Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/144

e-Konsel edisi 144 (15-9-2007)

Konseling Bagi Penyandang Cacat Tubuh

Edisi (144) -- 15 September 2007

                               e-KONSEL
======================================================================
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
======================================================================

Daftar Isi:
  = Pengantar  :
  = Cakrawala  : Masalah-masalah Sekitar Cacat Tubuh
  = Tips       : Menolong Para Penyandang Cacat
  = Kesaksian  : Terus Berkarya dengan Kaki Palsu
  = Tanya-Jawab: Putra Saya Cacat
  = Info       : 40 Hari Mengasihi Bangsa dalam Doa

                ========== PENGANTAR REDAKSI ==========

  Sebuah iklan produk susu bagi ibu hamil menjanjikan kesempurnaan
  fisik dari bayi yang akan dilahirkan bila mengonsumsi susu tersebut.
  Rupanya teknologi yang ada sekarang ini semakin menggerakkan pikiran
  dan akal manusia untuk bisa mencegah terjadinya hal-hal yang tidak
  diinginkan. Wajar saja bila upaya ini dilakukan manusia karena
  hingga saat ini penampilan secara fisik masih menjadi prioritas
  dalam berbagai bidang.

  Meskipun demikian, kenyataannya Tuhan juga menciptakan manusia yang
  memiliki kekurangan secara fisik atau yang kita sebut penyandang
  cacat. Kondisi ini bisa terjadi pada seseorang, baik sejak lahir,
  maupun saat dewasa, sebagai akibat dari kecelakaan. Keadaan yang
  berbeda dengan orang-orang pada umumnya ini sering kali menyebabkan
  mereka merasa tersisih sehingga menyulitkan mereka untuk bergaul
  dengan orang lain. Di sinilah peranan gereja dan saudara-saudara
  seiman diperlukan untuk menguatkan mereka dengan memberikan
  perhatian dan melibatkan dalam kegiatan-kegiatan gereja.

  Melalui edisi kali ini, Redaksi mengajak pembaca untuk melihat
  bagaimana kita bisa menjangkau mereka dan bagaimana seharusnya kita
  bersikap terhadap mereka. Selamat membaca, Tuhan memberkati.

  Pimpinan redaksi e-Konsel,
  Christiana Ratri Yuliani

                    ========== CAKRAWALA ==========

                   MASALAH-MASALAH SEKITAR CACAT TUBUH

  Belas kasihan dari Tuhan Yesus sering kali dinyatakan kepada mereka
  yang menderita cacat tubuh. Ia disaksikan melayani dan menyembuhkan
  orang-orang buta, bisu, tuli, lumpuh, dan sebagainya. Pada zaman
  modern ini, kita sebagai orang-orang Kristen jarang sekali menaruh
  perhatian untuk melayani dan menolong mereka.

  Orang-orang yang cacat tubuhnya adalah mereka yang tubuhnya tidak
  normal sehingga sebagian besar kemampuannya untuk berfungsi di
  masyarakat terhambat. Orang-orang lumpuh kaki misalnya, terpaksa
  duduk terus di kursi roda. Meskipun mereka lumpuh, kita tidak boleh
  lupa bahwa mereka masih dapat berpikir normal, memakai tangan
  mereka, melihat, mendengar, dan sebagainya. Jadi, sementara ada
  bagian-bagian tertentu yang tidak sanggup mereka lakukan, ada juga
  bagian-bagian lain yang masih sanggup mereka lakukan. Ini hal yang
  penting sekali diingat pada saat kita melayani mereka.

  Memang sangat menyakitkan memunyai tubuh yang cacat, tetapi perlu
  diingat bahwa beberapa dari mereka tidak merasakan seperti yang kita
  duga karena mungkin sejak lahir mereka sudah cacat, sehingga mereka
  tidak pernah mengalami hidup dengan tubuh yang normal.

  Tidak diragukan lagi bahwa situasi akan sangat berbeda jikalau
  seseorang mengalami cacat tubuh, misalnya karena kecelakaan. Sering
  kali mereka melewati empat fase pergumulan yang sulit sekali.

  1. "Shock" pada saat pertama kali cacat tersebut disadari.
  2. Menyembunyikan diri di balik mekanisme-mekanisme pertahanannya.
     Ini memungkinkan dirinya untuk mampu melupakan akibat-akibat yang
     sesungguhnya dari cacat tersebut untuk sementara.
  3. Menerima realita tersebut di mana seseorang mulai berani
     memikirkan akibat-akibat yang sesungguhnya dari cacat yang
     dialaminya.
  4. Menyesuaikan diri dengan keadaannya yang cacat.

  Kadang-kadang reaksi emosi ini disebutkan dengan istilah "three D-A
  Clusters", berupa hal-hal berikut.

  1. Depresi, kemarahan dan rasa kecewa yang mendalam disertai dengan
     kedengkian dan permusuhan. Orang tersebut begitu susah dan
     frustasi atas cacat yang dialami.

  2. Penyangkalan dan penerimaan, atau suatu keadaan emosi yang
     mencerminkan suatu pergumulan yang diakhiri dengan penyerahan.
     Ada saat-saat di mana individu tersebut menolak untuk mengakui
     realita cacat yang telah terjadi meskipun lambat laun ia akan
     menerimanya.

  3. Meminta dan menolak belas kasihan dari sesama. Ini adalah fase
     di mana individu tersebut mencoba menyesuaikan diri untuk dapat
     hidup dengan kondisinya yang sekarang. Ada saat-saat ia ingin
     tidak bergantung, ada saat-saat ia betul-betul membutuhkan
     bantuan sesamanya. Keseimbangan ini kadang-kadang sulit dicapai.

  Individu-individu yang mengalami cacat tubuh biasanya harus dapat
  mencapai penyesuaian-penyesuaian mental yang tidak pernah dihadapi
  oleh mereka yang normal. Misalnya, penyesuaian dalam hubungan dengan
  sikap orang-orang lain terhadap dirinya. Anak-anak kecil melihat
  mereka dengan pandangan yang penuh perhatian, sedangkan orang-orang
  dewasa mengekspresikannya secara lebih tersembunyi dengan
  menghindarkan diri dari keterlibatan dengan mereka. Seperti halnya
  dengan orang-orang yang lain, para penderita cacat tubuh ingin
  diperlakukan dengan baik, merasakan dirinya berharga. Hal ini
  merupakan sasaran yang sulit dicapai dalam pelayanan bagi mereka.
  Coba perhatikan, dengan keterbatasan dalam kemampuan fisiknya,
  terdapat kegiatan dan pekerjaan yang tertutup baginya. Sekalipun ia
  telah mendapatkan pekerjaan, belum tentu ia akan dipekerjakan karena
  banyak hal yang tidak mungkin dapat dilakukannya, misalnya
  turun-naik tangga. Begitu juga dengan hal-hal lain seperti dalam
  hubungan dengan kebutuhan seksnya, di mana dengan kebutuhan yang
  normal, kesempatan untuk mendapatkan penyaluran yang wajar,
  terhambat. Sulit baginya untuk dapat berpacaran dan membina hubungan
  sampai dengan jenjang pernikahan.

  Pelayanan Konseling pada Penderita Cacat Tubuh
  ----------------------------------------------
  Tugas utama dalam pelayanan konseling bagi para penderita cacat
  tubuh adalah membina hubungan baik dan kepercayaan terhadap diri
  konselor. Untuk itu, kita harus memperlakukan mereka sebagai
  individu yang berharga dengan bakat-bakat yang dihargai, dengan
  keunikan perasaan yang dapat diekspresikan, dengan
  kebutuhan-kebutuhan pribadi yang patut dipenuhi, dan dengan perasaan
  frustasi yang dapat diatasi. Sikap ini tidaklah cukup hanya dengan
  menjabat tangan mereka setelah kebaktian dengan segala basa-basinya.
  Kalau konselor sulit untuk menerimanya sebagai individu yang
  berharga, pertama-tama konselor sendirilah yang harus memeriksa diri
  sendiri. Tuhan Yesus begitu memerhatikan dan menghargai mereka, kita
  pun tentunya juga demikian.

  Di samping itu, konselor juga harus menolong mereka untuk dapat
  menerima dirinya sendiri, secara realistis mengevaluasi
  kelemahan-kelemahannya sendiri dan belajar mengatasinya sehingga
  dapat berfungsi dengan baik dalam kehidupannya. Mereka harus
  ditolong untuk menyadari bahwa bagaimanapun keadaan mereka, mereka
  adalah individu-individu yang dikasihi Allah dan untuk mereka juga
  Tuhan Yesus datang. Kita harus membimbing mereka dalam pertumbuhan
  rohani mereka dan dalam melaksanakan apa yang dikehendaki Allah atas
  mereka. Di samping itu, kita harus berani membicarakan pertanyaan
  hidup mereka yang utama, yaitu "mengapa?" dan menolong mereka dapat
  menerima keadaan dan kesulitan-kesulitan hidup yang ada secara
  realistis.

  Menarik sekali bahwa rupanya konselor-konselor Kristen bukanlah
  satu-satunya yang tertarik dalam menolong penderita cacat tubuh.
  Orang tua (yang membutuhkan pengertian dan dukungan dalam
  pergumulan-pergumulan, baik dengan perasaannya sendiri maupun dengan
  tuntutan pelayanan dari anaknya yang cacat), dokter, guru, ahli ilmu
  jiwa, spesialis dalam rehabilitasi, dan sebagainya, semua dapat
  bekerja sama dalam tugas pelayanan bagi para penderita cacat tubuh
  ini. Begitu juga, anggota-anggota jemaat mereka dapat dilibatkan
  dalam pelayanan bagi penderita cacat, dalam menerima mereka sebagai
  manusia seutuhnya, menolong mereka untuk dapat ikut berbakti di
  gereja, bahkan menolong mereka dalam pertumbuhan rohani, emosi, dan
  kehidupan sosial mereka.

  Diambil dan diedit seperlunya dari:
  Judul buku: Pengantar Pelayanan Konseling Kristen yang Efektif
  Penulis   : DR. Gary R. Collins
  Penerbit  : Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang 1998
  Halaman   : 173 -- 176

                      ========== TIPS ==========

                    MENOLONG PARA PENYANDANG CACAT

  Seperti Yesus yang melayani semua orang, kita pun dipanggil untuk
  melayani kebutuhan rohani maupun fisik dari orang-orang di sekitar
  kita. Bagi para penyandang cacat, kebutuhan rohani dan fisik adalah
  penting bila kita benar-benar membedakan kehidupan mereka.

  Bagaimana kita bisa mulai menolong mereka?
  ------------------------------------------
  Ketika kita terpanggil untuk melayani para penyandang cacat,
  beberapa langkah praktis berikut bisa membantu kita.

  1. Lakukan penelitian.

     Sering kali, gereja tidak memerhatikan jemaat atau warganya yang
     menyandang cacat. Adakan penelitian untuk mengetahui siapa saja
     yang menyandang cacat dan cacat apa.

  2. Buatlah strategi penjangkauan.

     Hanya sedikit penyandang cacat yang mau menghadiri kebaktian di
     gereja (kira-kira 10 -- 20 orang). Jadi, kira-kira 10 -- 17%
     anggota gereja adalah penyandang cacat. Beberapa penyandang cacat
     mau menghadiri kebaktian di gereja bila mereka diundang atau bila
     mereka merasa diterima. Satu tim sukarelawan bisa dibentuk untuk
     mengadakan penjangkauan dan pelayanan kepada penyandang cacat
     ini.

  3. Jangan lupakan keluarganya.

     Sering kali, keluarga adalah perawat utama dari orang yang
     menyandang cacat. Stres merupakan masalah utama dari keluarga
     ini, seperti yang terlihat dari tingginya angka perceraian mereka
     yang luar biasa (85%) dan tindakan-tindakan pelecehan fisik,
     emosional, dan seksual. Terpisah dari gereja dan masyarakat
     merupakan hal yang biasa dihadapi oleh keluarga ini. Membantu
     menjaga dan merawat di malam hari atau menawarkan bantuan untuk
     membelanjakan kebutuhan sehari-hari bisa menjadi cara untuk
     menyatakan bahwa mereka diterima.

  4. Dukunglah pelayanan ini dari mimbar.

     Ini bukanlah pelayanan yang bisa bertahan tanpa dukungan dari
     pendeta. Pelayanan ini sulit dan tidak biasa. Seorang pendeta
     yang bersedia memopulerkan pelayanan ini dan memberi respons yang
     hangat kepada para penyandang cacat akan membangkitkan dukungan
     dari para jemaat.

  5. Mulailah dengan kepedulian terhadap penyandang cacat.

     Meskipun pelayanan ini didukung oleh pendeta yang benar-benar
     berkomitmen, tim sukarelawan yang terlatih, dan bangunan yang
     mudah dijangkau, gereja bisa saja menjadi tempat yang tidak
     menyenangkan bagi para penyandang cacat dan keluarganya.
     Penelitian terbaru menunjukkan bahwa "bagaimana bersikap" itu
     lebih penting daripada "bagaimana Anda berpenampilan". Rencana
     untuk mengadakan Minggu Peduli Penyandang Cacat dan menggunakan
     buku-buku tuntunan untuk mendampingi penyandang cacat, misalnya
     Hearts in Motion (Agoura Hills, Cal.: JAF Ministries) bisa
     membantu jemaat memahami dunia penyandang cacat dan bagaimana
     seharusnya orang Kristen merespons mereka.

  6. Buatlah rencana pelayanan tahunan.

     Rencana ini harus mencerminkan tujuan dan sasaran selama setahun.
     Hindari hanya berfokus pada satu jenis kecacatan saja karena hal
     ini cenderung mengucilkan penyandang cacat lainnya. Sebaliknya,
     buatlah pelayanan yang mencakup berbagai jenis kecacatan,
     misalnya "respite care" (rawat inap) dan kelompok pendukung.
     Rencana ini harus didukung oleh banyak orang, yang artinya
     partisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan dalam
     komunitas orang-orang normal.

  Tips bagi Para Pelayan
  ----------------------
  Untuk memajukan sisi pribadi pelayanan ini, kita harus meneliti
  beberapa prinsip hubungan tertentu berikut ini.

  1. Pada saat pertama kali bertemu dengan seorang penyandang cacat,
     perlakukan mereka sama seperti Anda memperlakukan orang lain.

  2. Lakukan kontak mata saat berbicara dengan penyandang cacat.

  3. Ajukan pertanyaan mengenai kecacatan mereka hanya bila perlu
     saja, bukan karena keingintahuan yang tidak wajar.

  4. Dalam menjalin hubungan, sesuaikan dengan usia orang tersebut.

  5. Perlakukan orang itu dengan sopan, hormati ruang geraknya (dan
     peralatannya).

  6. Akuilah bila Anda tidak tahu bagaimana menolongnya, lalu katakan
     "..., tapi saya akan mencobanya.", 7. Hindari memberikan julukan kepada seseorang berdasarkan pada
     kecacatannya; gunakan kata "penyandang cacat" daripada "si
     cacat" atau "orang cacat".

  8. Dengarkan dia meskipun rasanya sulit dan membosankan.

  9. Jadilah peka; kadang-kadang mereka mengatakan "tidak" hanya untuk
     mengatakan, "Saya tidak mau menganggu Anda.", 10. Selingilah dengan humor.
  (t/Ratri)

  Diterjemahkan dari:
  Judul buku        : Leadership Handbook of Outreach and Care
  Judul asli artikel: Ministries for Those with Disabilities
  Penulis           : Conrad Mandsager
  Penerbit          : Baker Books, Michigan 1994
  Halaman           : 168 -- 169

                   ========== KESAKSIAN ==========

                   TERUS BERKARYA DENGAN KAKI PALSU

  "Amputasi? Saya nggak normal lagi? Kenapa saya? Kenapa? Tidak hanya
  kaki saya yang hancur, hati saya juga hancur! Saya mencoba untuk
  mengerti kejadian itu. Namun, sulit saya pahami. Saya ngambek sama
  Tuhan, tapi nggak lama. Saya gelisah, pikiran nggak tenang hampir
  sebulan nggak ke gereja. Hati saya berkata, apa pun yang terjadi,
  saya anak Yesus," kata Bernadus Setiawan (30 th) korban bom di
  Gereja Katolik Santa Anna, Duren Sawit, Jakarta Timur.

  Bom Pagi Saat Homili
  --------------------

  Jakarta, 22 Juli 2001

  Bernad tak sabar menunggu pagi. Sudah tiga bulan ia tidak ke Gereja
  St. Anna karena mengikuti pendidikan SATPAM di Lido. "Minggu itu
  saya berangkat bersama tunangan. Dia sebenarnya mengajak ibadah
  siang, tapi saya sudah kangen banget menyambut tubuh dan darah
  Kristus. Lagian kalau sudah ke gereja, perasaan saya enak. Saya
  datang dengan kegembiraan penuh damai," tutur mantan Satpam SMA
  Tarakanita, Kebayoran Baru Jakarta Selatan itu.

  Seperti biasa suasana hening, umat mengikuti misa dengan khidmat. Di
  tengah Rm. Suryo Suryatma, SJ memberikan homili (khotbah -- red)
  terdengar bummm!!!! Ledakan bom amat dahsyat disusul teriakan umat.
  Sekejap mata, semua berubah. Tangis, jeritan, teriakan histeris, dan
  kebingungan menjadi satu.

  "Beberapa saat ada peristiwa yang tidak bisa saya ingat, tiba-tiba
  saja seorang gadis remaja membangunkan saya, rambutnya menutupi
  wajah saya, "Kak, kak!" Dia histeris karena melihat kakinya yang
  hancur. Saya segera membantu dia, mengangkatnya ke luar. Hati saya
  tak tega melihatnya. Dalam hati saya sempat terpikir, bagaimana
  kalau mengalami seperti dia.

  Amputasi
  --------

  Bernad merasakan sesuatu yang tidak beres di kakinya. Hah? Telapak
  kaki kanan terkelupas tak karuan, darah terus mengalir. Nyeri
  sekali. "Saya melihat tulang telapak kaki saya hancur, separuh
  telapak kaki kanan hilang, sisanya pun luka bakar. Bentuknya aneh.
  Saat itu, nggak cuma kaki saya yang hancur, hati saya juga hancur.
  Saya down. Tiba-tiba saya tak ingat apa-apa, pingsan."

  Setelah sadar, Bernad memandangi dan mengelus-elus kakinya. Telapak
  kaki kanannya tampak sangat mengerikan.

  "Seorang teman yang selamat menolong dan membawa saya ke RS Harum
  untuk mendapat pertolongan pertama saja. Seterusnya, saya dibawa ke
  RSCM."

  "Darah saya ditampung di plastik, hampir tiga plastik kiloan. Dari
  RSCM, akhirnya seluruh korban dipindahkan ke RS St. Carolus. Di
  sana, kami mendapat pelayanan yang baik dan cepat. Saya langsung
  diperiksa, dokter pun langsung konsultasi dengan orang tua. Intinya,
  kaki kanan saya tidak dapat diperbaiki. Demi kesehatan saya, jalan
  keluarnya, kaki saya harus dipotong, amputasi. Saya sangat sedih,"
  ujar pria kelahiran Jakarta, 7 September 1974.

  Terbayang di mata Bernad, selama ini bermain sepak bola bersama
  teman-temannya atau kadang jadi wasit dalam permainan itu. Terbayang
  pula, pekerjaannya sebagai SATPAM. Bagaimana juga dengan rencana
  pernikahan? Ahhh, kenapa harus terjadi?

  Sebelum operasi dilakukan, Bernad menerima sakramen perminyakan,
  "Itu diberikan pada orang-orang yang kondisinya sangat berat,
  misalnya orang yang sekarat dan hendak menemui ajal. Saya pasrah.
  Saat saya salaman dengan Bapak, Ibu, kakak, saya sampaikan
  permohonan maaf atas kesalahan-kesalahan saya. Saya seperti orang
  pamitan. Teman-teman banyak mendoakan saya, seorang suster berkata,
  `Jangan khawatir, tumbuhkan imanmu.` Yah, saya relakan untuk
  menjalani operasi."

  "Selama 23 hari di rumah sakit, banyak orang membesuk saya. Teman
  gereja, tetangga, bahkan jemaat gereja lain yang nggak saya kenal.
  Saya terharu juga meskipun masih ada perasaan marah sama Tuhan atas
  kejadian ini," kenang anak pasangan Albertus Moeki dan Christina Sih
  Prihatini ini. Sementara tunangannya, Theresia Tri Suhartati telah
  sembuh total setelah mengalami kebutaan selama 12 jam.

  Setelah amputasi, ia menggunakan tongkat untuk berjalan. Perubahan
  besar di kaki kanannya itu mengaburkan harapannya akan masa depan.
  Bernad kerap merenung, mereka-reka apa yang bakal terjadi pada hari
  depannya. Dengan keadaan kaki seperti itu, rasanya tidak mungkin
  melanjutkan pekerjaan sebagai SATPAM.

  Marah Sama Tuhan
  ----------------

  Lembaga tempat Bernad bekerja memberi bantuan honor lima bulan kerja
  dan membiayai kursus komputer. "Suster memanggil saya dan bilang
  bahwa di tata usaha sudah ada tenaga. Karena dianggap sudah bisa
  cari pekerjaan lain, saya dilepas. Meskipun berat, saya mengerti."

  Kadang kala, rasa marah atas kejadian yang mengakibatkan cacat,
  timbul tenggelam. "Saya ngambek sama Tuhan. Saya bilang sama Tuhan,
  saya belum bisa menemui-Mu. Sebulan saya nggak ke gereja. Pikiran
  saya kacau, hati saya gundah. Saat saya merenungkan kisah Tuhan
  Yesus dan sabda-Nya, saya nggak tahan. Hati saya menjerit, `Maaf
  ..., maaf ya Tuhan atas pikiran dan perasaan jelek saya terhadap-Mu.
  Padahal Engkau memikul salib untuk menyelamatkan jiwa saya.` Saya
  ingat-ingat kembali penderitaan dan pengorbanan-Nya. Saya nggak
  tahan, akhirnya saya mengambil keputusan, `Tuhan, apa pun yang
  terjadi, aku tetap anak-Mu. Tuhan, saya terima pemberian-Mu ini.`
  Minggu berikutnya saya ke gereja."

  Tak lama kemudian Bernad, mendapat sumbangan dua kaki palsu dari
  pundi amal SCTV dan gereja. Ia belajar berjalan dan juga naik motor
  dengan kaki palsunya. "Dulu beberapa orang menjanjikan pekerjaan
  untuk saya, tapi terus terang saja nggak ada yang menjadi kenyataan.
  Saya melamar ke mana-mana belum dapat. Susah juga mencari pekerjaan
  karena kaki begini."

  Hidup Baru dengan Kaki Baru
  ---------------------------

  Hidup terus berjalan dan Bernad tidak bisa terus-menerus memikirkan
  kesedihan. Ia harus mencari jalan keluar bagi pekerjaannya. Punya
  pekerjaan tanpa proses lamaran yang "menyakitkan", tanpa penolakan
  karena cacat. Bernad pun terpikir usaha sendiri, dagang! Itu bukan
  pekerjaan baru baginya. Kala SMA, ia pernah berjualan koran. Ia juga
  pernah berjualan madu.

  "Saya lalu menelepon yang punya madu, saya bilang kalau saya mau
  dagang lagi. Lalu beberapa waktu kemudian, saudara saya di Solo
  memodali makanan kering seperti abon, usus, cakar, lele, semuanya.
  Nah ..., seperti ini," kata Bernad sambil membuka boks plastik besar
  berisi aneka makanan. Teman saya di gereja juga membuat kacang
  goreng, biji ketapang, dan saya ikut menjualnya. Saya juga menjual
  majalah. Itulah pekerjaan saya keliling Jakarta dengan motor yang
  ada di depan itu. Sehari tak kurang menempuh 100 km," jelas Bernad
  sambil menunjuk motor di teras rumahnya.

  Pernikahan yang Mengharukan
  ---------------------------

  Selain pekerjaan, yang mengganggu pikiran Bernad ketika diamputasi
  adalah kelanjutan hubungannya dengan Tri. "Keluarga besarnya
  keberatan kalau Tri menikah dengan saya. Yahhh ..., saya kan nggak
  seperti dulu. Saya cacat. Mereka tentu berpikir bagaimana saya bisa
  punya pekerjaan dengan keadaan seperti ini. Laki-laki kan kepala
  keluarga. Harus bisa memberi nafkah."

  Cinta mereka pun diuji. Syukurlah, Tri dan orang tuanya tidak
  mempersoalkan kondisi Bernard. Situasi seperti itu toh bisa menimpa
  siapa saja. Lebih-lebih Tri melihat sendiri kejadian itu. "Lewat
  proses yang agak panjang, kami menikah. Wah ..., haru banget.
  Sekarang kami sedang berdoa supaya Tuhan kasih momongan," tutur
  Bernad tersenyum. Di Altar Gereja Khatolik Santa Anna, 9 Februari
  2003, gereja tempat Bernard kehilangan sebagian kakinya, mereka
  mengucapkan janji nikah yang agung. Janji setia dalam suka dan duka,
  dalam miskin dan kaya, dalam sakit dan sehat, sampai maut
  memisahkan.

  Bernard juga merasa sedang diuji, seberapa besar kasihnya pada
  Tuhan. Akankah gelombang hidup yang menerpanya dapat merobohkan
  imannya? Atau sebaliknya, ia semakin kokoh dengan kesulitan dan
  penderitaan yang dihadapinya? "Saya mau lebih mendekatkan diri sama
  Tuhan. Saya sering bilang dalam doa, `Aku ini anak-Mu. Apa pun yang
  terjadi, aku ini anak-Mu.` Saya tak akan lari dari Kristus. Saya
  berserah penuh pada-Nya."

  Pesona Sang Juruselamat, Sang Penebus dari Nazaret telah terpatri di
  hati Bernad. Ia patut menjagainya sepanjang hidup.

  Bahan diambil dan diedit seperlunya dari sumber:
  Judul buku   : Karena Dia
  Penulis      : Niken Maria Simarmata
  Penerbit     : ANDI
  Halaman      : 31 - 39

                  ========== TANYA-JAWAB ==========

                           PUTRA SAYA CACAT

  Pertanyaan
  ==========
  Bapak Palau, anak saya lahir dalam keadaan cacat. Kakinya pendek
  sebelah. Setahun setengah kemudian, ia kehilangan tiga jari
  tangannya dalam sebuah kecelakaan. Walaupun demikian, ia dapat
  menulis dengan baik, dapat bermain-main, dan sangat aktif. Tetapi,
  kelak bila ia dewasa, saya pikir ia akan menderita secara psikologis
  sebab ia cacat. Bagaimanakah saya dapat menolong anak saya?

  Jawaban
  =======
  Anda tadi mengatakan bahwa keadaan cacat jasmani anak Anda tidak
  menghalangi dia unggul dalam beberapa kegiatan fisik. Bapak senang
  mendengarnya. Tetapi, Anda belum memberitahu saya apa yang membuat
  anak Anda cacat sejak lahir dan berapa umurnya. Kedengarannya anak
  Anda dapat dengan baik mengatasi keadaannya yang cacat.

  Sudahlah lumrah bila seseorang yang cacat berusaha menutupi
  kekurangannnya sampai-sampai ia menjadi lebih unggul daripada yang
  lain. John Powell memberi beberapa contoh di dalam bukunya, "Why Am
  I Afraid To Tell You Who I Am?" (Mengapa Saya Takut Memberitahu Anda
  Siapa Saya?).

  Glenn Cunningham adalah pelari jarak jauh pertama Amerika yang
  terkenal. Ia menjadi jagoan mungkin karena usahanya yang tangguh
  menguatkan kakinya. Kakinya menjadi pincang pada usia tujuh tahun.
  Pada waktu itu, ia nyaris tewas dalam musibah kebakaran.

  Charles Atlas menjadi bina ragawan (body builder) pertama yang
  terkenal sebab ketika remaja ia malu dengan keadaan tubuhnya yang
  lemah dan kecil.

  Saya yakin Anda sependapat dengan saya bahwa Anda tidak khawatir
  akan keadaan fisik anak Anda. Yang mengkhawatirkan Anda ialah
  kalau-kalau jiwanya akan menderita karena tubuhnya cacat. Sedikit
  banyak, kita semua juga mengalami penderitaan mental dan emosi.

  Efek dari penderitaan itu lebih berkaitan dengan keadaan batin kita
  daripada keadaan fisik kita.

  Konon, setiap ketidakberuntungan memunyai imbangan keuntungan yang
  sama besarnya atau bahkan lebih besar lagi. Saya menyetujuinya.
  Keadaan fisik anak Anda sebenarnya dapat menolong dia menjadi lebih
  kuat secara psikologis. Berilah dorongan agar ia juga unggul secara
  intelektual, moral, dan sosial.

  Mertua perempuan saya terkena penyakit polio pada usia 42 tahun.
  Sampai sekarang ia sudah 20 tahun menggunakan kursi roda, tetapi ia
  tidak membiarkan keadaannya yang cacat itu membatasi perkembangan
  kepribadiannya ataupun hubungannya dengan orang lain. Sebagai
  contoh, setiap hari Rabu ia memimpin kelompok kaum pemudi. Ia
  membawa dampak yang baik bagi mereka.

  Ada banyak contoh tentang orang-orang yang menjadi unggul kendati
  keadaan tubuh mereka cacat. Doronglah anak Anda untuk membaca kisah
  kehidupan orang-orang seperti Florence Nightingale (yang
  mengorganisasi kembali rumah-rumah sakit Inggris sementara ia
  sendiri sedang terbaring sakit di tempat tidur), Franklin D.
  Roosevelt (yang memimpin Amerika Serikat menuju kemenangan dalam
  Perang Dunia II sementara ia sendiri terbatas ruang geraknya pada
  kursi roda), dan Helen Keller (yang berhasil mengatasi keadaannya
  yang cacat dan menjadi seorang dosen dan pengarang yang disegani).

  Ada satu buku istimewa yang saya ingin Anda dan putra Anda baca.
  Saya yakin Anda berdua akan terkesan sewaktu membacanya. Buku itu
  ditulis oleh seorang wanita yang pada usia delapan belas tahun
  mengalami kecelakaan ketika berenang. Tulang lehernya patah sehingga
  ia menjadi cacat; ia lumpuh dari bagian leher ke bawah.

  Nama wanita itu Joni Eareckson Tada; bukunya berjudul Joni. (Sudah
  terbit dalam bahasa Indonesia dengan judul "Joni di Balik Awan"
  terbitan Gandum Mas. -- Red) Di dalam buku itu, ia dengan jujur
  mengutarakan bagaimana Tuhan menolong dia mengatasi keterbatasan
  jasmaninya dan bagaimana Tuhan memimpin dirinya menjalami kehidupan
  yang aktif, produktif, dan memuaskan.

  Diambil dari:
  Judul buku: Pertanyaan yang Sulit Akan Dijawab Oleh Luis Palau
  Penerbit  : Lembaga Literatur Baptis (Yayasan Baptis Indonesia),
              Bandung 1999
  Halaman   : 11 -- 14
  
  
                     ========== INFO ==========
                
                 40 HARI MENGASIHI BANGSA DALAM DOA

  Dengan mendekatnya bulan puasa, hati kita diketuk untuk mengingat
  mereka yang belum mengenal kasih Tuhan. Adakah Anda tergerak untuk
  berdoa bersama-sama menjelang dan selama bulan Ramadhan ini? Bahan
  pokok doa yang disebut ",40 Hari Mengasihi Bangsa Dalam Doa", telah
  kami persiapkan untuk Anda yang terbeban berdoa. Silakan
  menghubungi kami untuk mendapatkan bahan pokok doa ini lewat e-mail.
  Anda juga bisa mendaftarkan teman-teman Anda supaya mereka pun bisa
  berdoa dengan memakai bahan doa ini. Kirimkan surat Anda ke:

  ==> < doa(at)sabda.org >

  Mengirimkan bahan ",40 Hari Doa" menjelang dan selama bulan Ramadhan
  secara elektronik telah menjadi tradisi tahunan yang dikerjakan
  oleh Yayasan Lembaga SABDA dengan bekerja sama dengan pelayanan ",40
  Hari Doa". Untuk tahun 2007, 40 hari doa akan dilakukan tanggal 3
  September - 12 Oktober 2007.

  ------------------------- potong di sini --------------------------
  Bagi Anda yang berminat untuk mendapatkan versi kertasnya, silakan
  menghubungi: Mengasihi Bangsa dalam Doa
               P.O. Box 7332 JATMI JAKARTA 13560
               Email  : < a40hdbb(at)yahoo.com >

  Harap permohonan pengiriman buku mencantumkan:
  Nama jelas       :
  Alamat lengkap   :
  Kota dan kode pos:
  Propinsi         :
  Nama lembaga     :
  No telp./HP      :
  E-mail           :

  ------------------------- potong di sini --------------------------

  Marilah kita berpuasa dan berdoa bersama untuk Indonesia. Biarlah
  tangan Tuhan yang penuh kuasa itu menolong dan menggugah hati nurani
  para pemimpin bangsa ini untuk bertekad dan bersatu mengeluarkan
  bangsa kita dari kemelut berbagai masalah yang berkepanjangan.
  Selamat menjadi "penggerak doa" di tempat di mana Anda berada dan
  biarlah karya Tuhan terjadi di antara umat-Nya, khususnya bangsa
  Indonesia.

============================== e-KONSEL ==============================
              PIMPINAN REDAKSI: Christiana Ratri Yuliani
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2007 oleh YLSA
                      http://www.sabda.org/ylsa/
                       http://katalog.sabda.org/
                     Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
======================================================================
                Anda punya masalah/perlu konseling?
         atau ingin mengirimkan Informasi/artikel/bahan/
           sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
               silakan kirim ke: konsel(at)sabda.org
               atau owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org

  Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
  Berhenti    : unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
  Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
  ARSIP       : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
  Situs C3I   : http://c3i.sabda.org/
======================================================================

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org