Home
       

Resources
Artikel
Artikel-artikel MISI
Bahan PA
Misi Allah Bagi Dunia &
Para Pengubah Dunia
Cerita Misi
Alkitab di Seluruh Dunia :
48 Kisah Nyata
Buku
Buku-buku Misi
Doa
Doa bagi Negara
Doa bagi Kota
Doa bagi Suku
PD Timotius
40 Hari Doa
e-KJDN
Info
Sejarah
Ulasan Tokoh MISI
Lembaga
Mengenal Lembaga MISI
Media
Berbagai program pengabaran Injil
Lintas Budaya
Lintas Religi
Profil Suku di Indonesia
Profil Bangsa
Profil Bangsa di Dunia
 
 Renungan
 Kesaksian
 
Gerakan-gerakan Perintisan Jemaat
halaman 1
dari 1

|


Gerakan-gerakan Perintisan Jemaat
Pengantar
Bab 1 -- Apa itu Gerakan Perintisan Jemaat?
Bab 2 -- GPJ Dari Dekat
Sekelompok Masyarakat di Amerika Latin
Sebuah Daerah di Cina
Boldari di India
Orang Khmer di Kamboja
Pergerakan-Pergerakan Lain Yang Sedang Merebak
Bab 3 -- Sepuluh Unsur Universal
Bab 4 -- Sepuluh Faktor Umum
Bab 5 -- Sepuluh Penanganan Praktis
Bab 6 -- Pertanyaan-Pertanyaan Yang Sering Dilontarkan
Bab 7 -- Kendala-Kendala Bagi Suatu GPJ
Bab 8 -- Visi GPJ Bagi Dunia
Glosari Gerakan Perintisan Jemaat


GERAKAN-GERAKAN PERINTISAN JEMAAT

[Indeks 00000]

diterjemahkan dari:
Church Planting Movements

David Garrison
Office of Overseas Operations
International Mission Board
of the Southern Baptist Convention
P.O. Box 6767 o Richmond, VA 23230-0767

Untuk informasi lebih lanjut tentang buku ini dan bahan-bahan sejenis, hubungi:

Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Kotak Pos 25/SLONS - Surakarta 57135
Email: ==> explorer mailto:ylsa@sabda.org
Situs Web: ==> explorer http://www.sabda.org/ylsa/

Pengantar

[Indeks 00000]

Laporan-laporan berdatangan dari segala penjuru dunia. Awalnya hanya sedikit, tapi sekarang menjadi semakin sering, satu sama lain saling mempertegas laporan-laporan tentang jumlah yang mencengangkan dari orang-orang yang percaya kepada Kristus: ratusan, ribuan, bahkan puluhan ribu, membentuk jemaat-jemaat dan menyebarluaskan iman mereka yang baru.

Asia Tenggara
Ketika seorang koordinator bagian strategi mengawali penugasannya pada tahun 1993, hanya ada tiga gereja dan 85 orang percaya di antara populasi yang berjumlah lebih dari 7 juta jiwa yang belum terjangkau. Empat tahun kemudian, terdapat lebih dari 550 gereja dan sekitar 55.000 orang percaya.

Afrika Utara
Dalam khotbah Jumat mingguannya, seorang imam Muslim Arab, berkeberatan bahwa lebih dari 10.000 muslim yang tinggal di daerah pegunungan sekitar situ telah beralih dari Islam dan menjadi orang Kristen.

Sebuah Kota di Cina
Dalam kurun waktu empat tahun (1993-1997), lebih dari 20.000 orang menjadi percaya, dan menghasilkan terbentuknya lebih dari 500 gereja.

Amerika Latin
Dua persatuan gereja Baptis berhasil mengatasi penganiayaan yang serius dari pemerintah sehingga bertumbuh dari 235 gereja dalam tahun 1990, menjadi lebih dari 3200 di tahun 1998.

Asia Tengah
Seorang koordinator bagian strategi melaporkan: "Kira-kira pada akhir tahun 1996, kami berkunjung ke bermacam-macam gereja di daerah itu dan memperoleh catatan mereka tentang berapa banyak orang yang menerima Kristus dalam sepanjang tahun itu. Waktu seluruh catatan itu dijumlahkan, didapati ada 15.000 pembaptisan dilakukan dalam setahun. Tahun sebelumnya kami perkirakan keseluruhannya hanya 200 orang."

Eropa Barat
Seorang misionaris di Eropa melaporkan: "Tahun lalu (1998), saya dan istri saya memulai 15 kelompok gereja sel yang baru. Waktu kami harus pergi selama enam bulan untuk tugas luar daerah, kami bertanya-tanya kira-kira apa yang akan kami dapati waktu kembali. Benar-benar mengejutkan! Kami dapat membuktikan bahwa saat ini paling tidak ada 30 gereja, tapi saya yakin jumlah yang ada sebenarnya bisa dua atau tiga kali lipat."

Etiopia
Seorang pembuat strategi misi berkomentar, "Kami memerlukan 30 tahun untuk membangun 4 gereja di negara ini. Dalam sembilan bulan terakhir ini, kami sudah memulai 65 gereja sel."

Saat ini seluruh bagian dunia sedang digetarkan oleh semacam Gerakan Perintisan Jemaat. Kadang-kadang yang kami lihat hanya angka-angka, tapi sering kali deretan angka-angka itu disertai dengan penggambaran yang sangat hidup, seperti pesan e-mail yang baru diterima ini: "Semua pemimpin/gembala dalam gereja-gereja sel kami adalah orang-orang awam karena kami mengalihtugaskan kerja dengan cepat sampai-sampai seorang misionaris kadang-kadang hanya memimpin dua, paling banyak tiga kali pertemuan Pemahaman Alkitab, sebelum Tuhan mengangkat setidaknya seorang pemimpin dari kelompok itu. Pemimpin yang baru ini bukan cuma diselamatkan, tapi pada saat yang sama juga terlihat mempunyai panggilan untuk memimpin. Jadi, kami lalu membaptis dan memberikan padanya sebuah Alkitab. Setelah para petobat/pemimpin baru ini dibaptis, mereka begitu berapi-api, sampai-sampai kami tidak dapat membendung mereka lagi. Mereka menyebar ke seluruh negara memulai pertemuan-pertemuan Pemahaman Alkitab, dan beberapa minggu setelah itu kami mulai mendengar berita tentang sudah berapa banyak gereja yang mulai berjalan. Ini benar-benar hal paling menakjubkan yang pernah kami lihat! Kami tidak memulainya, dan kalau kami melakukannya, kami tidak dapat menghentikannya."

Jauh di balik kegairahan dan luapan kegembiraan karena hal-hal di atas, banyak misionaris tertinggal dalam setumpuk pertanyaan. Sebagian besar dari mereka tidak pernah melihat Gerakan Perintisan Jemaat sebelumnya. Tapi membawa satu suku bangsa datang pada Kristus adalah nuansa memikat yang menjadi mimpi setiap misionaris. Pemikiran bahwa ada lautan manusia sedang menunggu-nunggu untuk mendengar dan menanggapi berita injil adalah gairah yang membakar hati dan pikiran setiap misionaris di seluruh dunia.

Jadi apa itu Gerakan Perintisan Jemaat? Fenomena apakah ini yang telah begitu memukau kita? Di mana saja Gerakan-gerakan Perintisan Jemaat ini berlangsung? Kenapa baru sekarang terjadi? Apakah ini sesuatu yang baru atau sebenarnya sejak lama ia sudah ada bersama kita? Apa penyebabnya? Apakah peristiwa-peristiwa ini terjadi secara acak, atau ada sesuatu yang sama di semua pergerakan? Apakah ada sesuatu yang bisa kita lakukan untuk mendorong terjadinya hal tersebut?

Semakin banyak misionaris dan pakar strategi misi melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang sulit tersebut serta berusaha memahami sifat alamiah dari Gerakan-gerakan Perintisan Jemaat ini. Pertanyaan-pertanyaan yang sulit biasanya memimpin kepada jawaban-jawaban yang sangat membantu. Pertanyaan-pertanyaan di atas dan jawaban-jawabannya merupakan pokok bahasan buku ini.

Untuk mendapatkan intisari pokok-pokok pikiran tadi, kami telah bertanya kepada banyak misionaris, pakar strategi misi dan orang-orang yang mempunyai pengalaman pribadi dengan Gerakan Perintisan Jemaat, untuk memikirkan apa yang telah mereka alami dan memproses berbagai pengalaman itu dalam suatu forum yang mengundang kritik dan analisa. Lewat mata mereka, kami telah berusaha memisahkan unsur-unsur kunci yang menumbuhkan fenomena ini maupun rintangan-rintangan yang menghalangi terjadinya Gerakan Perintisan Jemaat. Kami juga menugaskan mereka untuk menyediakan langkah-langkah praktis dalam memulai maupun memelihara Gerakan Perintisan Jemaat. Penyusun sangat berhutang budi kepada para sejawat pemberita injil ini.

Tujuan penyusunan buku ini adalah untuk:

  1. mendefinisikan Gerakan Perintisan Jemaat;
  2. mengidentifikasikan ciri-ciri universalnya;
  3. memeriksa halangan-halangan umum bagi Gerakan Perintisan Jemaat;
  4. menganalisa sejumlah studi kasus aktual;
  5. menyediakan tuntunan praktis untuk memulai dan memelihara Gerakan Perintisan Jemaat; dan
  6. membicarakan beberapa pertanyaan yang sering kali dikemukakan tentang Gerakan Perintisan Jemaat.

Semua studi kasus dan ilustrasi yang digunakan dalam buku ini datang dari segala penjuru dunia. Beberapa dikumpulkan dari negara-negara bebas di mana hanya sedikit aturan perundangan yang menjadi penghalang pemberitaan injil. Lainnya lagi berasal dari tempat-tempat di mana kekristenan dianiaya bahkan dilarang. Kami tidak berani meniadakan Gerakan Perintisan Jemaat ini dari laporan peninjauan kami, tapi kami merasa harus merahasiakan nama dan tempat dengan tujuan melindungi mereka yang terlibat.

Buku ini tidak disusun di atas teori-teori yang sedang kami coba untuk dibuktikan, juga bukanlah sebuah bagan isian baku yang kami paksakan berlaku untuk beragam situasi. Ini adalah deskripsi dari apa yang telah kami lihat dan pelajari. Prinsip-prinsip yang ada disimpulkan dari Gerakan Perintisan Jemaat yang aktual oleh mereka yang terlibat di dalamnya. Untuk menyajikan ketepatan penggambarannya sepersis mungkin, akan kami sebutkan pada anda ciri-ciri apa yang sering kali muncul dan juga ciri mana yang tidak biasa.

Kami berdoa agar buklet ini menjadi sumber yang bermanfaat bagi rekan-rekan misionaris dan penginjil di seluruh dunia, pada saat kita semua berusaha memahami apa yang sedang Bapa kerjakan dan menempatkan diri kita di dalam misi bersama-Nya, saat Ia mengungkapkan Gerakan Perintisan Jemaat di antara segala suku bangsa.



Bab 1 -- Apa itu Gerakan Perintisan Jemaat?

[Indeks 00000]

Pada tahun 1998, Tim Pimpinan Komite Luar Negeri dari International Mission Board mengadopsi sebuah pernyataan visioner: Kami akan menolong orang-orang yang belum terjangkau untuk datang mendapatkan keselamatan iman dalam Yesus Kristus dengan memulai dan memelihara Gerakan Perintisan Jemaat di antara segala suku bangsa. Pernyataan dari visi ini menjadi acuan pelayanan dari sekitar 5.000 misionaris IMB di lebih dari 150 negara di berbagai belahan dunia.

Jadi, apakah sesungguhnya Gerakan Perintisan Jemaat itu? Definisi yang sederhana dan ringkas dari Gerakan Perintisan Jemaat (GPJ) adalah: peningkatan yang cepat dan eksponensial dari tindakan perintisan jemaat-jemaat yang dikerjakan oleh jemaat-jemaat indigenos {1} di dalam suku atau golongan populasi tertentu.

Ada beberapa unsur kunci dalam definisi ini. Yang pertama adalah cepat. Sebagai suatu gerakan, Gerakan Perintisan Jemaat merebak dengan peningkatan yang cepat dalam hal dimulainya sebuah jemaat baru. Perintisan jemaat yang bersaturasi (mengakibatkan timbulnya titik kejenuhan) yang terjadi selama beberapa dekade atau bahkan beberapa abad memanglah baik, tapi tidak bisa dikualifikasikan sebagai Gerakan Perintisan Jemaat.

Kedua, peningkatan itu bersifat eksponensial. Ini berarti, pertambahan jumlah gereja demi gereja bukan sekedar pertumbuhan kenaikan deret angka biasa -- yaitu pertambahan satu atau dua gereja setiap tahun. Sebaliknya, ia berlipatganda dalam deret bilangan berpangkat -- dua gereja menjadi empat, empat menjadi 16 dan seterusnya. Multiplikasi secara eksponen hanya mungkin terjadi bila jemaat-jemaat yang baru dimulai, dibangun oleh jemaat itu sendiri, bukan oleh para perintis jemaat profesional atau misionaris-misionaris.

Yang terakhir, semuanya adalah jemaat-jemaat indigenos (asli). Artinya, jemaat-jemaat itu dilahirkan dari dalam dan bukan dari luar. Ini bukan berarti bahwa Injil dapat memancar secara naluriah (intuitif) dari dalam suatu suku. Injil selalu berasal dari luar suatu suku; dan ini adalah tugas seorang misionaris. Meskipun begitu, dalam Gerakan Perintisan Jemaat, momentum dengan cepat berubah menjadi indigenos, di mana inisiatif dan semangat pergerakan berasal dari dalam suku itu sendiri, bukan dari pihak luar.

Jika definisi ini kurang memadai, mungkin kita perlu memperjelas hal-hal apa saja yang bukan Gerakan Perintisan Jemaat. Gerakan Perintisan Jemaat bersifat lebih dari sekedar "penginjilan yang menghasilkan jemaat-jemaat." Penginjilan yang menghasilkan jemaat-jemaat memang bagian dari suatu Gerakan Perintisan Jemaat, tapi tidak memiliki "visi akhir" seluas Gerakan Perintisan Jemaat. Seorang perintis jemaat (church planter) bisa saja berpuas diri dengan sasaran terbangunnya satu atau bahkan sekumpulan jemaat/gereja, tapi ia gagal melihat bahwa yang dibutuhkan adalah satu pergerakan di mana jemaat akan merintis jemaat untuk menjangkau seluruh suku tersebut.

Gerakan Perintisan Jemaat juga lebih dari sebuah kebangunan rohani yang terjadi dalam jemaat-jemaat yang bukan jemaat baru. Terjadinya kebangunan-kebangunan rohani sangat diharapkan, tapi itu pun bukanlah Gerakan Perintisan Jemaat. Kebaktian-kebaktian penginjilan dan program-program kesaksian memang bisa membawa ribuan orang kepada Kristus, dan tentu saja itu hal yang menakjubkan, tapi itu tidak sama dengan Gerakan Perintisan Jemaat. Gerakan Perintisan Jemaat memperlihatkan bagaimana jemaat-jemaat dengan cepat melahirkan jemaat lain (bereproduksi).

Gerakan Perintisan Jemaat adalah: peningkatan yang cepat dan eksponensial dari tindakan perintisan jemaat-jemaat yang dikerjakan oleh jemaat-jemaat indigenos di dalam suku atau golongan populasi tertentu.

Barangkali yang paling menyerupai, tetapi tetap bukanlah Gerakan Perintisan Jemaat adalah, saat di mana para perintis jemaat lokal dilatih dan disebarkan untuk merintis pembentukan beberapa jemaat (multiplikasi) di tengah kaum/sukunya masing-masing. Inilah metode penyebaran jemaat di tengah suku atau golongan populasi tertentu yang paling berhasil, tetapi momentum penyebarannya tetap berada di tangan kelompok para perintis jemaat profesional yang terbatas, bukannya di dalam hati setiap jemaat yang baru saja dibangun.

Akhirnya, sebuah Gerakan Perintisan Jemaat, bukanlah akhir dari pergerakan itu sendiri. Akhir dari semua kerja keras kita adalah agar Bapa dimuliakan. Hal ini akan terjadi setiap kali seseorang masuk ke dalam hubungan yang benar dengan Dia melalui Yesus Kristus. Pada saat seseorang melakukannya, ia tergabung ke dalam jemaat-jemaat yang memampukannya terus bertumbuh dalam kasih karunia bersama-sama dengan orang percaya lainnya yang sehati sepikiran. Kapan saja seseorang datang kepada hidup baru di dalam Yesus Kristus, Bapa dimuliakan. Kapan saja sebuah jemaat dirintis -- tidak peduli siapa yang melakukannya -- maka ada dasar untuk bersukacita.

Lalu kenapa Gerakan Perintisan Jemaat ini begitu istimewa? Karena nampaknya dalam gerakan ini tersimpan potensi terbesar untuk membawa mereka yang belum terjangkau kepada hidup baru dalam Kristus dan ke dalam komunitas orang beriman dalam jumlah yang melebihi metode mana pun yang sudah ada.

Meskipun begitu, Gerakan Perintisan Jemaat bukan sekedar suatu peningkatan jumlah jemaat, meskipun itu adalah hal yang positif. Sebuah Gerakan Perintisan Jemaat terjadi ketika visi jemaat melahirkan jemaat menjalar dari para misionaris dan para perintis jemaat profesional kepada jemaat-jemaat itu sendiri, sehingga melalui sifat-dasarnya mereka memenangkan jiwa yang terhilang dan bereproduksi sendiri.

Mari kita tinjau lagi beberapa hal kunci. Para misionaris adalah perintis-perintis jemaat yang cakap, tapi jumlah mereka selalu sangat terbatas. Para perintis lokal (yang berasal dari daerah/suku itu sendiri) lebih dapat diharapkan, karena jumlah mereka yang jauh lebih banyak. Tapi Gerakan Perintisan Jemaat menyimpan potensi jauh lebih banyak lagi, karena tindakan perintisan jemaat dilakukan oleh jemaat itu sendiri, yang akan membawanya kepada kemungkinan jumlah terbesar dari dimulainya jemaat-jemaat baru.

Untuk lebih memahami Gerakan Perintisan Jemaat ini, mari kita periksa beberapa studi kasus dan kemudian membedahnya untuk analisa yang lebih dekat.

{1} Jemaat indigenos: sering disebut gereja suku, jemaat asli/pribumi, yang memakai budaya suku/golongannya sendiri.



Bab 2 -- GPJ Dari Dekat

[Indeks 00000]

Misionaris-misionaris IMB sekarang sedang ikut serta dalam beberapa Gerakan Perintisan Jemaat dan yang mirip dengan Gerakan Perintisan Jemaat di seluruh dunia. Walaupun setiap gerakan ini memperlihatkan adanya pengaruh dari para misionaris kami, tetapi pada saat yang sama bentuk Gerakan Perintisan Jemaatnya berbeda satu dengan yang lain.

Walaupun ada perbedaan-perbedaan, tetapi ada beberapa kesamaan hal yang memberi ciri kepada hampir setiap Gerakan Perintisan Jemaat (GPJ). Pada contoh-contoh berikut ini, akan anda lihat bagaimana para misionaris IMB sampai terlibat dalam Gerakan-gerakan Perintisan Jemaat. Beberapa dari mereka sangatlah berperan sejak dimulainya gerakan tersebut, sementara yang lain baru ikut terlibat setelah gerakan ini berlangsung. Dari setiap kasus, ada pelajaran-pelajaran yang dapat kita tarik dan mungkin dapat diterapkan pada situasi-situasi lain.



Bab 2 -- GPJ Dari Dekat

[Indeks 00000]

Sekelompok Masyarakat di Amerika Latin

Latar Belakang
Sama seperti negara-negara Amerika Latin lainnya, negara ini pun penduduknya adalah keturunan campuran bangsa Eropa, Spanyol dan Afrika. Pemerintahan yang otoriter selama beberapa dekade telah menghambat pertumbuhan ekonomi dan membatasi kebebasan individual. Negara ini miskin, tapi relatif masih lebih berpendidikan, di mana tingkat kemampuan baca tulis warganya mencapai lebih dari 90 persen, dibandingkan dengan negara-negara lain di sekitarnya.
Secara tradisional, 95% dari populasinya beragama Roma Katolik. Walau pun begitu, selama lebih dari 25 tahun pemerintah berupaya untuk menekan kebebasan beragama. Lalu, pada tahun 1991, pemerintah bersikap lebih longgar dan memulai liberalisasi ekonomi serta berancang-ancang melakukan hal yang sama menyangkut agama. Kebebasan beragama yang ada sekarang ini memang belum menjadi hak yang dilindungi, tetapi keadaan sekarang semakin membaik.

Gereja Baptis Selatan, sudah memulai pekerjaan misinya di sana lebih dari seabad yang lalu. Selama 75 tahun berikutnya, para misionaris merintis jemaat, melatih para pemimpin, dan membangun Denominasi Baptis lokal yang beranggotakan kurang lebih 3.000 orang. Setelah terjadi kudeta militer, semua misionaris dipenjarakan dan kemudian diusir keluar dari negara itu. Bersama para misionaris itu, pergi juga setengah dari anggota jemaat baptis lokal dan sebagian besar pemimpin jemaat. Selama beberapa dekade berikutnya gereja terancam punah dari negara itu. Penganiayaan, pemenjaraan dan penyiksaan terjadi di mana-mana. Selama masa penekanan itu, secara perlahan jumlah orang percaya meningkat.

Apa yang Terjadi
Karena adanya upaya-upaya misi (gereja) Baptis Amerika dan Baptis Selatan secara terpisah, Gereja-gereja Baptis di negara itu berkembang menjadi Uni Selatan dan Uni Utara. Walaupun terjadi pemisahan, kedua perserikatan (union) tersebut mengalami Gerakan Perintisan Jemaat di masa 1990-an. Pada tahun 1989 Uni Utara beranggotakan 5.800 orang. Dalam tahun yang sama, mereka mulai mengalami kebangunan dengan pertambahan anggota sebanyak 5,3% dan meningkat menjadi 6,9% pada tahun berikutnya. Pada akhir tahun 1990, keanggotaan Uni Utara telah bertumbuh dari 5.800 menjadi 14.000 orang. Sepanjang kurun waktu yang sama, jumlah gereja bertambah dari 100 menjadi 1.340. Pada laporan terakhir, hampir tidak terlihat tanda-tanda bahwa pertumbuhan ini mulai menurun. Sekarang, terdapat lebih dari 38.000 anggota tetap pada gereja-gereja itu yang sedang menantikan saat untuk dibaptis.

Perkembangan yang serupa merebak juga dalam Uni Selatan. Pada tahun 1989, mereka hanya memiliki 129 gereja, yang jumlah keanggotaannya kurang dari 7.000. Melalui 533 baptisan yang tercatat pada tahun itu, gereja-gereja itu mulai menunjukkan gairah yang hidup. Pada tahun 1998, keanggotaan mereka telah membengkak mendekati angka 16.000 dengan jumlah orang yang dibaptis sebanyak 2.000 per tahunnya. Jumlah gereja terus bertambah sepanjang tahun yang sama dari 129 menjadi 1.918, suatu tingkat pertumbuhan yang sangat menonjol untuk satu dekade, yaitu 1.387%.

Faktor-Faktor Kunci
Ada beberapa faktor yang menjadi penunjang bagi Gerakan Perintisan Jemaat yang terjadi di negara Amerika Latin ini. Misionaris-misionaris asing memainkan beberapa peran yang sangat strategis. Peran strategis pertama didapatkan ketika para misionaris pertama kali memperkenalkan Injil kepada penduduk negara itu. Mereka menanamkan dengan sungguh-sungguh Firman Allah dan keimamatan semua orang percaya bagi jemaat-jemaat yang baru itu. Akan tetapi, sewaktu perubahan pada pemerintahanan memaksa para misionaris untuk meninggalkan negara itu, keKristenan punya dua pilihan: menjadi jemaat indigenos atau mati. Selama beberapa tahun kemudian, terisolasinya negara ini dari hubungan dengan orang-orang Kristen di luar negara itu yang berarti mempersulit kemungkinan mendapatkan bantuan dana dari pihak asing untuk pembangunan gedung-gedung mau pun untuk mensubsidi para pendeta, justru makin memperdalam proses indigenosasi gereja-gereja.

Selama masa isolasi itu, para misionaris di bidang media yang bekerja di luar negara tersebut terus membanjiri wilayah itu dengan siaran radio penginjilan dalam bahasa hati {2} Spanyol masyarakat. Para misionaris ini dan Kristen diaspora {3} juga tekun melakukan doa yang penuh kesiagaan dan tak putus-putusnya bagi orang-orang percaya mau pun jiwa-jiwa terhilang yang ada dalam negara itu.

Pada waktu para misionaris dari IMB dapat kembali berhubungan dengan jemaat-jemaat di sana pada akhir tahun 1980, mereka menemukan bahwa iman berbasis doktrin Baptis telah tertanam dengan kuat di bangsa itu. Sampai pada titik ini, para misionaris lalu melakukan kontribusi strategis yang kedua, yakni memelihara dan mendewasakan pergerakan lewat doa, pemuridan, pelatihan kepemimpinan dan lokakarya penginjilan serta metodologi gereja sel -- tanpa menciptakan ketergantungan ataupun corak asing di dalam gerakan ini.

Ada beberapa faktor dan ciri lain yang memberikan kontribusi kepada gerakan ini: sejak awal, pembacaan ayat-ayat firman Tuhan dan penyembahan sudah dilakukan dalam bahasa hati orang-orang ini. Ditunjang oleh tingginya tingkat kemampuan baca-tulis, Alkitab lalu menjadi pusat dari kehidupan rohani mereka, secara bersama maupun perseorangan.

Doa juga merupakan komponen kunci. Jemaat-jemaat Baptis dalam gerakan ini, menyebut diri mereka sebagai "umat yang berlutut." Doa-doa secara tetap dan terus menerus melumuri penyembahan dan kehidupan sehari-hari mereka. Mereka juga adalah orang-orang yang suka menyanyi. Ibadah-ibadah penyembahan mengumandangkan kidung-kidung yang hidup dan puji-pujian di dalam bahasa hati mereka. Seorang pemimpin jemaat menggambarkan musik sebagai "satu bentuk peperangan menghadapi dunia yang tidak percaya."

Bersamaan dengan terjadinya krisis ekonomi yang parah pada tahun 1992, sebuah tantangan yang penting timbul. Krisis ini menghalangi anggota-anggota jemaat untuk pergi ke gedung-gedung gereja untuk beribadah, karena letaknya yang terlalu jauh. Sekali lagi, pergerakan ini berada di sebuah persimpangan jalan: para anggota jemaat ini bisa saja mengundurkan diri dan menjadi orang-orang yang mundur dari gereja, atau mereka bisa menanggapi situasi ini secara kreatif. Para anggota jemaat Baptis ini memilih yang terakhir, dengan memindahkan pertemuan ibadah ke rumah-rumah dan menemukan bahwa pertumbuhan menjadi bertambah cepat secara luar biasa. Sekali lagi, para misionaris Baptis memainkan peran strategis dengan memperkenalkan model-model jemaat-jemaat rumah tangga (gereja sel) yang diterapkan di tempat lain di dunia. Sepanjang tahun pertama (1992-1993) bagian Utara sendiri saja telah memulai 237 jemaat rumah tangga.

Ambruknya ekonomi dan ketidak-pastian politik untuk masa depan, justru mematangkan keperluan akan jawaban-jawaban dan arahan-arahan baru di seluruh negara itu. Semakin lama semakin mudah bahkan mendesak untuk berbicara kepada mereka yang belum percaya; segala sesuatu di sekitar mereka hanya menyuarakan tak adanya pengharapan serta keputusasaan.

Di tengah masa penuh tekanan seperti itu, para pemimpin Baptis mendorong anggota jemaatnya agar menerapkan semangat para misionaris untuk menjangkau seluruh bangsa mereka. Orang-orang awam (anggota jemaat biasa) menanggapi hal itu dengan antusias. Di pertengahan tahun 1990, Uni Utara memulai Lay Missionary School (Sekolah Misi Orang Awam) yang memberikan program pelatihan selama satu tahun untuk kalangan awam yang ingin menjadi penginjil. Pada tahun 1998, sudah ada 110 orang yang lulus dan 40 orang lagi sedang mengikuti program pelatihan. Dari kedua uni/perserikatan gereja ini, telah disebarkan 800 penginjil pribumi di seluruh negara itu. Dua tahun belakangan ini, para pemimpin perserikatan melaporkan bahwa "sekarang ada ratusan orang yang menanggapi panggilannya untuk menjadi penginjil di dalam negaranya, bagi bangsanya sendiri." Gerakan Perintisan Jemaat di negara ini, sekarang telah siap untuk mempengaruhi negara-negara Amerika Latin lainnya maupun dunia.

Faktor-Faktor Unik
Meski terlihat jelas bahwa Allah sedang mengerjakan sesuatu yang luar biasa di negara Amerika Latin ini, ada awan kelabu yang membayangi gerakan ini. Laporan terakhir mengatakan bahwa ada lebih dari 38.000 pengunjung tetap gereja-gereja Uni Utara yang masih belum dibaptis. Di samping itu ada 2.800 kandidat yang sedang mengikuti kelas-kelas persiapan baptisan. Apa sebabnya pembaptisan orang percaya baru tertunda-tunda?

Seorang pemimpin perserikatan menjelaskan, "Sebelum negara kami menutup pintu untuk misionaris-misionaris asing, gereja-gereja di Amerika membantu kami mendirikan enam bangunan. Dua puluh tahun yang lalu, salah satu gereja dalam denominasi kami berselisih tajam mengenai beberapa hal teologis (yang sudah lama dilupakan) yang berujung pada perpecahan dan pengambilalihan gedung kami. Sejak saat itu, kami belajar untuk berhati-hati dalam membiarkan orang luar menjadi anggota penuh, karena jangan-jangan nanti mereka akan mengambil juga gedung-gedung kami yang masih tersisa."

Hal-hal yang Perlu Dipelajari

  1. Peralihan ke bentuk jemaat-jemaat rumah tangga ini sangatlah tepat bagi pertumbuhan jemaat yang amat luar biasa. Hal ini membebaskan jemaat dari keterbatasan-keterbatasan yang bersifat fisik dan juga mendorong mereka untuk menyampaikan kesaksian Injil kepada masyarakat.
  2. Para pemimpin perserikatan membantu menetapkan arah dan mendorong gerakan jemaat rumah tangga, walaupun itu berarti mengurangi kewenangan pengawasan mereka.
  3. Penganiayaan menyingkirkan mereka yang tidak sungguh-sungguh di dalam Kristus. Bersamaan dengan itu, doktrin Baptis yang kuat mengenai keimamatan semua orang percaya menjadi alasan kenapa mereka bisa bertahan, ketika denominasi lain yang lebih hirarkis ambruk.
  4. Misionaris-misionaris IMB memegang peranan-peranan kunci dalam memperkenalkan injil; mendukung visi Gerakan Perintisan Jemaat; memperkenalkan metodologi gereja sel dan menjaga agar tidak terjadi ketergantungan dana dari pihak luar di dalam gerakan ini.
  5. Mobilisasi dan pelatihan orang-orang awam menjadi penginjil adalah kunci penyebarluasan gerakan ini di seluruh negara.

{2} Bahasa hati (heart language): bahasa yang dipakai untuk mengungkapkan isi hati. Berhubungan dengan tingkat keintiman komunikasi seseorang dengan pihak yang lain. Ini tidak selalu sama dengan bahasa sehari-hari, atau pun bahasa dagang yang digunakan untuk urusan bisnis.

{3} Kristen diaspora: orang Kristen yang tinggal di luar daerah asal sukunya (karena merantau, mengungsi, dll.). Istilah ini di dalam Perjanjian Baru menunjuk pada orang-orang Kristen yang menyebar ke luar dari Palestina Yerusalem setelah dimulainya masa penganiayaan. Gerakan-Gerakan Perintisan Jemaat.



Bab 2 -- GPJ Dari Dekat

[Indeks 00000]

Sebuah Daerah di Cina

Latar Belakang
Di awal tahun 1990-an Cina sedang dilanda pergolakan sosial yang amat besar. Ledakan ekonomi menimbulkan jurang yang besar antara yang kaya dan yang miskin. Urbanisasi besar-besaran membongkar tatanan keluarga tradisional dan juga masyarakat. Dengan rasa was-was, seluruh negeri itu menantikan paham baru apa yang akan menggantikan doktrin Mao yang telah menguasai gagasan masyarakat itu selama hampir empat dekade.

Saat itu pemikiran-pemikiran baru sedang melanda seluruh negeri dan ditanggapi dengan sikap bercampur baur, antara antusias dan penolakan. Gerakan demokrasi mahasiswa yang tertekan, yang mencapai titik kulminasi saat terjadinya bentrokan antara mahasiswa dengan kekuatan pemerintah di Lapangan Tiananmen tahun 1989, telah mengakibatkan banyak orang muda putus asa terhadap reformasi politik, tapi tetap mencari-cari harapan baru untuk masa depan yang lebih baik.

Apa yang Terjadi
Dengan latar belakang seperti ini, pada tahun 1991 IMB menugaskan seorang koordinator di bidang strategi ke daerah yang akan kami sebut Yanyin. Selama mempelajari bahasa dan budaya selama satu tahun, misionaris tersebut mengadakan analisa yang lengkap tentang Yanyin. Analisa itu meliputi kehidupan sekitar 7 juta orang yang terbagi dalam lima kelompok masyarakat (suku) yang berbeda, dan tinggal di keragaman latar belakang, baik perkotaan maupun pedesaan. Misionaris tersebut memetakan pusat-pusat pemukiman mereka dan memulai beberapa pengkajian penginjilan. Setelah beberapa kali mengalami kegagalan langkah awal, koordinator strategi itu lalu mengembangkan sebuah model (percontohan) yang bereproduksi bagi perintisan jemaat-jemaat indigenos, yang ketika diterapkan memberi hasil yang luar biasa.

Pada awal surveinya, koordinator strategi itu menemukan tiga jemaat rumah tangga lokal yang terdiri dari 85 orang Kristen Cina dari suku Han. Anggota jemaat-jemaat rumah tangga itu kebanyakan terdiri dari orang-orang lanjut usia dan sudah sejak lama dari tahun ke tahun terus berkurang, tanpa visi ataupun prospek pertumbuhan. Selama empat tahun berikutnya, dengan kasih karunia Allah, koordinator strategi itu berupaya supaya injil dapat kembali segar berakar di tengah kelompok masyarakat ini dan dengan cepat menyapu seluruh daerah Yanyin.

Menyadari besarnya rintangan budaya dan bahasa yang memisahkan dia dengan penduduk Yanyin, misionaris itu memulai pekerjaannya dengan memobilisasi orang Cina Kristen dari seluruh Asia untuk menjadi rekan-rekan kerja. Kemudian, dengan memasangkan perintis-perintis jemaat dari Cina dengan sekelompok kecil orang percaya lokal, kelompok itu memulai enam jemaat baru pada tahun 1994. Tahun berikutnya, ada 17 lagi yang dimulai. Tahun berikutnya lagi, 50 jemaat dimulai. Pada tahun 1997, hanya tiga tahun sejak pertama kali dimulai, jumlah jemaat telah bertambah mencapai 195 dan tersebar di seluruh daerah, dan berakar di dalam setiap dari kelima suku di daerah itu.

Sampai pada tahap ini gerakan tersebut berkembang sangat pesat, sehingga koordinator strategi itu merasa bahwa dia dapat mengundurkan diri dari pekerjaan itu tanpa menurunkan momentum gerakan tersebut. Tahun berikutnya, sama sekali tanpa keterlibatannya, gerakan itu bertambah menjadi hampir tiga kali lipat, sehingga jumlah jemaat bertumbuh menjadi 550 dengan total anggota lebih dari 55.000 orang percaya.

Faktor-faktor Kunci
Sejak kepindahannya dari tugas di Yanyin pada tahun 1997, koordinator strategi itu telah memberi perhatian yang banyak untuk mempelajari kembali faktor-faktor apa yang membuat Gerakan Perintisan Jemaat ini berkembang dengan begitu pesat. Kita semua mendapatkan manfaat dari analisanya, yang saya akan simpulkan seperti berikut ini.

Sama seperti banyak tugas-tugas lainnya, pelayanan di Yanyin ini pun telah banyak didoakan bahkan sebelum dimulai. Apa yang diawali sebagai keyakinan seseorang tentang kemujaraban doa, berubah menjadi bagian dari DNA dari Gerakan Perintisan Jemaat, sebagaimana orang-orang percaya yang mulamula berusaha melebihi model yang dikerjakan sang misionaris.

Pelatihan dan struktur adalah unsur-unsur kunci dalam tahap permulaan dan perkembangan yang pesat dari gerakan ini, sama seperti penerapan metode "penyaringan tanggapan (respons filtering)." Penyaringan tanggapan adalah penerapan pemakaian beberapa perangkat penginjilan berskala besar seperti video, radio atau alat-alat penjangkauan massa lainnya, berpasangan dengan "lingkaran umpan balik (feedback loop)" atau mekanisme penyaringan yang memberi kesempatan kepada sang penginjil untuk mengumpulkan data sedikit demi sedikit dari pernyataan mereka yang tertarik untuk lebih jauh menerima kontak/hubungan. Melalui cara ini, penaburan benih hampir selalu berhubungan dengan beberapa upaya untuk "mengetatkan jaring (net)" dan mengumpulkan mereka yang ingin cari tahu ke dalam sebuah kelompok Pemahaman Alkitab yang sasarannya adalah dimulainya sebuah jemaat baru.

Mari kita perhatikan dengan lebih seksama pelatihan dan struktur yang digunakan oleh misionaris tersebut. Koordinator strategi tersebut mulai dengan satu kelompok inti yang ia muridkan dan setelah itu dilatih tentang metode-metode dasar perintisan jemaat. Misionaris ini menyebut metode perintisan jemaatnya sebagai metode pendekatan POUCH. POUCH (dalam buku ini PTTgSR) adalah sebuah singkatan. P datangnya dari participative atau partisipatif yang menunjukkan cara pemahaman Alkitab/penyembahan yang dipakai dalam pertemuan kelompok sel, di mana orang yang mencari kebenaran dibimbing sampai percaya dan orang-orang yang baru percaya terus bertemu dan menjadi jemaat.
O menunjuk pada obedience atau taat kepada Firman Allah sebagai satu-satunya ukuran kesuksesan seseorang ataupun jemaat.
U berasal dari unpaid (tanpa gaji) dan kepemimpinan yang anggotanya berjumlah lebih dari satu dalam gereja-gereja, yang dilaksanakan oleh orang-orang awam atau orang yang mempunyai pekerjaan utama lain (bukan hanya pemimpin jemaat).
C datang dari cell churches yang artinya jemaat-jemaat rumah tangga (gereja sel), yang jumlah anggotanya jarang mencapai lebih dari 15 orang sebelum bereproduksi menjadi kelompok-kelompok baru.
H menunjuk pada homes (rumah-rumah) atau ruko-ruko (rumah toko) sebagai tempat-tempat pertemuan utama jemaat-jemaat rumah tangga ini. Setiap unsur dari ke lima ciri ini memberikan kemampuan kepada sebuah jemaat untuk bereproduksi dengan cara-cara yang tidak bergantung pada sokongan dana, teknologi maupun campur tangan dari pihak luar.

Koordinator strategi ini menanamkan visi kepada para petobat baru untuk menjangkau seluruh Yanyin dengan injil. Ia membagikan hasil penelitiannya kepada mereka tentang di mana saja suku-suku dari daerah itu yang belum terjangkau bertempat tinggal dan meyakinkan mereka bahwa Kristus telah memperlengkapi mereka dengan segala sesuatu yang mereka perlukan untuk menjangkau seluruh daerah itu dengan injil.

Pola yang diajarkannya untuk melakukan perintisan jemaat, terdiri dari empat tahap, yaitu:

  1. Model (Memberikan contoh),
  2. Assist (Mendampingi),
  3. Watch (Mengawasi) dan
  4. Leave (Meninggalkan).
Yang dimaksud dengan Modeling (Memberikan contoh) adalah mengerjakan langkah-langkah perintisan jemaat bersama mereka yang baru (atau yang akan segera menjadi) percaya dengan menggunakan pendekatan PTTgSR (POUCH) yang telah digambarkan di atas. Assisting (Mendampingi) menunjuk pada pertolongan yang diberikan kepada jemaat yang baru terbentuk untuk mulai merintis berdirinya sebuah jemaat cabang. Watching (Mengawasi) adalah sebuah upaya yang penting dan dengan sengaja dilakukan untuk melihat berdirinya jemaat generasi ketiga, tanpa bantuan/dampingan atau keterlibatan langsung dari sang misionaris. Leaving (Meninggalkan) adalah tahap terakhir yang sangat penting untuk menjamin bahwa pergerakan itu sungguh-sungguh diprakarsai dan disebarkan oleh para anggota jemaat itu sendiri (indigenos).

Dalam waktu yang sangat singkat, orang-orang percaya baru di Yanyin telah memulai pelipatgandaan jemaat-jemaat PTTgSR di seluruh daerah itu, di mana setiap jemaat itu memberikan contoh, mendampingi dimulainya jemaat cabang, mengawasi untuk memastikan bahwa reproduksi terus berlangsung, dan kemudian meninggalkannya untuk pergi ke tempat lain serta mulai merintis jemaat baru lagi. Memang kadangkala rantai reproduksi itu putus di tengah jalan, tapi karena jumlah jemaat-jemaat yang telah mulai berjalan sangatlah banyak, putusnya rantai reproduksi itu tidak terlalu memperlambat penyebaran gerakan ini.

Daerah-daerah pedalaman Yanyin berada jauh dari seminari-seminari atau pun institut-institut Alkitab yang ada. Aturan-aturan pemerintah juga melarang didirikannya bangunan untuk dijadikan seminari. Jadi, sang misionaris penata strategi itu lalu mencari model-model pembimbingan (mentoring) yang terdapat dalam kitab Perjanjian Baru. Pada saat misionaris itu melatih generasi pertama para pemimpin jemaat, dia bersikeras agar orang-orang yang sedang dilatihnya itu juga melatih orang lain. Jadi, pelatihan berlangsung dalam hubungan pembimbingan satu-sama-satu (one-on-one mentoring). Setiap pemimpin yang bercita-cita tinggi dituntut untuk menjadi murid sekaligus pembimbing pada saat yang sama, dalam rantaian belajar-mengajar "segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu" (Mat 28:20). Apapun yang telah dipelajari oleh seorang pemimpin awam hari ini, esoknya akan diajarkannya kepada pemimpin awam lain (yang dibimbingnya). Metode ini memberikan contoh paling baik dari terjadinya praktek kerja lapangan yang selalu vital, tidak menjenuhkan dan "tepat waktu" untuk dimanfaatkan.

Faktor-Faktor Unik
Meskipun penganiayaan dan kematian berjalan seiring dengan penyebaran injil di seluruh daerah Yanyin, tidak ada tindakan-tindakan yang sistematis dari pihak pemerintah untuk menghentikan gerakan ini. Hal ini mungkin disebabkan karena keberadaan jemaat-jemaat rumah tangga yang tidak menonjol dan tidak adanya bangunan-bangunan gereja baru.

Orang-orang yang baru percaya langsung dibaptis dan diajar bahwa adalah hal yang lumrah jika mereka membawa orang lain kepada Kristus dan memimpin mereka untuk membentuk jemaat-jemaat baru. Kepercayaan terhadap para petobat baru sebagai penginjil dan perintis jemaat inilah yang walaupun tuntutan/resikonya begitu tinggi tetapi menjadi penyebab besar atas pesatnya penyebarluasan gerakan tersebut.

Konteks nondenominasional jemaat-jemaat di Cina artinya adalah bahwa di sana tidak ada tradisi denominasi yang diadopsi oleh jemaat-jemaat itu. Sampai saat ini bentuk-bentuk bidat masih belum terlihat dalam gerakan ini. Namun, Gerakan Perintisan Jemaat di Yanyin yang bersifat sangat desentralisasi itu tidak akan membuat ada orang tertentu yang memegang kendali atas segala sesuatu. Jantung kedoktrinan dari setiap gereja sel adalah komitmen untuk mentaati Alkitab. Karena dalam pertemuan ibadah jemaat juga terdapat saat untuk Pemahaman Alkitab secara partisipatif bersama-sama para pemimpin yang berjumlah lebih dari satu, maka secara alamiah koreksi datang dari dalam kelompok itu sendiri jika ada interpretasi-interpretasi yang salah, atau yang ekstrim.

Ketika koordinator strategi itu ditanya mengenai ketiadaannya ciri denominasi dari pergerakan ini, ia berkomentar bahwa, biarpun pemerintah melarang adanya ekspresi kedenominasian di Cina, tapi jemaat-jemaat di Yanyin lebih Baptis dari jemaat Baptis mana pun yang diketahuinya. Lebih jauh dikemukakannya bahwa corak kesetiaan/kekukuhan hati mereka terhadap Alkitab dan komitmen kepada keimamatan semua orang percaya akan menjaga gerakan ini untuk tetap berada di jalurnya.

Hal-hal yang Perlu Dipelajari

  1. Sejak awal, penginjilan dipimpin oleh kaum awam dan lebih dipusatkan di antara jiwa-jiwa yang terhilang daripada pelayanan di dalam gedung-gedung gereja.
  2. Kepemimpinan yang beranggotakan lebih dari satu, dan tidak mendapatkan gaji menjamin adanya pertumbuhan jumlah pemimpin yang diperlukan untuk terus melanjutkan pelayanan-pelayanan baru.
  3. Pola jemaat rumah tangga di gerakan Yanyin mampu beradaptasi dengan baik/cocok untuk lingkungan yang sedang berkembang dan mengalami penganiayaan.
  4. Dengan meninggalkan tugas pelayanan sebelum tugasnya menjadi cukup besar untuk dicurigai pemerintah, sang misionaris menghindarkan pergerakan Yanyin dari tampilnya orang asing di dalam negara yang terkenal dengan rasa nasionalisme dan xenophobianya (takut pada orang asing).



Bab 2 -- GPJ Dari Dekat

[Indeks 00000]

Boldari di India

Latar Belakang
Dalam kepadatan pedalaman India terdapat sebuah suku/kelompok masyarakat yang akan kami sebut Boldari. Nama ini berkaitan dengan bahasa mereka, yang digunakan oleh 90 juta orang yang tinggal di 170.000 desa terbentang di empat negara bagian. Populasinya mencakup ke empat kasta yang ada, dan kelompok yang kelima di luar ke empat kasta itu, yaitu orang paria atau orang yang hina-dina yang tak dapat disentuh. Sebagian besar dari mereka amat sangat melarat, buta huruf, dan mengandalkan pertanian serta perdagangan tukar-menukar untuk kehidupan mereka.

Di daerah ini juga terdapat beberapa tempat suci umat Hindu dan banyak sekali terdapat kaum Brahmana, atau pendeta, di kalangan orang Boldari. Lebih dari 85% orang Boldari beragama Hindu, sisanya Muslim dan animisme. Di daerah ini juga terdapat empat kota besar yang setiap kotanya berpopulasi lebih dari satu juta orang.

Kontak agama Kristen dengan orang-orang ini dimulai dengan pelayanan William Carey dan para pelanjutnya di awal abad ke 19. Ordo Yesuit dari Gereja Katolik Roma memulai pelayanannya di sekitar waktu yang sama. Di abad ke 19 dan awal abad ke 20 beberapa ribu orang dari kaum paria, mengalir masuk ke gereja Katolik. Tetapi sejak kemerdekaan India tahun 1947, pertumbuhan jemaat Katolik menjadi datar sehingga tidak sampai sepersepuluh dari 1% saja yang menganut agama Katolik.

Gereja Baptis mendapatkan percikan kehidupan baru dari misionaris Baptis Swedia di akhir abad ke 19 dan di awal abad ke 20. Para misionaris ini berhasil merintis dan memelihara 28 jemaat di daerah tersebut sebelum meninggalkan lapangan di pertengahan abad ke 20. Pelayanan jemaat Baptis menerima pukulan berat ketika tentara Inggris, yang berusaha memadamkan pergerakan kemerdekaan kaum nasionalis, menempatkan prajurit-prajurit mereka di rumah-rumah jemaat Baptis setempat. Selama paruh kedua abad ke 20, kekristenan mencapai puncaknya dan kemudian mulailah perjalanan turun yang panjang. Sampai pada akhir tahun 1980-an, jemaat-jemaat ini telah lebih dari 25 tahun tidak pernah lagi bereproduksi.

Apa Yang Terjadi
Di tahun 1989 Gereja Baptis Selatan mengirimkan seorang koordinator di bidang strategi ke kaum Boldari. Setelah belajar menguasai budaya dan bahasa selama setahun, misionaris tersebut meluncurkan sebuah strategi kerja melalui beberapa jemaat lokal yang telah menerima visinya tentang perintisan jemaat-jemaat baru. Tetapi, dia menjadi takut sekali ketika enam orang India pertama yang menjadi perintis jemaat dengan menggunakan metode-metode perintisan jemaat yang lazim digunakan di daerah India Selatan yang lebih toleran, dibantai secara brutal dalam beberapa peristiwa yang berbeda ketika memulai tugas misionaris mereka.

Namun, di tahun 1992 arus mulai berubah, ketika misionaris pengatur strategi itu menerapkan pendekatan baru terhadap perintisan jemaat. Dengan meniru pengajaran Yesus dalam Luk 10, di mana Yesus mengutus murid-muridnya berdua-dua ke desa-desa di Galilea dan menyuruh mereka mencari seseorang yang "suka berdamai," para penginjil perintis jemaat Boldari mulai melakukan hal yang sama. Sebelum membuka mulut untuk memberitakan Injil, masing-masing misionaris Boldari akan tinggal dulu dengan orang yang suka berdamai di daerah itu dan mulai memuridkan keluarganya (bahkan sebelum mereka menjadi orang percaya), dengan menggunakan pengisahan kronologis cerita-cerita Alkitab. Begitu para petobat baru ini mulai beriman, mereka memimpin keluarga tersebut untuk percaya kepada Tuhan Yesus, membaptis mereka dan membentuk mereka menjadi jemaat inti baru (jemaat nukleus) di setiap desa. Pada tahun 1993 jumlah gereja bertumbuh dari 28 menjadi 36. Tahun berikutnya, ada 48 gereja lagi yang terbentuk. Adanya sebuah pusat pelatihan menjamin kelancaran tersedianya penginjil/perintis jemaat. Sementara itu, gereja-gereja mulai bermultiplikasi. Di tahun 1996 jumlah gereja melonjak menjadi 547 dan kemudian menjadi 1.200 di tahun 1997. Pada tahun 1998 terdapat 2.000 gereja di tengah orang Boldari. Dalam kurun waktu tujuh tahun, lebih dari 55.000 orang Boldari beriman kepada Yesus Kristus.

Beberapa Faktor Kunci
Ada beberapa kunci yang menandai berkembangnya Gerakan Perintisan Jemaat (GPJ) ini. Satu kunci yang mula-mula dimulai dengan keputusan sang koordinator strategi untuk bereksperimen dengan berbagai model agar dapat menentukan tingkat keefektifan yang maksimum. Inisiatif-inisiatif perintisan jemaat dilancarkan secara serentak melalui jemaat Baptis lokal yang sudah ada, melalui proyek bantuan kemanusiaan, dan melalui jaringan penginjil/perintis jemaat lokal.

Setelah enam bulan, sang koordinator strategi menilai dengan seksama setiap cara. Setelah ia menemukan bahwa perintis jemaat lokal adalah wahana yang paling produktif, ia mulai menyalurkan lebih banyak waktu dan sumber-sumber pelatihannya bagi mereka.

Langkah penentu kedua terjadi ketika koordinator strategi IMB itu mengenali dan melatih seorang misionaris India untuk bertindak sebagai pembantu koordinator strategi dari "dalam" gerakan. Seorang koordinator strategi Amerika yang berambut pirang, dengan kemampuan berbahasa yang terbatas, pastilah kurang pas untuk melakukan perjalanan keliling di daerah Boldari dibandingkan seorang India. Kedua orang ini secara bersama-sama menciptakan kerjasama yang dinamik (sinergi). Koordinator strategi IMB ini tinggal di luar India dan melakukan perjalanan secara ekstensif guna membangun koalisi internasional yang besar untuk mendukung pelayanan ini. Koordinator strategi lokal (orang India), tinggal di daerah tersebut untuk melaksanakan dan mengkoordinasi jaringan pelatihan, penginjilan, dan perintisan jemaat yang terus berkembang.

Sebagaimana halnya koordinator strategi India mampu melakukan tugas-tugas dan pergi ke tempat-tempat yang tidak mungkin dikerjakan oleh misionaris IMB, demikian pula koordinator strategi IMB bisa melakukan tugas-tugas pelayanan penting, yang mustahil dilakukan oleh rekan kerjanya yang tinggal di dalam negeri. Peran ini meliputi: pengembangan pelayanan doa global yang amat luas, pengadaan materi promosional dan mobilisasi; memimpin pengadaan terjemahan Alkitab dan kasetnya; pengembangan materi pelatihan dan kepemimpinan; serta pembentukan aliansi strategis bersama jemaat-jemaat injili lainnya di Asia yang menyumbang untuk pembiayaan perintis-perintis jemaat Boldari.

Dalam usaha untuk meminimalkan institusionalisme dan ketergantungan pada pihak asing, koordinator strategi menempatkan setiap program pelayanan Boldari dalam kurun waktu dua tahun-an. Setelah dua tahun, dana ditarik dan seluruh pekerjaan di tinjau ulang (evaluasi kembali). Bahkan program pelatihan perintis jemaat pun diselenggarakan di tempat-tempat yang disewa, dan lokasinya dipindahkan setiap dua tahun.

Faktor-faktor Unik
Apa yang dimulai terutama sebagai gerakan Baptis telah terpecah menjadi beberapa aliansi selama tujuh tahun pertama kehidupan gerakan tersebut. Ini terjadi antara lain karena ketidakmampuan jemaat Baptis lokal untuk mensejajarkan diri dengan pertumbuhan yang pesat.

Koordinator strategi tersebut lebih memilih menggunakan berbagai sarana untuk menyatukan gerakan ini yang sedang bercabang-cabang, daripada mengalihkan fokusnya dari perintisan jemaat ke adanya sebuah denominasi tertentu. Tali yang mempersatukan satu gereja dengan gereja lain adalah komitmen kepada Alkitab sebagai otoritas yang tidak terbantah.

Satu hal lain yang berbeda dari Gerakan Perintisan Jemaat di Boldari adalah ketergantungan koordinator strategi pada dana dari luar untuk mendukung usahanya. Akan tetapi dana tersebut terbatas penggunaannya. Dana yang tersedia disalurkan untuk membangun pusat-pusat pelatihan untuk para perintis jemaat dan gembala awam, untuk membiayai perintis-perintis jemaat yang sedang dilatih dan untuk mensubsidi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perintis-perintis jemaat dan penginjil-penginjil keliling. Tindakan ini menghasilkan suatu basis pembiayaan bagi para perintis jemaat ketika melaksanakan tugas mereka di kawasan yang tidak bersahabat. Begitu jemaat dapat dirintis, subsidi dihentikan. Tidak ada subsidi yang disalurkan untuk gembala-gembala lokal. Sebagai gantinya, gembala-gembala itu dilatih menjadi pekerja-ganda (artinya mereka memiliki pekerjaan sampingan lain, yang menjadi sumber pemasukan keuangan). Pendanaan juga tidak diijinkan untuk disalurkan untuk pendirian bangunan.

Ketergantungan terhadap dana eksternal untuk mendukung perintis jemaat/ penginjil menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan gerakan ini untuk melangsungkan hidupnya secara mandiri. Penghindaran dari subsidi pastoral ataupun subsidi untuk bangunan telah mendorong terciptanya proses pemandirian, tetapi didanainya misionaris-misionaris lokal telah menimbulkan keprihatinan pada beberapa pihak. Tanggapan yang diberikan oleh koordinator strategi tentang hal ini ialah "semua misionaris, pada hakekatnya harus menerima dana eksternal. Apa yang berlaku untuk misionaris Barat, berlaku juga untuk misionaris India." Hal yang membesarkan hati dapat ditemukan dalam cara jemaat-jemaat lokal menangkap visi untuk merintis jemaat baru. Pada suatu konferensi tahunan para gembala, masing-masing gembala dari 1.000 gembala yang hadir melaporkan bahwa jemaat mereka sedang merintis antara dua sampai lima jemaat baru.

Dimulai dari keluarga orang yang suka damai, pertobatan terjadi dalam sanak saudara keluarga tersebut di seluruh desa. Masing-masing individu tidak dibaptis secara terpisah dari rumah tangganya. Anggota-anggota keluarga yang pria, hampir selalu membaptis keluarga mereka dan memimpin komunitas jemaat yang lahir kemudian.

Hal-hal yang Perlu Dipelajari

  1. Kegagalan dapat merupakan awal dari keberhasilan jika kita mau belajar darinya dan tidak menyerah. Usaha pertama dalam perintisan jemaat di tengah orang Boldari menghasilkan enam martir.
  2. Ekperimentasi dan evaluasi yang ketat dapat membantu meletakkan GPJ pada jalurnya dan membantu menjaganya untuk tetap berada di jalur itu.
  3. Pada tingkat pemuridan dan doktrin, ada dua pertanyaan yang telah membentuk tindakan/sikap hidup orang-orang percaya di Boldari. Semua hal yang berkaitan dengan iman dan tindakan/sikap hidup ditangani dengan: a. apakah yang akan membawa kemuliaan bagi Kristus dalam situasi seperti ini? dan b. apakah yang dikatakan Firman Tuhan?
  4. Pengisahan cerita-cerita Alkitab secara kronologis dan Alkitab versi oral lewat kaset telah memungkinkan Firman Tuhan menjadi kekuatan sentral bahkan di tengah kelompok masyarakat yang sebagian besar buta huruf.



Bab 2 -- GPJ Dari Dekat

[Indeks 00000]

Orang Khmer di Kamboja

Latar Belakang
Abad ke 20 telah menyaksikan begitu banyak peperangan, diktator dan pemusnahan etnik (genocide), tetapi hanya sedikit yang dapat melampaui sejarah tragis Kamboja modern. Setelah terpukul oleh konflik di Vietnam selama lebih dari dua dekade, Kamboja bangkit dari perang itu, dipimpin oleh diktator Pol Pot penganut Maoisme, yang kemudian membawa negara itu ke keruntuhan. Selama lima tahun masa pemerintahannya (1975-1979), pasukan Khmer Merah Pol Pot memotori (merekayasa) pembunuhan, penculikan tanpa jejak ataupun kelaparan (paksa) yang menimpa 3,3 juta dari 8 juta penduduk negara itu.

Pemerintahan teror ini menyebabkan infrastruktur Kamboja ambruk, populasi lelaki dewasa menipis, dan generasi mudanya buta huruf. Pemerintahan berikutnya, yang dilantik oleh Vietnam, memang mengakhiri pembunuhan massal, tetapi tidak dapat menanggulangi kerusakan yang telah terjadi di tengah masyarakat Kamboja.

Pergolakan yang timbul dari masyarakat menyiapkan perubahan-perubahan yang akan datang kemudian. Pengaruh Budhisme yang telah ada selama berabad-abad, sekarang digerogoti oleh ideologi komunisme. Agama Roma Katolik yang telah mendapat pijakan di negara tersebut dijadikan sasaran oleh Khmer Merah, karena adanya anggapan bahwa agama itu berkaitan dengan negara asing yaitu Vatikan dan Perancis. Pada permulaan abad tersebut, misionaris-misionaris dari CAMA dan OMF telah memperkenalkan aliran Protestan ke negara ini, tetapi jumlahnya tidak pernah lebih dari 5.000 orang. Selama pemerintahan Pol Pot, Khmer Merah menghajar mereka dengan keras, mengusir misionaris dan membunuh banyak orang dari kawanan domba yang tercerai berai itu. Pada tahun 1990, populasi injili di Kamboja telah menciut sampai tidak lebih dari 600 orang percaya.

Apa Yang Terjadi
Menurut seorang misionaris senior yang melayani di Kamboja selama beberapa dekade dengan OMF, titik balik keKristenan di negara itu dimulai pada tahun 90-an. Pada tahun 1999 jumlah orang percaya Protestan, telah naik dari 600 sampai lebih dari 60.000 orang. Jumlah terbesar dari angka ini adalah orang Baptis, dengan 10.000 anggota, diikuti oleh denominasi Campus Crusade yang indigenos, dan kemudian CAMA serta berbagai kelompok lain.

Penggerak utama untuk perubahan ini hadir di bulan Desember 1989, ketika denominasi Baptis Selatan mengutus seorang koordinator strategi ke tengah orang Khmer. Pada tahun 1991 ia telah menyelesaikan studi bahasanya dan telah mulai melancarkan strategi untuk menjangkau orang Khmer.

Bukannya merintis jemaat seorang diri, seperti yang biasanya ia lakukan sebelumnya, misionaris ini mulai menjalin hubungan mentoring (pembimbingan) dengan seorang awam Kamboja. Dalam waktu satu tahun, ia telah menarik 6 orang perintis jemaat pribumi Kamboja ke dalam lingkaran pembimbingannya. Selama beberapa bulan berikutnya, ia membuat buku penuntun perintisan jemaat dalam bahasa Khmer, dan mengajar para perintis pribumi itu dengan doktrin, kecakapan penginjilan dan perintisan jemaat, dengan menggunakan sarana seperti film Yesus, pengisahan Alkitab secara kronologis serta pengembangan jemaat rumah tangga sederhana. Misionaris ini juga menanamkan pada mereka visi dan kerinduan untuk menjangkau seluruh negeri mereka dengan GPJ.

Tahun 1993 jumlah gereja Baptis bertumbuh dari 6 menjadi 10. Tahun berikutnya, jumlahnya menjadi 20. Tahun 1995, ketika jumlah gereja mencapai 43, pemimpin-pemimpin jemaat Kamboja membentuk sebuah gabungan jemaat yang sehati, yang mereka namakan: Konvensi Baptis Khmer (kemudian diganti menjadi Konvensi Baptis Kamboja). Tahun berikutnya jumlah gereja melonjak menjadi 38. Tahun 1997 ada 123 gereja Baptis, yang tersebar di 53 dari 117 distrik di negara itu. Pada musim semi 1999 gereja Baptis mencatat lebih dari 200 gereja dan 10.000 anggota. Hanya sedikit dari jemaat-jemaat ini beribadah di gedung yang dikhususkan sebagai gedung gereja. Sebagian besar beribadah di rumah-rumah yang, jika berada di wilayah pinggiran (luar kota), dapat menampung 50 orang atau lebih.

Koordinator strategi meninggalkan tugasnya pada tahun 1996 dengan meninggalkan satu tim kecil serta satu jejaring jemaat perintis gereja, yang tersebar di sebagian besar negara itu. Karya ini terus bertumbuh dan semakin menguat.

Faktor-faktor Kunci
Di dalam menjawab kenapa gerakan ini terjadi, koordinator strategi mengutip beberapa faktor kunci, "Dalam enam tahun terakhir," tulisnya, "mobilisasi doa yang ada untuk orang Kamboja berjumlah lebih daripada yang pernah dilakukan kapan pun di dalam sejarah mereka." Menurut misionaris tersebut, hasil atas doa-doa itu adalah terlindungnya para perintis jemaat serta terbukanya hati orang-orang yang terhilang terhadap kabar baik Yesus Kristus.

Doa juga menjadi ciri kehidupan anggota jemaat baru, yang mengisi mereka dengan kesadaran yang kuat akan campur tangan Tuhan secara langsung dalam kehidupan mereka sehari-hari. Tanda-tanda dan mujizat seperti pengusiran setan, penyembuhan serta tindakan peperangan rohani lainnya senantiasa menjadi hal yang lumrah di kalangan umat percaya Kamboja.

Sejak awal, pelatihan merupakan elemen yang fundamental dari gerakan ini. Di manapun ada kesempatan, Koordinator strategi membuat program latihan kepemimpinan pedesaan Rural Leadership Training Program (RLTP) (Program Pelatihan Kepemimpinan Pedesaan, P2KP). Pusat-pusat pelatihan untuk perintisan jemaat dan pendidikan teologia di luar sekolah Alkitab (theological education by extension) ini sangatlah praktis. Mereka bertemu di tempat fasilitas pelatihan yang berdekatan dengan daerah di mana mereka berharap dapat merintis jemaat, dan mengandalkan dukungan logistik dari gereja-gereja yang berdekatan. Pelatihan diberikan dalam bentuk delapan modul, di mana setiap modul diajarkan selama 2 minggu, yang terdiri dari pelajaran Alkitab, pelatihan praktis dalam kepemimpinan jemaat serta pelengkapan penginjilan dan perintisan jemaat. Umumnya pelatihan selama 16 minggu itu diselenggarakan sepanjang dua tahun, sehingga memungkinkan pemimpin jemaat yang bersangkutan meneruskan kehidupannya -- baik kehidupan pastoral maupun sekulernya -- sambil mendapatkan pelatihan yang dibutuhkan.

Koordinator strategi ini juga menekankan pentingnya model (percontohan) dan pembimbingan sebagai nilai inti dari gerakan ini. Dengan merujuk pada instruksi Paulus dalam 2Ti 2:2, sang koordinator strategi mengembangkan apa yang disebutnya sebagai "Prinsip 222": Jangan melakukan apa pun seorang diri. Dengan cara ini visi, keterampilan, tata-nilai dan prinsip ditransfer dari satu orang percaya ke orang percaya lainnya.

Seiring dengan berkembangnya gerakan ini, momentumnya berkembang dari dalam. Pemimpin-pemimpin lokal mengemukakan visi mereka sendiri untuk merintis jemaat di setiap wilayah dan dalam setiap komunitas etnis. Sementara mereka mendapatkan pelatihan dan dorongan, perintis jemaat utama adalah anggota jemaat itu sendiri, bukannya misionaris atau perintis jemaat profesional. Koordinator tadi kemudian menemukan bahwa: "jemaat yang dirintis oleh jemaat lain, dapat bereproduksi, tetapi tidak demikian dengan jemaat yang dimulai oleh perintis jemaat yang didanai oleh pihak luar (dengan beberapa perkecualian)."

Dalam rangka menjamin keaslian (indigenosasi) dan membatasi ketergantungan pada pihak luar, misionaris tadi memberi batasan waktu bagi pembentukan jemaat baru. Tindakan ini juga memberi pergerakan ini ciri reproduksi yang cepat.

Pada waktu ditinggalkan oleh koordinator strategi di tahun 1996, gerakan ini memasuki fase baru. Tim misionaris IMB yang tinggal di negara tersebut membantu pergerakan itu dengan lebih banyak berada pada peran penggerak katalitis, daripada peran penentu yang menonjol. Salah seorang anggota tim menyatakan hal ini dalam peringatan untuk para sejawatnya "agar dengan tulus berusaha menjadi 'pembasuh kaki' yang tidak dikenal, "dan menghindari godaan menjadi orang di deretan depan, orang yang terkemuka."

Faktor-faktor Unik
Sekalipun tidak benar-benar unik, keputusan Konvansi Baptis Kamboja untuk dengan cepat menerima tujuan/gol yang ambisius bagi asosiasi jemaat mereka yang baru bangkit, sangatlah membantu. Mereka saling memberikan tantangan untuk menyebarkan injil di seluruh negara dan merintis jemaat di setiap wilayah. Semangat untuk penginjilan dan perintisan jemaat ini, mempengaruhi pemilihan kepemimpinan konvensi. Orang yang dicari adalah mereka yang telah memimpin perintisan jemaatnya sendiri, dan pernah melayani sebagai pelatih untuk perintis jemaat lain, dalam P2KP.

Dalam gereja-gereja Baptis Kamboja, kemudian timbul satu model yang unik, yang menggabungkan substansi dasar Perjanjian Baru dengan unsur-unsur dari tradisi komunis. Setiap jemaat baru diberikan struktur dengan inti badan pengurus yang terdiri dari tujuh pemimpin awam (lihat Kis 6:3 yang mengisahkan pemilihan tujuh diaken). Tetapi istilah yang mereka ambil untuk ke tujuh anggota inti ini, bukanlah diaken melainkan "Komite Sentral." Komite Sentral ini mengarahkan berbagai pelayanan kepada masyarakat, termasuk penginjilan, ibadah, pengajaran pastoral, usaha pemberantasan buta huruf, serta pelayanan bagi wanita, kaum muda dan pria dewasa.

Seiring dengan perkembangan GPJ, nyatalah bahwa P2KP merupakan hal yang penting bagi pertumbuhan gerakan ini. Seorang misionaris mengatakan: "Di mana ada P2KP, perintisan jemaat pasti akan terjadi saat berikutnya." Dengan mengingat fakta ini, misionaris tersebut kemudian melibatkan diri secara intensif dalam mengembangkan dan menyusun bahan pelatihan dan juga mengumpulkan dukungan biaya untuk P2KP dari jemaat-jemaat lain di Asia.

Hal-hal yang Perlu Dipelajari

  1. Tak lama setelah IMB menempatkan seorang koordinator strategi di Kamboja, lebih dari 30 badan misi lain ikut masuk ke negeri itu. Tidak ada satu pun dari badan misi ini yang mengalami sukses perintisan jemaat seperti IMB, terutama karena mereka kurang memiliki strategi perintisan jemaat yang terancang.
  2. Misionaris kami melangkahi tahap "meneruskan obor" kepada orang percaya Kamboja, dan memulai gerakan ini dengan obor yang telah mantap mereka genggam. Ia menekankan agar setiap jemaat yang dirintis, dirintis oleh orang Kamboja.
  3. "Prinsip 222" (2Ti 2:2) tentang pemodelan dan pembimbingan terbukti merupakan sarana yang tidak ternilai dalam melatih para pemimpin untuk suatu Gerakan Perintisan Jemaat.
  4. Konvensi Baptis Kamboja telah memiliki etos dan visi Gerakan Perintisan Jemaat. Pemimpin-pemimpinnya dipilih berdasarkan kemampuan mereka untuk memberi kontribusi kepada visi ini.



Bab 2 -- GPJ Dari Dekat

[Indeks 00000]

Pergerakan-pergerakan Lain Yang Sedang Merebak

Apabila kita melihat ke seluruh dunia, maka akan kita lihat bangkitnya Gerakan Perintisan Jemaat lain. Tanda-tanda yang membesarkan hati muncul di tengah-tengah orang Maasai dari Tanzania dan Kenya. Keterasingan mereka di savana Dataran Maasai telah membatasi akses misi kepada mereka. Tawaran untuk membangun gedung jemaat atau mensubsidi gembala tidak akan berarti banyak bagi masyarakat yang sebagian dari mereka masih hidup mengembara dengan sistem ekonomi tukar-menukar. Dengan menembus medan yang berat, misionaris-misionaris IMB telah memikat orang Maasai dengan Injil, sementara memberi penekanan utama pada pelatihan perintis-perintis jemaat dan pemimpin-pemimpin dari antara orang Maasai sendiri.

Hasilnya adalah pertumbuhan jemaat yang cepat di tengah orang Maasai. Ibadahnya diisi dengan pesona dan kuasa ketika orang Maasai mencari Tuhan untuk mendapatkan kesembuhan dan petunjuk pribadi. Pengisahan kronologis Alkitab telah menjelma secara alamiah menjadi nyanyian kisah-kisah Alkitab oleh orang Maasai. Kelompok-kelompok lelaki dan wanita Maasai secara spontan membentuk paduan suara untuk menyanyikan kisah-kisah agung dari Perjanjian Lama dan Baru. Ketika orang Maasai menyanyi bersama sambil berlompat-lompatan tinggi sekali, hanya ada sedikit keraguan bahwa Gerakan Perintisan Jemaat di Maasai telah berakar dalam dan memang mandiri/indigenos.

Gerakan Perintisan Jemaat lainnya muncul setiap beberapa bulan: 30.000 orang percaya di suatu negara Asia Tenggara, 100.000 orang percaya membengkakkan 800 gereja baru di bagian timur India; 20.000 orang datang pada Kristus dalam waktu empat tahun di suatu provinsi di Cina; jemaat yang mulai mengganda dalam waktu enam bulan di salah-satu negara Eropa Barat; 383 gereja baru di suatu negara bagian di Brazil ;

Para misionaris saling berbagi berita-berita ini dengan yang lain -- dan saling memberitahukan cara yang dipakai Tuhan untuk melakukan hal-hal yang menakjubkan ini. Tuhan sedang melakukan sesuatu yang luar biasa. Mari kita menyimak apa yang telah kita pelajari dari karya-karya besar Tuhan di seluruh dunia.



Bab 3 -- Sepuluh Unsur Universal

[Indeks 00000]

Setelah melakukan survei mengenai Gerakan Perintisan Jemaat di seluruh dunia, kami menemukan setidaknya ada sepuluh unsur yang serupa pada setiap pergerakan itu. Memang, bisa saja sebuah Gerakan Perintisan Jemaat tidak memiliki unsur-unsur ini, tapi hal itu belum pernah kami lihat terjadi. Misionaris manapun yang ingin melihat Gerakan Perintisan Jemaat terjadi, perlu mempertimbangkan ke sepuluh hal ini.

  1. Doa

    Dalam semua Gerakan Perintisan Jemaat yang telah kami amati, doa merupakan hal yang amat sangat mendasar. Doalah yang membuat pilar pertama dalam pola induk (masterplan) seorang koordinator strategi untuk memenangkan suku atau pun kelompok masyarakat sasarannya. Meski begitu, keutamaan doa dalam kehidupan pribadi sang misionarilah yang memberi teladan kepada kehidupan gereja yang baru dan para pemimpinnya. Dengan sejak semula menunjukkan sumber kuasa yang ada padanya lewat doa, sang misionaris dapat dengan bebas membagi-bagikan sumber daya terbesar yang dibawanya serta ke dalam tugas pelayanan. Berbagi sumber daya atau kuasa sangat berpengaruh pada perpindahan visi dan momentum dari sang misionari kepada para pemimpin jemaat lokal yang baru.

  2. Tabur Injil Sebanyak-banyaknya

    Kami belum pernah menemukan adanya Gerakan Perintisan Jemaat terjadi di daerah yang tidak pernah atau pun yang sangat jarang diinjili. Semua Gerakan Perintisan Jemaat selalu berdampingan dengan pemberitaan injil yang berlimpah-limpah. Hukum penuaian benar-benar berlaku: "Kalau anda menabur sebanyak-banyaknya, anda akan menuai banyak juga." Di dalam Gerakan Perintisan Jemaat, ada ratusan bahkan sampai ribuan orang mendengar pernyataan bahwa Yesus Kristuslah yang memiliki kehidupan mereka. Penaburan benih injil semacam ini, seringkali sangat bergantung pada penginjilan lewat media massa, tetapi di dalamnya selalu pula melibatkan penginjilan pribadi dengan kesaksian yang jelas tentang kuasa injil untuk mengubahkan kehidupan seseorang.

    Keadaan yang sebaliknya dari hukum penuaian di atas juga terjadi. Setiap kali pemerintah atau kekuatan-kekuatan sosial lainnya mengelola tindakan-tindakan intimidasi dan melemahkan kesaksian Kristen, Gerakan Perintisan Jemaat juga secara efektif tereliminasi.

  3. Perintisan Jemaat Secara Intensif

    Dalam setiap Gerakan Perintisan Jemaat, selalu ada seseorang yang telah merancang penerapan suatu strategi mengenai bagaimana menyebarluaskan perintisan jemaat, sebelum gerakan itu dimulai. Ada banyak contoh tentang penerapan segala unsur kontekstualisasi dengan semestinya, tetapi sang misionaris mengalami kendala, karena kurang kecakapan (skill) atau karena tidak mempunyai visi untuk memimpin Gerakan Perintisan Jemaat. Walau begitu, jika kekurangan-kekurangan tersebut diatasi, maka hasilnya akan luar biasa.

    Gereja-gereja tidak terbentuk begitu saja. Di seluruh dunia ada bukti bahwa ada ribuan orang yang datang kepada Kristus karena berbagai alasan, tetapi hal ini tidak menghasilkan perlipat-gandaan gereja-gereja. Dalam situasi seperti ini, sebuah strategi perintisan jemaat yang terencana mungkin dapat mengubah kebangkitan kesadaran (awakening) oleh injil menjadi salah satu Gerakan Perintisan Jemaat yang lengkap.

  4. Otoritas Alkitab

    Bahkan di tengah-tengah kelompok masyarakat yang buta huruf pun, Alkitab telah menjadi sumber tuntunan mengenai doktrin, keputusan-keputusan yang seharusnya diambil oleh gereja atau kebijaksanaan gereja, dan juga bagi kehidupan itu sendiri. Sementara Gerakan Perintisan Jemaat telah timbul di tengah kelompok masyarakat atau suku yang tidak memiliki Alkitab di dalam bahasa mereka sendiri, sebagai besar dari mereka memiliki Alkitab baik secara lisan (oral) atau pun tertulis dalam bahasa hati mereka. Dalam setiap contoh, Alkitab menyediakan kemudi bagi kehidupan gereja, dan otoritasnya tidak terbantah.

  5. Kepemimpinan Lokal

    Para misionaris yang terlibat dalam Gerakan Perintisan Jemaat seringkali membicarakan disiplin diri yang dituntut dari dirinya dalam proses pembimbingan para perintis gereja, daripada berusaha melakukan sendiri perintisan gereja. Sekali seorang misionaris menempatkan dirinya sebagai perintis gereja yang utama atau pendeta, akan sulit baginya untuk menjadi orang yang ada di belakang layar lagi. Ini sama sekali bukan berarti para misionaris sudah tidak punya peranan lagi dalam perintisan jemaat. Justru sebaliknya, para perintis jemaat lokal (yang berasal dari daerah itu sendiri) menerima latihan terbaik mereka dengan memperhatikan bagaimana para misionaris membentuk kelompok-kelompok Pemahaman Alkitab bersama mereka yang bukan Kristen, yang sedang mencari tahu. Berjalan di samping perintis jemaat lokal adalah langkah pertama dalam menanam dan menetapkan kepemimpinan lokal.

  6. Kepemimpinan Yang Dijalankan Oleh Orang Awam

    Gerakan Perintisan Jemaat didorong oleh pemimpin-pemimpin yang berasal dari kalangan awam. Para pemimpin ini adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan utama lain, dan adalah orang kebanyakan dari kelompok masyarakat yang dijangkau. Dengan kata lain, jika kelompok masyarakat itu sebagian besar masih buta huruf, maka kepemimpinan yang ada di situ juga memiliki kesamaan ini. Jika kelompok masyarakat itu adalah kaum nelayan, maka para pemimpin yang ditetapkan di situ pun adalah nelayan. Seiring dengan merebaknya pergerakan ini, semakin banyak pula para pejabat pelayanan yang diberi gaji. Meski pun demikian, sebagian besar -- dan pucuk pertumbuhan gerakan -- masih berkelanjutan dengan dipimpin oleh orang awam atau orang-orang yang mempunyai pekerjaan utama lain.

    Ketergantungan terhadap kepemimpinan yang dilakukan oleh orang-orang awam ini adalah penjamin terbesar akan adanya para perintis jemaat dan pemimpin gereja-gereja sel yang potensial. Dengan menggantungkan harapan pada kepemimpinan pastoral dari para lulusan seminari -- atau bahkan pada mereka yang berpendidikan di tengah-tengah masyarakat yang buta huruf -- berarti pelayanan itu akan selalu mengalami kekurangan pemimpin.

  7. Gereja Sel Atau Gereja Rumah

    Memang ada gedung-gedung gereja yang didirikan dalam berbagai Gerakan Perintisan Jemaat ini. Walau demikian, bagian terbesar dari jemaat-jemaat dalam GPJ tetap berukuran kecil, dengan kemampuan reproduksi dari gereja-gereja sel berjumlah 10-30 anggota yang bersekutu dalam rumah-rumah atau ruko-ruko.

    Ada perbedaan antara gereja sel dan jemaat rumah tangga. Dalam gereja sel, setiap sel yang ada saling terkait satu dengan yang lain dalam suatu struktur jaringan kerja tertentu. Seringkali, jaringan kerja ini berhubungan dengan sebuah gereja yang lebih besar yang merupakan gereja induk. Gereja Full Gospel Central Church di Seoul, Korea Selatan dengan 50.000 kelompok selnya barangkali merupakan contoh paling terkenal tentang gereja sel.

    Jemaat rumah tangga kelihatan mirip dengan gereja sel, tapi umumnya mereka tidak terorganisir oleh sebuah otoritas tunggal ataupun hirarki otoritas. Sebagai unit yang mandiri, jemaat rumah tangga memang tidak berada dalam struktur (jalinan) kesatuan yang dimiliki gereja sel, tapi ini membuatnya bersifat lebih dinamis. Masing-masing memiliki kelebihannya sendiri-sendiri. Kelompok sel lebih mudah dibentuk dan dipimpin untuk mencapai kesesuaian doktrin, sedang jemaat rumah tangga tidak mudah ditekan oleh sikap bermusuhan penguasa. Kedua jenis gereja/ jemaat ini, sangat umum terjadi dalam Gerakan Perintisan Jemaat, bahkan kedua-duanya bisa terjadi dalam satu gerakan yang sama.

  8. Gereja Merintis Gereja

    Pada umumnya di dalam Gerakan Perintisan Jemaat, gereja pertama dirintis oleh seorang misionaris atau oleh seorang perintis jemaat yang telah dilatih oleh seorang misionaris. Meski begitu, pada waktu-waktu tertentu, saat gerakan itu memasuki fase pelipatgandaan reproduksi, gereja atau jemaat itu sendirilah yang melakukannya. Supaya hal ini terjadi, anggota-anggota jemaat harus percaya bahwa reproduksi adalah sesuatu yang lumrah dan tidak diperlukan bantuan apapun dari pihak luar untuk memulai sebuah jemaat atau gereja baru. Dalam Gerakan Perintisan Jemaat, tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi orang percaya lokal untuk memenangkan jiwa baru dan kemudian merintis sendiri gereja-gereja sel/jemaat rumah tangga baru.

  9. Reproduksi Yang Berjalan Cepat

    Memang ada yang mempersoalkan apakah Gerakan Perintisan Jemaat perlu bereproduksi begitu cepat demi keberlangsungan gerakan itu, tapi tidak seorang pun mempertanyakan bukti-bukti di dalam setiap Gerakan Perintisan Jemaat. Sebagian besar dari perintis-perintis jemaat yang terlibat dalam gerakan ini menyatakan bahwa reproduksi yang cepat sangat berarti bagi pergerakan itu sendiri. Mereka melaporkan bahwa apabila tingkat reproduksi menurun, maka Gerakan Perintisan Jemaat mulai terhambat. Reproduksi yang cepat menunjukkan betapa mendesak dan pentingnya untuk datang dan mempercayai Yesus Kristus. Pada saat reproduksi yang cepat berlangsung, itu merupakan jaminan bagi kita bahwa gereja-gereja sedang tidak dibebani oleh unsur-unsur yang tidak penting dan anggota awam jemaat sedang berada dalam kemampuan penuh untuk mengambil bagian dalam pekerjaan Allah ini.

  10. Gereja Yang Sehat

    Para ahli pertumbuhan gereja dalam beberapa tahun terakhir ini telah begitu gencar menulis tentang tanda-tanda dari sebuah gereja. Sebagian besar dari mereka setuju bahwa sebuah gereja yang sehat harus memiliki kelima tujuan ini:

  1. penyembahan,
  2. penginjilan dan pengutusan misionaris,
  3. pendidikan dan pemuridan,
  4. pelayanan dan
  5. persekutuan.
Dalam setiap Gerakan Perintisan Jemaat yang kami teliti, kelima fungsi kunci ini kami temukan di sana.

Beberapa perintis jemaat telah menunjukkan bahwa apabila kelima indikator kesehatan ini terlihat dengan kuat, gereja itu tidak bisa menghindari pertumbuhan. Masih banyak lagi yang bisa dikatakan mengenai kelima indikator gereja sehat ini, tapi yang terutama, dari sudut pandang seorang misionaris, adalah pengutusan misi. Dorongan inilah, yang berada dalam gereja-gereja yang berorientasi ke Gerakan Perintisan Jemaat, yang menyebarluaskan injil pada suku-suku terpencil, dan mengatasi penghalang-penghalang yang sejak lama telah menjadi kendala bagi usaha para misionaris Barat.



Bab 4 -- Sepuluh Faktor Umum

[Indeks 00000]

Di samping ke sepuluh unsur yang terdapat dalam setiap Gerakan Perintisan Jemaat, juga ada setidaknya sepuluh hal lain, yang walau tidak bersifat universal, tapi sering ditemukan. Hal-hal ini tidak disusun dalam urutan tertentu berdasarkan prioritas atau berapa seringnya hal tersebut terjadi. Meski demikian, dalam sebagian besar Gerakan Perintisan Jemaat, kita akan menemukan sebagian besar dari unsur-unsur ini, apabila tidak seluruh faktor.

  1. Menyembah Dalam Bahasa Hati

    Ada kasus-kasus di mana Firman Tuhan masih belum diterjemahkan ke dalam bahasa hati kelompok masyarakat yang bersangkutan dan bahasa yang digunakan dalam penyembahan adalah bahasa dagang mereka. Walau jarang ditemukan contoh-contoh seperti di atas, tetap saja bahasa hati suatu kelompok masyarakat muncul dalam doa, lagu-lagu, ilustrasi-ilustrasi khotbah dan aplikasinya. Penyembahan dalam bahasa hati umumnya akan membuat ibadah itu bisa dipahami, dan menjamah semua orang dalam persekutuan serta memudahkan setiap orang untuk berpartisipasi dalam pembentukan gereja yang baru ini. Misionaris yang dapat melihat nilai penting bahasa hati dari kelompok masyarakat sasaran dan lalu merangkulnya, merupakan orang yang menempatkan diri pada posisi yang sangat baik untuk merangsang terjadinya suatu Gerakan Perintisan Jemaat. Tidak ada cara lain yang dapat mengungkapkan pandangan hidup suatu suku melebihi pengenalan bahasa hati mereka yang mendalam/intim. Para misionaris yang memilih untuk melayani dengan menggunakan bahasa dagang, sejak permulaan sudah membentangkan tirai antara dirinya dengan kaum yang sedang mereka upayakan untuk dibawa kepada Kristus.

  2. Penginjilan Mempunyai Implikasi Kepada Komunitas

    Tidak seperti pola umum di negeri-negeri Barat yang sangat menekankan keindividualan dan komitmen pribadi, Gerakan Perintisan Jemaat sebaliknya sangat mengutamakan hubungan kekeluargaan dan sosial yang kuat. Para misionaris dalam GPJ telah menyadari hal ini dan mendorong para petobat baru supaya mereka mengikuti jaringan hubungan kekeluargaannya sendiri untuk mendekatkan mereka kepada komunitas iman (lihat Kis 16:31-32). Dalam banyak kasus, gereja-gereja terdiri dari beberapa keluarga besar dan dipimpin oleh kepala keluarganya sendiri.

  3. Cepatnya Kerjasama Dan Keterlibatan Para Petobat Baru Dalam Pelayanan Dan Kehidupan Gereja

    Dalam banyak Gerakan Perintisan Jemaat, pembaptisan tidak tertunda-tunda karena harus mengikuti pemuridan yang panjang lebih dulu. Sebaliknya, pemuridan biasanya mengawali pertobatan dan kemudian diteruskan tanpa henti. Bahkan ketika pembaptisan tertunda, orang-orang yang baru percaya diharapkan dapat langsung menjadi saksi; para murid baru ini langsung menjadi pembimbing bagi orang lain, bahkan menjadi perintis jemaat. Seorang setengah baya yang datang kepada Kristus dalam Gerakan Perintisan Jemaat di India merintis 42 jemaat dalam tahun pertama kehidupannya sebagai seorang percaya. Dalam mengupayakan agar gerakan ini tetap menyebar, seorang misionaris yang berorientasi ke GPJ akan mendorong para petobat baru untuk bergabung atau menolong mereka memulai sendiri merintis gereja-gereja baru, daripada sekedar menambahkan sejumlah angka ke dalam jemaat-jemaat yang telah ada.

  4. Semangat Yang Menggelora Dan Tak Kenal Takut

    Gerakan-gerakan perintisan jemaat juga dikenali karena semangatnya yang menyala-nyala dan keseriusannya untuk mendesak (sense of urgency), yang membuktikan betapa penting keselamatan dan betapa perlunya pertobatan itu. Orang-orang yang baru percaya menunjukkan keberaniannya di hadapan para penentangnya. Roh kepengecutan atau ketakutan selalu akan memadamkan sebuah GPJ. Keberanian memang dapat mendatangkan penganiayaan, tapi justru itulah yang menjadi bahan bakar bagi Gerakan Perintisan Jemaat (lihat Yos 1:6).

  5. Harga Yang Harus Dibayar Untuk Menjadi Seorang Kristen

    Gerakan Perintisan Jemaat seringkali meruak justru di tempat-tempat yang latar belakangnya tidak mendukung, di mana pertobatan kepada injil Yesus Kristus bukanlah hal yang diterima dengan baik dan membawa keuntungan-keuntungan sosial. Dalam banyak kasus, pertobatan justru akan membawa seseorang ke dalam penganiayaan atau bahkan kematian. Dalam menghadapi penganiayaan ini, orang-orang percaya mendapatkan dukungan yang kuat dari kesaksian Yesus dan gereja Perjanjian Baru (lihat Mat 10:17-25). Penganiayaan cenderung menyisihkan mereka yang tidak teguh dan menjamin terbangunnya suatu keanggotaan yang berdedikasi tinggi.

  6. Merasakan Adanya Krisis Kepemimpinan Atau Kekosongan Rohani Dalam Masyarakat

    Sebuah negara atau suku yang telah mengalami rasa kehilangan kepemimpinan atau kekosongan rohani akibat perang, bencana alam, atau karena perpindahan tempat tinggal, dapat menciptakan suatu lingkungan yang matang untuk menetaskan sebuah Gerakan Perintisan Jemaat. Disintegrasi kemasyarakatan semakin lama menjadi semakin umum dalam dunia kita yang berubah dengan begitu cepat, dan hal ini merupakan undangan yang baik bagi suatu Gerakan Perintisan Jemaat. Tersingkirnya simbol-simbol stabilitas yang telah bertahan lama dan hilangnya rasa aman, mengarahkan orang kembali kepada pertimbangan-pertimbangan mengenai pentingnya hal-hal yang bersifat kekal.

  7. Pelatihan Magang (on the job training) Bagi Para Pemimpin Jemaat

    Bersamaan dengan pertambahan jumlah jemaat yang begitu pesat, pelatihan kepemimpinan yang efektif adalah hal yang sangat mendesak demi suksesnya gerakan ini. Apabila para pemimpin gereja yang baru didirikan harus meninggalkan jemaatnya untuk mengikuti pelatihan teologia yang berlangsung lama, maka momentum gerakan ini akan hilang. Tetapi pada saat yang sama, pendidikan teologia yang merupakan bagian penting dari pertumbuhan gereja tidak bisa disepelekan. Pelatihan yang paling menguntungkan adalah yang membawa pendidikan sedekat mungkin ke daerah pelayanan. Pendidikan teologi di luar kelas (Theological Education by Extension) dengan penekanan pada pelajaran yang praktis, di mana pelatihan itu diselenggarakan sela menyela dengan pelayanan yang sedang berlangsung, telah terbukti menjadi pelengkap yang kuat bagi Gerakan Perintisan Jemaat.

    Bentuk-bentuk pelatihan magang ini berbeda di setiap tempat, tetapi di dalamnya secara khusus mencakup sebuah seri modul pelatihan jangka pendek, yang tidak akan mengganggu pelaksanaan tugas-tugas penginjilan, perintisan jemaat dan kepemimpinan pastoral. Para misionaris juga telah memberikan kesaksian tentang pentingnya pelatihan kepemimpinan untuk mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan Gerakan Perintisan Jemaat.

  8. Otoritas Kepemimpinan Tidak Berada Pada Satu Orang (Desentralisasi)

    Denominasi-denominasi dan struktur-stuktur gereja-gereja yang menerapkan hirarki/tingkatan otoritas atau yang memerlukan birokrasi dalam pengambilan keputusan, tidaklah sesuai untuk mengendalikan dinamika Gerakan Perintisan Jemaat. Penting sekali bagi seorang pemimpin kelompok sel atau jemaat rumah tangga untuk mempunyai wewenang/otoritas seluas yang diperlukan untuk melakukan hal-hal yang diperlukan bagi penginjilan, pelayanan, dan perintisan jemaat tanpa perlu menunggu-nunggu persetujuan dari hirarki gereja.

  9. Orang Luar Tetap Tidak Menonjol

    Misionaris yang telah terlibat dalam Gerakan Perintisan Jemaat menunjukkan betapa pentingnya untuk tetap menjaga diri agar tidak menonjol, pada saat mereka berusaha untuk memulai dan mengembangkan gerakan. Hal kunci yang perlu diperhatikan di sini adalah untuk meminimalkan kehadiran unsur-unsur asing dan mendorong terbangunnya gerakan yang mandiri dari kelompok masyarakat itu sendiri (indigenos). Daripada menunggu sampai ada petobat baru yang menunjukkan dirinya layak untuk menjadi (salah satu) pemimpin, sang misionaris mulai menarik para petobat baru ini untuk mengambil peran-peran kepemimpinan lewat pertemuan kelompok Pemahaman Alkitab yang bersifat partisipasif, dan untuk membimbing (mentoring) pemimpin-pemimpin jemaat dari belakang layar.

  10. Para Misionarinya Menderita

    Daftar nama para misionaris yang terlibat dengan Gerakan Perintisan Jemaat terbaca seperti sebuah katalog malapetaka. Banyak dari mereka yang mengalami sakit, penghinaan dan dipermalukan. Pada beberapa contoh, penderitaan itu disebabkan karena perilaku mereka yang merusak diri sendiri; dalam kasus yang lain terjadi akibat ulah para penentang. Mereka yang sedang mempelajari Gerakan Perintisan Jemaat memperkirakan bahwa penderitaan ini berhubungan dengan harga rohani yang lebih mahal yang harus dibayar untuk mengalahkan kuasa kegelapan (Wahyu 12:12). Apapun penyebabnya, tingkat ketidakseimbangan penderitaan yang ditanggung oleh para misionaris dalam Gerakan Perintisan Jemaat perlu mendapatkan perhatian. Para misionaris yang tetap berkeinginan untuk menjalani aksi ini sangat disarankan untuk selalu waspada, berjaga-jaga, bergumul dan berdoa.



Bab 5 -- Sepuluh Penanganan Praktis

[Indeks 00000]

Gerakan Perintisan Jemaat adalah pekerjaan yang kedaulatan dari Allah, tapi dalam kasih karunia-Nya yang luar biasa, Dia memilih untuk bekerja sama dengan kita. Ada beberapa hal praktis yang dapat dilakukan seorang misionaris untuk membantu memulai atau membantu perkembangan Gerakan Perintisan Jemaat. Sepuluh penanganan yang disebut di bawah ini bukanlah langkah-langkah yang berurutan. Beberapa langkah lebih penting dari langkah lainnya, tetapi setiap langkah yang ada, telah dilakukan dalam formasi Gerakan Perintisan Jemaat di salah satu tempat di dunia. Setiap misionaris harus menentukan sendiri langkah mana yang sesuai dengan situasinya, dan bagaimana langkah itu diadaptasi sehingga memperoleh keuntungan maksimal.

  1. Geluti Orientasi GPJ Sejak Awal Dimulainya

    Ini merupakan hal kunci: Gerakan Perintisan Jemaat berawal pada hari pelayanan dimulai. Visi akhir dari suatu pelayanan sudah harus mulai "terealisasi" sejak saat permulaan. Itu berarti, setiap misionaris yang ingin memulai Gerakan Perintisan Jemaat harus mulai dengan "membuat sebuah gereja/jemaat percontohan bergaya Gerakan Perintisan Jemaat" lengkap dengan penginjilan, pemuridan dan pelatihan pelipatgandaan jemaatnya, dalam konteks sebuah kelompok sel. Hal ini berlawanan dengan model jemaat yang dimulai dengan pra-penginjilan, lalu penginjilan, kemudian pemuridan, perintisan jemaat, pengutusan misi dan sebagainya.

  2. Kembangkan dan Terapkan Strategi-strategi Yang Bersifat Menyeluruh

    Para misionaris yang memperhatikan cakupan dari segala sesuatu yang diperlukan untuk memulai dan memelihara suatu Gerakan Perintisan Jemaat, akan segera menyadari bahwa pekerjaan ini melampaui keterbatasan mereka dalam hal waktu, talenta dan sumber-sumber. Walaupun demikian jika mereka memandang kepada sumber ketersediaan yang lebih besar dari amanat agung orang-orang Kristen dan terus menerus bertanya, "Hal apa yang diperlukan untuk dapat memulai suatu Gerakan Perintisan Jemaat?" mereka akan menemukan bahwa yang diperlukan adalah sebuah strategi yang menyeluruh (kompreshensif).

    Sebuah strategi yang komprehensif berdiri di atas setidaknya empat pilar : 1) doa, 2) Firman Tuhan, 3) penginjilan, 4) perintisan jemaat. Keempat pilar ini dipadukan oleh sebuah matriks pelayanan yang meliputi pelayanan untuk kebutuhan dasar manusia, strategi-strategi komunikasi, mobilisasi dan tindakan-tindakan lain. Waktu dikombinasikan, strategi-strategi yang menyeluruh ini membebaskan pelayanan tersebut dari keterbatasan seorang misionaris atau bahkan suatu badan misi, serta memaksimalkan kemungkinan-kemungkinan untuk memulai dan membantu mengembangkan sebuah Gerakan Perintisan Jemaat.

  3. Evaluasi Segala Sesuatu Untuk Mencapai Visi Akhir

    Sekali waktu seorang misionaris pernah berkomentar, "Anda dapat membedakan apakah seseorang itu adalah seorang misionaris yang baik atau tidak dengan memperhatikan terhadap apa dia dapat berkata 'tidak'." Ini tidak dimaksudkan untuk diartikan bahwa percobaan-percobaan yang berjangkauan luas dalam GPJ tidaklah sesuai, tapi seorang koordinator strategi yang efektif selalu bersifat tegas dalam mengevaluasi segala sesuatu yang dia kerjakan sehubungan dengan visi akhirnya -- yaitu sebuah Gerakan Perintisan Jemaat -- dan membuang hal-hal yang tidak atau tidak akan membawa pelayanannya ke sana.

  4. Terapkan Penuaian Seksama (Precision Harvesting)

    Daripada menabur benih injil secara acak dan menunggu-nunggu tibanya saat penuaian, sejumlah besar misionaris telah belajar untuk memakai hikmat penuaian seksama. Di dalam penuaian seksama digunakan "filter respon" untuk mengenali dan melokalisir orang-orang yang telah memberikan respon positif kepada injil. Kemudian, ditempatkanlah di sana pekerja yang akan tinggal dalam jangka panjang supaya dari kontak langsung dengan mereka dapat dilakukan pemuridan dan kemudian perintisan jemaat. Model pelayanan ini mengakui bahwa seorang misionaris yang tinggal di ladang pelayanan misi bisa saja berhasil dengan cara mempelajari bahasa, membagi imannya, memuridkan sekelompok orang percaya dan merintis sebuah gereja, tapi ada cara lain yang lebih efisien untuk mencapai hasil akhir yang sama.

    Melalui kerja sama dengan siaran radio atau bentuk-bentuk penginjilan massa lainnya, seorang misionaris perintis jemaat dapat menggunakan nama dan alamat para responden (orang-orang yang menjawab) untuk pelayanan pra-injili (penaburan) lainnya. Kemudian, dengan menempatkan dirinya di tengah-tengah orang-orang percaya baru atau yang sedang mencari kebenaran, ia dapat memulai pelayanan pemuridan dan perintisan jemaat. Pelayanan penuaian seksama ini dapat mempersingkat proses memulai sebuah gereja atau melipatgandakan jemaat-jemaat.

  5. Siapkan Orang-orang Yang Baru Percaya Untuk Menghadapi Aniaya

    Orang-orang yang baru percaya harus mengerti bahwa panggilan kepada Kristus adalah panggilan kepada salib. Pelecehan, penganiayaan bahkan penyiksaan sampai ke kematian (martir) bisa terjadi, tapi itu tidak seharusnya membuat orang yang baru percaya menjadi terkejut. Sejak jaman Perjanjian Baru penganiayaan sudah dialami oleh mereka yang mengikut Kristus. Mempersiapkan mereka untuk masa penganiayaan tidak perlu menunggu sampai mereka bertobat; itu seharusnya sudah dimulai dalam proses penginjilan. Orang-orang percaya harus diajar untuk mengharapkan masa-masa sulit sejak permulaan kekristenannya sebagai harga yang harus dibayar untuk pertobatan mereka ( lihat Mar 8:34).

  6. Kumpulkan, lalu menangkan mereka

    Langkah perkembangan yang logis dalam perintisan jemaat adalah: memenangkan, memuridkan, menjemaatkan, lalu mengorganisir mereka menjadi sebuah jemaat. Tetapi, ini bukan satu-satunya cara menyelesaikan pekerjaan. Banyak perintis jemaat yang efektif yang terlibat dalam Gerakan Perintisan Jemaat telah belajar untuk mengumpulkan sekelompok orang yang masih dalam tahap mencari-cari kebenaran dan membawa mereka ke dalam acara penyembahan yang bersifat PI serta kelompok-kelompok Pemahaman Alkitab. Orang-orang yang "belum Kristen" ini dibawa kepada visi Gerakan Perintisan Jemaat bahkan bersamaan dengan saat mereka dibawa ke dalam keluarga besar orang beriman.

  7. Cobalah metodologi PTTgSR

    Metode PTTgSR yang telah digambarkan dalam studi kasus masyarakat Yanyin, mengandung unsur-unsur inti yang seharusnya dapat diaplikasikan ke dalam konteks perintisan jemaat manapun. Sebuah jemaat yang PTTgSR memanfaatkan kelompok-kelompok Pemahaman Alkitab dan penyembahan yang bersifat Partisipatif, menegaskan bahwa Taat kepada Alkitab adalah satu-satunya ukuran keberhasilan, menjalankan kepemimpinan yang Tanpa gaji dan tidak berjenjang (hirarkis), dan bertemu dalam kelompok-kelompok Sel atau jemaat Rumah tangga.

  8. Kembangkan kepemimpinan jamak dalam gereja sel

    Hindari perangkap kekurangan pemimpin untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan, dengan memulai pelayanan yang dijalankan oleh kepemimpinan yang beranggotakan lebih dari satu (jamak). Masih ingat dengan Gerakan Perintisan Jemaat di Kamboja yang memulai setiap sel dengan membentuk lebih dulu "komite sentral" yang terdiri dari tujuh orang? Kepemimpinan jamak seperti ini sangatlah umum dalam Gerakan Perintisan Jemaat, dan dengan demikian selalu tersedia secara berlimpah pemimpin-pemimpin yang berpotensi bagi gereja-gereja sel dan untuk memulai jemaat-jemaat baru.

  9. Gunakan pelatihan Praktek Kerja Lapang (magang)

    Jangan sampai tergoda untuk menarik para pemimpin jemaat lokal yang baru didirikan dari jemaat-jemaat mereka, dan mengirim mereka untuk mengikuti pelatihan dalam suatu lembaga selama bertahun-tahun. Pendidikan teologia yang tidak terpusat pada satu tempat dan yang diselingi dengan pengalaman praktis akan jauh lebih baik bagi mereka. Pendekatan ini dapat berupa satu bulan masa pelatihan dan dua bulan magang sebagai pelayan pastoral, atau delapan sesi pelatihan selama dua minggu per sesi, yang diseling dengan pengalaman di lapangan, sehingga keseluruhan pelatihannya berlangsung selama beberapa tahun, pada saat yang sama dilakukan juga pemuridan dan peningkatan kecakapan yang akan berlaku seumur hidup. Pendidikan yang lebih tinggi dalam beberapa hal pasti akan sangat bermanfaat bagi para pemimpin jemaat, tapi jika ia harus pergi selama beberapa tahun untuk belajar, hal ini dapat menjadi kendala bagi Gerakan Perintisan Jemaat di tahap-tahap awal perkembangannya.

  10. Memberikan Contoh, MenDampingi, MengAwasi dan Men(T)inggalkan (CDAT)

    Para misionaris yang mempunyai kecakapan sebagai perintis jemaat, menghadapi banyak tantangan baik dari diri mereka sendiri, mau pun dari kelompok masyarakat yang hendak mereka jangkau. Selalu ada godaan untuk "saya bikin sendiri sajalah" daripada mengalihkan pelayanan kepada pemimpin lokal yang baru muncul. Perpindahan tanggung jawab ini dipersulit dengan kenyataan bahwa banyak, kalau bukan sebagian besar, misionaris sangat menikmati saat-saat penggembalaan dan pelayanan kepada jemaat.

    Permasalahan dalam perpindahan tanggung jawab ini dapat diperkecil apabila sang misionaris telah berbagi tanggung jawab dengan orang-orang yang sedang dipimpinnya sejak awal. Pola perintisan jemaat yaitu dengan melakukan memberikan contoh gereja baru dan ibadah, lalu menolong anggota jemaat untuk melakukan proses yang sama, akan membantu sang misionaris untuk memindahkan keahliannya kepada para perintis jemaat generasi berikutnya (lihat 2Ti 2:2).

    Siklus CDAT baru menjadi sempurna hanya apabila sang misionaris telah benar-benar menyingkir dari pelayanan. Barulah pada saat itu terjamin adanya pembaruan yang penuh gairah dari perintisan jemaat mandiri (indigenos).



Bab 6 -- Pertanyaan-pertanyaan yang Sering Dilontarkan

[Indeks 00000]

Ketika kami membahas Gerakan-gerakan Perintisan Jemaat dengan para misionaris dari seluruh dunia, sejumlah pertanyaan yang sama berulang kali dilontarkan.

  1. Bagaimana Dengan Gedung-gedung Dan Lembaga-lembaga Gereja?

    Gedung-gedung gereja dan lembaga-lembaganya memang dapat memberikan kontribusi kepada sebuah Gerakan Perintisan Jemaat, tapi di sisi lain bisa menjadi batu sandungan. Kalau bangunan-bangunan dan institusi merebak secara mandiri dan alamiah dalam batas-batas kebutuhan dan kemampuan orang-orang percaya di tempat itu, maka kehadirannya akan makin memantapkan persiapan bagi suatu Gerakan Perintisan Jemaat. Jika lembaga-lembaga/institusi-institusi (seminari, sekolah, rumah sakit, dan sebagainya) disarankan oleh atau bergantung pada pihak-pihak luar, hal-hal tersebut akan menyisakan beban pemeliharaan kepada kelompok masyarakat yang bersangkutan, dan pada akhirnya akan menjauhkan mereka dari momentum penginjilan dan perintisan jemaat.

    Gedung-gedung gereja telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kita di dunia Barat. Kita lupa bahwa kekristenan di dunia Barat memerlukan hampir tiga ratus tahun sebelum akhirnya secara mandiri (dari itikad sendiri) sampai pada kebutuhan untuk memiliki gedung-gedung ibadah secara khusus. Dalam kurun waktu tiga ratus tahun itu pula, injil meledak di sebagian besar wilayah dunia yang telah dikenal orang. Kalau kita langsung membangun gedung-gedung gereja untuk jemaat-jemaat yang baru dibentuk, kita bisa saja malah membebani mereka dengan beban eksternal yang tidak siap mereka pikul.

  2. Apakah Gerakan Perintisan Jemaat Menjadi Fasilitator Bagi Perkembangan Bidat?

    Para kritikus berpendapat bahwa fenomena kaum awam seperti Gerakan Perintisan Jemaat, adalah tanah yang subur bagi timbulnya ajaran bidat. Mungkin saja ini benar, tetapi tidak semuanya seperti itu. Solusi yang seringkali ditawarkan adalah dengan memperbanyak pelatihan teologia. Meskipun demikian, sejarah gereja telah memperlihatkan bahwa pengobatan dapat berakibat lebih buruk daripada penyakitnya itu sendiri. Sejak sekolah teologi pertama didirikan di Alexandria, Mesir, telah terbukti bahwa seminari-seminari pun bisa menjadi sarana transmisi baik bagi bidat maupun doktrin-doktrin yang benar. Hal yang sama masih berlaku sampai saat ini.

    Kunci dari doktrin yang sehat adalah Firman Tuhan. Dalam lingkungan ledakan pertumbuhan gereja pada abad pertama, saat itu tidak ada seminari, tetapi yang ada hanyalah memberlakukan secara sederhana perkataan Yesus "ajarlah mereka untuk memperhatikan dengan seksama segala sesuatu yang telah Kuajarkan kepadamu" (Mat 28:20). Dari amanat ini lahirlah sejumlah pendekatan untuk pemuridan dan pelatihan. Tantangan di abad pertama itu hanya berubah sedikit sekali bagi kita dan mengundang jenis-jenis respon kreatif yang sama, untuk menjamin tetap berlangsungnya kesetiaan kepada pengajaran Kristus.

  3. Bagaimana Dengan Anak-anak, Apa Tindakan Anda Untuk Mereka?

    Para misionaris dan mereka yang berlatar belakang gereja tradisional, melontarkan banyak pertanyaan tentang mekanisme metode gereja sel. Satu dari pertanyaan-pertanyaan yang paling umum adalah tentang keberadaan anak-anak dalam gereja-gereja sel. Para praktisi gereja sel mengakui bahwa ini adalah kelemahan mereka dibandingkan dengan gereja tradisional dengan program Sekolah Minggunya yang berjenjang. Jalan keluarnya berkisar mulai dari mengikutsertakan anak-anak ke dalam kelompok Pemahaman Alkitab gereja sel dan penyembahan, sampai ke memisahkan mereka ke dalam program-program khusus yang dapat dipimpin secara bergantian oleh para sukarelawan atau orang muda yang lebih dewasa. Jika kita bisa menolak godaan untuk membiarkan sel-sel menjadi terlalu besar sebelum terbagi dan berlipat ganda, kita dapat melakukan tugas pendewasaan dan pemuridan bagi orang-orang muda kita dengan lebih teratur.

    Sementara belum ada jawaban universal untuk tantangan ini, ada berbagai variasi tanggapan yang muncul di mana-mana di seluruh dunia. Dengan begitu banyaknya tantangan yang berhubungan dengan sebuah Gerakan Perintisan Jemaat, para misionaris dan perintis jemaat didorong untuk tetap melakukan percobaan, inovasi dan adaptasi!



Bab 7 -- Kendala-kendala Bagi Suatu GPJ

[Indeks 00000]

Gerakan Perintisan Jemaat adalah karya Allah, tapi luar biasa sekali bagaimana manusia dapat sejauh itu turut ikut campur di dalamnya. Sama seperti karya-Nya yang lain, Dia membiarkan kita secara aktif bekerjasama atau menjadi penghalang -- sadar atau tidak -- bagi tujuan yang hendak dicapai-Nya. Para misionaris yang terlibat dalam Gerakan Perintisan Jemaat telah mengenali beberapa tindakan manusia yang cenderung menghambat, memperlambat atau menghalangi GPJ. Meskipun kita tidak bisa menciptakan sebuah Gerakan Perintisan Jemaat, tapi kita bisa berbuat sesuatu supaya tidak menyumbat meruaknya pergerakan ini. Di bawah ini terdapat beberapa penghalang utama Gerakan Perintisan Jemaat yang dihadapi oleh para misionaris.

  1. Membebankan Keharusan-keharusan Yang Tidak Alkitabiah Kepada Jemaat

    Apabila suatu badan misi, perserikatan atau konvensi berusaha mengharuskan sebuah jemaat untuk memiliki hal-hal yang tidak diharuskan dalam Alkitab seperti: tanah, gedung, seminari tempat pelatihan bagi para pemimpin, atau menggaji pejabat gereja sebelum mengakui status mereka secara penuh sebagai gereja, maka Gerakan Perintisan Jemaat akan terhambat. Orang-orang Kristen (di dalam badan misi, perserikatan atau konvensi) ini mungkin sebenarnya berniat baik dengan membebani prasyarat-prasyarat sebelum secara resmi mendirikan sebuah gereja -- sasaran dari prasyarat-prasyarat itu biasanya adalah adanya jaminan bahwa kehidupan gereja itu akan berkelanjutan, sebelum gereja itu berjalan secara mandiri. Tetapi, keharusan-keharusan seperti gedung, properti dan pejabat yang digaji dengan segera akan menjadi batu kilangan yang berat di leher mereka dan membuatnya tidak mungkin bisa bereproduksi.

  2. Hilangnya Identitas Kebudayaan Yang Berharga

    Apabila sekelompok masyarakat harus menyingkirkan identitas etnis mereka yang berharga dan mengadopsi budaya asing supaya dapat menjadi orang percaya, maka alasan perintisan gereja tidak akan berjalan jauh atau pun bertahan lama. Di seluruh dunia, banyaknya gereja yang secara budaya nampak aneh di lingkungan mereka sendiri, merupakan kesaksian tentang adanya penghalang semacam ini.

    Terdapat begitu banyak contoh di mana perintisan gereja merupakan medan pertempuran kebudayaan, ketika para misionaris dan orang-orang Kristen lokal berusaha menguasai dan mengubah kebudayaan, bukannya hati masyarakat yang hendak dijangkau. Setiap kali seseorang harus menjadi seperti orang Rusia, Amerika, Eropa dan sebagainya untuk menjadi seorang Kristen, maka tipis kemungkinan Gerakan Perintisan Jemaat dapat merebak dengan cepat di tengah-tengah kelompok masyarakat yang non-Rusia, non-Amerika atau non-Eropa.

  3. Mengatasi Teladan Yang Buruk Dari Orang Kristen

    Sayang sekali bahwa penyebaran injil di seluruh dunia kadangkala menghasilkan gereja-gereja yang memberi teladan buruk tentang imannya. Apabila gereja-gereja yang lebih dulu ada di suatu tempat memiliki anggota-anggota jemaat yang belum lahir baru serta hidup secara duniawi dan tidak bermoral, ini akan mempersulit orang-orang yang baru percaya untuk meyakinkan orang yang masih terhilang, bahwa iman Kristen itu kudus dan sanggup melepaskan mereka dari segala hal yang membelenggu.

    Ada beberapa corak perilaku gereja yang mungkin masih dapat dianggap bermoral, tapi mengkompromikan dan merusak semangat dari Gerakan Perintisan Jemaat. Jika gereja-gereja lokal yang lebih dulu ada di suatu tempat tidak merasakan dorongan untuk menyebarluaskan imannya, orang-orang yang baru percaya mungkin akan mempertanyakan kenapa mereka mesti merasa bergairah atau merasa urgen terhadap penginjilan.

  4. Model-model Gereja Yang Tidak Bisa Direproduksi

    Kapan saja seorang misionaris memulai perintisan jemaat dengan memakai komponen-komponen yang tidak dapat direproduksi sendiri oleh kelompok masyarakat setempat, maka ia telah merusak Gerakan Perintisan Jemaat. Godaan untuk itu akan selalu ada: kelihatannya lebih cepat dan mudah bila mengimpor solusi untuk menyelesaikan tantangan-tantangan lokal daripada mencari sebuah solusi yang berakar pada masyarakat itu sendiri. Hal-hal yang dapat menghambat gerakan bisa merupakan hal yang kelihatannya tidak berbahaya, seperti blok-blok sinder (batu bangunan), sound sistem elektronik, kursi-kursi lipat impor.

    Gerakan Perintisan Jemaat yang sejati selalu akan muncul sesuai dengan konteksnya. Jika desa itu bangunannya terbuat dari bambu, maka gedung gerejanya pun akan terbuat dari bambu. Di daerah pedesaan, gereja sel atau jemaat rumah tangga mengambil struktur yang serupa dengan struktur keluarga bukannya kejemaatan yang membutuhkan gedung mahal untuk digunakan secara eksklusif sebagai tempat pertemuan-pertemuan ibadah. Para praktisi GPJ mengevaluasi setiap aspek dari masing-masing jemaat yang diawali dengan pertanyaan: "Dapatkah bagian ini direproduksi kembali oleh orang-orang percaya di sini?" Jika jawabannya "tidak", maka unsur asing itu disingkirkan.

  5. Subsidi-subsidi Yang Menimbulkan Ketergantungan

    Pada dasarnya uang bukanlah sesuatu yang jahat. Untuk menyokong para misionaris dan mempromosikan hal-hal yang tak dapat dilakukan sendiri oleh orang yang masih terhilang maupun yang sudah percaya, uang memainkan peranan penting. Setiap kali injil diperkenalkan kepada suatu kelompok masyarakat baru, maka sokongan dari luar dibutuhkan. Masalahnya baru timbul ketika bantuan dana dari luar itu menimbulkan ketergantungan pada orang-orang yang baru menjadi Kristen, menghimpit inisiatif mereka dan memadamkan api Gerakan Perintisan Jemaat.

    Sebaiknya pemakaian bantuan dana dari luar adalah untuk mendanai usaha menjangkau kelompok masyarakat yang belum terjangkau, mengembangkan literatur/bahan-bahan bacaan injili, pembuatan program radio dan penyiarannya, memproduksi film Yesus, penerjemahan Alkitab, siaran televisi injili, kaset, CD, dan sebagainya. Pada saat pihak-pihak luar dengan itikad baiknya mendongkrak pertumbuhan dengan membelikan gedung-gedung atau mensubsidi gaji para pendeta, mereka membatasi kapasitas gerakan ini untuk bereproduksi secara spontan dan mandiri.

  6. Ketentuan-ketentuan Kepemimpinan Yang Tidak Alkitabiah

    Kapan saja para misionaris, gereja-gereja atau pemimpin-pemimpin denominasi yang pada dasarnya beritikad baik menjejalkan keharusan-keharusan yang melebihi apa yang ditetapkan dalam Perjanjian Baru kepada para pemimpin jemaat, maka hal itu akan menghambat Gerakan Perintisan Jemaat.

    Contoh yang diberikan Perjanjian Baru dapat kita temukan dalam cara Kristus memilih kedua belas murid-Nya (Mat 4:18-22) dan pada syarat/kriteria yang diberikan Paulus tentang seorang pemimpin jemaat dan diaken (1Ti 3). Sangat mencolok terlihat bahwa karakter moral dan keinginan untuk mengikut Kristus lebih dititikberatkan daripada pelatihan teologia atau derajat pendidikan.

  7. Pemikiran Dan Tindakan Yang Bersifat Linear Dan Berurutan

    Wajar saja bila seorang misionaris berpikir dalam langkah-langkah pemahaman yang bertahap mengenai perintisan jemaat. Contohnya seperti ini, pertama pelajari bahasanya, lalu mulai membangun hubungan-hubungan, setelah itu bagikan kepada mereka kesaksian, lalu muridkan orang-orang percaya, lalu jemaatkan, setelah itu tetapkan pemimpin-pemimpin, dan kemudian, kembali memulai perintisan gereja lainnya lagi, dan sebagainya. Tetapi, para misionaris yang telah berhasil menjadi navigator bagi sebuah Gerakan Perintisan Jemaat memberikan gambaran yang berbeda tentang pergerakan ini, yaitu bahwa ternyata ia bersifat non-linear (tidak berupa garis lurus).

    Mereka bersikeras pada pentingnya kesaksian sejak hari pertama, bahkan sebelum bahasa setempat dikuasai. Dari pada menunggu-nunggu terjadi pertobatan, para misionaris memuridkan mereka yang belum percaya untuk dibawa kepada pertobatan. Pada saat mereka menjadi orang percaya, para petobat baru ini sudah beberapa lama mengambil bagian dalam gereja-gereja sel dan telah menangkap visi untuk memulai jemaat-jemaat. Gerakan Perintisan Jemaat segera merebak setelah berbagai unsur dari sebuah Gerakan Perintisan Jemaat berjalan secara berkesinambungan (simultan).

  8. Merintis Jemaat "Kodok" Bukannya Jemaat "Kadal"

    Ya, benar ini memang suatu metafora. Gereja-gereja kodok memandang dirinya sebagai ujung/akhir dari segala yang ada padanya, duduk menggemukkan diri di atas bukit atau daun teratai yang terapung (atau jalan-jalan utama) dan merasa puas, berharap jiwa-jiwa terhilang yang mencari-cari keselamatan akan datang sendiri kepada mereka. Gereja-gereja kodok mengadakan pertemuan-pertemuan di tempat-tempat yang membuat mereka merasa nyaman dan menuntut supaya jiwa-jiwa yang terhilang beradaptasi dengan dunia kekodokan mereka. Gereja kadal selalu mengejar jiwa terhilang. Selalu bisa beradaptasi dan siap beraksi, mereka bergerak cepat ke dalam dunia menyusup lewat celah-celah mencari yang jiwa hilang. Gereja-gereja kadal menembus ke dalam rumah-rumah jiwa terhilang lewat pertemuan-pertemuan Pemahaman Alkitab yang injili, dan bukan cuma menuntut supaya jiwa-jiwa terhilang datang sendiri ke gereja-gereja mereka. Mereka tidak berkeberatan untuk mengubah warna kulit, mencurahkan sepenuh tenaga, bahkan jika perlu kehilangan ekor, hanya supaya dapat membawa jiwa terhilang ke dalam keluarga Allah.

  9. Strategi-strategi Yang Baku

    Agak aneh tentunya bahwa setelah semua petunjuk yang dikemukakan dalam buku ini, para misionaris diperingatkan untuk menentang metode-metode siap pakai, yang sudah dibakukan. Misionaris-misionaris praktisi Gerakan Perintisan Jemaat adalah orang-orang yang begitu sangat ingin tahu dan memiliki komitmen untuk belajar di mana dan bagaimana Allah sedang bekerja. Apabila para misionaris memasuki ladang pelayanan dengan kantung-kantung yang dipenuhi berbagai jawaban, bukannya hati yang lapar untuk mengawasi dan belajar di mana Allah sedang bekerja dan apa yang sedang dikerjakan-Nya, maka mereka telah membatasi kemampuan Allah untuk memakai dirinya. Ini bukannya dukungan untuk melakukan pendekatan "tidak tahu apa-apa" dalam misi, tapi untuk menekankan pentingnya kerendahan hati dan kebergantungan kepada Allah demi pengungkapan di mana dan bagaimana Dia akan melaksanakan sebuah Gerakan Perintisan Jemaat.



Bab 8 -- Visi GPJ Bagi Dunia

[Indeks 00000]

Allah telah memperlihatkan kepada kita bahwa saat ini Dia sedang mengerjakan sesuatu di antara suku-suku bangsa di seluruh dunia -- sesuatu yang begitu mengagumkan, sampai-sampai kalau bukan karena telah melihatnya sendiri kita tidak akan percaya (lihat Hab 1:5). Kami menyebut hal yang dahsyat dan mengagumkan ini Gerakan Perintisan Jemaat. Gerakan-gerakan Perintisan Jemaat ini tidak terkungkung dalam batasan-batasan geografis atau pembagian-pembagian rasial yang ada di masyarakat. Allah telah mendemonstrasikan bahwa Dia sanggup memunculkan gerakan ini di antara masyarakat kota mau pun pedesaan, di tengah mereka yang berpendidikan mau pun yang buta huruf, di benua mana pun dan dari latar belakang agama apa saja. Garis merah universal yang menghubungkan setiap gerakan tersebut adalah Allah sedang melakukan rekonsiliasi (pendamaian) antara diri-Nya dengan dunia ini melalui Yesus Kristus.

Sejak awal, Allah telah memanggil kita untuk menjadi rekan kerja-Nya. Kalau kita bersedia, Dia bisa saja dalam kasih karunia-Nya memberi pada kita kesempatan untuk melihat Gerakan Perintisan Jemaat terjadi di seluruh dunia di generasi kita.

Selama lima tahun terakhir, melalui setidaknya lima Gerakan Perintisan Jemaat, hampir seperempat milyar jiwa yang hilang telah datang kepada iman dalam Yesus Kristus. Bayangkan jika ada 50 Gerakan Perintisan Jemaat -- atau 500! Walaupun demikian, luapan kegembiraan kita hendaknya bukan karena besarnya jumlah atau bahkan bila kita sadari bahwa angka-angka ini mewakili orang-orang yang mendapatkan kehidupan baru dalam Kristus. Sukacita terbesar datang karena kebersamaan kita dalam misi Allah yaitu rencana penebusan-Nya bagi bangsa-bangsa, yaitu melayani sebagai alat dalam pengungkapan mujizat keselamatan ini yang dikerjakan kepada semua suku bangsa. Inilah yang seharusnya menjadi alasan sukacita kita.

Pelari maraton biasanya memulai perlombaan dengan antusiasme yang besar. Tapi tidak lama setelah itu mulai ada yang berjatuhan atau makin lamban berlari. Tapi beberapa pelari tetap bertahan menanggung rasa sakit dan lelah. Bagi para atlit yang telah bertahan ini tidak ada pandangan yang lebih melegakan selain etape terakhir menjelang garis finis. Waktu mereka melihatnya, denyut nadi bertambah cepat langkah menjadi kuat kembali dan adrenalin mereka berbuncah-buncah saat mengarahkan langkah mereka ke garis finis. Tubuh Kristus telah berlari dalam suatu perlombaan besar selama hampir 2.000 tahun. Sepanjang perjalanan itu, telah banyak orang percaya yang menjadi lemah dan lesu. Mereka bukannya tetap berlari maju, malahan menjadi puas dengan langkah-langkah yang lamban.

Hari-hari ini, semakin banyak orang Kristen yang memperhatikan tanda-tanda bahwa kita mungkin akan memasuki bagian 100 meter terakhir itu. Allah sedang mencurahkan Roh-Nya ke atas bangsa-bangsa (lihat Kis 2:17). Mereka yang mengartikan Gerakan Perintisan Jemaat ini sebagai tanda-tanda intervensi ilahi Allah sendiri dalam sejarah, sedang menilai kembali kehidupannya dan melipatgandakan pekerjaan-pekerjaannya.

Secara sederhana, jika ini berasal dari Allah, kami ingin menjadi bagian di dalamnya. Memasuki etape akhir, kita merasakan bagaimana denyut nadi kita bertambah cepat, langkah-langkah kaki semakin mantap dan tujuan kita makin diperluas.

"Karena itu marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita."



Glosari Gerakan Perintisan Jemaat

[Indeks 00000]

CBAT (Contoh Bantu Awasi dan Tinggalkan) / MAWL (Model, Assist, Watch and Leave) -- suatu ritmik (dalam irama) pelaksanaan perintisan jemaat yang ikut memberi sokongan bagi GPJ pada waktu seorang misionari membuat sebuah contohan GPJ, membantu orang percaya baru merintis jemaat-jemaat berorientas GPJ, mengawasi untuk memastikan bahwa mereka dan gerejanya bereproduksi dan kemudian meninggalkannya untuk memulai siklus CBAT baru.

FILTER RESPON DAN SIMPAI UMPAN BALIK -- metode-metode yang dimanfaatkan untuk memperoleh keterangan mengenai respon seseorang terhadap usaha-usaha penginjilan massal, untuk keperluan-keperluan tindak lanjut pemuridan dan perintisan jemaat.

GERAKAN PERINTISAN JEMAAT -- tingkat pertumbuhan yang cepat dan eksponensial dari tindakan perintisan-perintisan jemaat yang dikerjakan oleh jemaat-jemaat indigenos di dalam kelompok masyarakat atau golongan populasi tertentu.

GEREJA RUMAH -- kumpulan-kumpulan kecil orang percaya yang rata-rata berjumlah 10-30 orang, yang bertemu di rumah-rumah atau emperan toko, yang umumnya tidak terorganisir (tidak seperti kelompok sel) di bawah otoritas tunggal atau pun hirarki otoritas.

GEREJA SEL -- gereja yang terdiri dari sekumpulan kecil orang percaya, umumnya 10-30 orang setiap unit, yang bertemu di rumah-rumah atau emperan toko, yang mengerjakan ke lima tujuan gereja dan berhubungan satu sama yang lain, dalam satu bentuk jejaring yang berstruktur. Jejaring ini sering kali merupakan bagian dari satu identitas gereja tunggal yang lebih besar.

KOORDINATOR STRATEGI -- seorang misionari yang bertanggung jawab untuk mengembangkan sebuah rencana terpadu yang sasarannya adalah memulai dan memelihara Gerakan Perintisan Jemaat di tengah-tengah sekelompok masyarakat atau suatu bagian populoasi tertentu yang belum terjangkau oleh injil.

LIMA TUJUAN GEREJA:

  1. 1. Worship (Ibadah/penyembahan),
  2. 2. Pelayanan Penginjilan dan Misionari,
  3. 3. Pendidikan dan pemuridan,
  4. 4. Pelayanan,
  5. 5. Persekutuan

MANDIRI (indigenous) -- berasal dari dalam atau mampu muncul dari dalam konteks lokal. Ini berlawanan dengan eksogen yaitu berasal dari luar lingkungan lokal/ setempat; bersifat asing.

PENGISAHAN ALKITAB SECARA KRONOLOGIS -- sebuah metode penginjilan kepada suatu kelompok masyarakat dengan memakai cerita-cerita besar Alkitab sejak penciptaan, penebusan sampai pada kembalinya Kristus dan menghubungkannya pada mereka dalam cara yang sesuai dengan budayanya.

PEMBIMBINGAN (Mentoring) -- satu bentuk pengajaran yang melibatkan hidup di samping orang yang sedang diajar dan mempersilahkan dia belajar dari contoh yang diberikan itu.

PENUAIAN SEKSAMA (precision harvesting) -- sebuah strategi penempatan para perintis jemaat di dalam suatu hubungan komunikasi dengan mereka yang sedang mencari-cari (kebenaran) atau orang percaya baru yang sebelumnya telah diidentifikasi dan mulai dilayani melalui respons mereka terhadap penginjilan massal.

PERTUMBUHAN EKSPONENSIAL -- pertumbuhan yang ditandai oleh kelipatan setiap bagian. Jadi dalam pertumbuhan eksponensial 2x2=4, 4x4=16, dst. Pertumbuhan ini bertenatngan dengan pertumbuhan inkremental.

PERTUMBUHAN DERET BILANGAN -- pertumbuhan dengan penambahan., dengan demikian 10 gereja induk mungkin menambahkan beberpa gereja cabang lagi setiap tahun, ini berlawanan denngan pertumbuhan eksponensial.

PTTgSR -- (Participative, Obey, Unpaid, Cell, House -- POUCH): suatu metode perintisan jemaat yang menggambarkan jemaat yang ditandai oleh hal-hal ini: kelompok pedalaman Alkitab dan kelompok ibadah yang bersifat partisipatif, taat pada firman Tuhan, mengembangkan pemimpin gereja yang bekerja rangkap sehingga tidak perlu dibayar atau tanpa gaji, serta bertemu sebagai gereja sel, atau gereja rumah.

SUBSIDI -- dukungan dana yang berasal dari luar negeri untuk menyokong kehidupan para pendeta atau pelayan-pelayan jemaat yang lain. Umumnya hal ini justru menjadi halangan produktifitas bagi Gerakan Perintisan Jemaat.


|
 




 Ke atas 
© 2003 YLSA