Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/378

e-BinaAnak edisi 378 (17-4-2008)

Kebutuhan Anak untuk Disiplin


___e-BinaAnak (Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak)____

  DAFTAR ISI EDISI 378/APRIL/2008

  - SALAM DARI REDAKSI
  - ARTIKEL 1: Disiplin Sebagai Kebutuhan Anak
  - ARTIKEL 2: Seberapa Efektifkah Pendisiplinan yang Anda Terapkan?
  - WARNET PENA: Seputar Disiplin Anak dalam Telaga
  - STOP PRESS!: Lowongan Tenaga Pendidik PESTA (Pendidikan Elektronik
    Studi Teologia Awam)
  - MUTIARA GURU

______________________________________________________________________
o/ SALAM DARI REDAKSI o/

  Shalom,

  Pernahkah kita membandingkan keluarga yang menerapkan disiplin
  kepada anak-anaknya dengan keluarga yang memberikan toleransi
  berlebihan kepada anak-anaknya dan mengabaikan disiplin yang
  sebenarnya merupakan salah satu kebutuhan dasar anak?

  Tentu saja akan ada perbedaannya. Disiplin yang diterapkan dengan
  tepat akan membuat kehidupan anak lebih teratur dan terarah.
  Sedangkan toleransi berlebihan lebih banyak memberikan dampak yang
  kurang baik bagi perkembangan anak. Mari simak penjelasan Bapak B.S.
  Sidjabat dalam sajian minggu ini. Disiplin merupakan kebutuhan yang
  tidak dapat diabaikan oleh para orang tua maupun pendidik. Kebutuhan
  ini akan menentukan kualitas hidup mereka di masa yang akan datang,
  baik itu kualitas hidup rohani maupun dalam pertumbuhan mental dan
  jasmaninya. Pentingnya disiplin mengharuskan orang tua dan para
  pendidik terus-menerus mengevaluasi efektivitas dari penerapan
  disiplin mereka terhadap anak. Untuk membantu, Beverly La Haye
  menuliskan hal-hal tersebut dalam artikel kedua minggu ini. Silakan
  simak semua sajian kami dan semoga dapat menjadi berkat melimpah
  bagi kita semua.

  Selamat mendisiplin anak-anak Anda dalam Kristus.

  Pimpinan Redaksi e-BinaAnak,
  Davida Welni Dana

          "Maka haruslah engkau insaf, bahwa TUHAN, Allahmu,
        mengajari engkau seperti seseorang mengajari anaknya."
                             (Ulangan 8:5)
              < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Ulangan+8:5 >

______________________________________________________________________
o/ ARTIKEL 1 o/

                    DISIPLIN SEBAGAI KEBUTUHAN ANAK
                          Oleh: B.S. Sidjabat

  PENGANTAR

  Disiplin merupakan salah satu kebutuhan dasar anak dalam rangka
  pembentukan dan pengembangan wataknya secara sehat. Tujuannya ialah
  agar anak dapat secara kreatif dan dinamis mengembangkan hidupnya di
  kemudian hari. Kalau orang tua mengasihi anaknya, maka mereka juga
  harus mendisiplinnya. Kasih dan disiplin harus berjalan bersama-sama
  secara seimbang. Dalam perkataan lain, kasih tanpa disiplin
  mengakibatkan munculnya rasa sentimen dan ketidakpedulian.
  Sebaliknya, disiplin tanpa kasih merupakan tindakan kejam (tirani).

  Banyak orang tua, karena berbagai alasan termasuk kesibukan, tidak
  memunyai pemahaman dan pengertian, mengabaikan kebutuhan anak dalam
  disiplin ini. Akibatnya, di kemudian hari anak memberontak, sulit
  dikendalikan, mencari perhatian secara berlebihan. Orang tua
  demikian tentu akan mengalami konflik berkesinambungan dengan
  anaknya, bahkan tidak jarang yang mengalami kekecewaan dan perasaan
  terluka. Karena itulah bahasan kita mengenai disiplin ini amat
  perlu, selain menjadi masukan dalam pelayanan, juga menjadi alat
  refleksi bagi diri kita sendiri.

  DASAR TEOLOGIS DISIPLIN

  Pentingnya disiplin orang tua bagi anaknya bukan saja karena alasan
  sosiologis dan psikologis, tetapi juga karena pemahaman teologis.
  Keterangan singkat berikut ini akan menjadi pertimbangan bagi kita.

  1. Allah Bapa senantiasa mendisiplin manusia ciptaan-Nya, baik
  secara individual maupun secara kelompok. Cara Tuhan mendisiplin
  umat-Nya sama dengan cara ayah mendisiplin anaknya (Ul. 8:5; Mzm
  6:2, 38:2-3). Tujuan Allah mendisiplin manusia adalah agar mereka
  taat, hormat, dan takut kepada-Nya. Karena itu Tuhan memberikan
  pengajaran, memberikan teguran, menyatakan nasihat, dan jika perlu
  mengizinkan terjadinya penderitaan, seperti sakit-penyakit,
  kerugian, bahkan pembuangan ke tempat atau negeri lain. Sejarah
  Israel menyatakan umat kerajaan Israel Utara terbuang selama 40
  tahun ke Asyur dan umat Yehuda ke negeri Babilonia selama 70 tahun.

  Dalam Perjanjian Baru, penulis kitab Ibrani menyatakan bahwa Allah
  mendisiplin umat-Nya agar taat kepada-Nya. Ia menyatakan disiplin
  sebagai bukti kasih-Nya (12:5, 6) meskipun pada mulanya mendatangkan
  dukacita (12:10, 11).

  2. Tuhan Yesus Kristus pun menegakkan disiplin bagi
  murid-murid-Nya dengan memberikan contoh dalam segi-segi bagaimana
  menggunakan waktu, menggunakan uang, hidup berdoa secara tekun. Dia
  pun menyatakan bahwa kepentingan orang lain mesti didahulukan
  sebagaimana tampak dalam hal Yesus melayani orang yang datang
  kepada-Nya meskipun sering kali belum sempat (bd. Mrk. 3:20-21).
  Bilamana murid-murid-Nya degil, sering kali Ia berterus-terang
  menegur mereka dengan keras (bd. Mrk 8:14-21). Bilamana murid-murid
  ingin membalas kejahatan dengan kejahatan, Dia menyatakan sikap
  mengasihi dan mengalihkan perhatian mereka kepada tugas lain (bd.
  Luk. 9:51-56).

  Yesus pun menyatakan agar murid-murid-Nya belajar hidup secara
  tertib dalam arti memelihara kesucian hidup agar senantiasa
  merasakan kehadiran Allah (bd. Mat. 5:8). Bagi Yesus, orang dewasa
  harus mendisiplin anggota tubuhnya -- tangan, kaki, mata -- agar
  tidak membawa keburukan bagi orang lain, apalagi "menyesatkan"
  anak-anak di bawah asuhan mereka (Mat. 18:8-10). Sebab Dia sendiri
  melarang murid-murid mengabaikan atau meremehkan anak-anak kecil
  (Mat. 19:13-15). Tidak jarang pula Yesus menyatakan bahwa Dia tetap
  mengasihi murid-murid-Nya sekalipun mereka kurang cepat menangkap
  ajaran Sang Guru (Yoh. 13,15).

  3. Alkitab mengajarkan bahwa Roh Kudus datang untuk menyatakan
  kebenaran Ilahi bagi orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Dia
  hadir ke dunia untuk membuat orang insyaf akan dosa dan kejahatannya
  lalu berbalik kepada Sang Kebenaran yang memerdekakan, yaitu Yesus
  Kristus (Yoh. 16:6-8, 11-13). Roh Kudus juga datang untuk membuat
  orang memiliki hikmat hidup dan kekuatan batiniah agar dapat hidup
  sesuai kehendak Allah. (Ef. 1:16, 17, 3:16-18). Roh Kudus pun datang
  ke dalam hidup dan persekutuan orang-orang percaya guna memberikan
  kekuatan dalam mengatasi kelemahan (Rom. 8:2-6) serta buah kehidupan
  (Gal. 5:22-23).

  Dalam Kisah Para Rasul tampak sekali bagaimana sikap dan tindakan
  Roh Kudus dalam menegakkan disiplin. Ingatlah kasus Ananias dan
  Safira karena ingin "mencari nama dan muka" lalu berdusta kepada
  rasul Petrus (Kis. 5). Ingat pula kasus Simon tukang sihir di
  Samaria yang ingin terkenal lalu hendak membeli kuasa Roh Kudus
  dengan uang (Kis. 8). Rupanya Roh Kudus tidak menginginkan sikap
  pura-pura terjadi terjadi dalam kehidupan anak-anak Tuhan.

  Surat Paulus kepada jemaat di Korintus cukup banyak menyinggung
  masalah disiplin hidup agar mereka tertib dalam kehidupan bersama,
  kehidupan persekutuan, kehidupan memelihara tubuh, dan sejenisnya.
  Dia mengajak jemaat untuk terus sadar bahwa Roh Kudus mendiami
  mereka sehingga mereka menghindarkan diri dari segala godaan
  mencemarkan diri (3:16, 6:19-20). Mereka harus menertibkan cara
  berpikir mereka sendiri agar tetap memelihara suara hati yang jernih
  di dalam mengambil keputusan dalam hidup bersamaan dengan orang lain
  (8:1-3). Mereka harus mengendalikan diri dalam ibadah agar tidak
  menonjolkan diri, mencari kemuliaan diri sendiri sehingga firman
  Allah tidak diberitakan sebagaimana mestinya (12-14).

  TUGAS ORANG TUA

  Paul Meier (1982) menegaskan karena pentingnya disiplin bagi anak,
  kitab Amsal saja menuliskan beberapa nats mengenai tugas orang tua
  untuk mendisiplin anaknya (13:24, 19:18, 22:6, 22:15, 23:13, 29:15,
  17). Ditambahkan pula oleh Meier bahwa ayah harus mendapat tempat
  sebagai kepala rumah tangga; dan ibu sebagai pendampingnya (bd. Kej.
  2:18). Kalau ayah tidak berperan sebagai kepala dalam rumah tangga,
  maka anak tidak memiliki idola yang jelas, tidak memunyai konsep
  otoritas secara jelas dan benar pula. Akhirnya keadaan demikian
  dapat menimbulkan gangguan kepribadian pada anak, seperti timbulnya
  pemberontakan terhadap orang tua dan orang lain.

  Rasul Paulus juga menyatakan tekanan yang sama dalam surat
  kirimannya (Ef. 6:4; Kol. 3:21). Tugas orang tua ialah mendidik anak
  dalam ajaran dan nasihat Tuhan sehingga anak terhindar dari "sakit
  hati" dan "tawar hati". Betapa kecewanya anak di kemudian hari
  karena orang tua tidak pernah menegakkan ketertiban; tidak membantu
  anak mengerti mana yang baik dan mana yang buruk; dan tidak menolong
  mereka mengatasi tantangan dan kejahatan serta bagaimana melakukan
  kebaikan. Sikap otoriter justru menimbulkan rasa takut dan keinginan
  balas dendam pada diri anak. Sikap mengekang orang tua justru
  menimbulkan kepasifan dan tiadanya kreativitas dan inisiatif pada
  kehidupan anak di kemudian hari.

  Dalam hal apa sajakah orang tua membantu anak hidup tertib, teratur,
  dan memiliki rasa tanggung jawab? Jawabnya, dalam segala aspek
  kehidupan, antara lain:

  1. pola dan waktu minum dan makan serta istirahat,
  2. buang air (toilet tranning) dan buang sampah,
  3. kehidupan iman, rohani, ibadah, doa pribadi dan bersama,
  4. mengurus diri sendiri -- mandi, berpakaian, memelihara "mainan",
     atau barang pribadi lainnya,
  5. belajar -- mengerjakan PR, persiapan ujian, dll.,
  6. membantu pengurusan kebersihan rumah serta lingkungan.
  7. dalam hal berelasi serta berkomunikasi secara sopan,
     memberitahukan kepada orang tua rencana-rencana kerja, atau
     kegiatan di sekolah dan di luarnya.
  8. menepati janji atau ucapan, termasuk mengembalikan barang
     pinjaman dari teman.

  Disiplin dengan Tegas dan Kasih Sayang

  James Dobson merupakan tokoh pendidikan anak yang terkenal dalam
  mengemukakan berbagai prinsip efektif bagi orang tua di dalam
  mendisiplinkan anak. Buku-bukunya yang mengemukakan gagasan disiplin
  ini ialah "Dare to Discipline" (1970) dan "Discipline With Love"
  (1983). Menurut Dobson, tujuan disiplin bagi anak ialah agar mereka
  dapat belajar bagaimana cara hidup bertanggung jawab. Prinsip Dobson
  yang dituangkan dalam karyanya "The New Dare to Disciplin" (1992)
  adalah sebagai berikut.

  1. Orang tua harus mengembangkan rasa hormat dalam diri anak
     terhadap orang tuanya sendiri. Rasa hormat itu harus ditumbuhkan
     melalui komunikasi yang akrab, lalu dikembangkan dan dipelihara
     dengan penyediaan waktu dalam menjawab pertanyaan anak. Dengan
     begitu anak belajar mengenai otoritas secara benar dan tepat.

  2. Orang tua harus menghukum anak atas tingkah lakunya yang jelas
     memberontak atau menentang orang tua; melawan terhadap aturan
     yang sudah diterangkan dan ditetapkan atau disetujui sebelumnya.
     Hukuman fisik harus dikenakan bagi anak, pada bagian "pantat"
     (spanking). Orang tua harus memberitahukan mengapa ia
     melakukannya; dan jangan dilakukan hukuman jauh setelah anak
     melupakan pelanggaran yang dibuatnya.

     Menurut Dobson, kalau anak sudah berusia sembilan tahun, tidak
     tepat lagi memukulnya di bagian pantat, atau mengenakan hukuman
     fisik pada bagian tubuh lainnya, tetapi paling-paling menekan
     bagian tertentu dari bahunya untuk menyadarkan dirinya bahwa ia
     bersalah.

  3. Orang tua harus mengendalikan diri agar tidak menyimpan amarah
     berkepanjangan. Jangan pula ia menyimpan emosi benci terhadap
     anak ketika menghukumnya secara fisik. Sebelum melakukan hukuman
     fisik, orang tua harus menghitung dalam hatinya angka satu hingga
     sepuluh guna meredakan emosinya.

  4. Orang tua tidak memberikan sogokan kepada anak berupa benda,
     agar ia berlaku tertib. Hal ini dapat menumbuhkan akar
     materialisme.

  Sekalipun demikian, Dobson juga mengemukakan bahwa untuk mendisiplin
  anak, kita dapat memperkuat sikap dan perilaku positif dengan jalan
  menghargainya. Kalau ada hal positif, patut dipuji yang diperbuat
  anak, ia patut mendapat sanjungan orang tua. Prinsip ini disebut
  "reinforcement". Hal ini dilakukan dengan memberikan hadiah karena
  ia berbuat baik. Prinsipnya antara lain adalah sebagai berikut:

  1. hadiah harus sesegera mungkin,
  2. hadiah tidak selalu berupa benda, bisa juga pujian, kata yang
     membangun (Ef. 4:29), dan
  3. kalau tingkah laku yang diharapkan terbentuk, maka perbuatan
     memberi hadiah dihentikan saja.

  Perkara lain yang harus diperhatikan dalam membangun sikap disiplin
  pada diri anak ialah prinsip kerja sama. Untuk menimbulkan rasa
  tanggung jawab dalam diri anak, orang tua perlu menyatakan
  keinginannya kepada anak. Bahwa orang tua meminta pendapat atau
  meminta tolong kepada anak tidak salah, justru dapat membuat anak
  merasa berharga. Apalagi kalau anak itu sudah berusia di atas lima
  tahun (TK atau SD).

  Kemudian orang tua dapat mengajak anaknya melakukan apa yang
  direncanakan bersama-sama. Dengan begitu, orang tua memberikan contoh
  di hadapan anaknya. Selanjutnya, orang tua perlu memberikan tugas
  bagi anak agar ia mengerjakannya. Jika ada kesalahan, orang tua
  memberikan koreksi dan kesempatan kedua. Jika anak berhasil, maka
  anak layak mendapat pujian dan penghargaan. Bisa melalui hadiah
  material dan bisa pula dengan pujian bahwa anak itu hebat, pintar,
  dan sejenisnya. Hal ini dapat diterapkan dalam kegiatan belajar,
  kegiatan ibadah dan doa, kegiatan membersihkan rumah, mencuci
  piring, pakaian, dll. (Parents & Children, ed. Jay Kesler, 1986; The
  Enycyclopedia of Parenting, 1982).

  MASALAH NILAI BUDAYA

  Salah satu persoalan yang tidak biasa kita mungkiri ialah pengaruh
  nilai budaya terhadap kehidupan orang tua yang selanjutnya memberi
  dampak bagi pendisiplinan anaknya. Biasanya pengaruh dan gaya
  disiplin yang diperoleh orang tua dari keluarga asalnya (family of
  origin) ikut serta terefleksi dalam pendidikan dan pembinaan
  anaknya.

  1. Boleh saja (permisif).
     Ada orang tua yang tidak mendisiplin anaknya, sehingga di rumah
     anak bebas melakukan apa saja, tanpa peraturan dan pedoman atau
     batasan (boundary) yang jelas. Hal demikian terjadi karena orang
     tua sibuk, lemah, dan kurang pemahaman mengenai pendidikan anak
     secara baik.

  2. Kekuasaan.
     Ada orang tua yang amat menekankan sikap otoriter terhadap
     anaknya; banyak larangan; sehingga anak takut dan merasa tidak
     bebas untuk berkreasi; takut berbuat kesalahan dan mencoba
     memperbaikinya. Anak yang diancam oleh orang tua namun tidak
     pernah terlaksana ancaman itu, bisa membuat anak memandang rendah
     wibawa mereka. Bisa saja anak memandang orang tuanya sebagai
     "pembohong".

  3. Hierarkis.
     Ada orang tua yang takut mendisiplin anaknya karena kehadiran
     nenek atau kakek. Campur tangan kakek atau nenek dalam
     mendisiplin anak pada dasarnya menghambat anak memiliki konsep
     yang benar mengenai ayah atau bapak. Anak demikian akan manja,
     tidak punya pendirian yang baik. Sebaliknya pengaruh kakek atau
     nenek bagi anak harus diminimalkan oleh kehadiran ayah dan ibu di
     tengah-tengah rumah tangga.

  4. Penumbuhan rasa malu dan takut.
     Ada orang tua yang terus mengumandangkan istilah "Kamu nggak tahu
     malu!" bagi anaknya yang berlaku tidak sopan. Ada pula yang
     menakut-nakuti anak agar berperilaku baik seperti takut kepada
     polisi, dokter, dll.. Model demikian cukup sering kita temukan
     di tengah-tengah masyarakat. Di samping membawa hasil baik, hal
     demikian tentu saja membawa pengaruh negatif. Anak kurang diajak
     berpikir rasional.

  5. Pengaruh pembantu rumah tangga.
     Di perkotaan sudah banyak orang tua yang karena sibuk, maka
     pembinaan anak ditangani oleh pembantu rumah tangga. Banyak
     pembantu rumah tangga tidak memunyai keterampilan dalam pembinaan
     dan disiplin anak, di samping memunyai motif ekonomis saja dalam
     menunaikan tugasnya. Pada umumnya, anak yang diasuh dan
     dibesarkan oleh pembantu cenderung nakal, tidak tertib karena
     pembantu rumah tangga tidak mampu mengendalikan secara kreatif.

  Bahan bacaan:
  Baker. 1997. Kendalikan Selagi Mampu (Terj.). Bandung: Kalam Hidup.
  Drehner, John. 1992. Tujuh Kebutuhan Anak. Jakarta: BPK Gunung
    Mulia.
  Dobson, James. 1992. New Dare to Discipline.
  Kesler, Jay. 1986. Parents & Children. Victor Books.
  Meier, Paul D. 1977. Christian Child-Rearing and Personality
    Development. Baker.

  Diambil dari:
  Nama situs: PEPAK (Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen)
  Penulis: B.S. Sidjabat
  Alamat URL: http://pepak.sabda.org/pustaka/030200/?kata=kebutuhan+disiplin

______________________________________________________________________
o/ ARTIKEL 2 o/

        SEBERAPA EFEKTIFKAH PENDISIPLINAN YANG ANDA TERAPKAN?

  Adalah sikap yang bijak jika Anda rehat sejenak dan memerhatikan
  pendisiplinan yang Anda terapkan bersama anak Anda serta
  mengevaluasi kualitas dan hasil pendisiplinan tersebut dengan
  saksama. Anak-anak tidak akan tahu bagaimana harus bersikap jika
  mereka tidak mengerti apa yang Anda harap mereka lakukan.
  Pendisiplinan harus dimulai dengan komunikasi yang baik. Tujuan
  akhir dari pendisiplinan yang diterapkan oleh orang tua haruslah
  mengajarkan anak disiplin diri; komunikasi adalah langkah awal untuk
  mencapai tujuan tersebut.

  Dasar rencana disiplin yang baik pasti mengandung beberapa aspek di
  bawah ini. Tanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut pada diri Anda
  sendiri.

  1. Apakah pendisiplinan yang Anda terapkan bersifat membangun?
     Pendisiplinan haruslah membantu anak, bukannya membuat mereka
     frustrasi. Amsal 23:19: "Hai anakku, dengarkanlah, dan jadilah
     bijak, tujukanlah hatimu ke jalan yang benar.", 2. Apakah pendisiplinan yang Anda terapkan memunculkan
     pilihan-pilihan yang bijak?
     Pendisiplinan haruslah menuntun dan mendidik anak untuk bisa
     membuat pilihan-pilihan yang bijak bagi dirinya sendiri. Dengan
     demikian, Anda membantunya untuk berdisiplin diri. Amsal 19:20,
     "Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau
     menjadi bijak di masa depan.", 3. Apakah pendisiplinan yang Anda terapkan konsisten?
     Pendisiplinan yang sejati berarti setia dan konsisten meresponi
     ketidaktaatan. Kedisiplinan yang diterapkan sekali waktu dan
     kemudian diabaikan bukanlah pendisiplinan yang efektif. Amsal
     29:17, "Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman
     kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu.", 4. Apakah pendisiplinan yang Anda terapkan mengomunikasikan kasih?
     Pendisiplinan harus diterapkan atas dasar kasih. Pendisiplinan
     juga merupakan wujud tindakan yang mengungkapkan bahwa anak
     tersebut adalah anggota keluarga. Ingat, "Karena Tuhan menghajar
     orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya
     sebagai anak." (Ibrani 12:6)

  5. Apakah pendisiplinan yang Anda terapkan merupakan rahasia?
     Anak perlu tahu bahwa pendisiplinan yang Anda terapkan adalah
     hanya antara orang tua dan dirinya sendiri dan bahwa
     pendisiplinan tersebut tidak akan menjadi topik pembicaraan
     dengan tetangga. Yeremia 31:34b, "sebab Aku akan mengampuni
     kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka."
     Kerahasiaan tersebut juga akan membuat anak Anda percaya bahwa
     Anda telah memaafkannya dan melupakan kesalahannya.

  Ada beberapa metode penerapan pendisiplinan yang kreatif, dan orang
  tua bijaksana harus memilih yang paling cocok untuk setiap kondisi.

  1. Anda boleh melarangnya melakukan/memiliki seuatu yang sangat
     penting baginya. Ini berarti mencabut hak istimewanya untuk
     menggunakan atau melakukan sesuatu yang menyenangkan baginya.
     Jika Johnny bermain "malam" (lilin yang dapat dibentuk-bentuk)
     dan terus menggosokkannya di meja makan yang terbuat dari mahoni
     (dan seharusnya ia tahu bahwa hal itu tidak boleh dilakukan),
     maka Anda boleh melarangnya untuk bermain dengan malam tersebut
     selama beberapa hari. Pastikan bahwa Anda telah memberitahunya
     (pastikan Anda telah melakukannya) untuk tidak memainkan malam
     pada meja perabotan. Oleh karena itu, cara yang paling tepat
     untuk membantunya mengingat hal tersebut adalah mencabut haknya
     untuk bermain malam tersebut selama beberapa hari. Hal itu akan
     menjadi semacam pengingat baginya untuk tidak bermain malam di
     meja yang bagus, namun hanya pada meja yang khusus disediakan
     oleh ibunya.

  2. Anda boleh mengisolasi anak Anda dari teman-temannya atau dalam
     kamarnya. Penting untuk Anda tidak mengisolasinya di kamar
     seolah-olah ia akan ada di dalam kamar selamanya. Tujuan dari
     tindakan ini adalah mendorongnya untuk mengubah sikap, dan saat
     ia merasa sanggup melakukannya, ia boleh keluar dari kamarnya dan
     bermain lagi. Mungkin Sally dijauhi teman-temannya karena ia
     kerap membuat masalah. Pertama-tama, Anda harus memberitahunya
     bahwa ia menimbulkan masalah. Lalu katakan padanya bahwa ia
     terpaksa masuk ke dalam kamarnya dan bermain sendirian sampai ia
     memutuskan bahwa ia sanggup memerbaiki sikapnya. Selalu katakan
     padanya bahwa saat ia mengubah sikapnya, ia boleh keluar dari
     kamar dan bermain dengan teman-temannya lagi.

  3. Anda boleh membiarkan anak menanggung konsekuensi dari apa yang
     dilakukannya. Jika Anda telah memberitahukan konsekuensi dari
     segala tindakan dan hal itu tidak efektif, maka ada baiknya Anda
     membiarkan anak Anda merasakan konsekuesinya sendiri. Hal ini
     tidak boleh dilakukan jika konsekuensi dari apa yang ia lakukan
     mungkin membahayakan anak Anda -- Anda harus memikirkan
     konsekuensi yang mungkin terjadi. Tapi ingat, sedikit rasa sakit
     fisik yang sementara, jauh lebih baik daripada pukulan yang tidak
     akan membuahkan hasil yang baik. Misalnya, Mary memiliki
     kebiasaan buruk. Ia suka menarik ekor kucing. Anda sudah
     memeringatkannya berulang kali, namun hal tersebut tidak
     berhasil. Anda akhirnya memutuskan agar ia merasakan konsekuensi
     dari apa yang ia lakukan -- menariki ekor kucing. Meski ia jelas
     akan mengalami sedikit luka fisik, ia juga akan belajar dari apa
     yang dialaminya -- bahwa bukanlah hak yang bijak untuk
     menarik-narik ekor kucing.

  4. Anda boleh menggunakan "sistem bonus uang" bagi perilaku baik dan
     buruk. Metode ini memiliki beberapa kekurangan. Mungkin
     kekurangan yang paling buruk ialah bahwa metode ini membangun
     motivasi yang tidak baik. Beberapa orang tua membuat daftar poin
     untuk tugas-tugas mingguan. Kemudian anak-anak menjumlahkan
     poin-poin yang ia dapat karena telah melakukan tugas yang Anda
     berikan, seperti merapikan tempat tidur, mencuci piring, membuang
     sampah, dan lain-lain. Saat mereka tidak melakukan suatu tugas,
     maka poin yang mereka peroleh dikurangi. Bonus pada setiap akhir
     pekan biasanya berupa uang. Namun, banyak dari kita tidak ingin
     anak-anak kita melakukan sesuatu dengan motivasi untuk
     mendapatkan uang. Mereka harus tahu bahwa ada hal-hal yang setiap
     anggota keluarga harus lakukan untuk memenuhi tanggung jawabnya
     sebagai salah satu anggota keluarga. Metode ini tidak lain adalah
     cara lain penyuapan yang lebih halus dan tidak akan dapat membuat
     orang tua sampai pada sebab utama atas kurangnya motivasi atau
     ketidaktaatan yang dilakukan oleh anak. Akan jauh lebih baik
     jadinya jika orang tua terkadang memberi anak bonus spesial
     karena kesediaannya bekerja sama saat ia dengan spontan melakukan
     tanggung jawabnya dalam keluarga.

  5. Anda boleh memukul anak Anda. Pemukulan haruslah menjadi pilihan
     terakhir dan dilakukan saat terjadi penentangan dari pihak anak
     yang disengaja atau ketika metode yang lain tidak efektif.
     Pemukulan tidak boleh dilakukan dengan tujuan agar anak-anak mau
     mengerjakan pekerjaan rumah. Saat pemukulan dilakukan untuk
     penentangan yang sengaja dilakukan oleh anak dan dilakukan sesuai
     dengan yang Alkitab ajarkan, maka anak akan berpikir, "Aku tidak
     akan melakukan hal seperti itu lagi." Ada pemukulan yang benar
     dan yang salah. Pemukulan yang salah adalah pemukulan yang
     dilakukan dengan kejam, sadis, dan dengan penuh amarah. Hal
     seperti itu akan menyebabkan anak dipenuhi dengan amarah dan
     dendam, yang membuatnya menderita. Pemukulan yang baik dilakukan
     dengan pendekatan yang positif. Pertama-tama, ada komunikasi
     mengapa pemukulan dilakukan, dan disertai dengan "tongkat
     didikan" dan kasih. Seorang ayah memiliki tongkat didikan
     bertuliskan: "Untuk anakku dengan kasih". Alkitab menyatakan
     dengan jelas mengenai hubungan kasih dan tongkat didikan.
     (t/Dian)

  Diterjemahkan dari:
  Judul buku: How to Develop Your Child`s Temperament
  Penulis: Beverly La Haye
  Penerbit: Harvest House Publishers, Oregon 1977
  Halaman: 142 -- 145

______________________________________________________________________
o/ WARNET PENA o/

                  SEPUTAR DISIPLIN ANAK DALAM TELAGA
                       http://www.telaga.org/

  Banyak cara untuk menjadi orang tua dan pendidik yang pintar dalam
  menerapkan disiplin yang baik dan benar kepada anak. Salah satunya
  adalah melalui situs TELAGA. Anda bisa mendapatkan rekaman siaran
  langsung program acara Tegur Sapa Gembala Keluarga dari LBKK Malang.
  Jika hanya ingin membaca, tersedia pula transkrip lengkap dari
  percakapan tersebut dan juga ringkasannya. Berikut tautan seputar
  disiplin yang dapat Anda akses melalui situs TELAGA.

  1. Mendisiplin Anak
     Transkrip: http://www.telaga.org/transkrip.php?pembinaan_anak.htm
     Ringkasan: http://www.telaga.org/ringkasan.php?mendisiplin_anak.htm
     MP3: http://www.ylsa.org/telaga/mp3/T011A.MP3

  2. Mendisiplin Bukan Menghancurkan Anak
     Transkrip: http://www.telaga.org/transkrip.php?mendisiplin_bukan_menghancurkan.htm
     Ringkasan: http://www.telaga.org/ringkasan.php?mendisiplin_bukan_menghancurkan.htm
     MP3: http://www.ylsa.org/telaga/mp3/T132B.MP3

  3. Disiplin dan Emosi Anak
     Transkrip: http://www.telaga.org/transkrip.php?disiplin_dan_emosi_anak.htm
     Ringkasan: http://www.telaga.org/ringkasan.php?disiplin_dan_emosi_anak.htm

  Oleh: Davida (Redaksi)

______________________________________________________________________
o/ STOP PRESS! o/

                   LOWONGAN TENAGA PENDIDIK PESTA
              (PENDIDIKAN ELEKTRONIK STUDI TEOLOGIA AWAM)

  Yayasan Lembaga SABDA mengajak para profesional muda untuk
  bersama-sama melayani Tuhan melalui dunia teknologi informasi.
  Melalui program pendidikan jarak jauh, yaitu Pendidikan Elektronik
  Studi Teologi Awam (PESTA), YLSA ingin mengembangkan pelayanannya
  lebih luas lagi. Untuk itu, dicari tenaga PENDIDIK yang berkualitas
  untuk bekerja di YLSA, dengan syarat-syarat sebagai berikut.

  1. Sudah lahir baru dalam Kristus dan sudah dibaptis.
  2. Pendidikan S1/S2 Jurusan PAK/Teologia.
  3. Memiliki kemampuan menulis dan membuat modul pelajaran.
  4. Memiliki kemampuan komunikasi yang baik (verbal dan non verbal).
  5. Bisa bekerja dalam tim.
  6. Bisa mengoperasikan komputer dengan lancar.
  7. Terbiasa dengan internet.
  8. Bersedia ditempatkan di Solo, Jawa Tengah.
  9. Bersedia kerja penuh waktu (full time -- dalam kantor) dengan
     masa kerja minimal dua tahun.
  10. Pria/Wanita, diutamakan belum menikah.

  Jika Anda dipanggil Tuhan untuk terjun dalam pelayanan elektronik,
  silakan mengirim surat lamaran dan CV secepatnya ke:

  YLSA
  Kotak Pos 25 SLONS
  57135

  atau kirim e-mail ke:

  ==>  rekrutmen-ylsa(at)sabda.org

  Untuk mengetahui pelayanan PESTA lebih lanjut, silakan berkunjung
  ke:

  ==> http://www.pesta.org/

______________________________________________________________________
o/ MUTIARA GURU o/

            Could you provide new ways to see and hear you?
                   Could you guide me from within?
                           - Beth Fowler -
______________________________________________________________________

Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke redaksi:
<binaanak(at)sabda.org> atau <owner-i-kan-binaanak(at)hub.xc.org>
______________________________________________________________________

Pimpinan Redaksi: Davida Welni Dana
Staf Redaksi: Kristina Dwi Lestari dan Christiana Ratri Yuliani
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) e-BinaAnak 2008 -- YLSA
http://www.ylsa.org/ ~~ http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`)
Alamat berlangganan: <subscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org>
Alamat berhenti: <unsubscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org>
Arsip e-BinaAnak: http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/
Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen: http://pepak.sabda.org/

Bergabunglah dalam Network Anak di Situs In-Christ.Net:
http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_anak

______________PUBLIKASI ELEKTRONIK UNTUK PEMBINAAN GURU_______________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org