Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/28

e-Konsel edisi 28 (15-11-2002)

Ketrampilan Konseling

><>                 Edisi (028) -- 15 November 2002               <><

                               e-KONSEL
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Daftar Isi:
    - Pengantar            : Kebutuhan Konselor
    - Cakrawala         (1): Ketrampilan-ketrampilan Konselor Kristen
                        (2): Mendapatkan Ketrampilan-ketrampilan
    - Tips                 : Kualitas yang Dibutuhkan untuk Menjadi
                             Konselor yang Baik
    - Surat                : Akan Mengirim Artikel Natal?

*REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI*

                    -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*-

  Dalam bukunya "Konseling; Suatu Pendekatan Pemecahan-Masalah",
  Anthony Yeo mengatakan bahwa salah satu unsur penting yang harus
  dimiliki seorang konselor adalah pengetahuan dan ketrampilan.
  Karena menurutnya pengalaman pribadi saja tidak akan cukup, masih
  diperlukan kepiawaian dalam praktek konseling. Melihat pentingnya
  kebutuhan ini bagi para konselor, khususnya konselor awam, maka
  e-Konsel akan menyajikan dua artikel yang membahas topik ini dan
  juga satu tips tentang "kualitas yang dibutuhkan untuk menjadi
  konselor yang baik." Kami yakin bahasan-bahasan dalam edisi ini
  dapat memperlengkapi pelayan-pelayan Tuhan yang melayani sebagai
  konselor untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan mereka.

  Selamat membaca dan belajar.

  Tim e-Konsel


*CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA*

Artikel (1)
===========

           -*- KETRAMPILAN-KETRAMPILAN KONSELOR KRISTEN -*-

  Ada beragam jenis ketrampilan yang harus dikembangkan seorang
  konselor Kristen kalau dia mau melayani para kliennya. Kemampuan-
  kemampuan tersebut diperlukan dalam keseluruhan proses konseling
  -- sejak dari pertemuan awal sampai kepada pemecahan final dari
  permasalahan. Dalam bab ini kita akan membahas tentang beberapa
  ketrampilan ini. Secara berkala konselor harus mengevaluasi
  bagaimana kemampuannya dalam setiap bidang ketrampilan tersebut.
  Seringkali ada manfaatnya memiliki seorang rekan yang membantu
  dalam evaluasi ini.

  KEMAMPUAN UNTUK MEMPEROLEH DATA

  Jika seorang konselor ingin berhasil, dia harus mampu memperoleh
  cukup data untuk membuat penilaian mengenai akar dari permasalahan
  dan terapi yang sesuai. Yang menjadi intinya adalah observasi yang
  tajam terhadap setiap gejala yang ditunjukkan oleh konsele. Selain
  dari penampilan secara umum, ketidakwajaran apapun seperti
  disorientasi, delusi, halusinasi, obsesi, fobia, atau gangguan
  pikiran, harus diperhatikan. Konselor akan mencoba memahami suasana
  hati konsele dan hubungan antar pribadinya.

  Untuk memperoleh perspektif yang benar dari klien-nya, sangat
  penting untuk mengembangkan seni "mengajukan pertanyaan yang tepat".
  Hal ini mencakup pengetahuan tentang bagaimana mengungkap dan
  menangani hasil dari pertanyaan-pertanyaan provokatif yang
  menimbulkan kegelisahan. Begitu pula bagaimana beralih dari
  pertanyaan-pertanyaan yang umum ke pertanyaan-pertanyaan yang lebih
  spesifik. Konselor juga harus mengembangkan kemampuan untuk
  mengarahkan wawancara secara logis dan halus menuju ke bagian-bagian
  yang sulit dan menyakitkan (masalah kejiwaan yang pernah dialami
  sebelumnya, penyalahgunaan obat-obatan terlarang atau alkohol,
  percobaan bunuh diri). Sebagai tambahan, sangat penting bagi
  konselor untuk mampu menerangkan istilah kata dengan jelas (misalnya
  "depresi"), memberikan bimbingan, dan mengakhiri wawancara secara
  bijaksana.

  KEMAMPUAN UNTUK MERUMUSKAN PENDEKATAN

  Memilih di antara berbagai cara pendekatan dan rencana tindakan yang
  bisa diadopsi sesuai dengan setiap kepribadian klien merupakan salah
  satu hal paling sulit yang dihadapi oleh seorang konselor. Bagaimana
  seorang konselor dapat mengetahui cara untuk memulainya? Nasehat
  kami adalah supaya dia menggunakan beberapa teknik dasar pada saat
  dia memulai tugasnya. Dia akan belajar untuk membuat beragam
  pendekatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu dari para
  konselenya seiring dengan meningkatnya pengalaman, pengetahuan, dan
  sensitivitas yang dimilikinya. Dia harus bersabar dengan dirinya
  sendiri saat mencoba untuk menguasai dunia konseling yang kompleks
  dengan berbagai dimensinya. Seiring dengan berjalannya waktu, dia
  akan belajar kapan saatnya memberikan wawasan/pengertian dan
  menawarkan dukungan, kapan saatnya menekankan tingkah laku dan kapan
  saatnya untuk memfokuskan pada perasaan, kapan saatnya bertindak
  langsung dan kapan saatnya bertindak tidak langsung, kapan saatnya
  menggali masa lalu dan kapan saatnya berkonsentrasi pada masa
  sekarang. Dia juga  belajar pentingnya menjadi diri sendiri --
  konsele akan percaya pada konselor hanya jika dia bersikap
  spontan/apa adanya dan nondefensif.

  Kesulitan untuk mengetahui bagaimana memilih pendekatan yang tepat
  menjadi bertambah lagi dengan adanya sejumlah besar pilihan yang
  tersedia. Berikut ini adalah suatu daftar umum yang singkat
  mengenai:

  APA YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH SEORANG KONSELOR

  1. Menawarkan dukungan.
     Konseling yang suportif (supportive counseling) benar-benar
     membantu secara emosional dan spiritual. Beberapa teknik yang
     masuk dalam kategori ini adalah memberi nasehat (Amsal 19:20),
     penghiburan (2Korintus 1:3-4), memberi dorongan (Roma 1:11-12),
     mendengarkan (Elihu di Ayub 32), dan mendidik (surat-surat
     Paulus). Konseling yang suportif, tentu saja, tidak hanya
     terbatas pada pertemuan-pertemuan pribadi. Keseluruhan tubuh
     Kristus berpotensi besar sebagai sumber dukungan bagi individu-
     individu yang membutuhkan bantuan.

  2. Memberikan pengertian.
     Perumpamaan-perumpamaan dari Kristus memberikan penjelasan kepada
     para pendengar-Nya mengenai kebenaran mengenai diri mereka
     sendiri yang tadinya tidak mungkin dapat mereka mengerti. Nabi
     Natan menggunakan pendekatan yang serupa untuk membuat Daud
     menyadari dosanya.

  3. Menganjurkan konsele untuk mengaku dosa (Yakobus 5:16).

  4. Memberikan penguatan lisan secara positif (Roma 1:8).

  5. Memperlihatkan teladan seorang Kristen.
     Banyak tokoh Alkitab yang hidupnya menjadi teladan bagi orang
     lain. Ingatlah teladan Musa kepada Yosua, teladan Naomi kepada
     Rut, teladan Kristus kepada murid-murid-Nya.

  6. Mendidik para konsele.
     Hal ini untuk menantang keyakinan-keyakinan yang salah dari
     konsele (Galatia 4:9). Konselor Kristen dapat memberitahukan
     kebenaran-kebenaran Tuhan sebagai gantinya. Prosedur yang paling
     berguna dalam kasus ini adalah dengan memberikan konsele tugas-
     tugas untuk dikerjakan di rumah.

  7. Bekerjasama dengan konsele dalam sebuah kelompok.
     Alkitab seringkali menekankan pentingnya dan manfaat-manfaat
     pribadi yang diperoleh dari menjalin interaksi dengan orang lain
     -- saling mengasihi satu sama lain, saling memikul beban,
     bersikap ramah satu sama lain (1Korintus 12, Efesus 4:14-16).

  8. Memulai program konseling bersama keluarga konsele.
     Ada penekanan yang kuat mengenai keluarga, baik dalam Perjanjian
     Lama maupun Perjanjian Baru. Rasul Paulus memberi banyak nasehat
     tentang kehidupan keluarga (Efesus 5:22-33, 6:1-4).

  9. Manfaatkan teknik-teknik modern untuk mengembangkan tingkah laku.
     Beberapa teknik yang tersedia adalah pelatihan ketegasan,
     pelatihan tingkah laku, dan penguatan secara positif maupun
     negatif.

  Sampai di bagian ini, kita hanya menyentuh bagian permukaan saja.
  Di antara rencana-rencana tindakan lain yang bisa diterapkan oleh
  seorang konselor adalah pemurnian melalui meditasi, menasehati
  (1Tesalonika 5:14), konfrontasi, dan mendesak konsele untuk
  melakukan refleksi atau membuka diri.

  Dalam banyak kejadian, seorang konselor akan menemukan bahwa satu
  metode pendekatan saja tidaklah cukup. Dukungan saja tidak cukup.
  Pengertian/wawasan saja tidak cukup (Salomo punya banyak pengertian/
  wawasan tetapi masih tetap jatuh dalam dosa). Begitu pula,
  mendengarkan atau melepaskan tekanan semata akan memiliki pengaruh
  yang kecil pada kehidupan konsele. Perlu ada perubahan-perubahan
  tingkah laku yang lebih spesifik. Alkitab berulangkali menekankan
  pentingnya aktivitas Kristen yang benar (Matius 7:24, Filipi 2:13, 4:13). Jika hanya ada sedikit atau tidak ada perubahan ke arah yang
  lebih baik dari tingkah laku konsele dalam batas waktu yang masuk
  akal, beberapa cara pendekatan tambahan harus diterapkan. Dalam
  kasus seperti itu kita sering menemukan bahwa akan sangat membantu
  bagi konsele untuk memeriksa rencana hidupnya sendiri (contohnya
  mengamati bagaimana sebenarnya ia menjalani hidup). Kemudian kita
  membantunya membuat perubahan-perubahan yang tepat. Kita sebut cara
  ini bergerak dari rencana "A" ke rencana "B". Rencana "B"
  menganjurkan aktivitas-aktivitas harian spesifik yang akan
  menghasilkan kesehatan. Di antara anjuran-anjuran tersebut adalah
  interaksi sosial, olahraga, rekreasi, dan saat teduh. Rencana ini
  perlu dinyatakan secara terbuka dan dievaluasi ulang secara berkala.

  Jika ternyata semua ini terbukti tidak mencukupi, seorang konselor
  akan menyadari bahwa faktor-faktor lainnya mungkin terlibat dan
  bahwa evaluasi lebih lanjut diperlukan. Mungkin perlu mengadakan
  pemeriksaan kejiwaan secara khusus. Atau menganjurkan konsele untuk
  mengadakan pemeriksaan fisik yang ekstensif, atau pengobatan oleh
  psikiater, atau mungkin perawatan rumah sakit.

  MENGIKUTI TELADAN KRISTUS

  Sangat penting bahwa seorang konselor Kristen berupaya secara sadar
  untuk menjadi seperti Kristus. Semakin dekat sang konselor
  menyamakan caranya berhubungan dengan konsele seperti cara Yesus
  berhubungan dengan orang-orang yang dilayani-Nya, ia akan makin
  berhasil. Satu ciri yang menyolok dalam pelayanan Yesus adalah Ia
  memperlihatkan berbagai sikap. Ada saatnya Ia lemah lembut dan
  pasif. Di saat lain Ia aktif dan penuh keramahan, atau baik tetapi
  tegas. Jika diperlukan, Ia bisa benar-benar bersikap keras. Dengan
  kata lain, Yesus menempatkan diri-Nya pada situasi yang spesifik.
  Demikian juga seharusnya seorang konselor Kristen.
  (Lihat 1Tesalonika 5:14).

  Bercermin dari pelayanan Yesus, poin-poin utama dari konseling
  Kristen adalah kebaikan hati dan kelemahlembutan (2Korintus 1:3-4, 10:1; Galatia 6:1; 1Tesalonika 2:7,11; 2Timotius 2:24; Titus 3:2).
  Tanda paling jelas dari pelayanan Kristus dan yang terlihat melalui
  konselor Kristen adalah kasih yang ia tunjukkan kepada konselenya.
  Ingatlah bahwa kasih adalah hal utama yang ditekankan dalam Alkitab:

     "Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan
     bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama
     dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing."
     (1Korintus 13:1)

     "Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera,
     kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan,
     penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu."
     (Galatia 5:22-23)

  Upaya seorang konselor untuk meneladani sikap Kristus akan terlihat
  jelas dari kontak awal hingga melalui semua aspek dari proses
  konseling. Dengan menerapkan teladan pendekatan Kristus, seorang
  konselor akan mampu memberikan rasa nyaman kepada konsele, membina
  hubungan, membentuk suasana penuh kejujuran untuk wawancara, dan
  menunjukkan kasih, perhatian, dan empati. Konselor yang demikian
  akan menjadi peka terhadap perubahan-perubahan suasana hati konsele.
  Dia akan fleksibel dalam menghadapi berbagai situasi yang sulit
  (misalnya, jika konsele menolak untuk berbicara atau jelas-jelas
  paranoid), mencoba tidak memperlihatkan keterkejutan besar, dan
  mempertahankan tingkat kontak mata yang benar. Dia akan sensitif/
  peka terhadap masalah-masalah yang kelihatan sepele seperti tatanan
  fisik (misalnya posisi tempat duduk) dan posisi tubuhnya (dia akan
  agak condong ke depan untuk menunjukkan ketertarikannya). Komunikasi
  akan berada pada tingkat yang dapat dipahami oleh konsele. Seorang
  konselor yang mengikuti pola pendekatan seperti Kristus yaitu
  mengembangkan kemampuan mendengarkan yang tajam (Yakobus 1:19) dan
  akan mampu memperoleh/mengeluarkan informasi yang berkaitan dengan
  bijaksana.

  KEMAMPUAN MENGGUNAKAN FIRMAN TUHAN

  Alkitab memainkan peran yang sangat penting dalam konseling Kristen.
  Dengan menyediakan makanan rohani Firman Tuhan menghasilkan
  pertumbuhan dan penyembuhan bagi konsele. Seorang konselor Kristen
  akan menggunakan Alkitab secara tajam, bijaksana, dan peka. Ada
  berbagai cara dimana konselor bisa menggunakan Firman Tuhan,
  misalnya sebagai alat/cara untuk menantang dan konfrontasi secara
  langsung, atau sumber penghiburan dan dukungan yang positif. Alkitab
  juga memberikan nasihat praktis dan berbagai teladan hidup orang-
  orang kudus. Dalam keadaan-keadaan yang tepat konselor bisa
  mempertimbangkan untuk memberikan tugas rumah (mempelajari Alkitab
  dan/atau menghafal). Atau dia mungkin bisa membantu konselenya
  dengan menunjukkan jalan-jalan dalam kehidupan pribadinya sendiri
  yang memiliki nilai spesial. Dengan bertambahnya pengalaman, seorang
  konselor akan menemukan lebih banyak dan makin banyak lagi cara
  menggunakan Alkitab.

  Kita telah melihat bahwa ada sejumlah persyaratan yang dibutuhkan
  untuk berhasilnya konseling Kristen. Ini meliputi ketrampilan
  mengumpulkan data, kemampuan merumuskan cara pendekatan yang cocok
  untuk setiap individu konsele, mengikuti teladan Kristus, dan
  pengetahuan bagaimana menggunakan Alkitab. Seorang konselor yang
  bijaksana akan secara berkala mengevaluasi dirinya sendiri dan
  bersungguh-sungguh memacu kemajuan dirinya dalam bidang-bidang
  dimana dia merasa lemah.

-*- Diterjemahkan dari sumber -*-:
  Judul Buku   : Counseling and the Nature of Man
  Judul Artikel: Skills of the Christian Counselor
  Penulis      : Frank B. Minirth dan Paul D. Meier
  Penerbit     : Baker Book House, Michigan, 1982
  Halaman      : 69 - 73


*CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA*

Artikel (2)
===========

              -*- MENDAPATKAN KETRAMPILAN-KETRAMPILAN -*-

  Ada banyak cara untuk mendapatkan ketrampilan-ketrampilan konseling.
  Sejumlah orang mendapatkannya dengan membaca atau dengan mencoba dan
  membuat kesalahan. Mereka melakukan apa yang mereka anggap akan
  membantu dan cocok bagi mereka. Di beberapa tempat di Asia,
  sebenarnya tidak mungkin mengikuti sebuah program pelatihan konselor
  meskipun hal ini sangat diinginkan oleh para konselor. Sejumlah
  orang mungkin mengikuti program pelatihan informal atau program-
  program jangka pendek sementara sejumlah orang lainnya mendapatkan
  pengetahuan dari berbagai sumber. Ketika bidang ini berkembang di
  Asia, semakin banyak pusat-pusat pelatihan didirikan di universitas-
  universitas, sekolah-sekolah tinggi dan lembaga-lembaga yang
  memberikan pelatihan formal dalam bidang konseling.

  Universitas-universitas dan lembaga-lembaga pelatihan cenderung
  menekankan teori, yang merupakan unsur utama dari tuntutan
  kurikulum. Ketrampilan-ketrampilan didapatkan melalui praktik
  lapangan atau praktikum, dimana peserta pelatihan ditempatkan pada
  sebuah biro dan bekerja di bawah penyeliaan staf yang lebih senior.
  Dewasa ini, ada pergeseran arah dalam pelatihan, yang dikenal
  sebagai program-program berdasarkan kompetensi, dimana peserta
  pelatihan diajarkan ketrampilan-ketrampilan dalam bidang wawancara
  dan konseling. Sejumlah pelatihan bahkan membalik programnya dengan
  mengajarkan ketrampilan terlebih dulu sebelum memberikan teori-
  teori. Apa pun bentuk pelatihannya, tuntutan yang lebih penting dari
  setiap program pelatihan adalah memastikan bahwa peserta pelatihan
  mendapatkan ketrampilan-ketrampilan yang dapat diterapkan dalam
  setiap situasi konseling.

  Pusat Konseling mempunyai pengalaman beberapa tahun dalam
  menyelenggarakan Program Pelatihan Konselor. Pada saat itu peserta
  pelatihan diarahkan untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih
  bersifat ensiklopedik tentang teori-teori dan cara-cara konseling.
  Tampak bahwa mereka mengalami semacam kebingungan karena mereka
  lulus dari program itu dengan dibekali banyak pengetahuan dan
  ketrampilan, tetapi tanpa keahlian yang memadai dalam salah satu
  cara konseling tertentu. Setelah diadakan peninjauan terhadap
  program tersebut, diputuskan untuk lebih memperhatikan pelatihan
  ketrampilan berdasarkan dasar teoritis yang sesuai untuk praktik
  konseling. Ternyata memang lebih baik memulai satu program pelatihan
  bagi para pemula atau konselor yang kurang berpengalaman dengan
  memberikan satu pendekatan tertentu sebelum mereka diperkenalkan
  pada pendekatan-pendekatan lainnya. Ini merupakan alasan lain lagi
  mengapa dalam buku ini diusulkan pendekatan pemecahan-masalah. Jika
  seorang konselor dapat menjalankan pendekatan ini secara kompeten,
  ia dapat berusaha memadukan pendekatan-pendekatan lain dan orientasi
  yang lebih umum atau eklektik dalam konseling.

  Di antara berbagai jenis program pelatihan yang tersedia, program-
  program yang berorientasi pada ketrampilan dan berdasarkan pada
  kompetensi akan memberikan peserta pelatihan bukan hanya pengetahuan
  teoritis tetapi juga ketrampilan-ketrampilan yang tepat untuk bisa
  berfungsi sebagai konselor. Program-program harus cukup menerapkan
  dan mempraktikkan ketrampilan-ketrampilan yang diajarkan. Hal ini
  akan menuntut peserta pelatihan untuk ikut ambil bagian dalam
  praktek konseling konkret di bawah penyeliaan. Ini merupakan
  pendekatan langsung. Dalam Pusat Konseling dan Perawatan di
  Singapura, penggunaan cermin satu-arah dimaksudkan untuk penyeliaan
  langsung terhadap kasus-kasus. Pelatih secara langsung melakukan
  penyeliaan dari balik cermin. Pertemuan-pertemuan juga direkam dalam
  video-tape sehingga peserta pelatihan dapat mengamati kinerjanya
  sendiri dan menyempurnakannya. Sejumlah pendekatan langsung juga
  dilakukan dengan menghadirkan penyelia yang berperan sebagai klien
  dalam satu kasus. Penyelia biasanya memainkan peranan pasif dan bisa
  saja melakukan campur tangan untuk membantu peserta pelatihan dalam
  praktek itu. Umpan-balik dan diskusi terhadap kasus tersebut dan
  kinerja peserta pelatihan dilakukan setelah pertemuan itu.

  Pendekatan tak-langsung dalam pelatihan mencakup penggunaan
  peragaan-peran, pengamatan terhadap kasus-kasus yang ditangani oleh
  para pelatih atau profesional lain (entah melalui pengamatan
  langsung di balik cermin satu-arah atau melalui rekaman audio/video)
  dan ceramah mengenai kasus-kasus. Kadang-kadang tidak mudah
  melakukan penyeliaan langsung atau mendampingi peserta pelatihan
  yang menangani klien-kliennya selama pelatihan. Dalam situasi-
  situasi seperti itu, pendekatan yang tidak-langsung dapat
  dipergunakan. Peserta pelatihan dapat juga dilibatkan dalam
  penelaahan kasus agar mendapatkan pokok-pokok yang harus dipelajari
  untuk penerapan mereka sendiri.

  Di Singapura, yang lebih ditekankan adalah pelatihan langsung.
  Pengalaman Pusat Konseling dan Perawatan merupakan salah satu contoh
  dari pelatihan langsung yang diselenggarakan untuk pekerja sosial,
  konselor dan profesional lain dalam bidang kesehatan mental. Semua
  peserta pelatihan diharapkan mempunyai sejumlah kasus sehingga apa
  yang dipelajari dapat diterapkan. Setiap peserta pelatihan dituntut
  untuk bekerja di antara klien dengan mendapatkan penyeliaan. Para
  pelatih mengamati mereka bekerja dari balik cermin satu arah.
  Pelatih bisa saja memberikan petunjuk-petunjuk melalui telepon untuk
  membantu mereka dalam konseling yang sedang mereka praktikkan atau
  meminta mereka meninggalkan klien sejenak untuk berdiskusi.

-*- Sumber -*-:
  Judul Buku   : Konseling (Suatu Pendekatan Pemecahan-Masalah)
  Judul Artikel: Mendapatkan Keterampilan-keterampilan
  Penulis      : Anthony Yeo
  Penerbit     : PT BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2002
  Halaman      : 83 - 86


*TIPS *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TIPS*

  -*- KUALITAS YANG DIBUTUHKAN UNTUK MENJADI KONSELOR YANG BAIK -*-

  Untuk menjadi konselor, kita tidak perlu ijasah diploma Teologi atau
  training psikologi. Profesor psikologi Jerome Frank dari Universitas
  John Hopkins mendeskripsikan kualitas yang dibutuhkan seorang
  konselor secara sederhana,
     "Siapa pun yang memiliki kehangatan, logika, kepekaan terhadap
     masalah-masalah orang lain dan keinginan untuk membantu orang
     lain dapat melakukan psikoterapi dengan baik."
  Deskripsi ini cukup memberikan dorongan semangat bagi para konselor
  awam yang terbeban untuk melakukan tugas pelayanan konseling.

  Selain itu konselor harus mengerti terlebih dahulu istilah lain
  Roh Kudus adalah "Paraclete". Istilah "Paraclete" yang berasal dari
  bahasa Yunani ini dapat diterjemahkan sebagai konselor. Sedangkan
  arti dari konselor sendiri adalah 'orang yang terpanggil untuk
  mendampingi orang lain', 'menemani', menasehati, atau bila perlu
  'membela'. Bila Roh Kudus digambarkan sebagai konselor itu sendiri
  maka kuasa Roh Kudus mengatasi aspek-aspek lain dalam diri kita,
  seperti kualitas pribadi dan teknik-teknik yang kita kuasai untuk
  memberikan konseling. Hanya Roh Kudus sajalah yang mempunyai
  kekuatan untuk mengubahkan hidup seseorang, baik hidup kita sebagai
  seorang konselor maupun orang yang kita bimbing. Jika kita ingin
  memberikan konseling, kita harus dengan suka rela berpasrah diri
  kepada Kristus dan membiarkan Roh Kudus memenuhi hidup kita dari
  hari ke hari. Menurut Alkitab, berpasrah diri kepada Kristus dan
  Roh Kudus adalah hal yang penting yang harus dilakukan konselor.
  Namun demikian, ada kualitas-kualitas pribadi yang dapat membantu
  kita untuk menjadi konselor yang efektif. Kualitas-kualitas tersebut
  antara lain:

  1. Pengalaman penderitaan/kesusahan.
     Persyaratan pertama adalah mengalami penderitaan. Ini bukan
     berarti kita harus mencari/menambah penderitaan atau kesusahan
     untuk menjadi konselor. Tuhan mengasihi kita dan mengijinkan kita
     mengalami penderitaan untuk memperkuat karakter kita sehingga
     kita pada akhirnya juga dapat membantu orang lain yang juga
     mengalami kesusahan. Pada kenyataannya, orang-orang yang
     terpanggil untuk memberikan pelayanan konseling kebanyakan adalah
     orang-orang yang dalam hidupnya pernah mengalami pergumulan
     berat.

  2. Empati.
     Empati adalah memahami perasaan orang lain dengan mencoba ikut
     merasakan seperti yang terungkap dalam Roma 12:15,
     "Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah
     dengan orang yang menangis!" atau dalam Amsal 12:15, "Orang yang
     menyanyikan nyanyian untuk hati yang sedih adalah seperti orang
     yang menanggalkan baju di musim dingin, dan seperti cuka pada
     luka."

  3. Menjadi pendengar yang baik.
     Kita tidak dapat menjadi konselor yang kompeten jika kita tidak
     mau mendengarkan dengan baik apa yang ingin dikatakan oleh orang
     yang kita bimbing. Kenyataannya banyak konselor yang hanya ingin
     memberi nasehat saja tetapi malas untuk mendengarkan. tertulis
     bahwa, "Jikalau seseorang memberi jawab sebelum mendengar, itulah
     kebodohan dan kecelaannya" (Amsal 18:13).

  4. Tidak menghakimi.
     Yang dimaksud dengan tidak menghakimi di sini bukan berarti kita
     kita benar-benar tidak boleh memberikan penilaian dalam
     konseling. Tetapi sebagai pendengar yang baik kita tentunya dapat
     memberikan penilaian yang adil terhadap konsele kita. Kita perlu
     terlebih dahulu mengenal kelemahan-kelemahan kita sebagai pribadi
     karena ini merupakan bagian dari kedewasaan kita dalam memahami
     kelemahan-kelemahan orang lain sehingga kita tidak asal
     menyimpulkan apa saja yang telah kita dengar.

  5. Kesabaran.
     Adalah hal yang sangat mudah untuk berputus asa dalam melakukan
     konseling terutama saat kita tidak melihat perkembangan yang baik
     dari konsele kita. Kita harus ingat bahwa tujuan dari konseling
     adalah kedewasaan iman Kristen, apakah kita memiliki cukup
     kesabaran untuk itu? Dalam Kolose 1:28-29 diungkapkan,
        "Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami
        nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat,
        untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam
        Kristus. Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan
        segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan
        kuat di dalam aku."
     Dari ayat ini kata 'kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala
     tenaga' merupakan kata kunci yang harus kita ingat selalu agar
     kita sabar untuk mencapai tujuan utama konseling.

-*- Bahan diringkas dan diterjemahkan dari sumber -*-:
  Judul Buku: Christian Care and Counseling
  Penulis   : Roger F. Hurding
  Penerbit  : Morehouse - Barlow Co., Inc. Wilton, CT, USA
  Halaman   : 17 - 20


*SURAT *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- DARI ANDA -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* SURAT*

  Dari: Anastasia T. <anast_288@>
  >Saya adalah seorang ibu yang asli Indo dan sekarang kami terpencil
  >ujung USA, bersama 3 anak yang masih sibuk sekolah dan saya harus
  >banting tulang mencukupinya (Tuhan selalu memelihara umat-Nya yang
  >setia). Saya sangat berterima kasih atas kiriman-kiriman emailnya
  >... sungguh ini merupakan ministry/pelayanan yang saya terima dari
  >Yesus sendiri lewat e-Konsel. Sungguh e-Konsel jadi jalan berkat
  >bagi banyak orang. Apa menjelang Natal ini ada artikel-artikel yang
  >dikirim? Tolong kirim ya ... God Bless.

  Redaksi:
  Puji Tuhan! Kami sangat bersyukur untuk surat Ibu yang sangat
  menguatkan kami. Kiranya Roh Kudus terus membimbing kita semua
  dalam menjalani hidup yang dapat memuliakan Tuhan.

  Mengenai artikel Natal, Redaksi e-Konsel akan menerbitkan edisi
  khusus Natal (edisi 030/2002) pada tanggal 15 Desember 2002
  nanti. Ibu juga bisa membaca arsip e-Konsel Natal edisi 006/2001
  ==>   http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/006/
  Edisi Natal tersebut menyajikan Renungan Natal dan Artikel Natal
  yang akan menolong kita semua untuk berhati-hati agar sukacita dan
  berita Natal tidak direbut oleh kesibukan dan perasaan depresi.

  Kami harap Ibu, dan kita semua akan mendapat berkat istimewa pada
  Natal tahun ini.


e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL

                         STAF REDAKSI e-Konsel
                      Yulia O., Lani M., Ka Fung
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2002 oleh YLSA

*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
  Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org>
  Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
  dapat dikirimkan ke alamat:             <owner-i-kan-konsel@xc.org>
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
  Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org
  Berhenti:     Kirim e-mail kosong:  unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org
  Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
  ARSIP publikasi e-Konsel:  http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org