Home
       

Resources
Artikel
Artikel-artikel MISI
Bahan PA
Misi Allah Bagi Dunia &
Para Pengubah Dunia
Cerita Misi
Alkitab di Seluruh Dunia :
48 Kisah Nyata
Buku
Buku-buku Misi
Doa
Doa bagi Negara
Doa bagi Kota
Doa bagi Suku
PD Timotius
40 Hari Doa
e-KJDN
Info
Sejarah
Ulasan Tokoh MISI
Lembaga
Lebih dekat dengan lembaga MISI
Media
Berbagai program pengabaran Injil
Lintas
Lintas Religi
Profil Suku di Indonesia
 
 Renungan
 Kesaksian
 
 
| suku 61
dari 61 suku
SUKU WOLIO
Sumatera tenggara

Letak : Sulawesi Tenggara
Populasi : 30.000 jiwa
Bahasa : Wolio
Agama Mayoritas : Islam
Anggota Gereja : 2 (0,006%)
Alkitab dalam bahasa Wolio : Tidak Ada
Film Yesus dalam bahasa Wolio : Tidak Ada
Siaran radio penginjilan dalam bahasa Wolio : Tidak Ada

Suku wolio atau yang biasa juga disebut orang-orang Buton berdiam di kepulauan Buton, Muna dan Kabaena di Propinsi Sulawesi Tenggara dan pulau-pulau kecil di propinsi Sulawesi Selatan. Mereka berbicara dalam bahasa Wolio, sub kelompok bahasa Buton-Muna dari kelompok bahasa Austronesia. Nenek moyang mereka adalah imigran yang datang dari Johor sekitar abad 15 yang mendirikan kerajaan Buton. Pada tahun 1960, dengan kematian sultan yang terakhir, kesultanan dibubarkan yang akhirnya mencerai-beraikan tradisi di kepulauan tersebut. Dalam kerajaan Buton diterapkan pula sistem kasta. Saat ini, Buton lebih terkenal sebagai penghasil aspal di Indonesia.

SOSIAL BUDAYA

Di dalam perkampungan mereka umumnya terdapat pasar yang menjual hasil-hasil tenunan dari sutera, katun dan sejenisnya. Banyak kampung juga memiliki toko-toko kecil dan penjaja keliling, di mana hal ini terlihat dari gerobak-gerobak yang mereka buat sendiri untuk berjualan. Mata pencaharian utama suku Wolio adalah bertani, karena tanah yang mereka tempati sangatlah subur. Hasil pertanian tersebut antara lain beras, jagung dan singkong. Banyak juga yang menjadi nelayan atau pembuat perahu. Perairan pulau Buton dan Mina kaya akan ikan tuna dan ikan ekor kuning. Tetapi sejak kesempatan untuk memperoleh penghasilan yang cukup di daerah terasa sulit, banyak dari mereka yang kemudian pergi meninggalkan pulau mereka dengan bekerja sebagai buruh di perusahan-perusahaan dagang dalam jangka waktu yang lama.

Saat ini, banyak orang-orang Wolio asli yang tinggal di Indonesia bagian timur (Maluku dan Irian Jaya). Dalam masyarakat Wolio, laki-laki yang mencari nafkah, sedangkan wanita menyiapkan makan, melakukan pekerjaan rumah tangga, membuat barang-barang dari tanah liat, menenun dan menyimpan uang yang telah dikumpulkan oleh kaum laki-laki. Sejak dulu, orang Wolio juga sangat mementingkan pendidikan. Pendidikan yang baik terhadap anak laki-laki dan perempuan membuat mereka memiliki kesusasteraan yang maju. Tidak ketinggalan pula dalam hal mempelajari bahasa asing. Karena itu, saat ini mulai terlihat hasil-hasil kemajuan di bidang sosial.

Perkawinan dalam kebudayaan Buton sudah bersifat monogami. Setelah menikah, pasangan akan tinggal di rumah keluarga wanita sampai sang suami anggup mendirikan rumah sendiri. Tanggup jawab membesarkan anak ada di bahu ayah dan ibu. Rumah tempat tinggal suku Wolio didirikan di atas sebidang tanah dengan menggunakan papah yang kuat, dengan sedikit jendela dan langit-langit yang terbuat dari papan yang kecil dan daun kelapa.

AGAMA/KEPERCAYAAN

Hampir semua orang Wolio beragama Islam. Namun, terdapat kepercayaan terhadap roh-roh. Selain itu, di tingkat pusat juga dikenal suatu aliran yang disebut Sufi. Melalui ajaran Sufi ini, mereka melakukan meditasi untuk mencari visi dari Allah atau mencari hal-hal yang tersembunyi di luar akal mereka. Reinkarnasi juga dipercaya oleh banyak dari mereka sebagai akibat dari ajaran Hindu yang masih melekat. Roh-roh jahat yang dapat menimbulkan penyakit, roh-roh penolong yang dapat memberikan petunjuk-petunjuk adalah roh-roh yang mereka percayai. Selain itu mereka juga percaya adanya roh para leluhur yang dapat menolong atau dapat menimbulkan penyakit tergantung dari tingkah laku/kebiasaan mereka.

KEBUTUHAN

Orang Wolio membutuhkan lapangan pekerjaan yang dapat menghasilkan uang untuk membiayai hidup. Kendatipun tanah mereka subur, hasil pertanian dan juga non pertanian belum dapat meningkatkan perekonomian orang Wolio secara berarti. Keadaan geografis yang berupa kepulauan membutuhkan sarana perhubungan yang cukup memadai untuk memungkinkan mereka mengadakan kontak dengan dunia luar. Para nelayan membutuhkan ketrampilan menangkap ikan dan pengetahuan yang cukup untuk dapat meningkatkan produksi dan distribusi hasil laut daerah mereka yang terkenal seperti ikan tuna dan ikan ekor kuning di pulau Buton dan Muna. Selain itu, sikap haus ilmu orang Wolio memproyeksikan KEBUTUHAN pengajar dan pendidik yang dapat mengembangkan potensi dan wawasan mereka.

POKOK DOA
Kemudian daripada itu aku melihat : sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhintung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru : "Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba !" (\\/TB #Wahyu 7:9-10*\\)
  1. Berdoa agar Tuhan mencurahkan Roh Kudus, berkat dan kasihNya di tengah-tengah suku Wolio, agar terang dan kemuliaan Tuhan bercahaya di atasnya. Berdoa agar hati mereka disentuh oleh kasih Tuhan melalui berbagai cara dan mereka yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan.
  2. Berdoa agar Tuhan yang empunya tuaian membangkitkan gerejaNya untuk bersatu dan bekerjasama, menyediakan pekerja : pendoa syafaat, penerjemah Alkitab, kaum profesional, penabur dan penuai untuk memberkati dan meningkatkan kesejahteraan hidup suku Wolio
  3. Berdoa bagi adanya lembaga & gereja yang digerakkan oleh Tuhan untuk mengadopsi suku Wolio yang juga berbeban dalam meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.

Jika saudara ingin mengetahui informasi lebih lanjut, silahkan menghubungi :
PJRN
Kotak Pos 6739/JKUKP - Jakarta 14607
Telp/Fax. (021) 45843235-42

Untuk kalangan sendiri
|



 Ke atas 
© 2003 YLSA