang lain tanpa
     melebih-lebihkan atau membesar-besarkan pendatang baru atau
     anggota yang pasif.

     Gereja juga bisa menolong orang mendapatkan kemampuan praktis
     yang baru. Melalui gereja pula, kita bisa menolak berbagai
     materialisme dan jebakan-jebakan sukses yang tidak umum dalam
     masyarakat. Kita bisa belajar saling mengasihi sebagai saudara,
     setiap kita memiliki karunia dan kontribusi yang penting dalam
     membentuk tubuh Kristus. Tentu saja, ini adalah sesuatu yang
     idealis. Pakaian, usaha, dan cara bicara orang menunjukkan status
     sosial mereka. Berbagai jenis mobil yang ada di halaman parkir
     menunjukkan bahwa jemaat terbagi berdasarkan kemampuan ekonomi
     mereka. Namun karena Allah kita tidak terkesan dengan
     simbol-simbol status itu, kita seharusnya berusaha menjaga supaya
     simbol-simbol itu tidak memengaruhi hubungan interpersonal kita
     dan nilai-nilai dalam tubuh Kristus.

  3. Pencegahan melalui bimbingan dengan orang tua.

     Karena kebanyakan masalah harga diri berawal dari rumah, maka
     dari rumahlah masalah ini bisa dengan sangat efektif dicegah.
     Tentu saja pencegahan itu masih dalam batas-batas pendidikan
     Kristen untuk mengajarkan kepada orang tua bagaimana membangun
     suasana rumah kristiani yang saling mengasihi dan bagaimana
     mengkomunikasikan bahwa anak-anak mereka terima. Anak-anak yang
     masih kecil membutuhkan kontak fisik dan ekspresi yang spontan
     atas hal-hal yang menyenangkan, termasuk waktu untuk bermain.
     Bila bersama anak-anak yang usianya lebih tua, harus ada
     dorongan, disiplin yang konsisten, pujian dan waktu yang
     digunakan untuk berkomunikasi. Dengan adanya bukti bahwa orang
     tua yang memiliki harga diri yang tinggi, cenderung memiliki anak
     yang harga dirinya juga tinggi, maka penting juga untuk menolong
     para ayah dan ibu mengatasi rasa rendah diri mereka dan membangun
     konsep diri yang positif. (t/Ratri)

  Diterjemahkan dari:
  Judul buku: Christian Counseling; A Comprehensive Guide
  Judul asli artikel: Preventing Inferiority and Low Esteem
  Penulis: Dr. Garry R. Collins, Ph.D
  Penerbit: World Publishing, USA 1988
  Halaman: 324 -- 325

_______________________________e-KONSEL ______________________________
Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani
Staf Redaksi: Evie Wisnubroto
Penanggung Jawab Isi dan Teknis: Yayasan Lembaga SABDA
Infrastruktur dan Distributor: Sistem Network I-Kan
Copyright(c) 2008
YLSA -- http://www.ylsa.org/
Katalog -- http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Anda punya masalah/perlu konseling? Atau ingin mengirimkan
Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.?
Silakan kirim ke: konsel(at)sabda.org
atau owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Arsip: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
Situs C3I: http://c3i.sabda.org/
Network Konseling: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_konseling
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org