SUKU WOLIO
Sumatera tenggara
Letak | : | Sulawesi Tenggara |
Populasi | : | 30.000 jiwa |
Bahasa | : | Wolio |
Agama Mayoritas | : | Islam |
Anggota Gereja | : | 2 (0,006%) |
Alkitab dalam bahasa Wolio | : | Tidak Ada |
Film Yesus dalam bahasa Wolio | : | Tidak Ada |
Siaran radio penginjilan dalam bahasa Wolio | : | Tidak Ada |
Suku wolio atau yang biasa juga disebut orang-orang Buton
berdiam di kepulauan Buton, Muna dan Kabaena di Propinsi Sulawesi
Tenggara dan pulau-pulau kecil di propinsi Sulawesi Selatan. Mereka
berbicara dalam bahasa Wolio, sub kelompok bahasa Buton-Muna dari
kelompok bahasa Austronesia. Nenek moyang mereka adalah imigran yang
datang dari Johor sekitar abad 15 yang mendirikan kerajaan Buton.
Pada tahun 1960, dengan kematian sultan yang terakhir, kesultanan
dibubarkan yang akhirnya mencerai-beraikan tradisi di kepulauan
tersebut. Dalam kerajaan Buton diterapkan pula sistem kasta. Saat
ini, Buton lebih terkenal sebagai penghasil aspal di Indonesia.
SOSIAL BUDAYA
Di dalam perkampungan mereka umumnya terdapat pasar yang
menjual hasil-hasil tenunan dari sutera, katun dan sejenisnya. Banyak
kampung juga memiliki toko-toko kecil dan penjaja keliling, di mana
hal ini terlihat dari gerobak-gerobak yang mereka buat sendiri untuk
berjualan. Mata pencaharian utama suku Wolio adalah bertani, karena
tanah yang mereka tempati sangatlah subur. Hasil pertanian tersebut
antara lain beras, jagung dan singkong. Banyak juga yang menjadi
nelayan atau pembuat perahu. Perairan pulau Buton dan Mina kaya akan
ikan tuna dan ikan ekor kuning. Tetapi sejak kesempatan untuk
memperoleh penghasilan yang cukup di daerah terasa sulit, banyak dari
mereka yang kemudian pergi meninggalkan pulau mereka dengan bekerja
sebagai buruh di perusahan-perusahaan dagang dalam jangka waktu yang
lama.
Saat ini, banyak orang-orang Wolio asli yang tinggal di
Indonesia bagian timur (Maluku dan Irian Jaya). Dalam masyarakat
Wolio, laki-laki yang mencari nafkah, sedangkan wanita menyiapkan
makan, melakukan pekerjaan rumah tangga, membuat barang-barang dari
tanah liat, menenun dan menyimpan uang yang telah dikumpulkan oleh
kaum laki-laki. Sejak dulu, orang Wolio juga sangat mementingkan
pendidikan. Pendidikan yang baik terhadap anak laki-laki dan
perempuan membuat mereka memiliki kesusasteraan yang maju. Tidak
ketinggalan pula dalam hal mempelajari bahasa asing. Karena itu, saat
ini mulai terlihat hasil-hasil kemajuan di bidang sosial.
Perkawinan dalam kebudayaan Buton sudah bersifat monogami.
Setelah menikah, pasangan akan tinggal di rumah keluarga wanita
sampai sang suami anggup mendirikan rumah sendiri. Tanggup jawab
membesarkan anak ada di bahu ayah dan ibu.
Rumah tempat tinggal suku Wolio didirikan di atas sebidang tanah
dengan menggunakan papah yang kuat, dengan sedikit jendela dan
langit-langit yang terbuat dari papan yang kecil dan daun kelapa.
AGAMA/KEPERCAYAAN
Hampir semua orang Wolio beragama Islam. Namun, terdapat
kepercayaan terhadap roh-roh. Selain itu, di tingkat pusat juga
dikenal suatu aliran yang disebut Sufi. Melalui ajaran Sufi ini,
mereka melakukan meditasi untuk mencari visi dari Allah atau mencari
hal-hal yang tersembunyi di luar akal mereka. Reinkarnasi juga
dipercaya oleh banyak dari mereka sebagai akibat dari ajaran Hindu
yang masih melekat. Roh-roh jahat yang dapat menimbulkan penyakit,
roh-roh penolong yang dapat memberikan petunjuk-petunjuk adalah
roh-roh yang mereka percayai. Selain itu mereka juga percaya adanya
roh para leluhur yang dapat menolong atau dapat menimbulkan penyakit
tergantung dari tingkah laku/kebiasaan mereka.
KEBUTUHAN
Orang Wolio membutuhkan lapangan pekerjaan yang dapat
menghasilkan uang untuk membiayai hidup. Kendatipun tanah mereka
subur, hasil pertanian dan juga non pertanian belum dapat
meningkatkan perekonomian orang Wolio secara berarti. Keadaan
geografis yang berupa kepulauan membutuhkan sarana perhubungan yang
cukup memadai untuk memungkinkan mereka mengadakan kontak dengan
dunia luar. Para nelayan membutuhkan ketrampilan menangkap ikan dan
pengetahuan yang cukup untuk dapat meningkatkan produksi dan
distribusi hasil laut daerah mereka yang terkenal seperti ikan tuna
dan ikan ekor kuning di pulau Buton dan Muna. Selain itu, sikap haus
ilmu orang Wolio memproyeksikan KEBUTUHAN pengajar dan pendidik yang
dapat mengembangkan potensi dan wawasan mereka.
POKOK DOA
Kemudian daripada itu aku melihat :
sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang
banyak yang tidak dapat terhintung banyaknya, dari
segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa,
berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak
Domba, memakai jubah putih dan memegang
daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan
suara nyaring mereka berseru : "Keselamatan
bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan
bagi Anak Domba !"
(\\/TB #Wahyu 7:9-10*\\)
- Berdoa agar Tuhan mencurahkan Roh Kudus, berkat dan kasihNya di
tengah-tengah suku Wolio, agar terang dan kemuliaan Tuhan
bercahaya di atasnya. Berdoa agar hati mereka disentuh oleh kasih
Tuhan melalui berbagai cara dan mereka yang berseru kepada nama
Tuhan akan diselamatkan.
- Berdoa agar Tuhan yang empunya tuaian membangkitkan gerejaNya
untuk bersatu dan bekerjasama, menyediakan pekerja : pendoa
syafaat, penerjemah Alkitab, kaum profesional, penabur dan penuai
untuk memberkati dan meningkatkan kesejahteraan hidup suku
Wolio
- Berdoa bagi adanya lembaga & gereja yang digerakkan oleh Tuhan
untuk mengadopsi suku Wolio yang juga berbeban dalam meningkatkan
kesejahteraan hidup mereka.
Jika saudara ingin mengetahui informasi lebih lanjut,
silahkan menghubungi :
PJRN
Kotak Pos 6739/JKUKP - Jakarta 14607
Telp/Fax. (021) 45843235-42
Untuk kalangan sendiri