Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/113

e-Konsel edisi 113 (1-6-2006)

Membangun Hubungan dengan Konseli

                      Edisi (113) -- 01 Juni 2006

                               e-KONSEL
        ======================================================
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
        ======================================================

Daftar Isi:
  = Pengantar            : Kesan Pertama ...
  = Cakrawala            : Tahap Pembentukan Relasi
  = Tips                 : Membangun Hubungan Dalam Konseling
  = Surat Anda           : Konseling Pastoral Pranikah

               ========== PENGANTAR REDAKSI ==========

  Syalom Pembaca setia e-Konsel,

  Dalam pelayanan konseling, memberikan kesan pertama yang baik
  amatlah penting, karena hal ini seringkali akan menentukan proses
  konseling selanjutnya. Jika kesan pertama dapat dibina dengan baik
  maka akan mempermudah konselor dalam membangun relasi percaya dengan
  konselinya. Nah, sekarang pertanyaannya, bagaimana cara membangun
  kesan yang baik itu?

  Bagi pembaca e-Konsel yang saat ini melayani sebagai konselor,
  sajian berikut ini kiranya bisa menambah wawasan untuk menolong
  pelayanan Anda. Selamat melayani dan Tuhan memberkati!

  Redaksi e-Konsel,
  Ratri


                   ========== CAKRAWALA ==========

                     TAHAP PEMBENTUKAN RELASI

  Tahap awal konseling biasanya menjadi tahap paling sulit, baik bagi
  konselor maupun klien. Barangkali ini mengejutkan bagi sebagian
  orang. Tetapi demikianlah kenyataannya. Ketika itu, untuk pertama
  kalinya mereka saling bertemu dalam relasi yang dalam arti tertentu
  bisa dikatakan formal tetapi juga tidak formal; hangat, tapi juga
  jauh; dan bagi sejumlah orang, bersifat sementara dan tidak alamiah.
  Mereka harus mengusahakan suatu relasi yang dapat disepakati dan
  menciptakan suasana kondusif bagi mereka untuk menangani masalah-
  masalah. Kadang-kadang ini tidak mudah dan konseling mungkin saja
  gagal jika klien tidak dilibatkan secara tepat dalam kerja sama
  dengan konselor.

  Di beberapa wilayah Asia, mencari suatu pertolongan psikologis
  dianggap sebagai hal yang relatif baru sehingga konseling terkadang
  dipandang dengan curiga. Klien tidak cukup tahu dan mungkin saja
  berusaha mendapatkan konseling tanpa mencari penjelasan sebelumnya.
  Mereka mungkin saja mengalaminya sebagai sebuah gagasan baru dan
  tidak tahu bagaimana harus menanggapinya. Di atas semuanya itu,
  jarang sekali orang pergi menemui seseorang yang belum dikenal untuk
  membeberkan masalah-masalah pribadi.

  Kadang-kadang klien mungkin saja memikirkan konselor sebagai
  seseorang dari kalangan profesi medis atau serikat agama tertentu.
  Mereka sudah terbiasa mencari pertolongan dari orang-orang ini dan
  barangkali tidak mengerti peranan para konselor. Ketika
  mempertimbangkan hal ini, mungkin mereka mengajukan sejumlah
  pertanyaan tentang konselor, latar belakangnya, pengalaman kerjanya,
  dan kehidupan pribadinya. Ho (1987) dalam "Family Therapy with
  Ethnic Minorities" menyarankan agar konselor tidak merasa enggan
  untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan klien agar mereka bisa percaya
  pada konselor dan hubungan klien-konselor pun dapat berjalan baik.
  Pokok ini penting untuk diingat sebab para konselor cenderung
  mengambil sikap budaya Barat, terlebih karena kebanyakkan
  kepustakaan dan model pelatihan berasal dari Barat. Mereka bisa saja
  lupa menyesuaikan konteks.

  Pada tahap awal konseling ini, konselor harus fokus pada usaha
  membentuk relasi dengan klien. Ini mencakup usaha melibatkan klien
  pada suatu kerja sama untuk memulai proses konseling sehingga
  sasaran-sasaran konseling dapat tercapai. Apa pun nama yang kita
  berikan pada relasi kerja sama itu, sasarannya adalah agar konselor
  bisa masuk dalam kehidupan klien untuk membantu dan mengarahkannya
  pada solusi efektif atas masalah-masalahnya. Inilah tugas konselor
  dalam pertemuan pertama.

  Pesan favorit Jay Haley bagi para stafnya sebelum mereka bertemu
  dengan klien adalah "Berusahalah mengenal klien dan usahakan agar ia
  menyukai Anda." Ia yakin, bila pertemuan pertama dapat berjalan
  lancar dan jika klien dapat merasa senang dengan konselor,
  intervensi lebih jauh lagi akan dapat dilakukan. Minuchin menyatakan
  bahwa seorang konselor harus mendapatkan hak untuk bisa masuk ke
  dalam kehidupan klien dan harus berusaha menarik klien untuk bisa
  bekerja sama pada tahap awal. Ini menuntut keluwesan sehingga dengan
  cepat dapat menyesuaikan diri dengan sosok dan situasi klien. Jika
  klien sedih, konselor harus bersedia bersikap ramah dan memberi
  perhatian. Jika klien terbiasa memperlihatkan sikap resmi, konselor
  mungkin perlu bersikap rileks dan tidak formal untuk meredakan
  ketegangan. Jika klien bersikap bermusuhan, sebaiknya konselor
  berbicara lembut dan memberi tahu klien, "Saya siap mendengarkan
  Anda dan bersedia bekerja sama dengan Anda untuk memecahkan masalah
  apa pun yang Anda hadapi."

  Agar dapat bekerja sama secara efektif dengan klien, konselor harus
  memperlihatkan sikap bahwa ia tertarik pada masalah klien dan sedang
  berusaha bekerja sama dengan klien. Seperti yang ditekankan Haley,
  adalah penting bagi klien untuk merasakan kehadiran konselor di
  sisinya. Ini dapat diwujudkan dengan memperlihatkan minat mendalam
  kepada klien.

      Orang datang tidak hanya datang untuk meminta pertolongan,
      tetapi juga untuk dikuatkan dalam sikap-sikap mereka dan agar
      muka mereka diselamatkan. Saya memperhatikan hal ini dan hampir
      dapat dipastikan bahwa saya akan berbicara dalam satu cara yang
      membuat mereka berpikir bahwa saya ada di sisi mereka (Haley,
      1973).

  Mempersatukan itu butuh waktu. Tidak seorang konselor pun boleh
  memburu-buru pasien untuk itu. Jika para klien dapat dilibatkan
  secara tepat, biasanya mereka akan menjadi lebih kooperatif.

  1. Tahap Pertama

  a. Kontak awal

  Tahap pertama konseling dimulai dengan berbagai bentuk kontak awal
  yang dilakukan klien terhadap biro. Sejumlah klien datang begitu
  saja tanpa membuat perjanjian terlebih dulu sebab mereka
  mengandaikan bahwa konselor bisa dijumpai kapan pun mereka
  membutuhkan pertolongan. Jika biro Anda terbuka untuk menerima klien
  yang datang tanpa perjanjian terlebih dulu, tentunya ada langkah-
  langkah untuk menerima klien-klien ini, misalnya menjelaskan apa
  yang dilakukan biro itu dan memperkirakan jenis bantuan yang
  dibutuhkan.

  Kebanyakan biro menerima klien melalui telepon untuk membuat janji
  pertemuan terlebih dulu. Kontak telepon ini harus ditangani secara
  tepat sehingga jauh sebelum pertemuan klien mengetahui apa yang
  diharapkan dari mereka. Biasanya klien akan dimintai sejumlah
  keterangan. Baik juga jika mereka bisa menerangkan secara ringkas
  bagaimana mereka mengetahui pelayanan biro itu dan jenis bantuan
  yang diperlukan. Akan baik juga jika konselor pada tahap ini
  menanyakan orang-orang dekat lainnya yang mungkin mengetahui masalah
  yang dihadapi klien. Keluarga langsung, jalinan kekerabatan, dan
  orang-orang lain yang terlibat dapat diundang untuk menghadiri
  pertemuan pertama. Hal ini harus dilakukan dengan hati-hati
  mengingat ada klien yang mungkin tidak menghendaki seorang anggota
  keluarga lainnya atau siapa pun juga, tahu tentang kontaknya dengan
  konselor. Klien-klien tertentu bahkan tidak menghendaki anggota
  keluarga lain itu terlibat dalam cara apa pun juga.

  Sangatlah penting bagi klien untuk mendapatkan informasi tentang
  biro tersebut dan barangkali juga biaya yang harus dibayar. Semakin
  banyak pusat konseling yang menarik bayaran dan hal ini harus
  dikatakan, mengingat praktik seperti ini sudah diterima secara umum.
  Yang paling penting di sini adalah berupaya sejauh mungkin untuk
  memberikan kesan bagi klien sehingga merasakan kontak telepon
  sebagai ungkapan selamat datang sehingga proses pembentukan relasi
  dapat dimulai dari tahap ini.

  b. Tahap sosial

  Karena kontak awal dengan biro tersebut belum tentu merupakan kontak
  dengan konselor, maka pertemuan pertama tentunya merupakan saat
  pertama di mana konselor dan klien saling berjumpa satu sama lain.
  Untuk alasan ini, konselor tidak boleh lupa untuk membuat klien
  merasa diterima dan senang. Haley (1987) menunjuk hal ini sebagai
  tahap sosial dari wawancara pertama. Ho (1987) mengingatkan bahwa
  keramahan hubungan antarpribadi, yang untuk sebagian besar merupakan
  gaya hidup orang Asia, tidak boleh diabaikan.

  Konselor harus menyapa klien dan berusaha membuatnya senang.
  Sebaiknya klien dipersilakan untuk menentukan di mana ia ingin
  duduk. Setelah ia memilih tempat duduknya, barulah Anda duduk.
  Tindakan ini dimaksudkan untuk membuat klien merasa rileks dan
  diterima. Jika ada satu bahan yang dapat dibicarakan secara umum,
  mulailah dengan pokok pembicaraan tersebut. Mungkin kita bisa mulai
  dengan membicarakan masalah lalu lintas. Karena konselor diharapkan
  mengetahui latar belakang klien, pengetahuan konselor tersebut dapat
  juga dijadikan titik awal, misalnya saja tentang sekolahnya atau
  tempat kerjanya. Jika klien berminat pada satu permainan atau olah
  raga tertentu, bicaralah tentang hal tersebut. Pendeknya, usahakan
  membuat ikatan dengan klien.

  Kemudian, topik percakapan dapat dialihkan pada tujuan klien dengan
  konseling tersebut. Cari tahu bagaimana ia mengetahui biro Anda dan
  apa yang sudah dikatakan orang padanya. Jika ternyata ia adalah
  klien rujukan, tanyakan siapa yang merujuknya dan mengapa. Berilah
  ia sedikit kesempatan untuk berbicara. Kadang-kadang klien
  mengandaikan konselor telah mengetahui latar belakangnya karena
  sudah ada kontak awal ketika membuat perjanjian pertemuan. Dalam
  kasus ini, konselor dapat segera menyinggung bahwa ia sudah tahu
  kebutuhan klien dan gembira dapat bertemu klien secara pribadi.

  Jika konselor melihat lebih dari satu orang dalam pertemuan pertama
  itu, ia dapat memulai dengan salah seorang dari antara mereka yang
  kelihatan siap untuk berbicara, kemudian beralih pada yang lain.
  Sekali klien mulai berbicara, konselor harus membuat parafrase,
  memantulkan perasaan-perasaannya, menggunakan pertanyaan-pertanyaan
  terbuka, penajaman, dan peringkasan. Tujuannya adalah mempermudah
  klien untuk membuka diri dan menghayati apa yang sedang dibicarakan.
  Pertanyaan-pertanyaan tertutup harus dihindari dan dipakai hanya
  untuk memeriksa dengan tujuan memperjelas dan mencari informasi.

  c. Menata Pertemuan

  Jika seluruh anggota keluarga datang bersama-sama, konselor perlu
  mempermudah interaksi di antara para anggota keluarga itu. Memberi
  kesempatan pada setiap anggota untuk berbicara akan membantu
  keluarga tersebut untuk merasa dibutuhkan dalam pertemuan itu. Jika
  orang tua juga hadir, mereka harus diberi kesempatan bicara terlebih
  dulu. Ini wajar mengingat dalam kebudayaan Asia orang tua memandang
  diri mereka sebagai nakhoda keluarga dan mengenai hal ini kita perlu
  menghargainya. Apabila berhadapan dengan orang yang lebih tua,
  konselor yang berusia muda harus selalu memperlihatkan sikap penuh
  hormat dan rendah hati. Ia juga harus berbicara kepada mereka secara
  tepat dengan bahasa yang sungguh-sungguh mereka kenal. Jika
  berhadapan dengan pasangan suami-istri, setelah tahap sosial awal,
  konselor barangkali ingin berbicara dengan salah satu pihak yang
  memperlihatkan keengganan dalam mengungkapkan masalah yang membuat
  mereka melakukan konseling. Konselor harus selalu memimpin pertemuan
  tersebut. Ia tidak boleh membiarkan keluarga itu berdebat secara
  berkepanjangan. Sebaliknya, ia harus mengarahkan jalannya percakapan
  dan melakukan campur tangan kapan pun salah seorang terlihat
  menguasai pertemuan itu. Keterampilan yang harus selalu dipraktikkan
  adalah membuat ringkasan. Langkah ini adalah untuk memberi jeda
  dalam pertemuan itu, sehingga konselor akan dapat memberi kesempatan
  bicara pada pihak yang lain.

  Amatlah penting bagi konselor untuk dapat menghadirkan struktur
  pertemuan dan proses konseling sebagai satu kesatuan. Ia dapat mulai
  dengan memperkenalkan dirinya sendiri secara singkat. Ini akan
  membantu klien mengenal si konselor, entah ia seorang dokter,
  rohaniawan atau pekerja sosial. Terkadang ada lebih dari satu staf
  hadir dalam pertemuan itu; mungkin ia adalah satu-satunya orang yang
  paling tahu tentang biro itu dan apa itu konseling. Konselor dapat
  merencanakan apa yang harus ia katakan. Kepada seorang anak yang
  diikutsertakan dalam konseling, saya biasanya menanyakan apa yang
  dikatakan padanya tentang diri saya. Sejumlah orang tua membawa
  anak-anak menemui saya dan mengatakan pada mereka bahwa mereka
  datang untuk mengunjungi "Paman Antoni", tanpa menjelaskan lebih
  jauh lagi. Saya biasanya mulai dari situ dan memberi kesempatan pada
  orang tua untuk menjelaskan apa yang dikerjakan "Paman Antoni" dan
  secara singkat menjelaskan mengapa mereka diajak untuk menemui saya.

  Konselor dapat meneruskan pertemuan dengan menceritakan satu hal
  tentang biro itu dan apa saja pelayanan yang diberikan lalu
  membicarakan apa yang diharapkan klien dari pertemuan tersebut.
  Jelaskan bahwa langkah itu merupakan pertemuan konsultasi atau
  pertemuan penjajagan untuk mengetahui apa yang dibutuhkan dan
  bagaimana klien dapat dibantu.

  Konselor juga harus memiliki kepekaan khusus jika ia tahu ada orang
  lain dalam pertemuan tersebut yang datang dengan perasaan terpaksa.
  Hal seperti ini biasanya terjadi dalam kasus konseling perkawinan di
  mana suami diminta untuk hadir di luar kehendaknya sendiri. Anak
  usia remaja juga bisa jadi dipaksa untuk hadir oleh orang tuanya
  yang yakin bahwa dialah "masalahnya".

  Konselor harus bersikap lebih ramah dan lemah lembut kepada orang-
  orang yang terpaksa ini dan harus berbicara dengan baik. Kadang-
  kadang konselor juga perlu memberi tahu orang itu bahwa tidak apa-
  apa untuk tetap diam jika ia memang ingin begitu. Kadang-kadang
  setelah berbicara sedikit, saya akan memutuskan untuk berbicara
  dengan orang yang bersikap enggan tersebut secara pribadi, sekadar
  memberi perhatian khusus kepadanya. Saya akan mengungkapkan
  penghargaan saya atas kedatangannya kendati ia tidak bersedia. Dan
  saya akan memberi tahu dia bahwa saya merasa senang jika ia dapat
  menceritakan pada saya apa yang ia ketahui tentang masalah itu.

  Lazimnya, pertemuan konseling di Barat berlangsung antara 45 menit
  sampai satu jam. Barangkali hal ini masih agak asing di Asia
  mengingat pembatasan waktu masih merupakan hal baru bagi klien.
  Konseling dalam suasana resmi masih relatif baru dan para konselor
  tidak dapat mengandaikan bahwa klien mengetahui kapan pertemuan
  tersebut harus berakhir. Konselor harus memberi tahu klien berapa
  lama pertemuan konseling itu akan berlangsung. Informasi ini dapat
  disampaikan ketika melakukan kontak telepon. Biasanya akan sangat
  baik jika membatasi waktu pertemuan yang tidak lebih dari satu
  setengah jam kecuali ada situasi-situasi gawat atau kecuali konselor
  mempunyai jadwal yang sangat longgar. Banyak juga orang yang
  menganggap bahwa beberapa hal dapat diselesaikan dalam waktu satu
  jam, meskipun pertemuan pertama mungkin membutuhkan lebih banyak
  waktu. Pada akhir pertemuan pertama, klien juga harus diberi tahu
  kapan pertemuan-pertemuan selanjutnya akan diadakan.

  2. Tahap Penggalian dan Pemahaman

  Berbicara tentang tahapan, konseling bergerak dari satu tahap ke
  tahap lainnya (Yeo, 1981). Setiap tahap mempunyai fokus tertentu,
  tetapi batasan setiap tahap tersebut tidak begitu tegas. Konseling
  merupakan satu situasi dinamis dan ketika konselor masuk dalam tahap
  pembentukan relasi, yang merupakan tahap awal dalam setiap
  konseling, ia juga sudah masuk dalam tahap penggalian dan pemahaman.

  Tahap tengah dalam konseling ini merupakan bagian integral dari
  pertemuan pertama. Tahap ini merupakan bagian dari proses
  pembentukan relasi dan berkaitan dengan tahap pemecahan masalah.
  Pada tahap ini konselor masuk sedikit lebih jauh dalam dunia klien
  dengan penggunaan pertanyaan-pertanyaan dan pemusatan yang tepat.
  Dalam tahap ini ia mengarahkan klien untuk membicarakan masalah yang
  ia ajukan beserta dengan latar belakangnya. Sasarannya adalah
  membimbing klien untuk merumuskan masalahnya dan kemudian
  melanjutkannya dengan pemecahan masalah.

  Harus jelas bahwa dalam tahap ini konselor harus mampu merumuskan
  masalah yang diajukan. Beberapa petunjuk dari Haley (1987) dapat
  kita simak. Pertama, ia menyarankan agar konselor tidak membuat
  tafsiran atau komentar apa pun yang membuat klien melihat masalahnya
  dari sudut pandang lain. Ia hanya dituntut untuk menerima apa yang
  dikatakan klien. Kedua, konselor tidak boleh memberi nasihat pada
  tahap ini, bahkan apabila ia diminta. Ketiga, ia harus memusatkan
  perhatiannya pada usaha mengumpulkan informasi dan pendapat-
  pendapat. Keempat, ia harus mengarahkan perhatiannya pada satu pokok
  penting dan tidak terpecah pada masalah-masalah lainnya.

  Pada titik ini, pusat perhatian harus diarahkan pada masalah yang
  diajukan. Setiap penelaahan terhadap masa lampau dan masalah-masalah
  lainnya, betapa pun menariknya, atau kelihatan penting di mata
  konselor, haruslah dihindari. Demikian juga konselor tidak perlu
  menangani konflik-konflik perkawinan apabila seorang anak dihadirkan
  sebagai "problem" atau "pasien yang ditunjuk". Sejumlah terapis
  keluarga memang sering kali membuat dugaan bahwa anak yang memiliki
  problematika biasanya merupakan gejala sebuah perkawinan yang
  bermasalah, tetapi konselor tetap saja harus menangani masalah yang
  diajukan. Masalah perkawinan dapat ditangani kemudian dalam
  pertemuan-pertemuan lain, atau pada saat pasangan suami-istri
  tersebut sudah siap untuk itu.

  Sumber diedit dari:
  Judul buku   : Konseling: Suatu Pendekatan Pemecahan Masalah
  Judul artikel: Tahap Pembentukan Relasi
  Penulis      : Anthony Yeo
  Penerbit     : BPK Gunung Mulia, Jakarta 2004
  Halaman      : 139 - 148


                      ========== TIPS ==========

                  MEMBANGUN HUBUNGAN DALAM KONSELING

  Membangun hubungan antara konselor dan konseli tidak terlepas dari
  bagaimana konselor membuka percakapan terhadap konseli. Sebelum kita
  membicarakan lebih lanjut makna komunikasi atau hubungan dalam
  konseling, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membangun
  suasana hubungan tersebut, antara lain sebagai berikut.

  1. Menyambut konseli

     Kita menyambut konseli sebagai tanda kita senang menerima
     kedatangannya, misalnya "Mari, Pak/Ibu/Adik/Kakak/Nak, ...
     silakan duduk!", dan lainnya (bandingkan 1Raja-raja 19:5). Dan
     kemudian memberikan minum atau roti jika ada.

     Bila konseli merasa kurang aman atau terganggu maka hal itu dapat
     mempengaruhi hubungan selanjutnya. Karena itu, perlu persiapan
     agar konseli merasa lega dan merasa bebas berbicara. Begitu juga
     bila kita datang menemui orang bersangkutan, perlu tampak bahwa
     hati kita bersukacita bertemu dengan dia dalam mengadakan
     percakapan dengannya.

  2. Membangun hubungan

     Jika misalnya Anda mengetahui seseorang itu suka memancing,
     tanyakan keadaan sewaktu dia memancing. Hal-hal lain tentu dapat
     disesuaikan konselor dengan hobi atau kesibukan si konseli setiap
     hari atau juga kesehatannya dan lain-lain.

     Jangan menanyai konseli dengan pertanyaan-pertanyaan yang
     jawabannya hanya "ya" atau "tidak". Dengan demikian, percakapan
     kita bisa berkembang terbuka. Oleh sebab itu, seharusnya konselor
     memakai pertanyaan yang terbuka agar konseli terbuka dan bebas
     berbicara. Di dalam saat-saat yang tepat, Anda dapat berkata,
     misalnya "Aku senang bila Anda membicarakan sesuatu hal tentang
     keluarga Anda atau yang lainnya." Anda juga dapat berkata, "Aku
     juga ikut prihatin tentang anak Anda yang telah ditangkap polisi.
     Ada baiknya bila Anda menuturkannya sedikit." (bila misalnya
     memang ada kejadian seperti itu).

  3. Menguatkan

     Konselor perlu untuk mendorong yang bersangkutan agar mereka
     bebas berbicara. Berikan perhatian penuh kepadanya. Anda sebagai
     pendeta atau konselor tidak bertugas mengendalikan konseli
     (berbeda dengan metode directive atau transference); akan tetapi
     biarkanlah ia berbicara. Bahayanya, seringkali pendeta atau
     pelayan khusus lainnya merasa harus memberi nasihat-nasihat.
     Asumsi seperti ini harus dijauhkan dalam tugas konseling. Yang
     penting ialah mendorong yang bersangkutan agar berbicara. Juga
     agar tidak ada kesan bahwa kita memaksa dia menerima nasihat-
     nasihat kita.

  4. Tanda-tanda konselor mendengarkan dengan baik

     Berikanlah perhatian penuh kepada yang bersangkutan, antara lain
     dengan memandang yang bersangkutan. Jika tidak demikian, berarti
     kita tidak memerhatikan dia (bandingkan Petrus dan orang yang
     mempunyai masalah dalam Kisah Para Rasul 3 tentang orang lumpuh
     sejak lahir). Orang bersangkutan meminta uang (Kisah Para Rasul
     3:3). Petrus menatap dia dan itulah pertanda seorang konselor
     yang baik. Jika Anda merasa kurang mampu menatap seseorang,
     mintalah kekuatan kepada Tuhan agar Anda sanggup.

  5. Bahasa Tubuh

     Perhatikan bahasa tubuh Anda sendiri. Tubuh kita ikut berbicara
     kepada orang lain. Kita dapat berkata, "Saya berniat mendengarkan
     masalah Anda," melalui gerakan tubuh, misalnya cara duduk kita
     yang tidak dalam gaya santai dan lainnya.
     (E.P. Gintings, Manusia dan Masalahnya, Hlm. 162-165).

  Sumber diambil dan diedit dari:
  Judul buku: Gembala dan Konseling Pastoral
  Penulis   : E.P. Gintings
  Penerbit  : Yayasan Andi, Yogyakarta, 2002
  Halaman   : 97 - 99


                   ========== SURAT ANDA ==========

  Dari: Akhim <akhim(at)>
  >boleh tanya tentang Konseling Pastoral Pra Nikah mengenai materi,
  >waktu, tempat dan semua yang berhubungan dengan pelaksanaan
  >Konseling Pastoral Pra Nikah.

  Redaksi:
  Sdr. Akhim terkasih,
  Di Situs C3I (Christian Counseling Center Indonesia) tersedia
  beberapa artikel tentang Konseling Pra Nikah, tapi tidak tersedia
  secara lengkap buku khusus yang bisa dipakai untuk melakukan
  konseling pra nikah. Silakan berkunjung ke Situs C3I:

      http://www.sabda.org/c3i/

  Materi seputar konseling pranikah juga sudah pernah kami tampilkan
  di Publikasi e-Konsel Edisi 039, silakan buka arsipnya di:

      http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/039/

  Anda juga bisa berkunjung ke Situs TELAGA yang memiliki bahan-bahan
  tentang pra nikah. Di situs ini ada beberapa judul transkrip tanya
  jawab seputar pra nikah. Anda bisa menyimaknya dengan mengklik
  judul yang Anda inginkan di:

      http://www.telaga.org/indeks_singkat.php

  Semoga ini bisa menjawab pertanyaan Anda, jika masih ada yang ingin
  ditanyakan silakan kirim surat lagi. Terima kasih, Tuhan memberkati.

============================== e-KONSEL ==============================
                         STAF REDAKSI e-Konsel
                           Ratri, Evie, Raka
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2006 oleh YLSA
                      http://www.sabda.org/ylsa/
                       http://katalog.sabda.org/
                     Rekening: BCA Pasar Legi Solo
                 No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati

======================================================================
Anda punya masalah/perlu konseling?        masalah-konsel(at)sabda.org
Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
dapat dikirimkan ke alamat:               owner-i-kan-konsel(at)xc.org

  Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)xc.org
  Berhenti    : unsubscribe-i-kan-konsel(at)xc.org
  Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
  ARSIP       : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
  Situs C3I   : http://www.sabda.org/c3i/
======================================================================                                                  

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org