Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/438

e-BinaAnak edisi 438 (24-6-2009)

Karakter Guru: Kesetiaan

 
___e-BinaAnak (Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak)____

  DAFTAR ISI EDISI 438/JUNI/2009

  - SALAM DARI REDAKSI: Kita Dituntut untuk Setia
  - ARTIKEL 1: Kesetiaan Seorang Hamba
  - ARTIKEL 2: Siapa yang Melayani Anak-Anak? Peranan Guru
  - MUTIARA GURU
  - BAHAN MENGAJAR: Marilah Kita Setia kepada Yesus
  - WARNET PENA: Ilustrasi-Ilustrasi Mengenai Kesetiaan dalam
                 SABDA Alkitab

______________________________________________________________________
   Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke redaksi:
  <binaanak(at)sabda.org> atau <owner-i-kan-binaanak(at)hub.xc.org>
______________________________________________________________________
SALAM DARI REDAKSI

                   KITA DITUNTUT UNTUK SETIA
         
  Shalom,

  Kesetiaan merupakan suatu hal yang dituntut dalam sebuah relasi, 
  baik itu relasi sebagai suami istri, keluarga, bisnis, politik, 
  organisasi, dan sebagainya. Ya, kesetiaan merupakan hal yang penting 
  dalam sebuah relasi karena hal tersebut merupakan keteguhan hati, 
  ketetapan hati, ketaatan, dan kepatuhan dari siapa saja yang 
  terlibat dalam sebuah relasi.

  Seorang pelayan anak pun dituntut untuk menjadi hamba Tuhan yang 
  setia, yang berarti memiliki keteguhan hati, ketaatan, dan kepatuhan 
  kepada Allah yang telah mengembankan pelayanan kepadanya. Dalam 
  pelayanan, tentu saja ada banyak rintangan, tantangan, atau hambatan 
  yang menguji kesetiaan kita, namun ingatlah selalu, bahwa Yesus 
  sudah terlebih dahulu memberikan teladan kesetiaan kepada kita. Dia 
  setia menjalankan visi Allah dalam hidup-Nya, bahkan sampai harus 
  mati di kayu salib demi dunia ini. Melalui artikel pertama edisi 
  ini, Anda dapat belajar lebih dalam lagi mengenai arti kesetiaan 
  seorang hamba. Sedang, artikel kedua akan semakin mendorong Anda 
  untuk menjadi pelayan anak yang setia menjalankan peran-peran Anda 
  dalam pelayanan.

  Kiranya seluruh sajian dalam edisi terakhir bulan Juni ini menjadi 
  berkat bagi kita semua dan biarlah kita semakin bertumbuh sebagai 
  pelayan anak yang serupa dengan Kristus.

  Pimpinan Redaksi e-BinaAnak,
  Davida Welni Dana
  http://www.sabda.org/publikasi/arsip/e-binaanak/
  http://pepak.sabda.org/

            "Suruhlah terang-Mu dan kesetiaan-Mu datang,
       supaya aku dituntun dan dibawa ke gunung-Mu yang kudus
             dan ke tempat kediaman-Mu!" (Mazmur 43:3)
           < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Mazmur+43:3 >

______________________________________________________________________
ARTIKEL 1

                        KESETIAAN SEORANG HAMBA

  Dalam bukunya, "The Christian Mind", Harry Blamires menulis sesuatu 
  yang menarik tentang kesetiaan. Menurutnya, kesetiaan adalah "suatu 
  kebajikan yang palsu yang sering dimanfaatkan untuk menutup-nutupi 
  kegiatan yang tidak bermoral". Selanjutnya, ia mengemukakan bahwa 
  kesetiaan itu dapat dikatakan buruk, dalam arti bahwa jika sesuatu 
  kegiatan dibela atas dasar semata-mata kesetiaan saja, maka 
  pembelaan itu sekali-kali tidak memunyai dasar rasional. Dengan kata 
  lain, kesetiaan seperti yang sering kita jumpai, sekali-kali bukan 
  suatu kebajikan Kristen.

  Apabila orang-orang menuntut sesuatu atas dasar kesetiaan, maka 
  jelas bahwa apa yang dituntut itu adalah bertentangan dengan 
  prinsip-prinsip etika: setia kepada perusahaan meskipun tahu bahwa 
  perusahaan itu melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak bisa 
  dipertanggungjawabkan; setia kepada kawan supaya kawan jangan 
  mendapat malu; setia kepada negara meskipun itu berarti terlibat 
  dalam suatu manipulasi yang rendah dalam dunia internasional; setia 
  kepada bangsa meskipun itu berarti menindas bangsa-bangsa lain dan 
  bertentangan dengan perintah Allah untuk mengasihi. Integritas 
  adalah suatu kebajikan Kristen, tapi kesetiaan yang buta sekali-kali 
  bukan.

  Masalah ini istimewa dan menarik perhatian seseorang yang tinggal di 
  Jepang. Di sana, kesetiaan itu disanjung secara berlebih-lebihan 
  sebagai suatu kebajikan. Sejarah dan literatur penuh dengan 
  kisah-kisah tentang kesetiaan sampai mati terhadap tuannya, meskipun 
  kegunaannya tak bisa dipetiknya, sebab ia sudah telanjur mati.

  Bagi orang luar, hal ini mengagumkan dan serentak agak tolol 
  nampaknya. Tapi bagi orang Kristen yang berpikir lebih mendalam, 
  kesetiaan semacam itu mirip suatu penyembahan kepada berhala. Tidak 
  wajar bahwa manusia yang satu rela bunuh diri atau membunuh orang 
  lain melulu berdasarkan kesetiaan kepada seorang manusia. Bagi 
  pemikiran Kristen, kesetiaan itu baru suatu kebajikan kalau 
  dihubungkan dengan pengabdian kepada Allah, dan kata-kata yang 
  dipakai untuk menyatakannya ialah biasanya kata-kata seperti 
  kebaktian, pemuliaan, dan ketaatan.

  Menurut Harry Blamires, yang bukunya tadi disinggung, kesetiaan 
  kepada seseorang, kepada partai, kepada negara, dan kepada suatu 
  perjuangan tergantung dari pertanyaan apakah orang, partai, negara 
  atau perjuangan itu berada dalam kebenaran pada saat kesetiaan itu 
  dituntut. Apabila berada dalam kebenaran, maka kesetiaan itu tidak 
  perlu lagi dituntut karena sudah semestinya. Tapi apabila kita 
  berbicara tentang Allah, maka kita sadar bahwa Dia bukan sekadar 
  benar dan baik, melainkan benar dan baik secara mutlak. Boleh jadi 
  kita sewaktu-waktu mengalami cobaan dalam kesetiaan kita kepada 
  Allah. Namun, pergumulan tersebut akan membawa kita pada sikap 
  percaya dan mengandalkan Allah atau tidak. Pada akhirnya, kesetiaan 
  itu akan merupakan ungkapan positif dari kepercayaan dan sikap 
  mengandalkan Allah.

  Kesetiaan Yesus ditantang oleh Iblis pada mulanya, tatkala Iblis 
  menawarkan suatu jalan keluar yang mudah sekali untuk menghindari 
  kematian di kayu salib: "jika Engkau sujud menyembah aku" (Mat.  
  4:9-10). Tuhan menjawab, "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: 
  Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah 
  engkau berbakti!" (Kata Yunani di sini ialah "latreuo", artinya 
  kebaktian agamawi.) Tapi kesetiaan Yesus nyata juga dalam 
  kehidupan-Nya sehari-hari: "Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan 
  kepada-Nya" (yang dimaksud Sang Bapa, Yoh. 8:29). Puncak kesetiaan 
  Yesus ialah seperti yang dinyatakan-Nya dalam kata-kata-Nya di Taman 
  Getsemani, "Bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang 
  terjadi." (Luk 22:42)

  Tantangan akan kesetiaan kepada Allah ini secara gamblang dihadapkan 
  kepada orang Kristen: "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua 
  tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan 
  mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan 
  tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah 
  dan kepada Mamon" (Mat. 6:24). Di sini jelas kita lihat bahwa 
  seseorang tak mungkin menjadi hamba kepada dua tuan. Hal ini lebih 
  nyata lagi dalam Lukas 16:13, di mana kata untuk "pelayan" ialah 
  kata yang dipakai untuk "pelayan rumah tangga"; seseorang tak 
  mungkin melayani dua rumah tangga pada saat yang bersamaan. Itulah 
  masalahnya: apakah saya mutlak milik Tuhan dan rumah tangga-Nya atau 
  tidak?

  Hal ini dilihat dengan jelas oleh perwira itu: "Jika aku berkata ... 
  kepada hambaku, kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya" (Mat. 
  8:9). Ia mengerti bahwa Yesus berdaulat atas segala hal. Apabila 
  Yesus adalah Tuhan, maka saya harus mengakui kedaulatan-Nya secara 
  mutlak. Keadaan saya tidak mengizinkan saya untuk memilih ini atau 
  itu, memisahkan mana yang saya suka turuti dan mana tidak. Dari diri 
  saya diminta suatu kesetiaan tanpa syarat terhadap perintah-perintah 
  Yesus.

  Tentu akan sering terjadi bahwa kita dihadapkan kepada konflik 
  antara kesetiaan kita kepada keluarga sendiri dan kesetiaan kepada 
  Kristus (Mat. 10:34-39). Dalam hal ini tentu tak ada keragu-raguan 
  mana yang harus didahulukan. Ia memiliki prioritas yang tertinggi di 
  atas sekalian handai tolan dan orang-orang yang kita kasihi. Pada 
  dasarnya, jika kita mengasihi mereka, kita juga menyenangkan hati 
  Tuhan, tapi ada kesempatan-kesempatan di mana kita harus menghadapi 
  konflik, teristimewa kalau mereka yang kita kasihi itu bukan orang 
  Kristen. Kita mungkin menghadapi konflik dalam hal kawin atau tidak 
  dengan seorang penganut agama lain, dalam hal penggunaan hal libur, 
  uang, dan sebagainya.

  Konflik ini timbul juga dalam hubungan-hubungan yang lain. Apakah 
  akan menonton pertandingan bola atau pergi ke gereja, apakah akan 
  menggunakan waktu kebaktian untuk belajar menjelang ujian? Mana yang 
  harus diutamakan? Pilihan itu mungkin antara giat secara aktif dalam 
  gerakan mahasiswa Kristen atau pergi berpacaran, menghadiri malam 
  penelaahan Alkitab atau pergi menikmati permainan musik grup luar 
  negeri. Kristus menuntut prioritas atas segala hal. Pilihan antara 
  yang baik dan yang lebih baik, adalah lebih sukar daripada pilihan 
  antara yang baik dan yang buruk.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: Ambillah Aku Melayani Engkau
  Judul bab: Pertuanan atau Perhambaan?
  Penulis: Michael Griffiths
  Penerbit: BPK Gunung Mulia, Jakarta 1981
  Halaman: 34 -- 36

______________________________________________________________________
ARTIKEL 2

  Seorang guru sekolah minggu yang berkomitmen untuk setia dalam 
  mengemban tugas pelayanannya, seperti Yesus setia dalam menjalankan 
  penggenapan rencana Allah dalam dunia ini, harus mengetahui 
  peranannya dalam pelayanan anak. Berikut ini artikel mengenai peran 
  guru sebagai seorang pelayan anak. Kiranya menjadi motivasi bagi 
  kita semua untuk lebih setia lagi dalam menjalankan pelayanan yang 
  telah Tuhan percayakan.

            SIAPA YANG MELAYANI ANAK-ANAK? PERANAN GURU

  Bayangkan sensasi penemuan yang dirasakan oleh Christopher Columbus 
  ketika untuk pertama kalinya dia melihat "dunia baru". Hatinya pasti 
  akan lebih tergetar bila penduduk asli Amerikalah yang datang ke 
  Spanyol, mengajaknya naik ke perahu mereka, dan membawanya ke pantai 
  mereka sendiri, memberikannya cerita yang tiada habisnya mengenai 
  segala sesuatu yang dilihatnya untuk pertama kali tersebut. 
  Sederhananya, itulah peranan guru -- dia adalah kompas (penunjuk 
  arah), peta, angin, arus, dan kapal. Guru memampukan murid untuk 
  bisa belajar.

  Ingatkah ketika Yesus mengajar para pengikut-Nya -- menceritakan 
  perumpamaan kepada mereka dan menuntun mereka kepada arti di balik 
  simbol-simbol itu? Dia mengajar dengan menggunakan cerita-cerita, 
  percakapan yang diarahkan, dan kegiatan-kegiatan belajar. Guru dari 
  segala guru itu menyediakan semua sumber dan tuntunan yang 
  diperlukan oleh murid-murid-Nya untuk menemukan kebenaran-kebenaran 
  dalam pengajaran-Nya.

  Kita mulai melihat peranan guru dengan terlebih dahulu menjawab 
  pertanyaan ini: Apakah yang dilakukan guru untuk memenuhi peranannya 
  sebagai orang yang memampukan?

  Langkah pertama seorang guru adalah mengenal muridnya. Untuk bisa 
  mengajar dengan efektif, guru harus tahu bagaimana murid-muridnya 
  memproses informasi. Ketika kebutuhan dan kemampuan kelompok murid 
  dipahami, guru dapat memilih tujuan pelajaran dan metode yang paling 
  tepat dan materi-materi mana yang bisa diajarkan kepada mereka.

  Bila tujuan pelajaran, metode mengajar, dan bahan-bahan semuanya 
  sesuai dengan kebutuhan mental, fisik, emosional, sosial dan 
  spiritual, serta sifat-sifat murid, maka satu bagian penting dari 
  tugas guru sudah dikerjakan sebelum pintu ruang kelas dibuka. Siap 
  dan menunggu, guru bisa masuk ke aspek yang paling penting dari 
  peranannya ketika murid pertama masuk ke ruang kelas.

  "Halo, Mark -- saya senang kau bisa datang. Apakah kakekmu sudah 
  sembuh? Apakah kamu sudah menerima kartu ucapan ulang tahun yang aku 
  kirimkan untukmu? Ada namamu di atas gantungan mantelmu. Ayo 
  ceritakan, apa yang kamu lakukan minggu ini?"

  Ada kebenaran dari pepatah yang mengatakan bahwa murid-murid tidak 
  peduli pada apa yang Anda ketahui hingga mereka tahu bahwa Anda 
  peduli. Ketika seorang dewasa yang taat menjalin relasi yang penuh 
  perhatian dengan seorang anak, dia sudah memiliki alat pengajaran 
  yang paling utama. Bila ditanya, sebagian besar orang Kristen 
  mungkin tidak bisa mengingat dari siapakah mereka untuk pertama 
  kalinya mendengar ajaran Kristus tentang kasih, namun sebagian besar 
  dari mereka akan tersenyum teringat pada para guru yang mengajarkan 
  kata-kata itu!

  Guru yang tidak hanya mengasihi, tetapi juga bijaksana menolak 
  godaan untuk memberikan pendampingan yang berlebihan kepada 
  murid-muridnya. Ketika seorang murid terus-menerus mengerjakan 
  tugasnya sesuai dengan caranya sendiri, murid itu seharusnya tetap   
  diizinkan untuk mengerjakannya. Tujuan dari kegiatan melukis yang 
  dilakukan oleh anak-anak bukanlah supaya anak tersebut menghasilkan 
  suatu karya besar, namun supaya anak-anak tersebut menikmati garis, 
  warna, dan kreativitas. Tujuan dari pelajaran sekolah minggu bukan 
  supaya anak tidak sendirian sebelum orang tua mereka datang, tetapi 
  supaya memahami suatu konsep yang bisa diterapkan dalam kehidupan 
  sehari-hari.

  Tugas seorang guru sering kali hilang di antara tugas menggunting 
  gambar untuk ditempel di flanel, menuang jus, dan kemudian 
  membersihkan sisa-sisanya. Tugas yang hilang itu adalah tidak 
  melakukan hal-hal semacam itu untuk sejenak dan mendapatkan 
  perspektif keseluruhan tujuan. Bila tujuan guru adalah untuk membawa 
  murid-muridnya kepada hubungan dengan Tuhan yang terus terjalin dan 
  memotivasi mereka untuk melayani Dia dan sesama mereka, maka tujuan 
  itu harus terus selalu diutamakan dalam pikiran guru. Bila anak-anak 
  sudah cukup usia dan cukup dewasa, mereka dapat diizinkan untuk 
  saling melayani memberikan jus dan kue. Ini mungkin memerlukan lebih 
  banyak waktu dan handuk dibandingkan bila dilakukan sendiri oleh 
  guru, namun cara itu dapat membuat anak-anak bisa mengalami apa yang 
  para murid Yesus alami ketika Yesus membasuh kaki mereka dan 
  mendorong mereka untuk saling melayani?

  Tugas lain dari seorang guru adalah membatasi ukuran kelas. Kita 
  tidak tahu berapa jumlah orang yang mendengarkan Yesus ketika Dia 
  berada di antara banyak orang, tetapi kita tahu Dia menghabiskan 
  sebagian besar waktunya dengan dua belas murid. Untuk murid tingkat 
  dewasa, satu guru untuk dua belas murid adalah perbandingan yang 
  tepat. Namun, untuk murid yang lebih muda, lebih sedikit jumlah 
  muridnya lebih baik untuk ditangani oleh satu orang guru. Guru yang 
  berpengalaman dalam berbagai tingkat kelas seharusnya 
  mengikutsertakan guru baru di kelas kecil. Dengan demikian, para 
  guru muda bisa mengamati guru yang sudah berpengalaman dalam 
  mengajar sebelum mereka mengajar di kelas mereka sendiri.

  Bila jumlah murid yang terlalu banyak ditangani oleh satu guru, maka 
  tidaklah mungkin untuk memberikan perhatian kepada setiap anak 
  sesuai yang mereka inginkan. Setiap murid seharusnya disapa dengan 
  hangat, dimotivasi, dan diberi dukungan semangat dalam setiap usaha 
  mereka, dipuji atas keberhasilannya, dan diperlakukan dengan cara 
  menunjukkan pemahaman yang simpatik terhadap keunikan sifat dan 
  kebutuhan anak. Guru yang peka, yang mengajar di kelas kecil akan 
  belajar apa yang bisa diharapkan dari setiap anak dan mungkin 
  mengenali anak yang menunjukkan sifat-sifat yang tidak biasa di 
  antara teman-teman sebayanya.

  Untuk bisa menjadi orang yang memampukan, guru harus memahami 
  kemampuan setiap murid dan menempatkan tujuan di dalam jangkauan 
  anak. Dengan setiap tujuan yang tercapai, guru mendorong murid 
  sedikit lebih maju menuju tujuan utama. Namun, guru yang peka akan 
  memerhatikan kemampuan individu dan tidak membandingkan usaha-usaha 
  anak yang satu dengan yang lainnya. Setiap murid bisa saja 
  membutuhkan ukuran pendampingan yang berbeda, tetapi seharusnya 
  tidak ada yang menerima lebih dari yang mereka butuhkan.

  Berikut beberapa contoh yang bisa guru gunakan untuk memampukan
  murid-murid mereka menemukan kebenaran Alkitab dan menerapkannya
  dalam kehidupan mereka:

     "Dalam kamus Alkitab ini kamu akan menemukan jawaban atas
     pertanyaanmu tentang berhala. Cari saja dalam daftar kata-kata 
     yang berawalan huruf `b`. Ketika kita mempelajari kata itu, 
     maukah kamu menjelaskannya kepada kita?"

     "Tuhan menciptakan setiap kita istimewa. Gunakan cap dan kertas
     ini untuk membuat cap ibu jari dari setiap kelompok kalian.
     Gunakan kaca pembesar untuk memeriksanya. Ceritakan apa yang
     kalian temukan?"

     "Cerita Alkitab yang kita hari ini adalah tentang bagaimana Daud
     berbuat baik kepada temannya. Tunjukkan bahwa kamu tahu bagaimana
     menjadi penolong yang baik. Ini ada kain untuk membersihkan meja
     kita."

  Mengajar tentang Tuhan kepada anak-anak bukanlah tugas yang diterima 
  dengan enggan sebagai kewajiban atau kepercayaan yang diberikan 
  begitu saja. Sebaliknya, Alkitab mengingatkan bahwa para guru akan 
  menerima penghakiman yang lebih berat daripada yang lainnya (Yakobus 
  3:1) dan bahwa kilangan batu menunggu orang yang menyebabkan seorang 
  anak tersandung dan jatuh ke dalam dosa (Matius 18:6).

  Mengajar adalah hak istimewa dan tanggung jawab yang diberikan 
  kepada mereka yang mau bekerja keras serta setia melakukan panggilan 
  yang kuat dan status yang rendah. Ini mungkin pekerjaan yang paling 
  penting di gereja, namun yang paling sedikit dihargai. Ironisnya, 
  para guru yang setia mengajar anak-anak ini memiliki dampak yang 
  lebih tahan lama, tetapi memiliki status yang lebih rendah daripada 
  mereka yang mengajar orang dewasa. Di atas semuanya itu, para guru 
  perlu dan berhak mendapatkan dorongan dan dukungan semangat. 
  "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus 
  ...," demikian kata-kata yang ditujukan kepada gereja Ibrani, 
  "supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa." (Ibrani 12:2-3) 
  (t/Ratri)

  Diterjemahkan dari:
  Judul buku: The Complete Handbook for Children`s Ministry
  Judul asli artikel: The Role of the Teacher
  Penulis: Dr. Robert J. Choun dan Dr. Michael S. Lawson
  Penerbit: Thomas Nelson Publishers, Nashville 1993
  Halaman: 34 -- 37

______________________________________________________________________
MUTIARA GURU

        Allah meminta kita untuk setia, seperti Dia tetap setia.
     
______________________________________________________________________
BAHAN MENGAJAR

                MARILAH KITA SETIA KEPADA YESUS

  Persiapan:
  Sebagai pusat perhatian, letakkan sebuah gambar Yesus yang besar 
  pada meja di bagian depan ruangan. Hiasi bingkai gambar itu dengan 
  kain yang berwarna cerah.

  Nyanyian bersama:
  Pilih lagu-lagu rohani Kristen yang bertema kesetiaan.

  Renungan:
  Beberapa saat yang lalu, kita merenungkan apa yang Yesus lakukan
  bagi kita di kayu salib dan bagaimana Dia bangkit kembali. Pagi ini
  kita akan merenungkan kesetiaan kita kepada Yesus.

  Tidaklah baik untuk merasa malu akan teman-teman kita atau tidak
  menolong mereka terutama dalam hal seorang Teman seperti Yesus.

  Salah seorang murid menjadi takut ketika dia mendengar bahwa Yesus 
  akan disalib. Dia takut bahwa dia juga akan disalib. Karenanya, dia 
  berkata, "Aku tidak kenal Yesus. Aku bukan teman-Nya." Kemudian dia 
  memikirkan besarnya kasih Yesus kepadanya. Dia menyesal dan malu 
  akan dirinya sendiri. Tahukah kalian siapa dia? (Petrus). Sejak saat 
  itu, Petrus selalu setia pada Yesus. Dia tidak pernah takut dan malu 
  untuk memihak kepada Yesus.

  Seorang murid lainnya tidak setia kepada Yesus. Dia mengkhianati dan 
  menjual Yesus kepada musuh-musuh-Nya seharga tiga puluh keping 
  perak. Dalam Alkitab, tidak disebutkan dia pernah meminta 
  pengampunan atas perbuatannya tersebut. Tahukah kalian, siapa dia? 
  (Yudas).

  Kebanyakan dari pengikut Yesus setia kepada-Nya. Yohanes, Yakobus, 
  Paulus, Silas, Barnabas, dan Timotius adalah beberapa di antara 
  mereka. Masih ada banyak yang lain. Mereka semua akan memakai 
  mahkota kemuliaan surga.

  Setia kepada Yesus berarti bahwa kita tidak boleh malu untuk memihak 
  kepada-Nya. Kita harus datang ke sekolah minggu dan gereja dengan 
  setia. Janganlah membiarkan sesuatu pun menghalangi kita untuk 
  datang ke rumah Allah. Kita harus terus membaca Alkitab dan berdoa 
  serta berusaha membawa orang untuk mengenal Yesus juga.

  Doa penutup:
  Mintalah anak-anak memikirkan orang-orang yang telah setia kepada
  Yesus sepanjang masa. Doronglah mereka untuk memohon kepada Yesus
  semangat untuk selalu setia pada-Nya. Pimpin mereka dalam doa.

  Diambil dan disesuaikan dari:
  Judul buku: Buku Pintar Sekolah Minggu Jilid 2
  Penyusun: Badan Pembina DSM Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah
  Penerbit: BPK Gandum Mas, Malang 1996
  Halaman: 42

______________________________________________________________________
o/ WARNET PENA o/

    ILUSTRASI-ILUSTRASI MENGENAI KESETIAAN DALAM SABDA ALKITAB
            http://alkitab.sabda.org/illustration.php

  Berikut ini beberapa renungan yang dapat Anda jadikan ilustrasi dan
  referensi untuk menyusun bahan pelajaran mengenai kesetiaan.
  Renungan-renungan tersebut sekaligus dapat menjadi kekuatan bagi
  Anda untuk belajar mengenai kesetiaan Allah dan bagaimana kita juga 
  harus memiliki karakter setia dalam hidup kita.

  1. Kesetiaan Allah
     http://alkitab.sabda.org/illustration.php?id=3841

  2. Allah itu Setia
     http://alkitab.sabda.org/illustration.php?id=652

  3. Tuntutan Kesetiaan
     http://alkitab.sabda.org/illustration.php?id=1323

  4. Perasaan dan Kesetiaan
     http://alkitab.sabda.org/illustration.php?id=2307

  5. Ujian Kesetiaan
     http://alkitab.sabda.org/illustration.php?id=1115

  Oleh: Davida (Redaksi)

______________________________________________________________________
Pemimpin Redaksi: Davida Welni Dana
Staf Redaksi: Kristina Dwi Lestari dan Tatik Wahyuningsih
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) e-BinaAnak 2009 -- YLSA
http://www.ylsa.org/ ~~ http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`)
Alamat berlangganan: <subscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org>
Alamat berhenti: <unsubscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org>
Arsip e-BinaAnak: http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/
Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen: http://pepak.sabda.org/

Bergabunglah dalam Network Anak di Situs In-Christ.Net:
http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_anak

Kunjungi Blog SABDA di http://blog.sabda.org

______________PUBLIKASI ELEKTRONIK UNTUK PEMBINAAN GURU_______________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org