Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/118

e-Konsel edisi 118 (17-8-2006)

Kehidupan Melajang

   

                               e-KONSEL
======================================================================
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
======================================================================

Daftar Isi:
  = Pengantar : Menikah atau Melajang?
  = Cakrawala : Konseling dengan Kaum Lajang
  = TELAGA    : Tanda Awas Hidup Lajang
  = Kesaksian : Tiga Alasan Utama Seseorang Melajang

                ========== PENGANTAR REDAKSI ==========

  Salam sejahtera,

  Masalah hidup melajang atau menikah seringkali menjadi masalah umum
  bagi kaum muda. Kebimbangan ini umumnya menerpa mereka yang belum
  memiliki pasangan atau pacar sampai pada usia tertentu. Apalagi jika
  mulai muncul komentar-komentar negatif dari orang-orang di sekitar
  yang membicarakan status mereka. Akibatnya, tak jarang sejumlah
  orang akhirnya jatuh pada pilihan yang tidak seharusnya mereka
  ambil.

  Bagaimana konselor menuntun mereka yang sedang berada dalam
  kebimbangan tersebut? Langkah-langkah konseling bagi para lajang
  akan dibahas dalam kolom Cakrawala. Selain itu ringkasan tanya jawab
  dalam TELAGA dan kesaksian akan menambah lengkapnya sajian kami
  tentang topik ini. Harapan kami edisi ini tidak hanya menolong Anda
  yang sedang mengarahkan para lajang yang bergumul, tapi juga
  menolong Anda sendiri yang mungkin sedang memiliki pergumulan
  langsung tentang hal ini.

  Staf Redaksi e-Konsel,
  Raka

                    ========== CAKRAWALA ==========

                     KONSELING DENGAN KAUM LAJANG

  Konseling -- sebuah tren yang baru-baru ini muncul dalam lingkungan
  Kristen -- meliputi segala sesuatu, mulai dari sebuah percakapan
  beberapa menit sampai pertemuan mingguan selama berbulan-bulan untuk
  menolong seorang pria atau wanita dalam mengatasi masalah pribadi
  yang sulit. Sayangnya, tujuan dan sasaran konseling pun telah
  menjadi lebih luas. Banyak konselor hanya sekadar menolong para
  konseli untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat tanpa memberi
  pemecahan terhadap masalah-masalah yang lebih dalam.

  Definisi Konseling

  Saya percaya bahwa definisi konseling yang baik adalah "suatu proses
  untuk saling memperlengkapi seorang akan yang lain dalam:
    1. mendefinisikan dan menganalisis masalah-masalah pribadi sesuai
       Alkitab, 2. menemukan prinsip-prinsip Alkitab yang berlaku untuk masalah
       tersebut; dan
    3. membeberkan sebuah perencanaan untuk memberlakukan prinsip-
       prinsip ini."

  Sasaran konseling Kristen adalah untuk "memperkenalkan setiap orang
  agar dilengkapi di dalam Kristus" (Kolose 1:28). Itu berarti kita
  menolong konseli menjadi semakin serupa dengan Kristus baik di dalam
  pikiran, perkataan, dan perbuatan -- yang artinya menjadi kudus.
  Kurang dari itu berarti kita merugikan konseli yang datang untuk
  memperoleh bimbingan.

  Filsafat Pelayanan

  Empat prinsip berikut sebaiknya membentuk filsafat dalam pelayanan
  kepada kaum lajang.
  1. Nasihat Anda haruslah alkitabiah -- kebenaran yang Anda ajarkan
     harus terdapat dalam Alkitab.
  2. Nasihat Anda haruslah bersifat praktis. Referensi Alkitab
     sebaiknya disertai dengan penerapan praktis. Setiap tugas
     haruslah memiliki tindakan objektif yang dapat diukur.
  3. Anda harus "menghentikan" konseli dari ketergantungannya pada
     Anda; latihlah mereka untuk memecahkan persoalan mereka sendiri.
  4. Hubungan Anda sendiri dengan Tuhan harus bertumbuh.

  Memulai Konseling

  Anda mungkin memiliki sebuah filsafat pelayanan dan sasaran-sasaran
  alkitabiah yang baik, tetapi bagaimana cara memulai pelayanan
  konseling Anda dengan kaum lajang? Di bawah ini ada beberapa saran.

  1. Mendapat pelatihan.
     Menjadi seorang konselor yang efektif memerlukan usaha. Mencari
     bahan-bahan dan pusat pelatihan untuk menjadi konselor akan
     menolong Anda untuk lebih diperlengkapi. Jika Anda membutuhkan
     lebih banyak praktik atau supervisi/pengawasan, tetapkan konselor
     yang berpengalaman untuk menolong Anda. Mulailah melakukan
     konseling hanya dengan beberapa orang saja.

  2. Berikanlah nasihat melalui kelompok pengajaran Alkitab.
     Jika Anda mengajar sebuah kelas kaum lajang setiap minggu,
     ajarkan lebih banyak firman Tuhan daripada pengetahuan-
     pengetahuan yang biasa. Pusatkan perhatian Anda pada masalah,
     pemikiran, dan ketakutan yang dihadapi kaum lajang, dan tawarkan
     pemecahan masalah secara khusus. Dengan demikian murid-murid Anda
     akan menyadari bahwa Anda memiliki jawaban-jawaban yang benar-
     benar tepat. (Catatan: jangan menggunakan ilustrasi yang
     menjelaskan masalah para konseli di dalam kelompok Anda. Hal ini
     akan menghilangkan kepercayaan dan membuat mereka tidak berani
     untuk mengemukakan masalah-masalah mereka secara terbuka kepada
     Anda.)

  3. Kembangkan sumber-sumber konseling Anda.
     Sumber-sumber yang dimaksud seperti:
     - membuat perpustakaan buku-buku, video, dan kaset audio;
     - mengadakan hubungan dengan konselor profesional yang menjadi
       acuan/dimana Anda mengirim konseli kaum lajang yang Anda
       tangani;
     - seorang sekretaris yang mampu mendengarkan dan berdoa dengan
       para konseli dan menetapkan (paling sedikit sebagai
       pendahuluan) kebutuhan konseling mereka; dan
     - kelompok pelayanan kecil yang menyediakan persekutuan,
       dukungan, dan kesempatan bagi para kaum lajang untuk saling
       menolong.

  4. Latihlah orang awam untuk menolong Anda.
     Setelah pelayanan konseling Anda mantap, latihlah konselor awam
     untuk membantu menanggung beban pelayanan. Seorang konselor awam
     sebaiknya menggunakan prinsip-prinsip firman Allah di dalam
     kehidupannya; menunjukkan ketergantungannya pada Roh Kudus, bukan
     orang yang baru lahir baru dalam iman Kristen; serta memiliki
     belas kasihan, rendah hati, dan memiliki wawasan.

  5. Hal-hal yang perlu diingat oleh para konselor.
     Ketika mengonseling para lajang, tetaplah mengingat pokok-pokok
     berikut.
     a. Bergeraklah lebih jauh dari keadaan yang mendasari sikap dan
        kepercayaan.
        Adalah mudah untuk terlibat dalam kesulitan yang dihadapi oleh
        seorang lajang, tetapi ingatlah bahwa setiap orang, lajang
        atau menikah, mempunyai kecenderungan yang sama untuk jatuh
        dalam dosa. Tentu saja setiap keadaan berbeda, tetapi jangan
        terfokus hanya pada keadaan. Fokuskan pada sikap dan tanggapan
        dari individu tersebut.

     b. Pelajari masalah-masalah umum yang dihadapi kaum lajang.
        Masalah-masalah di dalamnya termasuk perasaan kesepian,
        masalah orang tua tunggal, berkencan, godaan seksual,
        penyalahgunaan obat-obatan, atau alkohol, penyesuaian diri
        dengan keadaan di sekitarnya, dan citra diri.

     c. Temukan keseimbangan antara pertimbangan dan kompromi.
        Anda tidak boleh menghakimi konseli, tetapi Anda juga tidak
        dapat mengompromikan prinsip-prinsip firman Tuhan.
        Sampaikanlah standar-standar Alkitab sebagai yang absolut,
        tapi lakukanlah dengan cara yang menunjukkan belas kasih
        kepada konseli.

     d. Waspadalah terhadap bahaya-bahaya dalam konseling.
        Jangan mengizinkan seorang pun dari konseli Anda, terutama
        sekali yang berlawanan jenis, untuk menjadi tergantung kepada
        diri Anda. Cegahlah "pemujaan pahlawan" karena hal ini dapat
        menciptakan masalah-masalah yang sangat rumit. Kita semua
        memiliki sebuah kebutuhan yang dalam untuk dihargai,
        dihormati, dan didengarkan. Kenalilah kebutuhan-kebutuhan ini
        dalam diri para konseli Anda (dan di dalam diri Anda sendiri),
        tetaplah berusaha untuk menjaga agar hubungan Anda dengan
        konseli Anda tetap sehat.

  Berikut ini diberikan beberapa judul buku yang saya anjurkan bagi
  Anda. Sumber-sumber ini akan melengkapi Anda agar pelayanan Anda
  dengan kaum dewasa lajang lebih efektif.

  "Inside Out", Larry Crabb
  "Encouragement", Larry Crabb
  "Competent to Counsel", Jay Adams
  "Christian Counselor`s Manual", Jay Adams.
  "Meeting Counseling Needs Through the Local Church", Larry Crab
  (Texbook for The Institute of Biblical Counseling)

  (Bahan di atas diterjemahkan dari buku "Single Adult Ministry",
  Jones J, Navpress, 1991.)

  Sumber diambil dan diedit dari:
  Judul buletin: Sahabat Gembala, Edisi Januari/Pebruari 1997
  Penulis      : James Richwine
  Penerbit     : Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1997
  Halaman      : 32 - 34

                     ==========  TELAGA ==========

  Ringkasan tanya jawab dengan Pdt. Paul Gunadi Ph.D berikut ini
  mengajak kita untuk melihat kehidupan seorang lajang dan pergumulan-
  pergumulan yang dihadapinya. Silakan menyimak, semoga menjadi
  berkat.

                         TANDA AWAS HIDUP LAJANG

  T : Ada banyak faktor yang membuat seseorang itu hidup melajang,
      bagaimana kita menyikapinya?

  J : Yang mesti kita sadari adalah bahwa bagi sebagian dari mereka,
      hidup lajang bukanlah pilihan. Mereka tidak dengan sadar memilih
      untuk hidup lajang, tetapi ada sebagian yang memang dengan penuh
      kesadaran memilih hidup lajang. Cukup banyak di antara mereka
      yang HIDUP MELAJANG KARENA KEADAAN, alias karena itulah kondisi
      kehidupan yang harus mereka terima. Jadi, kata kuncinya adalah
      MENERIMA. Meskipun ada banyak faktor penyebabnya, tapi salah
      satu unsur terpenting adalah YANG BERBAHAGIA ADALAH ORANG YANG
      BISA MENERIMANYA. Kita mesti belajar menerima porsi yang Tuhan
      telah tetapkan bagi kita.
------
  T : Adakah perbedaan atau pengaruh dari dua pilihan (melajang karena
      pilihan dan karena keadaan) tersebut?

  J : Sudah tentu ada. Bagi yang memilih, tentu dia sudah memikirkan
      segala kemungkinan-kemungkinan dan konsekuensinya, tapi bagi
      yang tidak pernah memilih akan mengalami kejutan-kejutan dan
      dituntut penyesuaian yang juga lebih berat. Kalau yang tadinya
      berdua dan sekarang harus hidup lajang, misalnya setelah
      perceraian atau kehilangan pasangan hidupnya, sudah tentu harus
      ada penyesuaian kembali. Kalau memang orang itu tidak pernah
      menikah sama sekali, namun sungguh-sungguh menginginkan bisa
      menikah, tentu ini lebih berat lagi karena hidup lajang memang
      sama sekali tidak pernah terpikirkan dan tidak pernah disambut
      dalam benaknya. Ada sebagian orang yang akhirnya meskipun hidup
      lajang, tetapi hidup dalam pengandaian, "andai saja saya
      menikah ..." atau hidup dalam antisipasi bahwa suatu hari kelak
      akan bertemu dengan seseorang dan menikah sehingga semua hal
      dalam kehidupannya itu diatur sedemikian rupa seakan-akan dalam
      rangka menanti seseorang. Kita jangan sampai seperti itu: hidup
      lajang, namun tidak sungguh-sungguh hidup sebagai seorang
      lajang. Hidupi kehidupan ini seperti seorang lajang sebab
      itulah porsi yang Tuhan berikan kepada kita sekarang.
------
  T : Firman Tuhan itu mengatakan "Tidak baik kalau orang itu
      sendirian", lalu "Berdua lebih baik dari pada sendirian",
      bagaimana itu?

  J : Ayat itu sebetulnya menegaskan bahwa Tuhan menciptakan kita
      sebagai makhluk sosial, bukan ayat yang merujuk langsung pada
      pernikahan sebab Tuhan sudah tahu di kemudian hari akan ada
      banyak anak-anak-Nya yang terpaksa hidup lajang. Pada ayat
      tersebut Tuhan lebih langsung membicarakan tentang kodrat kita
      sebagai manusia sosial, kita membutuhkan satu sama lain. Kita
      tidak bisa hidup sendirian.
------
  T : Sering kali orang lebih bisa menerima dirinya sendiri untuk
      hidup lajang, tapi pada saat bersosialisasi justru masyarakat
      yang mencela dia. Bagaimana menyikapinya?

  J : Harus kita akui masyarakat pada umumnya mempunyai dua standar
      yang berbeda terhadap pria dan wanita lajang. Omongan masyarakat
      yang kadang-kadang kita dengar untuk pria dan wanita yang
      melajang adalah kalau laki-laki itu "cerewet, terlalu memilih-
      milih", kalau wanita "tidak laku". Tapi intinya adalah dua-
      duanya komentar yang tidak positif, seakan-akan kehidupan lajang
      itu sesuatu yang sangat buruk, merupakan aib dan haruslah
      dipermalukan atau dirasakan sebagai sesuatu yang memalukan. Ini
      bukan konsep Tuhan. Paulus hidup lajang, kita tidak pernah tahu
      apakah Paulus pernah mempunyai seorang istri atau tidak. Contoh
      yang lainnya, Yohanes Pembaptis. Kita tidak pernah tahu apakah
      dia menikah, cuma memang dia meninggal pada usia muda, namun
      Tuhan pakai dia luar biasa. Jadi, jangan sampai kita termakan
      oleh omongan orang atau oleh tuntutan budaya yang tidak sesuai
      dengan firman Tuhan. Baik hidup lajang atau pun menikah adalah
      hidup yang Tuhan karuniakan dan porsikan untuk kita. Terimalah
      dan hiduplah secara optimal, baik sebagai orang yang menikah
      atau sebagai orang yang lajang.
------
  T : Apakah tidak ada gejolak dalam diri seseorang yang lajang ini?

  J : Betul sekali. Meskipun keluarganya memberikan dukungan, tapi
      kadang-kadang memang tuntutan itu muncul dari dalam diri
      sendiri, bahwa dia memang ingin menikah. Akhirnya, jalan
      pintaslah yang ditempuh, menyerah, kompromi, dan menikah.
      Seorang psikiater di sebuah rumah sakit jiwa berkomentar, "Bagi
      sebagian orang, relasi yang buruk lebih baik daripada tidak ada
      relasi sama sekali," alias lebih baik menikah dan mempunyai
      pernikahan yang buruk daripada tidak menikah sama sekali.
      Sebagian orang berprinsip seperti itu. Justru yang kita ingin
      tegaskan adalah DARIPADA MENIKAH DAN AKHIRNYA MENDERITA DALAM
      PERNIKAHAN YANG BURUK, LEBIH BAIK TIDAK MENIKAH. Kalau kita
      pernah menikah, apalagi mempunyai anak dan akhirnya bercerai
      karena pernikahan kita buruk, status kita tidak naik malahan
      kita menyusahkan lebih banyak orang, dan tentunya menyusahkan
      anak-anak kita yang harus hidup tanpa salah satu orang tuanya.
      Jadi, jangan menyerah. Lebih baik hidup lajang daripada menikah
      dan mengalami masa-masa yang buruk.
------
  T : Mengenai relasi yang falsafahnya tidak cocok untuk kita terima,
      apakah ada macam-macam relasi tertentu?

  J : Ada empat jenis relasi. PERTAMA, dilabelkan tidak baik dan tidak
      mengasihi, artinya kita sadari orang ini tidak baik, tidak cocok
      untuk kita, karakternya/perangainya pun buruk dan kita tidak
      mengasihi dia. Kita tidak perlu melanjutkan relasi ini.

      Tipe KEDUA, kita bertemu dengan seseorang yang tidak cocok
      dengan kita, perangainya pun tidak baik, tapi kita terlanjur
      mengasihi dia. Atau kita tahu Tuhan melarang kita bersama dengan
      yang tidak seiman dengan kita, tapi kita terlanjur jatuh cinta
      dan mengasihi dia. Ini nantinya akan menimbulkan masalah di
      dalam pernikahan kita karena kita tahu orang ini sebetulnya
      tidak cocok dengan kita.

      Tipe KETIGA disebut baik dan tidak mengasihi. Kita bertemu
      dengan seseorang yang baik sekali, mengasihi kita dan
      perangainya pun baik, tapi kita tidak mengasihinya. Kadang-
      kadang ada orang yang kompromi dan berkata, "Ya, sudahlah, tidak
      apa-apa." Jangan seperti itu sebab nanti dia harus bersandiwara
      terus-menerus dalam pernikahan. Suatu hari kelak, pernikahan
      seperti ini bisa goncang.

      Yang ideal adalah yang KEEMPAT dan haruslah menjadi standar
      kita, yaitu kita bertemu dengan orang yang baik, perangai yang
      baik, cocok dengan kita, kita mengasihinya dan dia mengasihi
      kita. Inilah dasar pernikahan yang perlu kita perhatikan.
------
  T : Apakah keuntungan dan kerugian dari hidup melajang ini?

  J : Yang paling jelas adalah memberikan KEMERDEKAAN. Hidup lajang
      menyediakan kepada kita kebebasan, tidak ada tanggung jawab
      kepada siapa pun. Namun, kita juga harus menyadari ada hal-hal
      yang cukup mengganggu atau kerugiannya. Pertama, KESEPIAN. Orang
      lajang perlu pintar-pintar membangun relasi dengan teman-teman
      sejawat, teman-teman yang bisa saling menegur, menyapa, pergi
      bersama, saling mencurahkan hati, dan sebagainya. Kedua, HIDUP
      TERLALU BEBAS. Kita yang lajang, harus berjaga-jaga sebab hidup
      sebagai lajang itu hampa pertanggungjawaban, rentan terhadap
      dosa karena tidak ada yang mengawasi. Karena itu, kita mesti
      dekat dan takut akan Tuhan. Manusia tidak melihat, Tuhan
      melihat. Meskipun tidak ada pertanggungjawaban kepada pasangan
      atau anak, kita bertanggungjawab kepada Tuhan.
------
  T : Bagaimana dengan masa tua orang yang melajang ini?

  J : Sudah tentu dia harus mulai memikirkan kalau nanti sudah tua
      tinggal di mana, dengan siapa, siapa yang dekat dengannya.
      Sebaiknya tinggal tidak terlalu berjauhan dengan kakak atau adik
      atau temannya sehingga kalau ada apa-apa bisa saling menolong.
      Satu hal lagi yang perlu diperhatikan, sebagian orang lajang itu
      haus perhatian sehingga kadang-kadang mencari-cari perhatian
      dengan berlebihan. Ini harus dijaga supaya jangan sampai
      terjadi. Orang-orang yang lajang harus berani introspeksi dan
      mengoreksi diri, berjaga-jagalah jangan sampai karena haus
      perhatian menjerumuskan kita ke dalam masalah-masalah yang lebih
      besar.
------
  T : Firman Tuhan untuk menyimpulkannya?

  J : Yohanes 17:19 kepada orang yang hidup lajang. "Dan Aku
      menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya mereka pun dikuduskan
      dalam kebenaran". Bagi orang-orang yang lajang, dan ini
      sebetulnya juga untuk kita semuanya, kuduskan hidup kita
      terutama bagi Tuhan dan kemudian bagi orang lain, supaya orang-
      orang yang akhirnya bersinggungan jalan dengan kita, bertemu
      serta menerima berkat dari kita juga akan mendapatkan
      manfaatnya. Hiduplah dalam kebenaran Tuhan, kita akan menjadi
      berkat yang besar, dan orang lajang mempunyai potensi yang sama
      dengan orang yang menikah untuk menebarkan berkat kepada
      sesamanya.

  [Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. #161A
  yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan.
  Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat
  e-Mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel(at)xc.org>
                            atau: < TELAGA(at)sabda.org >]
  ==>  http://www.telaga.org/ringkasan.php?hidup_lajang.htm

                   ==========  KESAKSIAN ==========

                 TIGA ALASAN UTAMA SESEORANG MELAJANG

  Berikut ini tiga alasan utama seseorang melajang dan contoh-contoh
  hidup dari orang-orang yang berada di baliknya. Semoga setelah Anda
  membacanya, jika suatu hari Anda mencoba berkaca di cermin ajaib
  Putri Salju, Anda bisa yakin bahwa alasan Anda melajang bukan karena
  Anda begitu buruk rupa atau "tidak laku-laku".

  Alasan 01: Tuhan memanggil secara khusus untuk melajang
  -------------------------------------------------------
  Asriningrum Utami, konselor dan dosen di Sekolah Tinggi Teologia
  Reformed Injili Indonesia menyatakan bahwa ia dipanggil secara
  khusus oleh Tuhan untuk hidup melajang. Menurut Asriningrum,
  panggilan seperti ini biasanya dibukakan selangkah demi selangkah,
  tapi dalam kasus dirinya, Tuhan memberitahu melalui proses doa.
  Padahal waktu itu ia telah merencanakan pernikahan dengan serius dan
  sudah menentukan waktu lamaran. Tapi ia tidak merasa damai sejahtera
  dengan hal itu, sampai akhirnya Tuhan membukakan kehendak-Nya
  tentang hal ini. Akhirnya Asriningrum memilih untuk mengikuti
  kehendak Tuhan karena ia percaya bahwa itu yang terbaik dalam
  hidupnya dan ia merasakan damai sejahtera dengan pilihan tersebut.

  Alasan 02: Punya prioritas lain di luar pernikahan
  --------------------------------------------------
  Sementara itu, Indri Gautama, seorang pebisnis yang juga pendiri
  Yayasan Maria Magdalena dan Ketua Umum "Apostolic Women Arising"
  merasa bahwa ia tidak dipanggil untuk hidup selibat. Karena itu, ia
  masih membuka diri untuk kemungkinan menikah. "Tapi saya orang yang
  biasa membuat prioritas dan ketika membuat agenda saya memutuskan
  apakah akan berkeluarga atau mengikuti panggilan Tuhan. Saya
  memutuskan mau 100% "all out" untuk Yesus dan mengikuti panggilan-
  Nya menjadi pemimpin. Kalau jatuh cinta menghalangi hal itu, saya
  tidak mau. Lagipula di otak saya soal laki-laki nggak muncul-muncul,
  mungkin karena saya terlalu sibuk membangkitkan para pemimpin gereja
  dan menjadi konsultan hamba-hamba Tuhan agar mereka berani
  mendewasakan jemaat mereka untuk masuk ke dalam panggilan Tuhan,"
  ujar Indri Gautama yang mengakui menemui banyak jemaat yang
  konseling kepadanya karena mereka bingung kapan bisa menikah dan
  takut jadi perawan tua.

  "Saya tidak pernah merasa jadi perawan tua walau usia saya sudah
  hampir 50 tahun! Saya selalu bergaya anak muda dan bergabung dengan
  anak muda. Jadi, saya adalah orang tua yang berjiwa muda dan penuh
  dengan "passion" untuk Tuhan," tegas Indri Gautama yang menyatakan
  bahwa dasar dari pernikahan adalah komitmen suami dan istri untuk
  menggenapi destinasi Tuhan dan juga menghasilkan keturunan ilahi.
  Karena itu, salah satu pertanyaan utama yang biasa ia ajukan ketika
  mengonseling pasangan yang akan menikah adalah, "Apakah engkau bisa
  menolong pasanganmu mencapai destinasi-Nya?"

  "Saya percaya suatu pernikahan akan bahagia jika calon suami
  mengerti bahwa ia menikah supaya bisa menjadi pendukung dan mentor
  pasangannya agar masuk ke dalam destinasi-Nya Tuhan; dan si calon
  istri juga mengerti bahwa ia menikah untuk mendukung suaminya masuk
  dalam rencana Tuhan. Jadi, suami dan istri harus menghargai nilai-
  nilai kekudusan dan punya mental kerajaan sorga. Kalau punya dua
  puluh anak tapi semuanya kudus dan berdestinasi jadi murid Kristus
  serta punya visi mengubah bangsa, itu bagus karena misi Tuhan
  menjadi sangat efektif. Tapi kalau menikah karena kepahitan,
  pelarian, butuh kasih sayang, atau hamil di luar nikah, itu akan
  membuat masalah di gereja dan di dunia."

  "Karena itu, jangan pacaran kalau hanya untuk mengusir kesepian.
  Boleh pacaran kalau ujung-ujungnya memang berkomitmen untuk menikah.
  Kalau tidak, kasihan dong. Ia sudah memberikan sebagian kasih,
  mesra, dan hidupnya, tapi lalu didepak. Kasihan gereja juga jadi
  sibuk mengurusi orang-orang yang luka batin. Karena itu, suatu
  pernikahan harus ada tujuannya, kalau tidak, ngapain harus menikah?"
  jelas Indri Gautama yang mengaku pernah kumpul kebo dan melakukan
  seks bebas sebelum akhirnya "ditangkap" oleh Kristus untuk menjadi
  murid-Nya.

  Alasan 03a: Tuhan menyuruh menunggu saat yang paling tepat menurut
              waktu-Nya karena Dia punya rencana khusus.
  ------------------------------------------------------------------
  "Awalnya, saya tidak berpikir untuk menikah sama sekali. Tapi di
  usia 28 tahun, saya bertemu Kristus dan pandangan saya mengenai
  pernikahan dan pria pun berubah. Tuhan baru mempertemukan saya
  dengan Paul ketika saya berusia 41 tahun. Kami menikah ketika saya
  berusia 42 dan itu terjadi 20 tahun yang lalu." ujar Betsy Caram,
  istri dari Dr. Paul G. Caram, penulis dan pengajar internasional
  dalam bidang pertumbuhan iman Kristen ketika mereka berkunjung ke
  Indonesia beberapa waktu lalu.

  "Tentu saja saya berharap orang lain tidak perlu menunggu begitu
  lama; tapi bagi kami rasanya itu adalah situasi yang paling tepat
  dan kami merasa Tuhan sangat baik kepada kami," ujar Betsy yang
  mengakui bahwa ia memang sudah siap untuk hidup melajang sebelum
  akhirnya ia bertemu dengan Paul.

  "Jika diumpamakan dengan bunga tiga musim, kami adalah bunga-bunga
  yang baru bermekaran di musim gugur dan bukannya di musim semi atau
  musim panas," tambah Dr. Paul sambil tersenyum lebar. Dr. Paul
  bertemu dengan Betsy ketika berusia 37 tahun, lalu mereka saling
  jatuh cinta dan kemudian menikah setahun kemudian. Selama 38 tahun
  itu, Dr. Paul mengakui bahwa ia tidak pernah ingin hidup melajang.

  "Jadi, saya melajang bukan karena saya ingin, tapi karena Tuhan
  menginginkan saya seperti itu. Saya itu seperti Yusuf yang harus
  tinggal selama bertahun-tahun di tanah yang asing. Ia juga
  terpenjara dan harus melalui berbagai situasi yang mempersiapkannya
  untuk melakukan pelayanan yang besar di kemudian hari. Karena itu,
  saya tidak mau melibatkan seorang istri dalam berbagai kesulitan
  hidup yang harus saya lalui pada masa itu. Lagi pula saya percaya
  Tuhan punya waktu yang paling tepat dan sempurna untuk membawa dia
  kepada saya, bahkan jika ia hidup di seberang lautan sekalipun,"
  tegas Dr. Paul yang buku-bukunya tersebar sudah di lebih dari lima
  puluh negara dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk
  bahasa Indonesia.

  Dr. Paul juga mengakui bahwa ia dulu memang punya kriteria khusus
  saat berdoa untuk seorang istri. "Saya dipanggil ke dalam ladang-Nya
  ketika masih remaja. Saat itu Tuhan mengatakan pada saya secara
  profetis bahwa pelayanan saya membutuhkan banyak persiapan dan bahwa
  saya harus banyak bepergian ke berbagai negara; meskipun pada saat
  itu saya belum pernah pergi ke luar negeri sama sekali. Jadi, saya
  tahu bahwa suatu hari nanti, saya harus menikah dengan seseorang
  yang mudah bergaul dengan orang-orang, suka bepergian, dan bisa
  cepat beradaptasi dengan situasi baru."

  "Ketika saya bertemu dengan Betsy, saya melihat hal-hal ini di dalam
  dirinya. Ia mencintai Tuhan, selalu ingin bertumbuh di dalam Dia,
  sering dan senang bepergian, serta sangat ahli dalam menghadapi
  orang dan situasi baru. Jadi semakin kami berbicara, semakin kami
  sadar bahwa Tuhan punya rencana khusus bagi kami berdua," cerita Dr.
  Paul dengan terus terang.

  Alasan 03b: Tuhan menyuruh menunggu saat yang paling tepat menurut
              waktu-Nya karena Dia menginginkan kita menjadi orang
              yang tepat, dan bukan sekadar mencari orang yang tepat.
  -------------------------------------------------------------------
  Sosiolog Dr. Evelyn Duvall dan Dr. Reuben Hill menemukan bahwa
  sumber ketidakbahagiaan utama dalam pernikahan adalah kesalahan
  dalam memilih pasangan, masalah uang, penyesuaian seksualitas, serta
  perbedaan agama. Jadi intinya, apa yang dibawa ke dalam pernikahan
  itulah yang akan menjadi sumber kebahagiaan atau kehancuran rumah
  tangga.

  Walaupun begitu, menurut penulis Elof Nelson dalam bukunya "Your
  Life Together", sukses dalam pernikahan itu lebih dari sekadar
  menemukan orang yang tepat karena yang lebih penting adalah menjadi
  orang yang tepat. "Ketika saya memberikan konseling, saya sering
  kali menemukan orang-orang yang lebih peduli pada bagaimana mencari
  pasangan yang tepat tanpa mau berpikir bagaimana menjadi seseorang
  yang tepat bagi calon pasangannya," ujar Elof.

  Sumber diambil dan diedit dari:
  Judul majalah: getLIFE!/Edisi 21, 2006
  Judul artikel: 3 Alasan Utama Seseorang Melajang
  Penulis      : Grace Emilia dan Sandra Lilyana
  Penerbit     : Yayasan Pelita Indonesia, Bandung 2006
  Halaman      : 48 - 51

============================== e-KONSEL ==============================
                         STAF REDAKSI e-Konsel
                           Ratri, Evie, Raka
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2006 oleh YLSA
                        http://ylsa.sabda.org/
                       http://katalog.sabda.org/
                     Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
======================================================================
Anda punya masalah/perlu konseling?    masalah-konsel(at)sabda.org
Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
dapat dikirimkan ke alamat:           owner-i-kan-konsel(at)xc.org
  Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)xc.org
  Berhenti    : unsubscribe-i-kan-konsel(at)xc.org
  Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
  ARSIP       : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
  Situs C3I   : http://c3i.sabda.org/
======================================================================

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org