Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/40

e-Konsel edisi 40 (15-5-2003)

Pernikahan Bahagia

><>                   Edisi (040) -- 15 Mei 2003                  <><

                               e-KONSEL
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Daftar Isi:
    - Pengantar            : Pernikahan yang Bahagia
    - Cakrawala            : Perkawinan yang Langgeng
    - Telaga               : Ciri-ciri Pernikahan Sehat [T 80B]
    - Bimbingan Alkitabiah : Pernikahan dan Masalahnya
    - Tips                 : 10 Hukum Pernikahan Bahagia
    - Info                 : Building "A Five Star Marriage"
    - Surat                : Sikap Mesra pada Pasangan

*REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI*

                    -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*-

  Setiap pasangan yang telah menikah pasti mendambakan suatu
  pernikahan yang bahagia. Keinginan itu muncul karena mereka telah
  memutuskan untuk menikahi orang yang mereka cintai. Ada banyak hal
  yang harus diperhatikan agar kita dapat mewujudkan suatu pernikahan
  yang bahagia, diantaranya adalah dengan memberikan perhatian,
  pengertian, saling mendukung, dan yang terutama adalah dengan
  melibatkan Tuhan dalam pernikahan kita.

  Namun, walaupun keinginan untuk mendapatkan pernikahan bahagia itu
  sudah sangat mantap, ada banyak pasangan yang masih tidak tahu
  bagaimana cara mewujudkannya, dan terus bertanya-tanya: Bagaimana
  caranya mewujudkan dan mempertahankan pernikahan yang bahagia itu?
  Kalau pernikahan saya kadang-kadang mengalami goncangan-goncangan,
  apakah itu tanda-tanda bahwa pernikahan kami kurang bahagia? Apa
  yang harus dilakukan jika saya bertengkar dengan pasangan saya?

  Edisi e-Konsel kali ini akan mencoba menolong para pasangan untuk
  terus memiliki dambaan pernikahan yang bahagia dan terus mencoba
  mewujudkannya. Oleh karena itu kami memberikan judul topik bahasan
  "Pernikahan Bahagia" pada edisi ini. Bahan-bahan yang disajikan kami
  harap akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda tersebut.

  Nah, selamat menyimak!

  Tim Redaksi


*CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA*

  Dari kesaksian berikut ini kita bisa belajar bahwa dalam sebuah
  perkawinan ada tiga hal yang harus diperhatikan agar dapat
  mewujudkan perkawinan yang langgeng, yaitu:
  1. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasangan kita.
  2. Kesepakatan untuk mencocokan berbagai hal dengan pasangan kita
     sehingga menumbuhkan rasa saling mengerti.
  3. Gereja mempunyai peran penting dalam pernikahan terutama
     dalam memberikan konseling pernikahan.
  Dengan demikian maka sebuah pernikahan yang langgeng bukan lagi
  hanya sebuah harapan bagi setiap pasangan tetapi setiap pasangan
  dapat mewujudkannya dengan memperhatikan ketiga hal diatas.

                   -*- PERKAWINAN YANG LANGGENG -*-

  Perkawinan, seperti halnya persahabatan, harus dibina; diperlukan
  adanya kesabaran, ketekunan, pengertian, dan kesepakatan dengan
  orang yang benar-benar saudara nikahi -- jadi bukan dengan orang
  yang saudara mungkin tadinya ingin nikahi.

  Saya dan suami saya, Hugh, sudah menikah selama lebih dari 40 tahun
  sampai kematiannya. Kami menyadari bahwa perkawinan yang langgeng
  tidak mudah dicapai; perkawinan harus terus dibina, bahkan setelah
  banyak tahun sekalipun.

  Suatu hal yang sangat penting bagi saya adalah saat kami menikah di
  gereja, dan kami mengucapkan janji kami "dalam suka maupun duka,
  dalam sakit maupun sehat, sampai maut memisahkan kita." Saya
  mengucapkan janji ini di hadapan Tuhan, dan sering kali pernyataan
  itulah yang membuat saya bertahan.

  Semua perkawinan adalah laksana bayi. Perkawinan mengalami masa
  pertumbuhan dan perubahan yang menyakitkan; dan sebelum saudara
  sampai ke tingkat yang berikutnya, saudara belum bisa menemukan
  manfaat dari semua rasa sakit itu.

  Ketika saya bertunangan dengan Hugh, seorang saudara sepupu saya
  (sekarang hampir berumur 90 tahun) yang sangat saya kasihi berkata,
  "Nah, seks hanyalah sepertiga dalam perkawinan; dan itu merupakan
  sepertiga yang sangat penting. Tetapi yang dua-per-tiga lagi juga
  sangat penting, dan kadang-kadang apa yang engkau lakukan dengan
  yang dua-per-tiga itu bisa membuat perkawinan berhasil atau hancur."

  Sebagian besar dari yang dua-per-tiga itu adalah KOMUNIKASI. Waktu
  yang paling penting dalam keluarga kami adalah makan malam. Sudah
  merupakan tradisi dalam keluarga kami untuk menyisihkan waktu dan
  duduk bersama saat makan malam. Kadang-kadang pukul 5 sore dan
  kadang-kadang pukul 9 malam, kami makan bersama-sama dengan piring
  terbaik yang kami miliki. Memecahkan roti bersama merupakan saat
  yang suci, saat saling menghormati.

  Tetapi perkawinan bukan hanya untuk diri kita sendiri; perkawinan
  juga untuk orang lain. Kita tidak bisa bertumbuh dan memelihara
  pernikahan kita hanya dengan menyendiri, karena, terutama sebagai
  orang Kristen, kita sadar bahwa kita merupakan bagian dari suatu
  keseluruhan yang jauh lebih besar. Inilah salah satu perkara yang
  diajarkan suami saya, sebab saya adalah anak tunggal dan tidak biasa
  bergaul dengan orang banyak. Tetapi sebagai pasangan suami-istri
  kami tetap membuka pintu kami. Kami mempunyai apartemen yang cukup
  besar di New York, dan kami membuka tempat kami bagi kawan anak-anak
  kami yang datang ke kota itu dan tidak mampu menginap di hotel. Kami
  tidak menutup pintu rumah kami bagi dunia luar, sebab bagian dari
  pernikahan kami adalah pelayanan.

  Sekarang saya melihat sisa dari yang dua-per-tiga itu sebagai
  KECOCOKAN: Apakah kalian menyukai orang-orang yang sama? Apakah
  kalian menyukai musik yang sama, pengarang yang sama? Apakah yang
  menjadi kesenangan kalian? Jikalau saudara berdua sepakat tentang
  hal-hal ini, maka saudara tidak perlu kuatir mengenai dugaan orang
  lain atas diri saudara.

  Pernah ketika Hugh sedang memotong rumput di halaman, seorang wanita
  yang mengetahui bahwa kami sering tinggal di New York, berhenti dan
  berkata kepadanya bahwa ia sedang memikirkan untuk pindah ke sana.
  "Ceritakan padaku tentang tempat berhura-hura malam hari itu,"
  katanya. Hugh hanya tertawa karena tempat-tempat itu tidak menjadi
  kegemaran kami. Saya tidak mungkin berhasil dengan seorang laki-laki
  yang hanya pergi ke sana kemari untuk mencari hiburan sepanjang
  waktu.

  Di dalam pernikahan juga sangat penting bila bisa bersenang-senang
  bersama, memiliki rasa humor yang sama, dan juga sanggup untuk
  secara hati-hati saling menertawakan. Kita perlu menerima kekurangan
  dan kegagalan kita sendiri, karena kita semua mempunyainya. Dan
  tertawa bersama kadang-kadang merupakan cara terbaik untuk mengatasi
  keadaan yang serba salah.

  Saya tidak pasti apakah saya akan berhasil bersama seorang yang
  menjadi lawan politik saya. Saya bukan seorang ekstrimis kanan atau
  kiri, tetapi saya menghargai kepercayaan yang kami punyai bersama.
  Saya akan banyak mengalami kesulitan bila menikah dengan seorang
  ekstrimis. Saya pun tidak mungkin menikah dengan seorang ateis.
  Walaupun pengakuan iman Hugh dan saya berbeda, tetapi itu iman yang
  sama. Saya dilahirkan dan dibesarkan di gereja Episkopal, dan gereja
  itu sekarang sangat penting bagi saya. Walaupun saya meninggalkan
  gereja itu setelah menyelesaikan Sekolah Dasar saya di sekolah
  Anglikan, saya toh kembali lagi; dan pengakuan iman saya bersifat
  simbolis dan sakramental. Hugh berasal dari latar belakang gereja
  Southern Baptist yang keras dan kemudian pindah ke gereja United
  'Church of Christ'. Jadi apabila kami berada di New York pada musim
  dingin, kami menjadi orang Episkopal; dan di Connecticut pada musim
  panas kami menjadi anggota gereja 'Congregational'. Cara kedua
  aliran ini dalam menghampiri Allah memang berbeda, tetapi Allah yang
  kami sembah adalah Allah yang sama, jadi ini bukan merupakan beban
  bagi kami.

  Tetapi pasangan suami-istri tidak akan bisa mencapai kesepakatan
  tanpa kerja keras dan konseling. Saya menyarankan agar pada masa
  bertunangan pasangan-pasangan itu mengikuti pendidikan menjelang
  pernikahan dan juga konseling, yang mungkin diberikan oleh pasangan
  suami-istri yang sudah lama menikah, sudah mengalami berbagai
  masalah, dan sudah menjadi semakin menyatu. Saya juga berpendapat
  bahwa konseling perkawinan yang berkesinambungan, pembicaraan dengan
  seorang pakar mengenai soal-soal yang terjadi berulang kali, dapat
  sangat bermanfaat.

  Saya mengenal seorang pendeta 'Church of England' yang bukan hanya
  memberikan konseling kepada pasangan-pasangan yang akan menikah,
  melainkan setiap tahun pada hari ulang tahun pernikahan mereka ia
  mengirimkan sepucuk surat kepada mereka -- ia terus mengikuti
  kehidupan mereka. Dan sangat sedikit dari pasangan-pasangan yang ia
  nikahkan itu melakukan perceraian. Saya yakin ini sebagian
  dikarenakan oleh lanjutan perhatian yang ia berikan itu.

  Panjangnya konseling pernikahan kami sendiri menggembirakan. Kami
  berdua adalah aktor yang sedang memainkan lakon karangan Philip
  Barry, The Joyous Season, yang lama dipertunjukkan di Chicago. Kami
  sudah merencanakan untuk menikah di New York tetapi kami memutuskan
  untuk tidak menunggu. Maka pada suatu hari Minggu kami mencari
  sebuah gereja dan berjalan memasuki halaman gereja St. Chrisostom.
  Pada waktu kami berbicara dengan pendeta di situ, ia bertanya,
  "Apakah kalian pernah menikah sebelumnya?" Kami jawab belum pernah.
  Konseling pernikahan kami demikian panjang. Bagaimanapun, kami telah
  berhasil dalam perkawinan kami, tetapi tentu akan lebih mudah
  jalannya seandainya kami telah mendapat bantuan yang lebih banyak
  sebelumnya supaya kami mengetahui apa yang kira-kira akan kami
  hadapi.

  Konseling pernikahan terutama sangat menolong bagi mereka yang
  berasal dari keluarga berantakan yang semakin banyak jumlahnya saat
  ini. Saya pikir kaum muda perlu diberi pandangan yang realistis
  tentang wujud perkawinan itu, bukan gambaran tentang kesempurnaan
  yang luar biasa. Seorang perempuan muda yang naif bertanya,
  "Maksudmu, kalian bertengkar setelah menikah?" Tentu ada
  pertengkaran, tetapi ada cara-cara bertengkar yang berbeda: yang
  pertama adalah bersifat keji dan tidak adil, sedangkan yang kedua
  adalah membiarkan perbedaan pendapat dikemukakan supaya bisa diatasi
  dengan cara yang sehat. Mengemukakan segi pandangan yang berbeda
  memungkinkan adanya titik temu yang melahirkan ide dan keputusan.
  Jikalau tidak pernah ada titik temu dalam pertengkaran saudara
  sebelum perkawinan, itu hendaknya dijadikan satu peringatan.

  Saya mempunyai teori bahwa banyak pasangan muda yang hidup bersama
  sebelum pernikahan sekarang ini bukan karena memberontak melawan
  moralitas generasi orangtua mereka, tetapi melawan kedursilaan
  generasi tersebut. Begitu banyak di antara mereka berasal dari
  keluarga yang orangtuanya sudah menikah di gereja dan membuat janji-
  janji yang indah, kemudian mereka bercerai dan menikah lagi, atau
  tidak setia tetapi masih tetap dalam hubungan pernikahan. Saya kira
  kaum muda tidak menyukai kemunafikan seperti itu.

  Ketika mereka membuat janji-janji, mereka ingin memastikan bahwa
  janji itu benar. Sudah tentu beberapa di antara mereka tidak
  menganggap pernikahan itu serius, tetapi saya kira hal itu
  disebabkan karena pengharapan mereka tentang cinta yang abadi dan
  kreatif bersama seseorang selama perjalanan hidup ini sudah
  dipadamkan. Mereka belum melihat contoh-contoh perkawinan semacam
  itu yang cukup berhasil.

  Pada segi yang lain, saya melihat gereja menjadi lebih penting bagi
  beberapa pasangan, lebih terlibat dalam pernikahan dan kelanjutan
  kehidupan keluarga mereka. Gereja menyuguhkan program-program
  seperti Konsultasi Pernikahan, misalnya, dan kebanyakan kelompok
  jauh lebih bersifat oikumene daripada biasanya. Orang-orang tidak
  dihalangi ketika mereka datang minta pertolongan hanya karena mereka
  berasal dari gereja yang berbeda; pernikahan campuran antar gereja
  tidak terlihat aneh, dan beberapa pasangan melakukan kompromi
  seperti halnya Hugh dan saya.

  Saya yakin perkawinan dalam keadaannya yang terbaik merupakan ikon
  Ketuhanan, gambar Trinitas. Perkawinan memberikan suatu cara duniawi
  bagi kita untuk mengetahui bagaimana rupa Allah Pencipta itu. Jadi
  merupakan suatu sakramen, suatu gambaran yang dapat dilihat mengenai
  hal-hal yang tidak bisa dilihat. Saya yakin bahwa pada saat dua
  orang dijadikan satu dalam sakramen ini mereka menjadi lebih berarti
  daripada sekadar perpaduan diri mereka berdua. Seperti sebuah ikon,
  pernikahan yang baik berguna untuk menyatakan kepada dunia tentang
  kemungkinan adanya kesatuan rohani. Pernikahan merupakan tanda
  pengharapan, dan ini sangat diperlukan pada zaman kita ini.

  Selalu pasti ada sisi yang menyangkut penjelmaan dua orang, daging
  dan darah, bagaimanapun juga, secara tidak sempurna menunjukkan pada
  hal-hal yang suci ini. Jika perkawinan kita telah diberkati dengan
  waktu yang panjang, itu bukan karena kekuatan kita. Itu hanya karena
  kasih karunia Allah. Kita tidak pernah mencapai sesuatu dengan
  kekuatan kita sendiri. Jikalau Roh Kudus tidak bekerja, maka tidak
  akan ada yang bisa terjadi.

  Saya ingat, sekitar ulang tahun perkawinan kami yang ke-35, hari
  bersalju dan saya sedang dalam perjalanan ke suatu tempat dengan
  taksi. Saya mengatakan kepada supir taksi bahwa saya dan suami saya
  sudah menikah selama tiga puluh lima tahun, dan bagi seorang aktor
  dan seorang penulis, ini benar-benar merupakan rekor. Sopir itu
  mengangkat tangannya dari kemudi, berpaling dan berkata, "Bu, itu
  bukan rekor - itu adalah mukjizat!" Dan ia betul sekali.

-*- Sumber -*-:
  Judul Buku   : Penerapan Praktis Pola Hidup Kristen
  Judul Artikel: Perkawinan yang Langgeng
  Penulis      : Madeleine L'Engle
  Penerbit     : Kerjasama antara Penerbit Gandum Mas, Malang;
                 Yayasan Kalam Hidup, Bandung; YAKIN, Surabaya, 2002
  Halaman      : 874 - 878


*TELAGA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TELAGA*

                  -*- CIRI-CIRI PERNIKAHAN SEHAT -*-

  Apakah yang dimaksud dengan pernikahan sehat? Bagaimana ciri-ciri
  dari pernikahan sehat? Silakan menyimak ringkasan diskusi TELAGA
  berikut ini yang dipandu oleh Pdt. Paul Gunadi.
-----
  T: Apa yang dimaksud dengan pernikahan yang sehat itu?

  J: OK! Yang pertama-tama saya ingin menekankan bahwa pernikahan yang
     sehat itu adalah pernikahan yang tidak sempurna. Jadi jangan
     sampai kita ini mempunyai idealisme yang tidak realistik tentang
     pernikahan itu. Pernikahan yang sehat bukan berarti tidak pernah
     bertengkar. Pertengkaran bisa terjadi namun bisa menyelesaikan
     sehingga tidak berlarut-larut. Salah satu keterampilan yang harus
     dimiliki oleh setiap pasangan adalah keterampilan menyelesaikan
     pertengkaran. Pertengkaran saya kira sesuatu yang tak bisa kita
     hindarkan. Ketika baru menikah, terus terang saya sendiri masih
     berharap bahwa istri saya dan saya tidak harus bertengkar. Waktu
     kami mulai bertengkar hal itu cukup mengganggu saya. Jadi,
     harapan saya itu sangatlah tidak realistik. Akhirnya saya belajar
     untuk menerima fakta bahwa orang yang saling mencintai pun bisa
     bertengkar. Pasangan yang tidak bisa atau tidak mempunyai
     ketrampilan untuk menyelesaikan pertengkaran tinggal menunggu
     waktu sampai pernikahan itu benar-benar retak. Karena pernikahan
     yang terus-menerus diganggu oleh pertengkaran akan menjadi
     pernikahan yang tidak sehat. Ibaratnya pertengkaran itu seperti
     virus yang akan meracuni dan membuat daya tahan tubuh pernikahan
     kita lemah.
-----
  T: Apakah kedekatan secara fisik menjamin bahwa pernikahan itu
     akan sehat?

  J: Pernikahan yang sehat bukannya selalu mesra penuh kasih seperti
     di film-film itu. Pada awal-awal pernikahan masih ada seperti
     itu, tapi saya kira setelah menikah beberapa waktu kemesraan dan
     penyataan kasih sayang tidak lagi sesemarak pada masa berpacaran.
     Tapi meskipun perasaan-perasaan mesra itu tidak lagi bermunculan
     dengan semarak tetapi lebih sering ada perasaan sayang. Jadi
     jangan sampai tidak ada lagi perasaan sayang, tidak ada lagi
     perasaan mesra.

     Beberapa waktu yang lalu saya berbicara dengan istri saya tentang
     perasaan kami, tentang pernikahan kami. Hal ini yang membuat
     kami sampai sekarang terus saling mencintai. Nah kami memang
     membicarakan beberapa hal -- intinya adalah: kami tidak menyerah,
     kami terus berusaha, bekerja; yang perlu kami poles, kami poles;
     yang perlu dibereskan, kami bereskan -- dan itu akhirnya mulai
     membuahkan hasil. Buah yang kami hasilkan mulai kami petik,
     yaitu perasaan sayang. Jadi intinya: kalau di masa pacaran saya
     tergila-gila dengan dia, sekarang setelah saya menikah selama 16
     tahun kalau dia tidak di samping saya maka saya sudah benar-benar
     seperti orang gila, karena hidup ini benar-benar sengsara tanpa
     dia. Dengan kata lain, saya mengasihi dia seolah-olah seperti
     barang yang berharga. Saya dulu mengasihi dia seperti barang
     yang menarik pada masa berpacaran, sekarang sebagai seorang yang
     berharga, karena memang dia telah menjadi begitu berharga buat
     kehidupan saya. Pernikahan yang sehat ditandai oleh adanya
     perasaan sayang bahwa pasangan kita adalah seseorang yang
     berharga dalam hidup kita.
-----
  T: Bagaimana dengan anak-anak kalau ada di tengah-tengah mereka?

  J: Saya kira kita sebagai orangtua berharap anak-anak hidup rukun,
     tidak pernah bertengkar, dan tidak pernah membangkang kalau
     diperintah. Kenyataannya tidak demikian, anak-anak kadang-kadang
     bertengkar atau kadang-kadang tidak mendengarkan perintah kita.
     Namun yang penting adalah kita sebagai orangtua dapat mendamaikan
     pertengkaran mereka dan mereka pun cepat berdamai. Jadi kalau
     anak-anak sudah dihinggapi oleh semangat bermusuhan sehingga
     mudah sekali bertengkar dan susah sekali berdamai, kita perlu
     mengevaluasi kembali pernikahan kita. Apa yang terjadi sehingga
     anak-anak mempunyai sikap yang mudah marah dan susah sekali
     untuk memaafkan. Memang tidak selalu anak-anak mengikuti perintah
     kita, tapi pernikahan yang sehat ditandai oleh hormatnya anak
     terhadap orangtua. Artinya orangtua itu memang dianggap sebagai
     figur yang konsisten, figur yang mereka bisa hormati. Anak-anak
     kadang-kadang marah dan kadang-kadang meletup emosinya terhadap
     kita, tapi tidak kurang ajar karena masih menghormati kita.

-*- Sumber -*-:
  [[Sajian kami di atas, kami ambil dari isi salah satu kaset TELAGA
    No. #80B, yang telah kami ringkas/sajikan dalam bentuk tulisan.]]
    -- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip seluruh kaset ini lewat
       e-Mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel@xc.org >
                                  atau: < TELAGA@sabda.org >


*BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH*

                  -*- PERNIKAHAN DAN MASALAHNYA -*-

  AYAT ALKITAB
  ============
  Efesus 5:22-33     1Korintus 7:3-4
  Filipi 2:3-5       1Petrus 3:7

  LATAR BELAKANG
  ==============
  Ketika dua kehidupan dipersatukan bersama dalam suatu hubungan intim
  jangka panjang, sewaktu-waktu akan muncul masalah. Banyak pasangan
  memasuki pernikahan hanya dengan sedikit persiapan untuk
  menghadapinya. Kadang-kadang mereka kurang memiliki kedewasaan
  emosional, kemantapan atau keluwesan, yang harus dimiliki dalam
  pasangan yang berhasil.

  Apa saja unsur-unsur pembentuk suatu pernikahan yang baik?

  o Saling menghormati.
    -------------------
    Saling menghormati berarti masing-masing menerima pasangannya
    sebagaimana adanya, tidak berusaha memperalat, membantu
    pasangannya untuk bertumbuh sesuai rencana Allah dengan tidak
    mementingkan dirinya sendiri, saling menghargai, membedakan antara
    yang ideal dan yang merupakan kenyataan, serta tidak menuntut
    terlalu banyak. "Kasihilah istrimu seperti dirimu sendiri dan
    istri hendaklah menghormati suaminya." (Efesus 5:33)

  o Penyerahan diri yang tulus.
    ---------------------------
    Hakekat janji yang diucapkan dalam pemberkatan nikah ialah
    penyerahan diri secara tulus, satu kepada yang lain, sambil
    meninggalkan segala hal lainnya. Alkitab berkata, "Sebab itu laki-
    laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan
    istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging" (Kejadian 2:24).
    Waktu dan pengalaman membuktikan bahwa "menjadi satu daging" dalam
    pernikahan, tidak berarti pelepasan kepribadian atau hak-hak
    pribadi. Justru penyerahan diri yang memperkaya kepribadian
    keduanya.

  o Komunikasi yang baik.
    ---------------------
    Agar dapat berkomunikasi, harus ada pengertian tentang perbedaan-
    perbedaan emosional, mental dan jasmani, antara pria dan wanita.
    Perlu dikembangkan suasana persahabatan. "Lebih baik bersama teman
    hidupku, daripada dengan orang lain." Harus terjadi percakapan,
    bukan saja berdiskusi ketika muncul perbedaan, tetapi pertukaran
    informasi yang berarti, baik dalam tingkat intelektual maupun
    emosional.

  o Waktu dan usaha.
    ----------------
    Kasih harus diberi kesempatan untuk tumbuh dewasa. Suasana untuk
    itu, terdapat dalam Firman Tuhan. Ketika perjalanan hidup menjadi
    berat, pasangan tersebut tidak "membuang cinta" mereka; tetapi
    mereka bertahan bersama dan berusaha menyelesaikannya. Mereka
    tidak menganggap diri mereka "korban" dari "salah perhitungan",
    tetapi "teman pewaris kasih karunia". (1Petrus 3:7)

    Masalah dan perbedaan diselesaikan melalui pengampunan "Hendaklah
    kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan
    saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah
    mengampuni kamu." (Efesus 4:32)

    Kalimat-kalimat berikut perlu dihayati oleh pasangan-pasangan yang
    ingin agar pernikahannya terpelihara:
       "Aku bersalah",
       "Aku menyesal",
       "Maafkan aku",
       "Aku mengasihimu".

  o Kesatuan rohani.
    ----------------
    Mengerti dimensi rohani dalam pernikahan akan membawa dampak yang
    dalam. Paulus membandingkan pernikahan -- kesatuan suami dan istri
    -- dengan hubungan kekal antara Kristus dan Gereja.
    (Lihat Efesus 5:22-33)

  STRATEGI BIMBINGAN
  ==================
  1. Tunjukkan sikap mendukung dan menguatkan. Dengarkan baik-baik
     dengan pengertian. Jangan menghakimi dan jangan berpihak. Kadang-
     kadang orang yang Anda layani, ada di pihak yang salah.

  2. Berusahalah menemukan penyebab ketidaksetujuan dan masalah. Jika
     perlu, bertanyalah. Apakah yang bersangkutan merasa bahwa dia
     bertanggung jawab atas perkembangan negatif yang terjadi?

     Tanyakan penilaiannya tentang pernikahannya berdasarkan bahasan
     tentang unsur-unsur pembentuk suatu pernikahan yang baik, yang
     telah dibahas dalam Latar Belakang. Dalam hal apa dia kurang? Apa
     yang dapat dilakukan untuk memperbaikinya? Dengan rendah hati,
     dia dapat meminta ampun atas ketidakpekaan, kepedihan dan
     kesalahan yang dibuatnya. Mungkin perlu waktu, tetapi sangat
     bermanfaat.

  3. Tanyakan, pernahkah mengundang Allah masuk ke dalam hidup
     pernikahan dan hidup mereka?

  4. Sesudah itu, jelaskan langkah-langkah tindak lanjut berikut ini:

     a. Baca, pelajari, dan terapkan Firman Tuhan dalam hidupnya dan
        hidup pernikahannya.

     b. Belajar berdoa tiap hari. Berdoalah satu untuk yang lain.
        Doakan masalah-masalah yang muncul atau hal-hal yang dapat
        berkembang menjadi masalah. "Serahkanlah segala kekuatiranmu
        kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1Petrus 5:7)
        Adanya sikap-sikap yang lebih baik, membuat seseorang lebih
        peka kepada kebutuhan teman hidupnya, menciptakan hubungan-
        hubungan yang lebih baik. Inilah salah satu nilai penelaahan
        Alkitab dan doa: kita akan dibuatnya lebih peka secara rohani
        dan lebih mampu menyongsong masalah-masalah.

     c. Libatkan diri dalam kelompok persekutuan keluarga dalam suatu
        gereja yang mementingkan Firman Tuhan. Peran serta aktif dalam
        suatu gereja yang dinamis, dapat memperbaharui pernikahan dan
        rumah tangga seseorang. Dukungan dan pertolongan rohani dapat
        diperoleh dalam persekutuan dengan sesama Kristen yang sejati
        dan dalam pertukaran pikiran dengan pendeta.

     d. Dalam gangguan pernikahan tertentu, terkadang diperlukan
        bimbingan lebih lanjut. Hubungilah pendeta yang terlatih untuk
        itu, atau psikolog Kristen atau penyuluh pernikahan.

     Jika orang tersebut Kristen, anjurkan dia untuk mulai mencari
     bimbingan serius dari pusat bantuan pernikahan yang ada, atau
     dari pendeta yang terlatih untuk itu. Seringkali perlu diadakan
     penanganan dan penyesuaian pada masing-masing pihak, yang
     membutuhkan waktu-waktu bimbingan yang cukup lama. Hal terpenting
     ialah belajar bersikap tulus dan jujur, menghadapi situasi mereka
     dalam terang Firman Tuhan. Mungkin titik permulaannya harus
     dimulai dari kalimat-kalimat permohonan maaf seperti yang ditulis
     dalam Latar Belakang di atas.

    ----------------------------Kutipan---------------------------
    Menurut Billy Graham:
    "Pernikahan yang sempurna adalah kesatuan antara tiga pribadi
    -- seorang pria, seorang wanita, dan Allah! Inilah yang membuat
    pernikahan menjadi kudus. Iman dalam Kristus adalah bagian
    terpenting dari semua prinsip penting lainnya untuk membangun
    suatu pernikahan dan rumah tangga yang bahagia."
    ------------------------Kutipan_Selesai-----------------------

-*- Sumber -*-:
  Judul Buku: Buku Pegangan Pelayanan
  Penulis   : Billy Graham
  Penerbit  : Persekutuan Pembaca Alkitab, 1993
  Halaman   : 200 - 201
  CD-SABDA  : Topik 17684


*TIPS *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TIPS*

                  -*- 10 HUKUM PERNIKAHAN BAHAGIA -*-

 1. Jangan marah pada waktu yang sama. (Efesus 5:1)

 2. Jangan berteriak pada waktu yang sama, kecuali rumah kebakaran.
    (Matius 5:5)

 3. Kalau bertengkar cobalah mengalah untuk menang. (Amsal 16:32)

 4. Tegurlah pasangan Anda dengan kasih. (Yohanes 13:34-35)

 5. Lupakanlah kesalahan masa lalu. (Yesaya 1:18; Amsal 16:6)

 6. Boleh lupakan yang lain, tetapi jangan pasangan Anda.
    (Kidung Agung 3:1-2)

 7. Jangan menyimpan amarah sampai matahari terbenam. (Efesus 4:26-27)

 8. Seringlah memberikan pujian kepada pasangan Anda.
    (Kidung Agung 4:1-5, 5:9-16)

 9. Bersedia mengakui kesalahan. (1Yohanes 1:9)

10. Dalam pertengkaran,yang paling banyak bicara dialah yang salah.
    (Matius 5:9)

-*- Sumber -*-: Kiriman dari <Yulia@>


*INFO*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*INFO*

                -*- BUILDING A "FIVE STAR MARRIAGE" -*-
                 (Membangun "Pernikahan Bintang Lima")

  Apakah Anda ingin pernikahan Anda biasa-biasa saja atau sebuah
  pernikahan "Bintang Lima"? Pernikahan "Bintang Lima" tergantung
  pada sikap Anda terhadap pasangan Anda.
     Bagaimana Anda menghargai pasangan dalam kehidupan sehari-hari?
     Bagaimana Anda memanjakan pasangan Anda?
     Bagaimana Anda dapat memiliki suatu kehidupan yang seimbang?

  Semua hal ini akan dibahas dalam seminar yang diadakan oleh Fokus
  Pada Keluarga yang baru, yaitu "Building a 'Five Star Marriage'"
  (Membangun "Pernikahan Bintang Lima"). Seminar ini perlu untuk
  setiap pasangan suami-istri baik yang baru menikah ataupun yang
  telah bertahun-tahun mengarungi kehidupan rumah tangga. Anda dapat
  menyelenggarakan seminar "Building a 'Five Star Marriage'" ini di
  kota Anda!

  Untuk informasi dan penjadwalan seminar, silakan menghubungi:
     FPK (Fokus Pada Keluarga)
     PO BOX 1996 JKB 11000,
     email: <famili@attglobal.net>

-*- Sumber -*-:
    Judul Buku: Buletin Keluarga
    Penerbit  : Fokus Pada Keluarga, Vol. 1, 2003
    Halaman   : 4 - 5


*TANYA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* JAWAB*

  Dari: <oki@>
  >Saya seorang ibu rumah tangga, mempunyai 4 orang anak. Saya sudah
  >menikah selama 23 tahun. Meskipun demikian, saya selalu ingin
  >tampil mesra dan diperlakukan mesra oleh suami saya. Untuk itulah
  >saya selalu mesra terhadap suami saya dengan harapan suami saya
  >juga akan bersikap demikian kepada saya. Tetapi seringkali sayalah
  >yang harus memulai karena suami saya sepertinya agak kesulitan.
  >Bagaimana saya harus menyikapi hal ini?

  Redaksi:
  Terima kasih untuk surat Anda yang sangat jujur. Memang bukan hal
  yang mudah untuk tetap saling bersikap mesra terhadap pasangan kita
  setelah menikah 23 tahun. Tapi kami bersyukur Anda mengharapkan hal
  itu terus terjadi dalam pernikahan Anda, karena bersikap mesra satu
  terhadap yang lain merupakan salah satu kunci agar pernikahan kita
  dapat terus bahagia dan langgeng. Jadi, teruslah pertahankan
  keinginan Anda yang sangat baik tersebut.

  Bagaimana dengan suami Anda yang kurang inisiatif untuk memulai
  bersikap mesra? Mungkin Anda perlu memberikan dorongan lebih besar
  untuk suami Anda, caranya yaitu dengan:
    - memberikan pujian untuk setiap usaha yang dilakukannya.
    - jangan menertawakan jika menurut Anda cara dia melakukannya
      agak aneh.
    - memberikan kesempatan dan ide-ide dengan cara yang halus (tidak
      langsung "to the point").
    - jika suami Anda cukup terbuka, bicarakan keinginan Anda tersebut
      dan tanyakan masalahnya, lalu pecahkan masalah tersebut bersama-
      sama.
    - agar tidak menyinggung perasaan suami Anda, diskusikan hal itu
      pada waktu yang tepat dengan sikap yang tidak untuk menyerang
      kelemahannya.
    - jika suami Anda lebih senang jika Anda yang memulainya, maka
      terimalah sikap suami Anda dengan lapang dada, tapi doronglah
      dia untuk memberikan respon sesuai dengan yang Anda harapkan.
    - terakhir, tapi yang terpenting, berdoalah agar Tuhan menolong
      Anda untuk memiliki keinginan yang suci, dan lebih mengerti
      suami Anda serta masalah yang dihadapinya.
  Demikian saran kami, mudah-mudahan dapat menolong.


e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL

                         STAF REDAKSI e-Konsel
                    Yulia, Ratri, Natalia, Purwanti
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2003 oleh YLSA

*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
 Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org>
 Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
 dapat dikirimkan ke alamat:             <owner-i-kan-konsel@xc.org>
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
 Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org
 Berhenti:     Kirim e-mail kosong:  unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org
 Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
 ARSIP publikasi e-Konsel:  http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org