Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/40hari/2

Doa 40 Hari 2008 edisi 2 (1-9-2008)

Islam Normatif

                       Senin, 1 September 2008

                           ISLAM NORMATIF 

Islam teologis-Normatif termasuk salah satu corak paham keislaman yang 
paling tua dibandingkan dengan corak paham keislaman lainnya. Corak 
paham keislaman ini sering dipertentangkan dengan corak paham 
keislaman yang historis empiris, dan termasuk yang paling banyak 
dianut oleh masyarakat Indonesia. 

Adapun kata normatif berasal dari bahasa Inggris "nom" yang berarti 
norma, ajaran, acuan, ketentuan tentang masalah yang baik dan yang 
buruk, yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. (John 
M.Ecnolos dan Hasan Shadili, Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta Gramedia 
1980, cetakan VIII, hal 396). Maka Islam teologis normatif dapat 
diartikan sebagai paham bahwa ajaran Islam adalah wahyu yang berasal 
dari Tuhan, wajib diyakini, diterima sebagai kebenaran mutlak yang 
tidak boleh diganggu gugat. Paham ini lebih menekankan pada aspek 
batiniah-eksoterik serta makna terdalam dan moralis yang dikandung 
dalam ajaran agama itu sendiri. Paham keagamaan ini cenderung 
mengabsolutkan teks yang sudah tertulis, tanpa perlu memahami terlebih 
dahulu apa yang sesungguhnya melatarbelakangi teks keagamaan yang ada. 
(Buku "H. Abuddin Nata", 2001, hal. 29) 

Paham teologis-normatif cenderung mengutamakan kesetiaan kepada 
kelompoknya sendiri. 

CIRI-CIRINYA: 

1. Adanya keterlibatan pribadi dan penghayatan yang begitu kental dan 
   pekat kepada ajaran-ajaran teologi yang diyakini kebenarannya. 
 
2. Mengungkapkan perasaan dan pemikiran dengan menggunakan bahasa 
   aktor (pelaku tindakan). Dalam pandangan teologis normatif manusia 
   terikat dalam norma keyakinan yang dianutnya, sehingga dirinya 
   terpatri dalam kerangka kehidupan keagamaan yang statis, teologi 
   yang memengaruhi teologis normatif ini adalah teologi klasik. 

3. Dalam refleksi sosiologis, teologi ini sama sekali tidak 
   menghendaki adanya dialektika secara bebas dan terbuka dengan 
   peradaban dan kebudayaan lain yang berada di luar dirinya. Demikian 
   pula dengan pemahaman mengenai nilai kebenaran. Karena itu penganut 
   paham Islam teologis-normatif ini lebih mengklaim sebagai yang 
   benar, ketika dihadapkan padanya kenyataan atau realitas yang 
   memuat nilai yang asing atau berbeda dengannya. 

Dalam bidang politik, paham Islam teologis-normatif memiliki 
ciri-ciri yang khas pula. Dalam bidang politik kekuasaan sewaktu-waktu 
bisa muncul menjadi ideologi politik yang radikal/tiranik, dengan 
mengatasnamakan agama, seperti jatuhnya beberapa daulah (ketetapan) 
Islamiah yang didominasi oleh pandangan teologi ini, terutama teologi 
Jabariah. 

Latar belakang timbulnya paham teologi-normatif. Al-Qur`an mendorong 
umat Islam untuk merenungkan fenomena alam dan sosial dalam 
hubungannya dengan meyakini adanya Tuhan. Cara berpikir teologis ini 
berusaha mencari jawaban mutlak dari masalah-masalah yang dihadapi, 
seperti sebab pertama dan terakhir dari segala sesuatu.(Buku "Syamsul 
Arifin dkk", hal. 49) 

Sebab lain, karena begitu kuatnya paham teologi teo-sentris yang 
berkembang di dunia Islam, yaitu teologi Asy`ariyah. Dalam kaitannya 
dengan akal, Asy`ariyah berpendapat bahwa kewajiban mengetahui Tuhan, 
kewajiban mengetahui baik dan jahat serta kewajiban mengetahui yang 
baik dan menjauhi yang buruk tidak dapat dicapai oleh akal, melainkan 
harus melalui wahyu yang disampaikan oleh Tuhan (Buku "Harun 
Nasution", 1985, hal. 87). 

POKOK DOA:
Lihat pokok doa yang kami kirim pada hari Minggu, 31 Agustus 2008.


 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org