Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/132

e-Konsel edisi 132 (20-3-2007)

Kecanduan Kerja

                   Edisi (132) -- 15 Maret 2007

                               e-KONSEL
======================================================================
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
======================================================================

Daftar Isi:
  = Pengantar : Jam Kerja
  = Renungan  : Memperilah Pekerjaan
  = Cakrawala : Kecanduan Kerja
  = Kesaksian : Keluar dari Jerat Workaholic
  = Info      : Pelatihan Intensif "Dasar Konseling"


                ========== PENGANTAR REDAKSI ==========

  Pada umumnya, jam kerja seseorang setiap harinya adalah berkisar
  antara delapan dan sembilan jam. Jam kerja ini bisa bertambah
  panjang jika harus lembur atau harus menyelesaikan pekerjaan pada
  saat itu juga. Masalahnya, berapa jam waktu yang biasa Anda gunakan
  untuk bekerja dalam satu hari?

  Bekerja memang penting karena dengan bekerja kita bisa mencukupi
  kebutuhan hidup, menggunakan dan mengembangkan talenta atau karunia
  yang Tuhan berikan maupun bersosialisasi dengan orang lain. Kita
  juga bisa memuliakan Tuhan melalui pekerjaan kita. Namun, apakah
  kita tetap bisa memuliakan Tuhan jika kita menghabiskan waktu hanya
  untuk bekerja dan tidak memedulikan hal lain?

  Alkitab mengajarkan kita bekerja supaya kebutuhan hidup kita
  tercukupi. Tetapi, Alkitab juga mengajarkan kita untuk tidak
  menjadikan pekerjaan sebagai allah lain. Kami mengajak Anda untuk
  bersama-sama mengenali dan mengatasi kecanduan kerja. Kiranya sajian
  ini memberi manfaat bagi pembaca. Selamat menyimak!

  Redaksi e-Konsel,
  Ratri


                    ========== RENUNGAN ==========

                         MEMPERILAH PEKERJAAN

  Bacaan: Keluaran 20:1-6
  Nats: "Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku" (Keluaran 20:3)

  Kemampuan untuk bekerja adalah suatu karunia yang luar biasa, tetapi
  apakah kita terlalu mengagungkannya? Dahulu, orang menyelesaikan
  tugasnya di kantor, tetapi sekarang mereka pun bekerja di rumah
  lewat e-mail dan telepon.

  Dr. Dave Arnott, asisten profesor manajemen di Dallas Baptist
  University, mengatakan, "Saya tak tahu apakah saat ini pekerjaan
  telah menggantikan posisi keluarga dan masyarakat, atau sebaliknya,
  keluarga dan masyarakat menyerahkan posisinya pada pekerjaan. Namun,
  saya sadar gerakan seperti ini tengah berlangsung. Pekerjaan
  tampaknya menentukan jati diri seseorang." Kita cenderung menyamakan
  identitas kita dengan pekerjaan kita.

  Pemimpin Families and Work Institute mengatakan, "Tingginya
  kesibukan Anda telah menjadi suatu kebanggaan ... dan menjadi simbol
  status," meskipun banyak orang mengeluhkan hal itu.

  Memperilah pekerjaan bukanlah persoalan baru. Dalam perintah
  pertama Allah berkata, "Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku"
  (Keluaran 20:3). Pekerjaan kita termasuk di dalamnya. Melalui
  karunia pekerjaan yang diberikan Allah, kita dapat menghormati-Nya,
  memenuhi kebutuhan keluarga kita, dan membantu orang yang
  membutuhkan. Janganlah menjadikan pekerjaan sebagai sumber utama
  kepuasan kita; haruslah kepuasan itu berasal dari Allah sendiri.

  Apa pun pekerjaan kita, kita harus menempatkannya dengan cara
  pandang yang benar. Allah dan keluarga lebih penting daripada
  dedikasi kita terhadap pekerjaan. Pekerjaan adalah suatu karunia,
  bukan alah yang lain. -- David McCasland

                   YANG BERARTI BUKANLAH KESIBUKAN
           MELAINKAN APA YANG ANDA KERJAKAN DI SETIAP WAKTU

  Bahan diambil dari:
  Publikasi: e-RenunganHarian
  Edisi    : 21 Februari 2003
  Arsip    : http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2003/02/21/


                   ========== CAKRAWALA ==========

                           KECANDUAN KERJA

  Seperti "-aholics" lainnya, "workaholic" juga merupakan kecanduan
  yang tidak sehat. Dalam hal ini, kecanduannya adalah bekerja,
  karier, atau suatu kepercayaan bahwa mereka adalah "satu-satunya
  orang yang dapat melakukan pekerjaan dengan benar". Tanpa
  memerhatikan kepercayaan ini, seseorang yang kecanduan kerja bisa
  saja menganggap dirinya adalah suatu kesalahan atau sedikit
  berharga. Sering kali ini merupakan suatu tanda ketidakamanan atau
  ketidakmampuan dalam membuat prioritas.

  Pencandu kerja akan menghabiskan sebagian besar hidupnya dengan
  bekerja atau membawa pulang pekerjaan mereka. Sering kali mereka
  hanya memiliki sedikit waktu untuk kehidupan pribadinya -- keluarga,
  hobi, atau waktu luang. Memiliki keseimbangan bukan hanya suatu
  keinginan yang lebih baik; tapi juga memerlukan kesehatan mental,
  fisik, spiritual/rohani, dan emosional yang menyeluruh.

  Bagaimana bisa memiliki keseimbangan?
  -------------------------------------
  Mundur dan lihatlah hidup Anda. Apakah Anda mengorbankan
  bagian-bagian lain dari hidup Anda karena waktu dan perhatian
  dihabiskan untuk bekerja? Jika mengejar kebutuhan keuangan sesaat
  lebih penting daripada mempererat hubungan jangka panjang Anda
  dengan pasangan dan anak-anak, Anda perlu memikirkan kembali
  prioritas Anda. Tentu saja, Anda akan mengatakan kepada diri sendiri
  bahwa Anda bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan ini adalah
  bagian penting dalam hidup. Tetapi sejujurnya, adakah keseimbangan
  pada saat Anda menggunakan waktu Anda? Karena keseimbangan adalah
  kunci utamanya.

  Berikut ini beberapa langkah untuk bisa mencapai keseimbangan yang
  sehat.
  1. Buatlah batasan waktu dan perhatian yang Anda berikan untuk
     pekerjaan Anda.
  2. Sediakanlah waktu yang berkualitas untuk hubungan pribadi dan
     waktu luang Anda.
  3. Hadapilah ketakutan akan kegagalan atau ketidakamanan yang
     mungkin muncul -- bicarakan hal ini dengan pendeta atau konselor.
  4. Tegaskan harga diri Anda di hadapan Allah, jangan gantikan Dia
     dengan mengutamakan diri sendiri atau karier.
  5. Gunakanlah kreativitas Anda untuk mendapatkan prestasi, mungkin
     dengan hobi, bukan bekerja.
  6. Pekalah terhadap kebutuhan keluarga dan teman-teman Anda.
  7. Lakukanlah kegiatan-kegiatan yang menyehatkan fisik -- berenang,
     bersepeda, atau ke tempat kebugaran.

  Jika kita memiliki keseimbangan yang baik secara fisik, mental,
  rohani, dan emosional, semuanya itu akan berpengaruh pada apa pun
  yang kita kerjakan. Kita dapat tampil lebih baik dalam bekerja; kita
  menikmati hubungan yang sehat dengan orang yang kita kasihi dan
  akhirnya kita dapat menikmati tujuan dan keindahan hidup yang Tuhan
  sediakan bagi kita. Seperti suatu ungkapan, "Nikmatilah hidup ini."

  Manfaat dari keseimbangan
  -------------------------
  Ketika kita berhasil mencapai gaya hidup yang seimbang, kita akan
  lebih mudah mendapatkan kedamaian yang selama ini kita cari. Kita
  tidak perlu takut pada ketidakamanan. Kita dapat datang kepada Tuhan
  dan berdoa memohon hikmat bijaksana dan tuntunan. Hubungan spiritual
  kita dengan-Nya tidak dapat diabaikan.

  Seperti yang dikatakan oleh Robert, "Tidak peduli seberapa kerasnya
  saya bekerja, saya tidak akan pernah sangat diperlukan oleh
  perusahaan, komite, atau penyedia lapangan kerja mana pun. Saya
  tidak akan pernah seberharga diri saya ketika saya memikirkannya.
  Saya hampir bunuh diri karena stres dan kelelahan. Apakah ini
  berguna? Demikianlah pikiran saya saat itu. Saya mengutamakan
  pekerjaan saya, tetapi kemudian saya sadar betapa salahnya saya."

  "Saya tidak mengenal anak-anak saya, pernikahan saya hancur dan
  kesehatan saya memburuk. Kemudian suatu hari, Tuhan mengingatkan
  saya bahwa kesehatan dan hubungan dengan keluarga dan Dia adalah
  kehidupan yang sebenarnya. Jika saya tidak mulai merawat diri saya
  sendiri, saya tidak akan ada untuk mereka atau orang yang memberi
  saya pekerjaan. Jika saya tidak mendapatkan suatu keseimbangan, saya
  tidak akan mempunyai keluarga!

  Saya tidak dapat kembali dan mendapatkan apa yang sudah hilang dari
  keluarga saya, tetapi tentu saja saya tidak ingin kehilangan lagi.
  Tuhan menolong saya melihat nilai mereka dan betapa berharganya
  mereka bagi saya. Dia adalah satu-satunya yang mewujudkan kebutuhan
  saya untuk mendengar, `Kamu tidak akan pernah tergantikan!`.
  Sekarang saya tahu bahwa saya salah memutuskan prioritas; sekarang
  saya menyerahkan keputusan itu kepada Tuhan. Dia yang merencanakan
  tujuan hidup saya dan saya telah bertobat karena mengabaikan
  keluarga dan Tuhan."

  Bagaimana menolong orang yang kecanduan kerja?
  ----------------------------------------------
  Anda dapat menolong orang yang kecanduan kerja jika Anda memahami
  kondisinya. Seorang pencandu kerja adalah orang yang kelainan dalam
  keinginan bekerja. Seorang pencandu kerja tidak akan pernah memiliki
  pekerjaan yang cukup; mereka selalu ingin lebih banyak bekerja.
  Seorang pencandu kerja bisa melihat perilaku menyimpang mereka dalam
  bekerja sebagai kesenangan atau pun dalam keadaan tertentu sebagai
  beban.

  Orang yang kecanduan kerja dapat ditolong, namun tentunya
  membutuhkan waktu dan usaha, baik dari pencandunya maupun orang yang
  mencoba menolongnya. Bagaimana Anda dapat menolong seseorang supaya
  terhindar dari kecanduan kerja? Hal pertama yang harus Anda lakukan
  adalah mengenali beberapa tanda kecanduan kerja.

  Orang yang kecanduan kerja biasanya adalah orang yang:
  1. sulit memiliki waktu bersantai, 2. membawa pulang pekerjaan mereka dan bahkan tidur bersama
     pekerjaan itu, 3. mencoba melakukan pekerjaannya pada hari libur atau akhir pekan, 4. senang bekerja lebih dari empat puluh jam dalam seminggu.

  Jika seseorang yang Anda kasihi memiliki satu atau lebih dari
  gejala-gejala itu, tidak berarti orang tersebut pencandu kerja. Ini
  berarti tidak berfungsinya penilaian kembali atas hidup.

  Apa saja gejala-gejala kecanduan kerja itu?
  -------------------------------------------
  Apakah Anda menunjukkan gejala-gejala kecanduan kerja? Banyak orang
  yang tidak akan menyebut dirinya seorang pencandu kerja. Mereka akan
  berkata, "Saya memotivasi diri saya sendiri dan didorong untuk
  sukses. Saya bekerja karena saya menyukai pekerjaan saya dan saya
  merasa bahwa bekerja itu penting untuk bermasyarakat."

  Berikut ini beberapa gejala "workaholic".
  1. Anda tidak bisa membedakan antara pekerjaan dan rumah.
  2. Meskipun di rumah, pekerjaan Anda tetap menjadi prioritas utama.
  3. Anda terlalu memegang erat komitmen dan semangat kerja.
     Kebahagiaan Anda ada pada pekerjaan Anda.
  4. Pekerjaan selalu mendapat tempat yang lebih utama dari keluarga
     dan waktu luang.
  5. Anda tidak memiliki kehidupan sosial kecuali kegiatan-kegiatan
     yang berhubungan dengan pekerjaan.
  6. Pekerjaan selalu ada dalam benak Anda, 24 jam sehari dan 7 hari
     seminggu.
  7. Anda stres karena pekerjaan Anda.
  8. Anda sedih ketika orang lain menyarankan kepada Anda untuk
     mengurangi pekerjaan Anda.
  9. Anda tidak berlibur atau Anda membawa pekerjaan Anda saat
     berlibur.

  Jika hidup Anda habis untuk bekerja, Anda justru berpeluang menjadi
  seorang pencandu kerja atau sedang menjadi pencandu kerja.

  Tips praktis menolong pencandu kerja
  -----------------------------------
  Jika Anda menduga seseorang itu pencandu kerja, berikut ini beberapa
  hal yang dapat Anda lakukan untuk menolongnya.
  1. Waspadalah terhadap tanda-tandanya dan tunjukkan kepada orang
     tersebut. Kebanyakan pencandu kerja tidak akan siap mengakui
     bahwa dirinya adalah seorang pencandu kerja. Tetapi jika Anda
     menunjukkan tanda-tanda tersebut dengan kasih, orang tersebut
     akan dapat melihat masalahnya.

  2. Jika orang yang kecanduan kerja itu mengakui masalahnya, carilah
     tempat atau gereja yang dapat menolongnya.

  3. Jika diizinkan, bantulah orang yang kecanduan kerja itu membuat
     prioritas dalam hidupnya dengan meyakinkan bahwa waktu yang ada
     boleh digunakan untuk bersantai atau bersenang-senang. Pastikan
     untuk mendorongnya melakukan kegiatan-kegiatan positif yang tidak
     berhubungan dengan kerja.

  4. Buatlah komitmen pribadi untuk melakukan bagian Anda. Kendalikan
     diri dari tindakan-tindakan yang justru mengarah pada perilaku
     kecanduan kerja dengan terlalu menuntut pada materi atau uang
     yang dimiliki.

  5. Carilah jalan supaya dapat menunjukkan kepada orang yang
     kecanduan kerja bahwa kasih Anda didasarkan pada siapakah dirinya
     bukan pada apa yang mereka kerjakan. Tunjukkan kepada orang yang
     kecanduan kerja bahwa nilai diri tidak didasarkan pada materi
     yang dimiliki.

  Saya hidup dengan orang kecanduan kerja, apa yang harus saya
  lakukan?
  ------------------------------------------------------------
  Hidup dengan seorang yang kecanduan kerja adalah suatu situasi yang
  sulit! Saya dan istri saya pernah menghadapi masalah ini dalam
  perjalanan pernikahan kami karena saya bekerja sepanjang hari dan
  sering bekerja pada akhir pekan. Kami mendapatkan empat prinsip
  utama yang membantu kami menghadapi masalah ini.

  1. Kami selalu membicarakan jadwal pekerjaan apa yang akan menjadi
     prioritas atau proyek saya. Kami berdua membuat kesepakatan
     apakah dengan memiliki waktu yang lebih banyak untuk bersama-sama
     itu berharga untuk kemajuan kami dan memang perlu bagi kami.

  2. Kami membuat batasan. Kami saling mengomunikasikan apa yang
     menjadi harapan kami.

  3. Kami menciptakan suasana saling memahami dan peka. Suatu
     perumpamaan yang alkitabiah, "Belajar menjadi bijaksana dan
     memberi penilaian yang baik." Memahami dan komunikasi yang baik
     adalah hal yang penting jika kita hidup dengan orang yang
     kecanduan kerja. Isri saya memahami dan menghargai pentingnya
     pekerjaan saya dan betapa berharga dan berartinya pekerjaan itu
     bagi saya. Saya pun juga harus memahami kebutuhannya. Jika saya
     merasa bahwa dia membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bersama
     dengan saya, kami membuat rencana untuk melakukan sesuatu yang
     istimewa bersama-sama.

  4. Kami saling mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Yakobus 1:19-20,
     "Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap
     orang hendaklah cepat mendengar, tetapi lambat untuk
     berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia
     tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." Duduklah bersama
     sebagai pasangan dan diskusikan pertanyaan-pertanyaan berikut
     ini.
     - Apakah dengan bekerja kebutuhan kita terpenuhi? Apakah yang
       menjadi motivasi seseorang sehingga dia kecanduan kerja; apa
       yang mendorongnya?
     - Apakah orang yang kecanduan kerja ini juga melakukan hal yang
       sama sebelum menikah? Apakah akhir-akhir ini kecanduan kerjanya
       semakin meningkat?
     - Apakah ada alasan keuangan (utang, mencukupi gaya hidup
       tertentu) yang menjadi pemicu masalah ini?
     - Dapatkah kebutuhan di rumah dipenuhi dengan waktu yang tak
       sebanyak jam kerja?
     - Harapan-harapan apa yang Anda miliki dengan gaya hidup Anda?
       Apakah ini suatu faktor yang memotivasi?
     - Apakah suasana rumah damai dan santai? Ataukah terjadi
       percekcokan, kemarahan, dan perselisihan? Apakah faktor-faktor
       yang tidak diharapkan ini menyebabkan orang yang bekerja itu
       menjauh dari rumah?
     - Batasan-batasan apa yang dapat Anda setujui?

  Salomo menulis di Pengkhotbah bahwa adalah merupakan suatu anugerah
  dari Allah untuk menikmati pekerjaan: "Tak ada yang lebih baik bagi
  manusia daripada makan dan minum dan bersenang-senang dalam jerih
  payahnya. Aku menyadari bahwa ini pun dari tangan Allah"
  (Pengkhotbah 2:24). (t/Ratri)

  Bahan diterjemahkan dari:
  Situs     : All About Life Challenges
  Judul asli: Workaholic
  Penulis   : -
  Alamat URL: http://www.allaboutlifechallenges.org/workaholic.htm


                   ========== KESAKSIAN ==========

                    KELUAR DARI JERAT "WORKAHOLIC"

  Bagi sebagian pria, pekerjaan mungkin merupakan atribut utama dalam
  hidupnya sehingga mereka rela meluangkan waktu dan energinya begitu
  rupa. Ada juga yang senang sekali bekerja asalkan mendapatkan uang,
  status tertentu, atau sebenarnya hanya karena kewajiban semata, dan
  lain sebagainya. Apa pun alasannya, kita tidak boleh menjadikan
  pekerjaan sebagai hal yang terutama dan mengabaikan aspek lainnya
  dalam hidup. Rajin bekerja adalah baik, tapi bekerja tanpa tahu
  waktu adalah gaya hidup yang tidak sehat. Lebih gawatnya lagi kalau
  tanpa disadari bekerja telah menjadi "berhala" bagi kita. Simak
  penuturan dua pria berikut ini seputar bekerja.

  Apa kata mereka tentang pria yang "workaholic"?
  ---------------------------------------------

  1. Tan Yosef Handoko, 35 thn., wirausaha bidang tekstil

  Orang yang "workaholic" adalah orang yang gila bekerja melebihi
  batas-batas normal. Orang seperti ini tidak memandang siang atau
  malam, pokoknya yang ada dalam pikirannya hanya bekerja saja.
  Kecenderungan ini pasti kurang bagus karena dengan begitu ada hal
  lain yang dikorbankan dan telantar, baik dirinya sendiri maupun
  orang lain.

  Kalau ada yang berpandangan kecenderungan "workaholic" itu lebih
  banyak dialami para pria daripada wanita mungkin karena secara fisik
  pria lebih kuat. Kedua, pria umumnya mempunyai ego dan ingin
  membuktikan diri bahwa kami bisa memberikan yang terbaik untuk
  keluarga dan teman-temannya. Pria "workaholic" biasanya tidak merasa
  dituntut, tapi ada kalanya dia seperti itu karena membutuhkan
  pengakuan.

  Pengalaman pribadi
  ------------------
  Saya dulu lebih cenderung digerakkan oleh uang. Dalam pikiran saya
  yang ada hanyalah uang, uang, dan uang. Saya begitu karena saya
  bukan berasal dari keluarga yang berada sehingga berpandangan bahwa
  saya harus berhasil supaya bisa menyenangkan orang tua, baru
  menyenangkan diri sendiri. Saya terdorong untuk membuktikan bahwa
  dari keluarga saya pun ada yang bisa mapan. Memang ada sisi
  positifnya, misalnya dalam pekerjaan yang baru, saya tidak perlu
  waktu lama untuk bisa mengambil peluang yang baik supaya jadi uang.
  Tetapi saya bukan hanya mengerjakan yang halal saja karena saya juga
  suka judi bola. Pokoknya, selama menghasilkan uang, saya akan
  lakukan walau tidak halal. Lebih lanjut, kalau saya bekerja sampai
  malam dan saya letih, saya minta dipijat. Di situ, saya jatuh dalam
  dosa main perempuan, apalagi kalau di luar kota. Efek lainnya adalah
  saya tidak dekat dengan anak-anak karena saya berpikir tugas saya
  adalah mencari uang.

  Titik balik perubahan
  ---------------------
  Suatu waktu, ada banyak aral melintang dalam bisnis saya. Di saat
  seperti itu, kakak mengajak saya mengikuti kamp Pria Sejati. Awalnya
  saya menolak karena merasa sudah cukup sejati dengan mempunyai dua
  anak, istri, dan uang. Saya juga merasa takut pada Tuhan. Tetapi
  setelah istri saya mengatakan bahwa tidak ada salahnya untuk ikut,
  saya ikut juga dan saya hanya anggap itu sebagai "main". Rupanya, di
  sanalah saya terjamah melalui apa yang disampaikan para pembicara.
  Salah satunya adalah bahwa semua yang ada pada kita adalah titipan
  Tuhan. Artinya, Dia bisa ambil kapan saja. Saya juga dibukakan,
  bahwa saya tidak pernah menyenangkan anak-anak. Bagaimana sekolah
  mereka pun saya tidak tahu. Dari situ saya berkomitmen untuk mulai
  mengantar anak-anak ke sekolah, berhenti main perempuan, dan judi.
  Melepas judi adalah yang paling sulit, tetapi dengan adanya dukungan
  dari teman-teman komunitas dan saya meninggalkan pergaulan yang
  lama, saya bisa melepaskannya.

  2. Paulus Ruddy Saswono, 44 thn., kontraktor

  Seorang "workaholic" adalah orang yang bekerja terus-menerus tanpa
  ada waktu sisa. Waktunya didominasi untuk bekerja, bahkan mungkin
  bukan lagi 24 jam, melainkan kalau bisa 36 jam sehari. Alasan pria
  cenderung seperti itu karena berpikir bahwa kami berkewajiban untuk
  menghidupi keluarga. Jadi, harus mencari uang.

  Sebenarnya dalam firman Tuhan, kita seharusnya bekerja untuk Tuhan
  dan bukan untuk manusia sehingga kita akan melakukan yang terbaik.
  Tetapi kita juga perlu menyadari bahwa harus ada keseimbangan dalam
  hidup. Kalau kita bekerja dengan alasan demi kebahagiaan keluarga,
  itu berarti ada waktu juga yang harus diberikan. Mengapa? Karena
  kasih identik dengan waktu, bukan hanya uang. Tuhan pun tidak mau
  kita bekerja terus dan keluarga ditinggalkan.

  Pengalaman Pribadi
  ------------------
  Kalau bekerja saya memulainya dari pagi sampai sore di kantor.
  Setelah mandi dan makan, saya masuk ruang kerja lagi di rumah dan
  terus bekerja sampai dini hari. Pagi-paginya saya bangun dan segera
  ke kantor lagi. Begitulah seterusnya aktivitas saya. Bahkan hari
  Minggu setelah pulang gereja saya biasanya bekerja. Saya sendiri
  melakukannya dalam ketidaktahuan bahwa itu salah karena saya
  berpikir kalau saya bekerja, hasilnya pun untuk keluarga saya.
  Akibatnya, saya tidak merasa bersalah dan saya pribadi menikmati
  kehidupan seperti itu. Di sisi lain, saya juga merasa dihargai
  sekali bila dalam pekerjaan. Dalam arti, apa pun yang saya katakan
  pasti akan dilakukan. Tetapi istri saya mulai mengeluh dan protes
  akan hal ini. Dia mengatakan bahwa saya sudah tidak mempunyai waktu
  lagi dan juga tidak mengurus anak kami yang masih kecil. Padahal
  peran seorang ayah sangat penting bagi pembentukan karakter anak.

  Titik balik perubahan
  ---------------------
  Saya mulai terbuka ketika istri saya mengeluh. Di situ saya pikir,
  benar juga bahwa pekerjaan memang tidak ada akhirnya. Jadi, saya
  mulai "kompromi" untuk tidak bekerja pada hari Minggu dan memilih
  bersama keluarga. Di hari-hari lainnya saya juga berbagi waktu
  dengan keluarga besar, misalnya bila ada adik atau kakak yang
  berulang tahun, saya tinggalkan pekerjaan untuk berkumpul. Semakin
  lama, saya semakin dibukakan dan memang untuk mengubahnya
  membutuhkan waktu yang lama. Di awal perubahan, rasanya saya bingung
  sekali kalau liburan karena tidak tahu harus mengerjakan apa dan
  otak saya pun masih ke pekerjaan. Tetapi saya terus berkomitmen
  untuk membagi waktu, bahkan terkadang saya mematikan HP di hari
  Minggu agar tidak terganggu. Setelah mengikuti kamp, saya lebih
  mengerti lagi bahwa saya juga harus jadi imam. Karenanya, saya juga
  mulai mengantar anak ke sekolah dan mendoakannya.

  Bahan diambil dari sumber:
  Majalah : GetLife!
  Edisi   : Tahun III/Edisi no.27
  Penerbit: GetmeDia (Yayasan Pelita Indonesia), Bandung.
  Halaman : 63 -- 64


                   ========== INFO ==========

                 PELATIHAN INTENSIF "DASAR KONSELING"

  Seorang ibu muda di kota Malang, Junaini Mercy namanya, bunuh diri
  bersama empat anaknya karena tidak kuat menanggung beban hidup yang
  semakin berat (Kompas, 13 Maret 2007).

  Kehidupan perkotaan memang makin keras sehingga makin banyak
  masyarakat (termasuk umat Kristen) yang membutuhkan pelayanan
  konseling.

  Lembaga i Family Enrichment (LiFE) terpanggil untuk menyiapkan para
  murid Kristus menjadi penolong masyarakat sekitarnya, yaitu dengan
  mengadakan:
                 Pelatihan Intensif "Dasar Konseling"

  Deskripsi:
  ----------
  Pelatihan ini ditujukan bagi anak-anak Tuhan yang
  terbeban/terpanggil dalam pelayanan konseling, tetapi merasa belum
  memiliki ketrampilan.

  Pelatihan ini akan membahas pengenalan akan konseling Kristen,
  masalah-masalah umum kepribadian manusia, serta melengkapi/melatih
  peserta dengan ketrampilan dasar konseling.

  Tujuan
  ------
  1. Peserta memahami makna, arah, dan etika konseling Kristen.
  2. Peserta memahami keunikan pribadinya sendiri (dilengkapi dengan
     tes kepribadian bagi peserta).
  3. Peserta memahami keunikan pribadi orang lain.
  4. Peserta memiliki ketrampilan dasar konseling dan mampu
     menerapkannya dalam mendampingi orang yang bermasalah.

  Pendekatan
  ----------
  Integrasi teologi dan psikologi
  - Alkitab sebagai standar kebenaran; Roh Kudus sebagai pemimpin
    dalam proses konseling.
  - Psikologi sebagai alat bantu untuk lebih memahami perilaku
    manusia.

  Sistem Pelatihan
  ----------------
  Teori                   : 40%
  Latihan kasus/role play : 40%
  Refleksi/pengenalan diri: 20%

  Peserta:
  --------
  - Jumlah peserta maksimum 12 orang.
  - Peserta adalah orang-orang Kristen yang sudah hidup baru, sudah
    melayani, dan terpanggil dalam pelayanan konseling.
  - Serius mengikuti pelatihan.

  Waktu dan Tempat:
  -----------------
  Delapan kali pertemuan setiap:
  Hari       : Kamis (mulai 5 April 2007)
  Pukul      : 09.30 - 12.30 WIB
  Tempat     : Jalan Cisanggiri III/18, Kebayoran Baru,
               Jakarta Selatan
  Biaya      : Rp. 50.000,-- per orang
  Pelatih    : 1. Siska Susilo, MK (0816-1104368)
               2. Dra (Psi) Yohana Purba (0856-7085533)
  Pendaftaran: Ibu Laura Gerung (0816-703610)

  Catatan: Setelah paket ini akan dilanjutkan dengan paket Pelatihan
           Intensif Konseling Keluarga sebanyak 8 kali pertemuan.


============================== e-KONSEL ==============================
                       REDAKSI e-Konsel: Ratri
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2007 oleh YLSA
                      http://www.sabda.org/ylsa/
                       http://katalog.sabda.org/
                     Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
======================================================================
Anda punya masalah/perlu konseling?        masalah-konsel(at)sabda.org
Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
dapat dikirimkan ke alamat: owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
  Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
  Berhenti    : unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
  Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
  ARSIP       : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
  Situs C3I   : http://c3i.sabda.org/
======================================================================

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org