Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/57

e-Konsel edisi 57 (13-2-2004)

Jodoh

><>                 Edisi (057) -- 15 Februari 2004               <><

                               e-KONSEL
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Daftar Isi:
    - Pengantar            : Topik yang Tak Pernah Lekang
    - Cakrawala            : Bagi yang Sedang Berpacaran
    - Telaga               : Perjodohan [T #24B]
    - Tips                 : Memilih Pasangan Hidup
    - Surat                : Dukungan Doa

*REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI*

                    -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*-

  Khusus untuk menyambut Hari Kasih Sayang atau lebih akrab disebut
  Hari Valentine, tanggal 14 Pebruari, maka e-Konsel sengaja muncul
  lebih awal dari biasanya. Bagi Anda yang akan merayakannya dengan
  pasangan terkasih, kami yakin Anda pasti sedang mempersiapkan banyak
  acara menarik untuk dinikmati bersama. Tapi bukan berarti Hari
  Valentine hanya bisa dirayakan dengan pasangan terkasih/pacar.
  Anda juga bisa merayakan hari istimewa ini dengan orang-orang yang
  Anda kasihi, baik itu orangtua, kakak, adik, teman, sahabat atau
  siapa saja yang dekat dengan hati Anda.

  Meneruskan edisi lalu yang mengangkat topik tentang "Pacaran Secara
  Kristen", maka edisi ini kami membahas topik "Jodoh". Kami sengaja
  menghadirkan dua topik ini untuk menghangatkan pembicaraan kita
  tentang Hari Valentine. Memang harus kita akui bahwa topik "Jodoh"
  memang tidak akan lekang oleh waktu. Tidak heran jika semakin hari
  semakin banyak dan beragam artikel-artikel, tips, atau bahkan
  pandangan-pandangan yang menyoroti masalah perjodohan. Di antara isu-
  isu perjodohan yang muncul, maka pernyataan kontroversi yang sering
  muncul adalah yang mengatakan bahwa jodoh itu ada di tangan Tuhan
  dan Dia pasti akan memberikannya pada waktunya nanti. Betulkah
  demikian? Bagi Anda yang saat ini masih sedang menggumulkan tentang
  siapa yang akan menjadi pendamping hidup Anda, maka ada baiknya jika
  Anda menyimak sajian-sajian dalam edisi ini. Nah, tunggu apa lagi?
  Cepatlah simak sajian kami.

  Tak lupa, kami mengucapkan: Selamat Hari Valentine!

  Redaksi


*CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA*

                 -*- BAGI YANG SEDANG BERPACARAN -*-

  Setiap orang yang berpacaran cepat atau lambat harus mengambil
  keputusan! Pada umumnya dilema yang dihadapi sama, yakni memastikan
  bahwa kekasih kita adalah pasangan hidup kita yang tepat. Nah,
  memastikan inilah yang sering kali menjadi masalah, sebab adakalanya
  hari ini kita merasa yakin, besoknya malah merasa bingung. Untuk
  mereka yang sedang berpacaran dan termasuk dalam kategori "ya-bing"
  (ya yakin, ya bingung), di bawah ini ada beberapa butir petunjuk
  yang mudah-mudahan bermanfaat.

  PERTAMA, nikahilah seseorang yang mengasihi Tuhan. Mungkin ada
  sebagian Saudara yang berteriak, "Saya tidak setuju! Orangtua saya
  adalah orang Kristen, namun pernikahan mereka tidak harmonis."
  Kepada Saudara yang berkata demikian, saya menjawab, "Saya setuju
  dengan keberatan Saudara!" Tidak dapat dipungkiri, di dunia ini ada
  pernikahan Kristen yang harmonis, namun ada pula yang tidak
  harmonis. Pernikahan bukan hanya berkaitan dengan hal sorgawi,
  pernikahan juga merupakan ajang dimana hal yang sorgawi dijelmakan
  dalam interaksi dengan sesama manusia. Di sinilah kita bergumul
  karena kita tidak senantiasa hidup dalam kehendak Tuhan yang
  menekankan pentingnya hidup damai satu sama lain.

  Namun demikian, izinkan saya sekarang menjelaskan pandangan saya
  ini. Dalam 1Korintus 7:39, Rasul Paulus menyampaikan firman Tuhan
  kepada para istri yang suaminya telah meninggal,
     "... ia bebas kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya,
      asal orang itu adalah seorang yang percaya."
  Menikah dengan sesama orang yang percaya kepada Tuhan Yesus adalah
  kehendak Tuhan sendiri. Dengan kata lain, unsur ketaatan memang
  diperlukan untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

  Selain itu, pilihlah pasangan hidup yang bukan sekedar mengaku bahwa
  ia seorang Kristen, melainkan seseorang yang mengasihi Tuhan dengan
  segenap hati, jiwa, dan akal budinya. Saya dan Santy (istri saya)
  tidak berani mengklaim bahwa kami senantiasa mengasihi Tuhan dengan
  segenap hati, jiwa, dan akal budi. Namun, kami berani berkata bahwa
  kami berupaya untuk senantiasa mengasihi (mengutamakan) Tuhan dengan
  segenap hati, jiwa, dan akal budi. Tatkala saya memintanya untuk
  kembali ke Indonesia, ia mengalami pergumulan yang berat (adakalanya
  masalah ini masih mencuat sampai sekarang) sebab situasi kami saat
  itu sudah lebih berakar di Amerika Serikat. Secara manusiawi, kedua
  pandangan ini sukar ditemukan karena kami berdua tidak mau
  sembarangan menggunakan nama Tuhan untuk mengesahkan keinginan
  pribadi masing-masing. Faktor mengasihi Tuhanlah yang akhirnya
  menyelesaikan masalah ini. Berbekal keinginan dan tekad untuk hidup
  menyenangkan hati Tuhan, Santy memutuskan untuk pulang mendampingi
  saya.

  Hati yang rindu menyenangkan hati Tuhan, yang keluar dari kasih kita
  kepada-Nya adalah faktor pertama yang harus dimiliki oleh pasangan
  kita (sudah tentu oleh kita pula). Keharmonisan dalam pernikahan
  bergantung pada kemampuan kita menyesuaikan diri satu sama lain.
  Kemampuan kita menyesuaikan diri tidaklah terlepas dari keinginan
  untuk menyesuaikan diri; sedangkan keinginan untuk menyesuaikan diri
  sering kali harus timbul dari ketaatan kita pada Tuhan.

  KEDUA, nikahilah seseorang yang mengasihi diri Saudara. Pasti ada di
  antara Saudara yang bergumam, "Sudah pasti ia mengasihi saya, kalau
  tidak, mana mungkin ia bersedia menjadi pacar saya sekarang."
  Komentar saya untuk tanggapan Saudara adalah, "ya dan tidak", dalam
  arti tergantung pada pemahaman kita akan makna kasih itu sendiri.
  Dalam salah satu episode kisah "Return of The Condor Heroes", si
  Gadis Naga Kecil berkata kepada Yoko, "Asalkan aku dapat bersamamu,
  aku akan bahagia." (Saya tidak ingat secara persis kalimatnya, tapi
  kira-kira itulah intinya). Sudah tentu ungkapan seperti ini adalah
  salah satu akibat dari perasaan kita tatkala sedang mengasihi
  seseorang. Namun, ungkapan ini sekali-kali bukanlah kasih itu
  sendiri.

  Saya akan menjelaskan apa yang saya maksudkan. Bedakanlah kedua
  makna pernyataan ini. Pertama, "Karena saya mengasihimu, maka saya
  ingin hidup bersamamu." Kedua, "Saya ingin hidup bersamamu, oleh
  sebab itu pastilah saya mengasihimu." Kedua kalimat ini tidaklah
  sama meskipun secara sepintas terdengar serupa. Kalimat pertama
  menunjukkan bahwa keinginan hidup bersama timbul dari kasih; jadi
  kasih dahulu setelah itu baru muncul keinginan untuk hidup bersama.
  Kalimat kedua memperlihatkan bahwa keinginan hidup bersama
  mendahului kasih dan kasih seolah-olah dianggap pasti ada, oleh
  karena adanya keinginan hidup bersama.

  Menurut saya, yang sehat adalah yang pertama. Kita mengasihi
  seseorang dan karena mengasihinya, kita mulai berhasrat untuk hidup
  bersamanya dalam mahligai pernikahan. Namun jika kita tidak berhati-
  hati, kita bisa terperangkap dalam kesalahpahaman yang berkaitan
  dengan kalimat kedua tadi. Kita bisa saja ingin hidup bersama dengan
  seseorang, misalnya karena ia membuat kita bahagia. Sebelum
  kehadirannya, hidup kita bak awan mendung dirundung kekecewaan.
  Setelah kita bertemu dengannya, hidup kita ceria ibarat rumput yang
  diselimuti embun pagi. Reaksi seperti ini tidak selalu salah, tetapi
  apabila tidak mawas diri, kita bisa berpikir bahwa kita mengasihi
  seseorang, padahal yang terjadi adalah kita senang berada di
  dekatnya sebab ia berhasil memenuhi kebutuhan kita atau membawa
  perubahan tertentu dalam hidup kita. Saya kira ini bukan kasih.

  Kasih, sebagaimana yang diajarkan oleh Tuhan kita, dapat disarikan
  dalam satu kalimat,
     "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia
     telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal ...." (Yohanes 3:16)
  Dengan kata lain, kasih bersifat mengutamakan kebutuhan atau
  kepentingan orang lain, sebagaimana Tuhan Allah mengaruniakan Anak-
  Nya agar kita dapat menikmati hidup yang bebas dari kuasa dan
  kutukan dosa. Jadi, nikahilah seseorang yang mengasihi kita, yang
  bersedia berkorban demi kebutuhan dan kepentingan kita. Kasihnya
  kepada kita diwujudkan dalam kerelaannya mengutamakan kita,
  sekurang-kurangnya ia berusaha untuk melakukannya meskipun tidak
  sempurna. (Tidak usah saya tekankan lagi, sudah tentu kita pun harus
  menjadi orang yang mengasihi dia seperti itu pula, baru kita layak
  mengharapkan kasih yang serupa).

  KETIGA, nikahilah seseorang yang dapat mengasihi dirinya. Secara
  sepintas, saran ini bertentangan dengan butir kedua tadi. Bukankah
  kalau kita mengutamakan kepentingan orang lain, hal itu berarti kita
  mengesampingkan kepentingan pribadi? Betul, kita harus dapat
  mengesampingkan kepentingan diri dulu baru bisa mengasihi seseorang
  sedemikian rupa, namun ini tidak berarti bahwa kita menjadi orang
  yang tidak mengasihi diri kita sendiri. Mengasihi diri hanya
  dimungkinkan apabila kita telah mengenal siapa kita dan tidak
  berkeberatan menerima diri apa adanya. Mengasihi diri hanya dapat
  muncul apabila kita sudah memiliki konsep yang jelas dan tepat akan
  siapa kita serta memandang diri dengan "kacamata" yang positif.
  Mengasihi diri berarti mengutamakan kepentingan dan kebutuhan diri;
  dengan kata lain, menganggap diri cukup berharga untuk diperhatikan
  dan dipenuhi kebutuhannya.

  Butir kedua dan ketiga harus berdampingan; apabila tidak, timbullah
  masalah yang serius dalam pernikahan. Seseorang yang hanya
  mengutamakan kebutuhan orang lain tanpa menghiraukan kebutuhannya
  sendiri mungkin sekali adalah seseorang yang belum memiliki
  kepribadian yang mantap. Sebaliknya, seseorang yang mengutamakan
  kepentingannya belaka ialah seseorang yang egois dan serakah.
  Keseimbangan antara mengutamakan orang lain dan mengutamakan diri
  sendiri memang harus dijaga dengan hati-hati. Namun, yang jelas
  orang yang dapat menghargai dirinya barulah bisa menjadi orang yang
  menghargai orang lain. Tanpa penghargaan diri, penghargaan kita
  terhadap orang lain merupakan kewajiban semata-mata atau keluar dari
  rasa kurang aman.

  Pada awal pernikahan kami, Santy dan saya juga terjebak dalam
  perangkap "hanya mengutamakan kebutuhan yang lain". Ternyata sikap
  seperti ini tidak dapat bertahan lama, karena kebutuhan dan
  kepentingan kami masing-masing tidak bisa dikesampingkan terus
  menerus. Sampai pada suatu titik, kami harus lebih vokal menyuarakan
  apa yang menjadi kebutuhan kami. Setelah itu kami pun harus dan baru
  bisa belajar memenuhi kebutuhan satu sama lain secara lebih terarah.
  Apabila kita tidak mengkomunikasikan kebutuhan kita dengan jelas,
  bagaimana mungkin pasangan kita memenuhinya dengan tepat pula?

  Ketiga butir ini sesungguhnya merupakan penguraian dari perintah
  agung Tuhan kita,
     "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan
     segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum
     yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang
     sama dengan itu ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti
     dirimu sendiri." (Matius 22:37-39)
  Singkat kata, nikahilah seseorang yang hidup dalam perintah dan
  firman Tuhan yang agung ini. Barulah setelah itu kita dapat
  menikmati pernikahan yang agung.

-*- Sumber diedit dari -*-:
  Judul Buletin: Parakaleo, Vol.2/2 April-Juni 1995
  Penulis      : Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D.
  Penerbit     : STTRII
  Halaman      : 1 - 3


*TELAGA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TELAGA*

                          -*- PERJODOHAN -*-

  Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang mengatakan bahwa jodoh
  itu di tangan Tuhan sehingga tak jarang pula kita jumpai orang yang
  hanya pasif dalam menantikan jodoh atau pasangan hidupnya.
  Sebenarnya bagaimana pandangan kita sebagai orang Kristen menyikapi
  pendapat yang seperti ini? Anda penasaran? Segera saja simak
  cuplikan perbincangan dengan Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D. mengenai
  perjodohan atau pasangan hidup. Selamat menyimak!

-----
  T: Bagaimana pandangan iman Kristen tentang perjodohan atau jodoh
     itu?

  J: Pada dasarnya kita harus kembali pada konsep tentang maksud
     "jodoh di tangan Tuhan". Alkitab tidak memberi kriteria yang
     spesifik tentang jodoh kita. Bahkan kalau kita mau melihat dengan
     seksama, Alkitab tidak secara langsung menceritakan kisah dimana
     Tuhan menentukan jodoh orang. Yang kita ketahui dengan pasti pada
     saat Tuhan campur tangan dan menentukan jodoh secara langsung
     untuk seseorang adalah dalam kisah Ishak yang akhirnya menikah
     dengan Ribka, hanya dalam kisah itu saja. Seolah-olah memang
     Tuhan memberikan kebebasan kepada kita untuk memilih jodohnya
     dengan menggunakan prinsip-prinsip atau kriteria yang Tuhan sudah
     tentukan untuk kita.

     PRINSIP PERTAMA, kita ambil dari 2Korintus 6:14,
        "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang
        dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan
        apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau
        bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?"
     Jadi Tuhan menghendaki agar kita menjalin hubungan yang akrab,
     membentuk pasangan yang kuat dengan yang seiman sebab
     bagaimanakah mungkin kita dipersatukan dengan yang tidak seiman?
     Saya juga akan bacakan 2Korintus 5:17,
         "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan
         baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru
         sudah datang."
     Dari ayat ini disimpulkan bahwa sebagai orang Kristen kita adalah
     ciptaan baru di dalam Tuhan dan seharusnyalah kita pun bersatu
     dengan ciptaan baru yang juga di dalam Tuhan. Ayat-ayat ini cukup
     kuat apalagi ditambah dengan 1Korintus 7:39,
         "Istri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah
         meninggal ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang
         dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya."
     Sekali lagi ditekankan bahwa kita menikah dengan yang percaya
     pada Tuhan Yesus. Jadi prinsip pertama adalah Tuhan menghendaki
     kita menikah dengan sesama orang percaya.

     PRINSIP KEDUA juga dari 1Korintus 7:39, kita diberi kebebasan
     untuk menikah dengan siapa saja yang kita kehendaki (maksudnya
     dengan orang percaya), artinya yang sesuai dengan selera kita.
     Jadi kita tidak harus menikah dengan tipe tertentu! Kita ini
     masing-masing mempunyai keunikan dan selera yang juga unik dan
     berbeda.

     PRINSIP KETIGA diambil dari Kejadian 2, yaitu Tuhan meminta kita
     memilih istri atau suami yang juga sepadan dan cocok dengan kita,
     artinya yang pas menyangkut kecocokan sifat dan karakteristik.
     Alkitab hanya memberi kita tiga pedoman dalam mencari jodoh.

     Jadi dalam masa berpacaran kita perlu meminta hikmat Tuhan agar
     bisa melihat jelas apakah orang ini cocok atau tidak dengan kita.
     Konsep bahwa perjodohan di tangan Tuhan adalah benar, tapi dalam
     prosesnya Tuhan meminta kita memperhatikan ketiga prinsip
     tersebut.

-----
  T: Dalam menentukan jodoh, banyak orang yang meminta tanda dari
     Tuhan, misalnya kalau orangtuanya menghendaki berarti merupakan
     pertanda bahwa hubungan mereka memang dikehendaki Tuhan.
     Bagaimana dengan pemikiran seperti itu?

  J: Ada bahaya kalau kita sedikit-sedikit meminta tanda dari Tuhan.
     Kalau kita meminta tanda dari Tuhan, mintalah tanda yang mustahil
     dilakukan manusia dan hanya Tuhan yang bisa lakukan. Contohnya
     Gideon, tanda yang diminta Gideon adalah tanda yang berlawanan
     dengan hukum alam. Memang pada umumnya Tuhan tidak turut campur
     tangan dengan memberikan tanda-tanda khusus dalam mencari jodoh,
     tetapi Tuhan memimpin kita melalui hikmat. Seringkali manusia
     sebetulnya cukup melihat tapi tidak memiliki hikmat untuk mau
     mengakuinya.
-----
  T: Ada orang yang berpikiran atau berpendapat bahwa jodoh itu nanti
     Tuhan sendiri yang akan memberikan. Bagaimana dengan pendapat
     itu?

  J: Ini juga kesalahan konsep, kita tidak sepasif itu. Dalam mencari
     rumah, kita tidak pasif, bukan? Kita akan mencari rumah yang
     cocok. Dengan kata lain Tuhan mengharapkan kita berfungsi secara
     normal untuk hal-hal yang rutin, melakukan aktivitas-aktivitas
     yang memang harus kita lakukan, termasuk aktivitas mencari jodoh.
     Kalau rumah kita cari, pekerjaan kita cari, jodoh tidak kita cari
     saya rasa itu pengertian yang tidak pas.
-----
  T: Sekarang ada banyak program yang diadakan untuk mempertemukan
     orang-orang yang belum menikah dan sebagainya, bagaimana dampak
     sebenarnya?

  J: Hal itu saya rasa baik, tetapi saya minta untuk tetap dalam
     konteks yang seiman (prinsip-prinsip tadi harus tetap menjadi
     acuan yang kuat). Jadi jangan sampai kita juga sembarangan
     mengikuti biro jodoh-biro jodoh. Kita bisa mengikuti yang
     diadakan gereja kita, misalnya, itu lebih baik.

-*- Sumber -*-:
  [[Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. #24B
    yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan.
    -- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat
       e-Mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel@xc.org >
                                 atau: < TELAGA@sabda.org >        ]]


*TIPS *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TIPS*

  Tips yang kami tampilkan berikut ini merupakan cuplikan/potongan
  artikel yang kami ambil dari sebuah artikel yang ditulis oleh Wahyu
  Pramudya dengan judul: "Jodoh Di Tangan Tuhan: Benar atau Salah?"
  yang dimuat di Situs 5roti2ikan. Jika Anda ingin membaca artikel ini
  selengkapnya, silakan berkunjung ke alamat situs ini:
  ==>  http://www.5roti2ikan.net

                    -*- MEMILIH PASANGAN HIDUP -*-

  Allah menciptakan manusia dan memberinya kehendak bebas termasuk
  dalam memilih pasangan hidup. Allah juga menciptakan manusia dengan
  kemampuan untuk merasa dan berpikir dengan baik. Dengan kemampuan
  untuk merasa dan berpikir inilah seharusnya manusia memilih
  seseorang untuk menjadi pendamping hidupnya. Dalam proses pemilihan
  tersebut, Alkitab memberikan beberapa pedoman penting:

  1. Jangan memilih seorang yang bukan Kristen sebagai pasangan hidup.
     -----------------------------------------------------------------
     Rasul Paulus menyatakannya secara tegas dalam 2Korintus 6:14-15,
        "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan
        orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat
        antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang
        dapat bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat
        antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang
        percaya dengan orang-orang tak percaya?"
     Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, oleh karena menyangkut
     satu hal yang sangat mendasar, yaitu dasar dan pandangan hidup.
     Perbedaan dasar dan pandangan hidup akan mempersulit proses
     komunikasi dan penerimaan satu dengan yang lain.

  2. Pertimbangkanlah kesesuaian (compatibilities) antara diri Anda
     dan pasangan Anda.
     --------------------------------------------------------------
     Allah menghendaki setiap orang Kristen mendapatkan pasangan yang
     seimbang dan sesuai di dalam kehidupannya. Kejadian 2:20,
       "Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-
       burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi
       baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan
       dia."
     Kesesuaian adalah kunci untuk sebuah hubungan yang kuat.
     Kesesuaian tidak berarti sama persis, tetapi kesesuaian berarti
     berbeda tetapi bisa saling melengkapi dan menerima. Kesesuaian
     ini meliputi bidang-bidang: kerohanian, kemampuan rasio, dan
     kematangan sikap hidup. Semakin sedikit kesesuaian yang ada,
     semakin sulit untuk membangun relasi yang kuat dan mantap. Oleh
     karena itu, sebelum hubungan bergerak terlalu jauh, perhatikanlah
     masalah kesesuaian ini. Ingatlah, pernikahan hanyalah pengalaman
     sekali seumur hidup.

  3. Pertimbangkanlah karakternya.
     -----------------------------
     Dalam kisah Eliezer menemukan Ribka, Eliezer meminta Tuhan untuk
     menunjukkan kepadanya seorang wanita yang tindakannya menunjukkan
     kerendahan hati, ketaatan, dan sikap melayani (Kejadian 24:13-
     14). Martin De Haan memberikan beberapa kualitas karakter yang
     penting bagi orang Kristen yang akan memasuki pernikahan pada
     masa kini:
     a. Kesediaan untuk melayani, kerendahan hati (Yohanes 13:1-7,
        Roma 12:16).
     b. Kemurnian dalam hal seksual (Roma 13:13-14, Ibrani 13:4).
     c. Prioritas yang benar dalam hidup (Pengkhotbah 2:1-11).
     d. Komitmen untuk bergereja dan melayani (Ibrani 10:24-25).
     e. Sikap mengasihi (Yohanes 13:35).
     f. Penguasaan diri (Amsal 23:20-21).
     g. Tanggung jawab (1Timotius 5:8).

  Tentunya daftar ini tidak seharusnya menjadikan kita mencari orang
  yang sempurna. Tidak ada orang yang sempurna, tetapi kesediaan untuk
  terus belajar dan bertumbuh dalam karakter-karakter di atas
  sangatlah penting.

  Beberapa tips yang berguna
  --------------------------
  Dari kisah Eliezer menemukan Ribka bagi Ishak, terdapat beberapa
  tips yang berguna dalam proses menemukan pasangan hidup yang cocok.
  Perhatikanlah beberapa tips sederhana berikut ini:

  a. Carilah di tempat yang tepat.
     -----------------------------
     Eliezer tidak mencari pasangan bagi Ishak di kampung orang
     Kanaan. Ia mencari pasangan bagi Ishak di tempat di mana orang-
     orang juga menyembah Tuhan yang benar. Demikian juga bagi kita
     sekarang. Temukanlah calon pasangan hidup kita, di tempat yang
     tepat.

  b. Minta pertolongan Tuhan.
     ------------------------
     Eliezer berdoa dan memohon pimpinan Tuhan (Kejadian 24:12).
     Demikianlah juga hendaknya yang kita lakukan. Dengan berdoa
     berarti kita mengakui keterbatasan yang ada, dan sekaligus
     mengakui keutamaan Tuhan di dalam kehidupan kita.

  c. Jangan mendasarkan keputusan semata-mata mengikuti satu "tanda".
     ----------------------------------------------------------------
     Meskipun kita menyakini "tanda" itu berasal dari Allah; tetap
     pergunakanlah akal sehat. Eliezer terus menerus mengamati dan
     menilai Ribka, walaupun ia sudah mendapati bahwa "tanda" yang
     dimintanya telah terpenuhi (Keluaran 24:21).

  d. Meminta pertimbangan orang lain.
     --------------------------------
     Ribka pun sebelum ia akhirnya bersedia mengikuti Eliezar,
     terlebih dahulu mendengarkan pendapat dari keluarganya
     (Keluaran 24:51, 58-61). Satu hal yang perlu diingat dalam masa
     pencarian pasangan hidup: "True love takes time".

  Selamat mencari bersama dengan Tuhan!

-*- Sumber diedit dari -*-:
  Judul Artikel: "Jodoh Di Tangan Tuhan: Benar atau Salah?"
  Penulis      : Wahyu Pramudya
  Situs        : 5roti2ikan < http://www.5roti2ikan.net/ >


*SURAT*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-DARI ANDA-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*SURAT*

  Dari: <Melkias@>
  >Salam dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus yang menambahkan tahun
  >baru 2004 dan menjaga kita dari awal hari kemarin, hari ini, besok
  >dan sampai selama-lamanya. Perlu saya sampaikan kepada Bpk/Ibu
  >bahwa tolong doakan untuk saya sementara sedang cari pasangan hidup
  >yang baik sebab selama ini saya tidak mempunyai pacar dan apabila
  >kalau kehendak Tuhan pasti Tuhan akan berikan ...sebab Yesus
  >berkata "Barang siapa minta sesuatu dalam namaKu Aku akan
  >memberikan kepadanya" Injil Yoh 14:14. Terimakasih atas dukungan
  >doa dan Tuhan akan memberkati kita semua.
  >God's devoiding depart to we all.
  >Best wishes, Meeky

  Redaksi:
  Surat yang Anda kirimkan kepada kami sangat cocok sekali dengan
  topik yang sedang kami sajikan di edisi ini. Dengan senang hati kami
  akan membantu Anda dalam doa dan kami juga berharap edisi yang kami
  sajikan ini bisa menjadi penolong bagi Anda dalam mencari, menanti
  dan mendapatkan pasangan hidup. Kami juga sudah pernah menampilkan
  topik yang sama dalam dua edisi tahun lalu yang juga bisa Anda
  jadikan referensi. Anda bisa membaca kedua edisi tersebut dengan
  membuka di:
  ===>  http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/009/
  ===>  http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/056/

  Nah, selamat membaca!


e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL

                         STAF REDAKSI e-Konsel
                     Yulia, Ratri, Irfan, Natalia
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2004 oleh YLSA

*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
  Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org>
  Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
  dapat dikirimkan ke alamat:             <owner-i-kan-konsel@xc.org>
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
  Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org
  Berhenti:     Kirim e-mail kosong:  unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org
  Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
  ARSIP publikasi e-Konsel:  http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org