Arti Kudus -- Kekudusan dari Ensiklopedia Alkitab


Jenis Bahan PEPAK: Artikel

Edisi PEPAK: e-BinaAnak 728- Mengajarkan Arti Kekudusan kepada Anak (I)

Istilah-istilah yang prinsipal untuk kata "kudus" adalah "gadosy" dan "qodesy" (Ibrani), dan "hagios" (Yunani). Terjemahan yang lazim bagi keduanya adalah kudus, walaupun kadang-kadang keduanya diterjemahkan dengan "suci". Perbedaan antara kudus dan suci tidaklah gamblang.

Jika yang dipikirkan adalah kualitas hakiki Tuhan dan manusia, dipakailah istilah kudus. Istilah suci menekankan akibat daripada sikap yang menjurus kepada kesucian.

"Qadosy" dapat berarti "terpisah" (dikhususkan) atau "terpotong dari", digunakan terhadap keadaan terlepasnya seseorang atau suatu benda (supaya Tuhan dapat memakainya, dan dengan demikian terhadap keadaan orang atau objek yang dilepas itu). "Hagios" mempunyai dasar pemikiran yang sama mengenai keterpisahan dan kesucian terhadap Allah. Kata "mahakudus" dalam Kisah Para Rasul 2:27 dan kata "kudus" dalam Wahyu 15:4 adalah terjemahan dari kata Yunani "hosios" (di tempat lain diterjemahkan suci atau saleh), suatu kata yang mengandung arti hubungan yang benar dengan Allah, mungkin juga dalam pengertian kekasih.

A. Kekudusan Allah

Istilah kudus di PL sama dengan di PB, dipakai dalam pengertian tertinggi terhadap Allah. Istilah itu menunjuk pertama kepada keterpisahan Allah dari ciptaan dan bahwa Ia mengungguli ciptaan itu. Demikianlah "kudus" menggambarkan transendensi Allah. Yahweh, sebab kekudusan-Nya berdiri bertentangan dengan ilah-ilah (Keluaran 15:11) demikian juga dengan seluruh ciptaan (Yesaya 40:25).

Istilah itu juga menunjuk kepada hubungan dan mengandung arti ketentuan Allah untuk memelihara kedudukan-Nya sendiri terhadap makhluk-makhluk bebas lainnya. Itu adalah pengesahan Allah sendiri, sifat Yahweh yang menjadikan diri-Nya sendiri ukuran mutlak bagi diri-Nya sendiri (Godet). Istilah itu tidak hanya menjelaskan perbedaan Allah dan manusia (Hosea 11:9). Hal itu sama artinya dengan Allah yang tertinggi, dan terutama menekankan sifat Allah yang sangat menakutkan (Mazmur 99:3).

Karena kekudusan meliputi setiap keistimewaan sifat Allah, hal itu dapat disifatkan sebagai demikianlah Allah adanya. Sebagaimana sinar matahari mencakup semua warna dalam spektrumnya dan menjadi cahaya (terang), demikianlah dalam penyataan diri-Nya sendiri, semua sifat Allah menjadi satu dalam kekudusan. Untuk maksud itu, kekudusan pernah disebut "sifat dari segala sifat" yang kesatuannya mencakup segala sifat Allah. Untuk mengerti keberadaan dan perangai Allah sebagai hanya kumpulan kesempurnaan yang abstrak, berarti membuat Allah tidak riil. Di dalam Allah -- dari Alkitab --, kesempurnaan hidup berfungsi dalam kekudusan.

Karena itu, dapatlah dimengerti mengapa kekudusan khas disifatkan dalam Kitab Suci untuk setiap Oknum Allah Tritunggal, Bapa (Yohanes 17:11), Anak (Kisah Para Rasul 4:30), dan khususnya bagi Roh Kudus sebagai yang menyatakan dan yang mengaruniakan kekudusan Allah kepada ciptaan-Nya.

B. Kekudusan Allah dalam Hubungan dengan Umat-Nya

PL menggunakan kata "kudus" atas orang yang dinobatkan bagi maksud-maksud agamawi, misalnya para imam yang ditahbiskan dalam upacara istimewa, juga seluruh umat Israel sebagai satu bangsa yang disucikan bagi Allah tidak sama dengan bangsa-bangsa lain. Jadi, hubungannya dengan Allah menjadikan Israel satu bangsa kudus dan dalam pengertian ini, "kudus" mengacu kepada pengungkapan tertinggi hubungan perjanjian Israel dan Allah. Jalan pikiran ini tidak terlepas dari PB, sebagaimana dalam 1 Korintus 7:14, di mana suami yang tidak beriman dikuduskan karena hubungannya dengan istri yang beriman, demikian sebaliknya.

Namun, konsepsi mengenai kekudusan berkembang, sejalan dengan penyataan Allah, dari luar ke dalam, dari yang bersifat upacara kepada kenyataan; maka 'kudus' mendapat arti etis yang kuat, dan ini adalah maknanya, yang nyaris satu-satunya makna dalam PB. Para nabi memproklamirkan kekudusan sebagai penyataan sendiri oleh Allah, kesaksian yang Ia terapkan pada diri-Nya sendiri dan segi yang Ia kehendaki supaya makhluk ciptaan-Nya mengenal Dia demikian. Para nabi menyatakan bahwa Allah menghendaki untuk mengomunikasikan kekudusan-Nya kepada makhluk ciptaan-Nya, dan sebaliknya, Ia menuntut kesucian dari mereka. Apabila "Aku ini kudus adanya", demikianlah pernyataan Allah sendiri yang mengangkat hakikat diri-Nya mengungguli makhluk ciptaan-Nya, demikianlah "hendaknya kamu kudus" adalah seruan Allah bagi makhluk ciptaan-Nya supaya mereka dapat menjadi orang yang mengambil bagian dalam kekudusan-Nya (Ibrani 12:10). Kekudusan Allah dikaruniakan kepada jiwa manusia, pada saat ia dilahirkan kembali, dan itulah yang menjadi sumber dan landasan bagi tabiat yang suci.

Kristus dalam hidup dan sifat-sifat-Nya adalah teladan tertinggi kekudusan Allah. Dalam Dia, keadaan kudus, bahkan lebih daripada hanya tidak berdosa: itu adalah penyerahan-Nya yang seutuhnya kepada kehendak dan maksud Allah. Untuk itu, Yesus menguduskan diri-Nya sendiri (Yohanes 17:19). Kekudusan Kristus adalah ukuran bagi sifat orang Kristen dan jaminannya, "Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu" (Ibrani 2:11).

Dalam PB, petunjuk rasuli bagi orang Kristen ialah orang-orang kudus (hagioi). Istilah ini terus dipakai sebagai petunjuk umum, sekurang-kurangnya sampai zaman Ireneus dan Tertullianus (abad 3 sM), kendati sesudah itu, dalam pemakaian gerejawi derajatnya merosot menjadi gelar yang diperoleh sebagai kehormatan. Walaupun arti utamanya adalah hubungan dengan pribadi, toh juga menggambarkan sifat, dan terutama sifat seperti sifat Kristus. Di mana-mana dalam PB ditekankan arti kekudusan secara etis bertentangan dengan hal-hal yang kotor. Kekudusan ialah panggilan tertinggi bagi orang Kristen dan tujuan daripada hidupnya. Pada Hari Kiamat, menurut Kitab Suci, ada dua kategori manusia, yaitu yang benar dan yang jahat.

C. Makna Eskatologis Mengenai Kekudusan

Kitab Suci menekankan kemantapan sifat moral (Wahyu 22:11), juga menekankan segi pembalasan dari kekudusan Allah, yang mencakup dunia dalam penghakiman. Berdasarkan hakikat Allah, hidup diatur sedemikian rupa sehingga dalam kekudusan terdapat sejahtera, dalam dosa terdapat kutuk. Karena kekudusan Allah tidak bisa membuat dan mengindahkan suatu alam semesta di mana dosa dapat tumbuh dengan sempurna, maka kualitas pembalasan dalam pemerintahan Allah menjadi jelas. Namun, pembalasan itu bukanlah akhir dari segala sesuatu; kekudusan Allah menjamin bahwa akan ada perbaikan akhir, suatu regenerasi dalam bidang moral. Eskatologi Alkitab berjanji bahwa kekudusan Allah akan membersihkan alam semesta, lalu menciptakan langit baru dan bumi baru di mana terdapat kebenaran (2 Petrus 3:13).

KEPUSTAKAAN: KEPUSTAKAAN. A Murray, Holy in Christ, 1888; R Otto (trJ. W Harvey), The Idea of theHoly,1946; ERE, 6, hlm 731-759; W. E Sangster, The Path to Perfection, 1943; H Seebass, C Brown, di NIDNTT 2, hlm 223-238; TDNT 1, hlm 88-115, 122: 3, hlm 221-230; 5, hlm 489-493; 7, hlm 175-185. RAF/P

Diambil dari:

Nama situs : Alkitab SABDA
Alamat URL : http://alkitab.sabda.org/dictionary.php?word=Kekudusan
Penulis artikel : Tidak dicantumkan
Tanggal akses : 12 April 2016

Kategori Bahan PEPAK: Pengajaran - Doktrin

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK

Komentar