Sabda Katalog Yayasan Lembaga SABDA Pendidikan Elektronik Study Teologia Awam e-Learning - Situs Sumber Bahan Pelajaran Kristen dan Pendidikan Elektronik e-Learning - Situs Sumber Bahan Pelajaran Kristen dan Pendidikan Elektronik e-Learning - Situs Sumber Bahan Pelajaran Kristen dan Pendidikan Elektronik e-Learning - Situs Sumber Bahan Pelajaran Kristen dan Pendidikan Elektronik e-Learning - Situs Sumber Bahan Pelajaran Kristen dan Pendidikan Elektronik e-Learning - Situs Sumber Bahan Pelajaran Kristen dan Pendidikan Elektronik
e-Learning - Situs Sumber Bahan Pelajaran Kristen dan Pendidikan Elektronik e-Learning - Situs Sumber Bahan Pelajaran Kristen dan Pendidikan Elektronik
Home | Bahan | Seri

Pengantar ke dalam Hermeneutik Alkitabiah - Biblika

Kategori: Sistematika | Biblika | Praktika | Historika


Pengantar ke dalam Hermeneutik Alkitabiah


Pengantar ke dalam Hermeneutik Alkitabiah

[Indeks 00001]

Prinsip-prinsip Penafsiran Alkitab yang Bertanggungjawab

Penyusun:

Dra. Yulia Oeniyati Buffet, M.Th.

Untuk penggandaan buku ini mohon kesediaannya meminta ijin kepada penyusun buku.

© Yulia Oeniyati Buffet

1997, 1999, 2001

Pengantar ke dalam Hermeneutik Alkitabiah; Prinsip-prinsip Penafsiran Yang Bertanggungjawab

E-mail:

Kotak Pos 25/SLONS

Surakarta, 57135



Pengantar ke dalam Hermeneutik Alkitabiah -- Daftar Isi

Daftar Isi

00002 Kata Pengantar

00003 Bab I PENDAHULUAN

Apakah arti Hermeneutik? Apakah pentingnya Hermeneutik?
Kualifikasi apakah yang diperlukan untuk seorang penafsir yang benar?

00004 Bab II ALAT-ALAT BANTU HERMENEUTIK

Alat-alat bantu apakah yang dibutuhkan untuk bisa menafsir dengan
bertanggungjawab? Apakah gunanya?

00005 Bab III HERMENEUTIK DALAM SEJARAH

Kapan ilmu menafsir Alkitab mulai berkembang?
Aliran-aliran penafsiran apa saja yang ada?

00006 Bab IV PRINSIP-PRINSIP HERMENEUTIK

Mengapa perlu aturan-aturan dalam menafsir Alkitab?

00007 Bab V. PRINSIP-PRINSIP UMUM HERMENEUTIK

Prinsip-prinsip umum apakah yang harus dipelajari?
Bagaimana menggunakannya?

00008 Bab VI PRINSIP-PRINSIP KHUSUS HERMENEUTIK

Prinsip-prinsip khusus apakah yang harus dipelajari?
Bagaimana menggunakannya?

00009 Bab VII PENDEKATAN HERMENEUTIK

Mengapa masing-masing kitab dalam Alkitab harus dipelajari dengan cara
pendekatan yang berbeda-beda?


00010 Bab VIII PENUTUP

Apakah pentingnya mengaplikasikan kebenaran Firman yang sudah kita pelajari?
Bagaimana caranya?


00011 Daftar Kepustakaan



Pengantar ke dalam Hermeneutik Alkitabiah -- Kata Pengantar

[Indeks 00001]

Kata Pengantar

Buku ini adalah diktat catatan kuliah yang saya persiapkan untuk mengajar kelas matakuliah Hermeneutik. Tujuannya adalah agar mahasiswa teologia mendapat kemudahan dalam mengikuti pelajaran Hermeneutik yang saya berikan. Dengan disusunnya buku ini saya berharap para mahasiswa teologia tidak hanya akan mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana menafsirkan Alkitab dengan cara yang bertanggung jawab, tapi juga bersemangat untuk mengaplikasikan kebenaran yang telah dipelajari. Hasil dari pergumulan yang dekat dengan Firman Tuhan itu akan menolong para calon hamba Tuhan ini untuk dapat dengan cepat mengevaluasi pengajaran-pengajaran Alkitab yang sering diselewengkan dari hasil penafsiran yang salah dan tidak sehat.

Namun, selain untuk mahasiswa Teologia, tidak menutup kemungkinan buku ini akan dipakai oleh umat Kristen awam yang rindu untuk mempelajari dan mengerti Firman Tuhan secara bertanggungjawab. Doa saya kiranya pemakai buku ini akan mendapatkan kepuasan dalam menyelidiki dan mempelajari Firman Tuhan sehingga memiliki dorongan untuk dengan sukacita hidup sesuai dengan kebenaranNya. Dengan demikian totalitas hidup kita semakin diperkaya dengan FirmanNya dan nama Tuhan kita Yesus Kristus akan dimuliakan.

Sola Scriptura, Sola Fide, Sola Gracia!

Soli Deo Gloria!

Dalam kasih-Nya,

Dra. Yulia Oeniyati Buffet, M.Th.



Pengantar ke dalam Hermeneutik Alkitabiah -- Bab I

[Indeks 00001]

Bab I

PENDAHULUAN

Apakah arti Hermeneutik? Apakah pentingnya Hermeneutik? Kualifikasi apakah yang diperlukan untuk seorang penafsir yang benar?

PENGERTIAN DAN DEFINISI HERMENEUTIK

Sebelum membahas secara lengkap prinsip-prinsip Hermeneutik, perlu terlebih dahulu dibahas beberapa istilah dan pengertian Hermeneutik dan juga hal-hal yang berhubungan dengan pengertian tsb.

A. Arti Kata Hermeneutik

  1. DALAM BAHASA IBRANI. Kata Hermeneutik dalam bahasa Ibrani adalah pathar (), yang artinya adalah menafsir" (to interprete). Sedangkan kata bendanya adalah pithron, artinya "tafsiran" (interpretation). Kata ini paling umum digunakan dalam konotasi menafsirkan mimpi, karena mimpi berwujud simbol yang artinya tidak jelas. {Ge 41:8,12,15}

  2. DALAM BAHASA YUNANI. Kata Hermeneutik dalam bahasa Yunani adalah hermeneutikos, berasal dari kata hermeneuo (), artinya "menafsir" (to interprete). Kata benda yang dipakai adalah hermeneia, artinya "tafsiran" (interpretation). Kata ini ambil dari kata Hermes, yaitu nama dewa Yunani yang tugasnya membawa berita-berita dari dewa-dewa kepada manusia. {Ac 14:11-12}

B. Definisi Hermeneutik

  1. NON-KRISTEN. Hermeneutik dimengerti sebagai ilmu umum tentang linguistik; atau peraturan-peraturan yang dipergunakan untuk mencari arti sesungguhnya atau menafsir/menjelaskan suatu pengertian yang tidak jelas artinya.

  2. KRISTEN. Hermeneutik adalah bagian dari ilmu Teologia Biblika yang dalam perkembangannya memiliki tiga pengertian:

    • Ilmu yang mempelajari teori-teori, prinsip-prinsip (aturan-aturan) dan metode-metode penafsiran Alkitab.
      "Hermeneutics is the science that teaches us the principles, laws, and methods of interpretations." (L. Berkhof)
      "Hermeneutics is the science of correct interpretation of the Bible." (Bernard Ramm)
    • Seni yang menguji kemampuan untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip penafsiran Alkitab.
    • Ilmu yang mempelajari keseluruhan proses penafsiran (konsep keseluruhan dari tugas penafsiran), terutama dalam dimensi spiritual bagi kepentingan pertumbuhan rohani penafsir.

Sebagai ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip dan aturan-aturan dalam menafsir Alkitab. Hermeneutik biasanya dibedakan menjadi dua:

  1. Hermeneutik Umum: yaitu prinsip-prinsip menafsir yang digunakan secara umum untuk menafsir segala macam bentuk karya sastra umum.
  2. Hermeneutik Khusus: yaitu prinsip-prinsip menafsir yang dikembangkan secara khusus sehubungan dengan jenis gaya sastra tertentu, misalnya: puisi, perumpamaan, cerita, dsb.

C. Keterbatasan Hermeneutik

Hermeneutik didefinisikan sebagai "ilmu" karena uraiannya bisa dirangkumkan secara ilmiah dan sistematis dalam hukum-hukum, prinsip-prinsip dan dalam seperangkat rumusan-rumusan. Namun demikian, Hermeneutik juga disebut sebagai "seni" karena pengaplikasian dari rumusan/prinsip-prinsip itu sangat membutuhkan ketrampilan dari penafsirnya. Itu sebabnya seorang yang menguasai rumusan/prinsip-prinsip Hermeneutik belum tentu dapat menjadi seorang penafsir yang handal (baik).

Oleh karena itu Hermeneutik dibedakan dengan Eksegesis dan Eksposisi. Hermeneutik adalah ilmu yang mempelajari tentang prinsip-prinsip penafsiran Alkitab, sedangkan Eksegesis adalah penerapan prinsip-prinsip tsb. terhadap teks dalam Alkitab dan Eksposisi adalah penguraian hasil eksegesis yang telah dilakukan, pada umumnya berupa kotbah.

D. Tempat Hermeneutik

Hermeneutik bukanlah ilmu yang berdiri sendiri, tetapi berkaitan erat dengan ilmu-ilmu lain yang tergabung dalam Teologia Biblika (Teologia yang berurusan dengan penelaahan isi naskah Alkitab dan alat-alat bantunya). Misalnya: Ilmu Pembimbing/Pengantar Alkitab (PL & PB), Ilmu Tafsir Alkitab (PL & PB), Ilmu Teologia Alkitab (PL & PB) dan Ilmu Bahasa Asli Alkitab (Ibrani & Yunani).

Hal yang tidak dapat dihindari setelah mengaplikasikan prinsip-prinsip Hermeneutik adalah bagaimana menyampaikan kebenaran yang kita dapatkan dari hasil penafsiran itu kepada orang lain dengan cara yang benar dan menarik. Oleh karena itu Homelitik (Ilmu berkotbah) adalah ilmu yang juga tidak dapat dilepaskan dari Hermeneutik.

Selain dengan Teologi Biblika, Hermeneutik juga berkaitan dengan Teologi Sistematika, yaitu pengajaran Alkitab yang sudah diformulasikan secara sistematis dalam doktrin-doktrin. Hermeneutik akan menjadi dasar yang kuat bagi doktrin-doktrin yang dipelajari.

E. Pentingnya Hermeneutik

Setiap orang Kristen harus mempelajari Alkitab karena Alkitab adalah Firman Allah yang diinspirasikan oleh Allah sendiri, yang berisi segala pengetahuan tentang Allah dan hubungannya dengan semua karya dan ciptaanNya. Namun demikian untuk mengerti isi Alkitab tidaklah selalu mudah karena ada gap komunikasi yang besar sehingga perlu dijembatani.

Model Komunikasi Alkitab:

 _________                                                 _________
|Pengirim |                                               |Penerima |
|_________|                                               |_________|
|Allah    |                                               | Manusia |
|_________|                                               |_________|
    |   Kekal                                   sementara     ^
    |   mahatahu                                terbatas      |
    |   suci                                    dosa          |
    v                                                         |
Kebenaran                                                Kebenaran
    |                                                         ^
    |                                                         |
    V                                                         |
Pengilhaman                                              Iluminasi
   |                                                          ^
   |                                                          |
   V                              Gap                         |
Inspirasi                                                 Eksegesis
  ----------------------------------------------------------------
  ----------------------------------------------------------------
 <---------------------------------------------------------------->
                            Jembatan
                       Tugas Hermeneutik

Allah menyampaikan FirmanNya kepada seluruh manusia sepanjang sejarah melalui para penulis Alkitab. Untuk Firman itu sampai kepada manusia dengan baik, khususnya kepada manusia yang hidup di abad ini, ada gap yang sangat besar yang harus dijembatani. Firman Tuhan itu ditulis ribuan dan ratusan tahun y.l., oleh banyak penulis Alkitab yang hidup pada jaman yang berbeda-beda dan dari latar belakang yang berbeda-beda, dan ditulis dalam bahasa-bahasa yang tidak kita kuasai. Bagaimana cara orang percaya abad ini mengerti Firman Tuhan agar Firman itu diterima sama seperti ketika para penulis Alkitab mula-mula menerimaNya? Inilah tugas Hermeneutik!

F. Tujuan Mempelajari Hermeneutik

Setelah melihat pentingnya peranan Hermeneutik bagi kebutuhan kita untuk mengerti Firman Tuhan maka dapat dijelaskan tujuan mempelajari Hermeneutik sbb.:

  1. SEBAGAI ILMU. Tujuannya adalah mempelajari seperangkat prinsip-prinsip (aturan-aturan) untuk memungkinkan kita mengerti apa yang dikatakan Alkitab sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh para penulisnya.

  2. UNTUK TUJUAN APLIKASI. Namun tujuan mempelajari Hermeneutik tidak berhenti sebagai ilmu. Setelah memahami Alkitab dengan benar sesuai dengan maksud penulisnya, maka perlu kita menempatkannya pada konteks dimana kita sekarang berada sehingga kita tahu apa artinya bagi kita sekarang dan bagaimana mengaplikasikannya dalam konteks kita sekarang.

  3. UNTUK PERTUMBUHAN ROHANI. Setelah mengerti Alkitab dengan benar dan mengaplikasikan kebenarannya dalam hidup kita sehari-hari maka kehidupan iman kita akan bertumbuh menjadi dewasa. Dan inilah yang menjadi tujuan utama kita mempelajari Hermeneutik.

  4. SEBAGAI TINDAKAN PREVENTIF. Apabila tujuan di atas tercapai maka kita akan sekaligus terhindar dari pengajaran-pengajaran sesat yang mencoba menafsirkan Alkitab secara salah dan tidak bertanggung jawab.

  5. UNTUK TUJUAN EKSPOSISI. Bagian utama dari tugas hamba Tuhan adalah memberi makan makanan rohani kepada orang-orang yang dilayani, oleh karena itu menguasai Hermeneutik adalah kebutuhan utama yang harus diusahakan.

G. Kualifikasi Seorang Penafsir

Kualifikasi seorang penafsir (interpreter) memegang peranan yang sangat penting dalam memberikan hasil interpretasi (penafsiran) yang tepat. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, seseorang yang memiliki teori (pengetahuan) Hermeneutik tidak membuatnya otomatis menjadi seorang penafsir yang baik (handal). Ada tiga macam penafsir yang disebutkan dalam Alkitab:

  1. PENAFSIR RESMI. Dalam Ac 13:27, yang dimaksud para pemimpin agama, pada jaman Tuhan Yesus hidup di dunia, adalah para imam, ahli Taurat, dan Farisi. Sedangkan yang dimaksud dengan penafsir resmi adalah para ahli-ahli kitab (PL). Tetapi cara penafsiran harafiah dan legalisme telah membuat mereka menyalah-tafsirkan kata-kata para nabi sehingga mereka justru menyalibkan Yesus.

  2. PENAFSIR PALSU. Dalam beberapa ayat Alkitab kita juga melihat ada penafsir palsu, misalnya; 2Co 4:2; Efes 4:14 2Pe 3:16. Mereka ini adalah penafsir-penafsir yang dengan sengaja menafsirkan secara salah dan mereka adalah orang-orang yang tidak akan sampai pada pengetahuan akan kebenaran. {2Ti 3:7}

  3. PENAFSIR YANG BENAR. Luk. 24:27 menunjukkan bahwa Yesus adalah gambaran seorang penafsir yang sempurna: "...Ia menjelaskan..." (dalam bahasa Yunani diermeneuo artinya "menjelaskan/menafsir dengan cermat"). Yesuslah Sang Penafsir, penafsir yang benar harus meneladani Dia. 2Ti 2:16-18 adalah pujian Alkitab yang diberikan kepada penafsir yang benar.

Apakah setiap orang bisa menjadi "Penafsir dengan benar"? Tidak! Berikut ini adalah ciri-ciri yang harus dipunyai untuk seorang penafsir dapat menafsir dengan benar:

  1. Hati yang baru. {1Co 2:14} Seorang penafsir haruslah seorang yang sudah lahir baru. Sebagai mediator/komunikator antara Allah dan manusia, seorang penafsir harus hidup sebagai manusia rohani yang sanggup melihat hal-hal rohani yang Allah sampaikan kepada manusia. Dengan demikian ia akan menggantungkan sepenuhnya pada pekerjaan Roh yang memberikan pencerahan dalam hatinya.

  2. Hati yang lapar. {1Pe 2:2} Menafsir Firman Allah tidak dilakukan sebagai suatu kebiasaan atau karena kebetulan, tapi karena kerinduan. Tanpa kerinduan, seorang penafsir tidak akan sampai pada kepuasan menikmati berkat rohani dari Firman Tuhan. Kerinduan akan didapatkan apabila ia percaya bahwa Firman Tuhanlah yang memberikan makanan bagi kehidupan rohaninya.

  3. Hati yang taat. {Ps 119:98-100} Alkitab adalah otoritas tunggal, tertinggi dan mutlak bagi iman dan kehidupan pengikut Kristus. Oleh karena itu Firman Allah menuntut ketaatan. Apabila tidak ada tekad untuk melaksanakan apa yang kita pelajari dari Firman Tuhan maka tidak akan Tuhan akan membukakannya lagi pada kita.

  4. Hati yang disiplin. {Isa 50:4} Hati yang tidak mudah putus asa oleh kesulitan dan kelelahan. Mempelajari Alkitab membutuhkan tekad dan ketekunan dan disiplin. Hanya dengan kerja keras dan kesungguhan akan dihasilkan buah yang baik.

  5. Hati yang mau diajar dan rendah hati. {Mt 7:7} Seorang penafsir tidak pernah merasa cukup belajar. Kekayaan Firman Tuhan mendorongnya untuk mau rendah hati dan selalu belajar. Keinginannya belajar membuktikan bahwa ia setiap saat mau untuk dikoreksi dan ditegur oleh Firman Tuhan..

  6. Hati yang beriman. {Heb 11:6} Sorang penafsir adalah seorang yang tunduk pada kedaulatan Tuhan, karena ia percaya bahwa Tuhan adalah Tuan di atas semua tuan. Hatinya tidak bimbang tetapi teguh bagaikan batu karang karena Firman Tuhan menjadi pegangannya yang utama.

Sumber Bacaan:

  1. Hasan Susanto, Hermeneutik; Prinsip dan Metode - (Hal. 1-15)
  2. Alan D. Cox, Penafsiran Alkitab - (Hal. 1-2)
  3. Gordon D. Fee, Hermeneutik; Bagaimana Menafsir - (Hal. 1-17)
  4. Pdt. Ichwei G. Indra, M.Th., 8 Prinsip Tafsir Alkitab - (Hal. 7-9; 91-93)
  5. T. Norton Sterrett, How to Understand Your Bible - (Hal. 19-22)
  6. Kevin J. Conner, Interpreting The Scripture - (Hal. 1-12)
  7. Grant R. Osborne, The Hermeneutical Spiral - (Hal. 5-15)



Pengantar ke dalam Hermeneutik Alkitabiah -- Bab II

[Indeks 00001]

Bab II

ALAT-ALAT BANTU HERMENEUTIK

Alat-alat bantu apakah yang dibutuhkan untuk bisa menafsir dengan bertanggungjawab? Dan apa gunanya?

PENJELASAN MASING-MASING ALAT BANTU HERMENEUTIK

Untuk menerapkan prinsip-prinsip Hermeneutik dengan baik, maka diperlukan kerja keras dan fasilitas alat-alat bantu yang memadai. Oleh karena itu berikut ini adalah alat-alat yang diperlukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal:

A. Alkitab

  1. ALKITAB DALAM BERBAGAI VERSI DAN BAHASA. Dibutuhkan beberapa versi Alkitab yang baik untuk bisa memungkinkan hasil penafsiran yang baik. Tujuannya adalah untuk menjadi bahan perbandingan guna menemukan ketepatan arti kata atau kekayaan pengertiannya.

    Alkitab Versi Bahasa Indonesia: Terjemahan Lama, Terjemahan Baru, Bahasa Indonesia Sehari-hari, Firman Allah yang Hidup
    Alkitab Versi Bahasa Inggris : New International Version, Revised Standard Version, New American Standard Bible, dll.
    Alkitab Bahasa Daerah : Bahasa Jawa, Sunda, Batak, Ambon, dll.

  2. ALKITAB DALAM BAHASA ASLINYA. Alkitab Bahasa Yunani & Ibrani dibutuhkan untuk mereka yang sudah mempelajari bahasa-bahasa Alkitab tsb.

  3. ALKITAB DENGAN Nomor Strong atau ALKITAB Interlinier. sangat membantu untuk mencari padanan kata bahasa aslinya dengan bahasa Inggris (karena bahasa Indonesia belum ada).

  4. ALKITAB DENGAN ANOTASI. Pilihlah Alkitab yang memiliki anotasi catatan-catatan tepi atau catatan-catatan kaki, karena hal itu sangat berguna untuk mencari penjelasan lebih lanjut.

  5. ALKITAB DENGAN REFERENSI SILANG. Alkitab dengan Referensi Silang sangat membantu untuk mendapatkan ayat-ayat paralel sebagai referensi.

B. Kamus

  1. KAMUS BAHASA INDONESIA DAN INGGRIS. Baik kamus bahasa Indonesia-Indonesia maupun Inggris-Indonesia diperlukan untuk mencari definisi kata yang benar.

  2. KAMUS BAHASA IBRANI/YUNANI. Juga sangat diperlukan kamus Kamus Bahasa Alkitab (Leksikon) Ibrani/Yunani untuk mencari arti dan penjelasan dalam bahasa aslinya. Untuk itu perlu dilengkapi juga dengan Buku Tata Bahasa Yunani untuk mereka yang mempelajari Alphabet Yunani.

  3. KAMUS IDIOM IBRANI/YUNANI. Ada idiom-idiom yang sulit kita ketahui artinya sehingga perlu bantuan dari alat-alat ini.

  4. KAMUS ALKITAB/ENSIKLOPEDIA ALKITAB. Sangat berguna untuk mendapatkan penjelasan sehubungan dengan istilah-istilah teologia, nama-nama tempat, orang dan binatang/tumbuh-tumbuhan, dll.

C. Konkordansi

Konkordani berisi daftar kata-kata yang ada dalam Alkitab yang dilengkapi dengan alamat ayat-ayat dimana kata-kata tsb. berada dalam Alkitab. Sangat berguna untuk mencari ayat atau padanan ayat yang tidak kita ketahui alamatnya.

D. Buku-Buku Sistem Topik

Buku yang menyusun topik-topik dalam Alkitab sedemikian rupa (sesuai dengan abjad) sehingga mempermudah pencarian ayat-ayat yang membicarakan topik yang sama.

E. Buku Pengantar Alkitab

Untuk mengetahui sejarah dan latar belakang Kitab-kitab dalam Alkitab, khusus sehubungan dengan latar belakang penulisan kitab-kitab tsb.; mis. siapa penulisnya, siapa penerima kitab-kitab itu dan apa tujuan penulisan dan kapan/dimana kitab-kitab itu ditulis, dll.

F. Atlas Alkitab

Menunjukkan gambaran (peta) tempat-tempat dalam Alkitab pada jaman Alkitab. Didalamnya ditunjukkan juga perkiraan ukuran jarak tempat-tempat dan hubungan tempat-tempat itu sesuai dengan sejarah peristiwanya dalam Alkitab.

G. Buku-buku Tafsiran

Buku-buku Tafsiran Alkitab berisi hasil tafsiran oleh para ahli teologia. Penting diingat bahwa tidak semua buku-buku Tafsiran baik. Pilihlah buku-buku tafsiran yang baik dan sudah diterima oleh gereja-gereja secara umum. Buku-buku tafsiran adalah alat yang penting tapi pemakaiannya adalah yang terakhir, khususnya ketika kita mengalami kesulitan menemukan pengertian isi ayat tertentu atau untuk memeriksa/mencocokkan/ membandingkan hasil tafsiran yang kita kerjakan.

Catatan:

Alat-alat menafsir di atas sangat berguna untuk membantu pekerjaan penafsir, tetapi alat-alat tsb. tidak akan dapat menggantikan pekerjaan dan tanggung jawab penafsir. Penafsir adalah subjek (pribadi) yang harus mengerjakannya. Alat-alat yang lengkap dan baik belum cukup menjamin hasil penafsiran yang baik. Kesungguhan penafsir untuk bergantung kepada Roh Kudus, sebagai Iluminator, dan kemampuan yang cukup dari penafsir sangat menentukan keberhasilan pekerjaan menafsir. Tetapi alat-alat yang lengkap akan memungkinkan hasil tsb. maksimal dan akurat.

Sumber Bacaan:

  1. Hasan Sutanto, Hermeneutik; Prinsip dan Metode - (Hal. 122-131)
  2. Gordon D. Fee, Hermeneutik; Bagaimana Menafsir - (Hal. 18-36)
  3. T. Norton Sterrett, How to Understand Your Bible - (Hal. 33-38)
  4. R.C. Sproul, Mengenali Alkitab – (Hal. 128-143)
  5. Pdt. Ichwei G. Indra, M.Th., 8 Prinsip Tafsir Alkitab – (Hal. 12-14)



Pengantar ke dalam Hermeneutik Alkitabiah -- Bab III

[Indeks 00001]

Bab III

HERMENEUTIK DALAM SEJARAH

Kapan ilmu menafsir Alkitab mulai berkembang? Aliran-aliran penafsiran apa saja yang yang ada?

PERKEMBANGAN HERMENEUTIK DI KALANGAN ORANG YAHUDI

Ilmu Hermeneutik adalah ilmu yang cukup baru karena baru dikenal sekitar tahun 1567 AD. Namun demikian prinsip-prinsip Hermenutik sebenarnya sudah dikenal sejak jaman Diaspora yaitu masa pembuangan bangsa Israel. Oleh karena itu untuk mempelajari sejarah Hermeneutik kita harus kembali paling tidak lima abad sebelum Kristus lahir.

A. Hermeneutik Yahudi

  1. PUSAT IBADAH YAHUDI. Sejarah Hermeneutik Yahudi sudah dimulai sejak jaman Ezra (457SM), pada waktu orang-orang Yahudi sedang berada di tanah pembuangan. Pusat ibadah orang Yahudi dahulu adalah Yerusalem dimana mereka beribadah dengan mempersembahkan korban di Bait Suci. Tetapi karena di tanah pembuangan mereka tidak mungkin beribadah ke Yerusalem, maka mereka menciptakan pusat ibadah baru, yaitu dengan menggiatkan kembali pengajaran dari Kitab-kitab Taurat. Pengajaran Taurat itu menjadi sumber penghiburan dan kekuatan yang sangat berharga untuk mempertahankan diri dari pengaruh kafir di tanah pembuangan.

    Usaha pertama yang dilakukan oleh Ezra dan kelompok para imam adalah menghilangkan gap bahasa yaitu dengan menterjemahkan Kitab-kitab Taurat itu ke dalam bahasa Aram, karena orang-orang Yahudi di pembuangan tidak lagi bisa berbahasa Ibrani. Usaha terjemahan ini dibarengi dengan suatu exposisi karena mereka juga harus menjelaskan isi kitab-kitab yang sudah mereka terjemahkan itu, khususnya tentang pelaksanaan hukum-hukum Taurat. Karena sumbangannya yang besar itulah Ezra disebut sebagai Bapak Hermeneutik Pertama. Ref.: Ne 8:1-8 Ezr 8:15-20

  2. TEMPAT IBADAH SINAGOGE. Untuk menunjang pemulihan kembali pengajaran kitab-kitab Taurat, didirikanlah sinagoge di tanah pembuangan untuk menggantikan tempat ibadah Bait Suci (Yerusalem). Fungsi utama sinagoge adalah sebagai tempat orang-orang Yahudi berkumpul menaikkan doa-doa, membaca Taurat dan mempelajarinya dengan teliti, juga sekaligus menjadi tempat mereka memelihara tradisi Yahudi dan melakukan kegiatan sosial lainnya.

    Sinagoge Agung adalah kelompok para ahli-ahli Kitab jaman itu yang terdiri dari 120 anggota, dibentuk oleh Ezra sepulangnya mereka kembali ke Palestina. Tugas utama kelompok ini adalah menafsirkan kitab-kitab Taurat. {Ne 8:9-13} Oleh karena itu bisa dikatakan inilah sekolah menafsir yang pertama didirikan.

    Setelah semakin banyak orang-orang Yahudi akhirnya diijinkan pulang kembali ke tanah Palestina, tradisi mempelajari Taurat dan memelihara tradisi Yahudi ini tetap dibawa ke tanah air mereka dan sinagoge lokal pun mulai didirikan di tempat-tempat dimana mereka tinggal (meskipun Bait Suci sudah dibangun kembali). Itu sebabnya pada jaman Tuhan Yesus dan rasul-rasul kita menjumpai banyak sinagoge di kota-kota di Israel, yang dipimpin oleh seorang yang disebut "kepala rumah ibadah". {Mr 5:22 Lu 13:14 Ac 13:5 14:1}

  3. SEKOLAH-SEKOLAH MENAFSIR YAHUDI. Melihat pentingnya mempelajari kitab-kitab, maka dalam perkembangan selanjutnya, (setelah Ezra dan Nehemia mati), bermunculanlah sekolah-sekolah menafsir formal, diantaranya:

    1. Sekolah Yahudi Palestina. Sekolah ini mengikuti tradisi yang dipakai oleh Ezra dalam menafsir kitab-kitab Taurat, yaitu menekankan metode penafsiran literal. Mereka menerima otoritas mutlak Firman Allah, dan tujuan utama mereka adalah menginterpretasikan Hukum-Hukum Taurat. Hasil penafsiran mereka ini kemudian bercampur dengan tradisi-tradisi yang berlaku pada jaman itu, sehingga tulisan ini dikemudian hari dikenal dengan nama "Tradisi Lisan" (the Oral Law). Tetapi sayang sekali bahwa tradisi lisan ini akhirnya diberikan otoritas yang sejajar yang dengan tulisan Kitab-kitab Taurat.

      Pada abad 2 Masehi dikumpulkanlah seluruh Tradisi Lisan yang pernah ditulis yang disebut "Mishna" yang artinya "doktrin lisan dan pengajarannya". Dalam Mishna ini terdapat dua macam tafsiran:

      1. Halakah
        Penafsiran (eksegesis) resmi terhadap hukum-hukum dalam kitab-kitab Taurat yang bersifat sangat legalistik, dengan memperhatikan sampai ke titik dan komanya.
      2. Hagadah
        Penafsiran seluruh Alkitab PL, tetapi yang tidak berhubungan langsung dengan hukum, yang tujuannya adalah untuk kesalehan kehidupan beragama.

        Perkembangan selanjutnya adalah para ahli kitab membuat buku tafsiran dari buku Mishna, yang disebut Gemara. Kedua buku Mishna dan Gemara, inilah yang akhirnya membentuk buku (kitab) Talmud.

    2. Sekolah Yahudi Aleksandria. Didirikan oleh kelompok masyarakat Yahudi yang sudah tercampur dengan budaya dan pikiran Yunani (kaum Hellenis). Kerinduan mereka yang paling utama adalah menterjemahkan kitab-kitab PL ke dalam bahasa Yunani Modern, sebagai hasilnya adalah buku (kitab) Septuaginta. Penambahan kitab-kitab Apokrifa dalam Septuaginta menunjukkan bahwa mereka menerima penafsiran Hagadah dari sekolah Yahudi Palestina.

      Namun sayang sekali, karena pengaruh yang besar dari filsafat Yunani, orang Yahudi mengalami kesulitan dalam menerapkan cara hidup sesuai dengan pengajaran Taurat. Sebagai jalan keluar muncullah cara interpretasi alegoris yang dipakai untuk menjembatani kedua cara hidup yang bertentangan itu.

      Aristobulus (160 SM) dikenal sebagai penulis Yahudi yang pertama menggunakan metode alegoris. Ia menyimpulkan bahwa filsafat Yunani dapat ditemukan dalam kitab-kitab Taurat melalui penafsiran alegoris.

      Philo (20-54 M) adalah penafsir Yahudi di Aleksandria yang paling terkenal. Menurut prinsip menafsir yang dipakai oleh Philo, penafsiran literal adalah untuk orang-orang yang belum dewasa karena hanya melihat sebatas huruf-huruf yang kelihatan (tubuh); sedangkan penafsiran alegoris adalah untuk mereka yang sudah dewasa, karena sanggup melihat arti yang tersembunyi dari jiwa yang paling dalam (jiwa).

    3. Sekolah Kaum Karait. Kelompok dari sebuah sekte Yahudi ini menolak otoritas buku-buku tradisi lisan dan juga metode penafsiran Hagadah. Mereka lebih cenderung mengikuti metode penafsiran literal, kecuali bila sifat dari kalimatnya tidak memungkinkan. Sebagai akibatnya mereka menolak dengan tegas metode penafsiran alegoris.

      Selain sekolah-sekolah di atas, ada juga sekolah-sekolah lain yang kurang dikenal, yaitu Kabalis, Yahudi Spanyol, Yahudi Perancis, Yahudi Modern.

B. Hermeneutik Apostolik

Mencakup masa periode ketika Yesus masih hidup sampai jaman rasul-rasul. Metode yang dipakai adalah metode penafsiran literal. Dengan inspirasi dari Roh Kudus, para penulis Perjanjian Baru telah menafsirkan Perjanjian Lama dengan tanpa salah dalam tulisan-tulisan mereka.

  1. YESUS KRISTUS, PENAFSIR SEMPURNA. Dalam pengajaran kepada murid-muridNya Yesus banyak memberikan penafsiran kitab-kitab PL. {Joh 5:39 Lu 24:27,44} Dengan cara demikian Yesus telah membuka pikiran murid-muridNya untuk mengerti Firman Tuhan dengan benar. Ia sendiri adalah Firman yang menjadi Manusia (incarnasi), yang menjadi jembatan yang menghubungkan antara pikiran Allah dan pikiran manusia. Banyak catatan tentang teguran Yesus terhadap penafsiran para ahli Taurat (mis: Mat 15:1-9; Mar 7:1-7 Mat 23:1-33 Mat 22:29). Contoh penafsiran yang dilakukan oleh Tuhan Yesus: Mt 10:5,6 12:1-4,15-21 13:1-9 18:23 19:3-9 21:42-44 22:41-46 24:36-39 Lu 11:29,30 21:20-24 24:27-44.

  2. PARA RASUL, PENULIS-PENULIS YANG MENDAPATKAN INSPIRASI DARI ALLAH. Mereka adalah contoh penulis-penulis Alkitab PB yang menafsirkan kitab-kitab PL dengan inspirasi yang Allah berikan kepada mereka tanpa salah. Mereka menolak prinsip-prinsip alegoris, atau tambahan-tambahan dari tradisi-tradisi dan dongeng-dongeng Yahudi dan mereka juga menolak filsafat Yunani yang mengambil alih kebenaran. Yesus dan para penulis kitab-kitab PB telah menggunakan cara interpretasi yang benar. Ini menjadi contoh yang sangat berguna bagi para penafsir untuk belajar menafsir dengan benar. Contoh prinsip penafsiran yang dilakukan oleh penulis-penulis PB: Ro 3:1-23 9:6-13 Ga 3:1-29; 4:21-31 1Co 9:9-12 10:1-11 Heb 6:20-7:21 8-8-12 10:1-14,37-11:40; 1Pe 2:4-10; 2Pe 3:1-13.

C. Hermeneutik Bapak-bapak Gereja

Masa periode ini adalah sesudah para rasul mati sampai masa Abad Pertengahan (95-600 M). Pembagian masa-masanya adalah sbb.:

  1. 95 - 202 M (CLEMENT DARI ROMA SAMPAI IRENAEUS). Tidak ada banyak catatan penting mengenai perkembangan metode penafsiran Alkitab pada masa itu. Kemungkinan besar para Bapak-bapak gereja terlalu sibuk mempertahanan doktrin Kristologi dari ajaran-ajaran sesat yang banyak bermunculan saat itu sehingga tidak banyak menekankan tentang prinsip penafsiran yang sehat. Sebagai akibatnya beberapa dari mereka jatuh pada penggunaan metode alegoris dalam penafsiran mereka, seperti Barnabas dan Justin Martyr.

  2. 202 - 325 M (SEKOLAH ALEKSANDRIA). Pada permulaan abad 3, penafsiran Alkitab banyak dipengaruhi oleh Sekolah Aleksandria. Aleksandria adalah sebuah kota besar tempat pertemuan antara agama Yudaisme dan filsafat Yunani. Usaha mempertemukan keduanya memaksa orang-orang Yahudi menggunakan metode interpretasi alegoris, suatu sistem penafsiran yang sudah sangat dikenal sebelumnya. Ketika kekristenan tersebar di Aleksandria, hal inipun menjadi pengaruh yang tidak mungkin dihindari. Gereja Kristen di Aleksandria lebih tertarik menggunakan penafsiran alegoris karena seakan-akan memberikan arti yang lebih dalam dari pada arti harafiah.

    Bapak Gereja yang paling berpengaruh saat itu adalah Clement dari Aleksandria dan Origen. Tetapi meskipun mengakui penafsiran literal, mereka memberikan bobot yang kuat dalam penafsiran alegoris.

    Origen adalah pengganti Clement dari Aleksandria. Ia bukan hanya menjadi teolog besar tapi juga ahli kritik Alkitab besar pada jamannya. Dalam memakai metode penafsirannya ia percaya bahwa Alkitab memberikan 3 arti, sama halnya manusia dibagi menjadi 3 aspek, yaitu tubuh, jiwa dan roh. Maka Alkitab juga mempunyai arti literal, moral dan mistik (alegoris). Namun demikian dalam kenyataannya Origen paling sering memakai metode alegoris dari pada literal.

  3. 325 - 600 M (SEKOLAH ANTIOKIA). Pengaruh besar dari Sekolah Antiokia ini adalah perlawanannya terhadap Sekolah Aleksandria khususnya dalam eksegesis alegorisnya. Prinsip penafsiran mereka dapat diringkaskan sbb.: ilmiah, menggunakan prinsip literal dan tinjauan sejarah, sebagai ganti alegoris mereka memakai metode tipologi.

    Tokoh-tokoh Sekolah Antiokia adalah: Diodorus dari Tarsus, Theodore dari Mopsuestia dan Chrysostom. Mereka semua menolak prinsip alegoris dalam penafsiran Alkitab, tapi menerima prinsip literal dengan tinjauan tata bahasa dan sejarah.

    Selama abad 4 Dan 5, perdebatan teologia berlanjut menjadi perpecahan gereja, menjadi Gereja Bagian Timur dan Gereja Bagian Barat.

    1. Gereja Bagian Timur
      Tokoh mereka adalah Athanasius dari Aleksandria (literal, tapi juga alegoris), Basil dari Caeserea (literal), Theodoret dan Andreas dari Capadocia (literal dan historis).

    2. Gereja Bagian Barat
      Tokoh mereka adalah Tertulian (literal, tetapi nubuatan ditafsirkan secara alegoris), Ambrose (alegoris ektrim), Jerome (sumbangannya terbesar adalah menterjemahkan Alkitab dalam bahasa Latin yang disebut Vulgate. Secara teori ia mengikuti penafsiran literal, tapi dalam praktek adalah alegoris, karena menurutnya tidak ada kontradiksi antara literal dan alegoris), Augustinus (Teolog terbesar pada jamannya. Ia tidak menolak penafsiran alegoris tetapi ia memberikan sedikit modifikasi, dan dikhususkan bagi nubuatan. Menurutnya Alkitab harus ditafsirkan secara historis, mengikuti tata bahasa, diperbandingkan dan kalau perlu memakai alegoris. Tetapi penekanan yang utama adalah bahwa untuk memahami Alkitab seseorang harus mempunyai iman Kristen yang murni dan penuh kasih. Dan dalam menafsirkan ayat/perikop harus melihat keseluruhan kebenaran yang diajarkan Alkitab. Tugas penafsir adalah menemukan kebenaran Alkitab bukan memberi arti kepada Alkitab), Vincentius (tafsiran harus disesuaikan dengan tradisi gereja).

D. Hermeneutik Abad Pertengahan

Masa periode tahun 600 - 1517 disebut sebagai Hermeneutik Abad Pertengahan, yang diakhiri sebelum masa Reformasi. Masa ini dikenal sebagai abad gelap karena tidak banyak pembaharuan yang terjadi, hanya melanjutkan tradisi yang sudah dipegang erat oleh gereja. Semua penafsiran disinkronkan dengan tradisi gereja. Pengajaran dan hasil eksposisi Bapak-bapak Gereja menjadi otoritas gereja. Alkitab hanya dipergunakan sebagai pengesahan akan apa yang dikatakan oleh para Bapak gereja, bahkan penafsiran para Bapak gereja kadang mempunyai otoritas yang lebih tinggi daripada Alkitab.

Alkitab lama kelamaan dianggap sebagai benda misterius yang banyak berisi pengajaran-pengajaran yang tahayul. Itu sebabnya cara penafsiran alegoris menjadi paling dominan.

Dua tokoh penafsir literal yang dikenal pada masa ini adalah:

  1. THOMAS AQUINAS. Meskipun ia menyetujui penafsiran literal, dalam praktek ia banyak menggunakan penafsiran alegoris. Dalam masalah teologia ia percaya bahwa Alkitab memegang otoritas tertinggi.

  2. JOHN WYCLIFFE. Ia sering disebut sebagai "Bintang Fajar Reformasi" karena kegigihannya menyerang pendapat bahwa otoritas gereja tidak lebih tinggi daripada otoritas Alkitab. Karena keyakinannya itulah ia terdorong untuk menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa yang dikenal umum, sehingga setiap orang bisa membaca dan menyelidiki sendiri pengajaran Alkitab.

    Menjelang berakhirnya Abad pertengahan terjadi kebangunan dalam minat belajar, khususnya belajar bahasa kuno. Didukung dengan ditemukannya mesin cetak kertas, dan dicetaknya Alkitab, maka kepercayaan tahayul terhadap Alkitab perlahan-lahan lenyap dan mereka mulai mempercayai bahwa otoritas Alkitab lebih tinggi dari pada otoritas gereja. Inilah yang membuka jalan untuk lahirnya Reformasi.

E. Hermeneutik Reformasi

Periode ini terjadi pada tahun 1517 - 1600 M, dimulai pada saat Martin Luther memakukan 95 tesisnya dan berakhir sampai abad 16.

  1. PERJUANGAN REFORMASI. Dengan bangkitnya periode intelektual dan pencerahan rohani, perang memperjuangkan "sola scriptura" (hanya Alkitab) merupakan fokus Reformasi. Secara umum isi perjuangan Reformasi adalah sbb.:

    1. Alkitab adalah Firman Allah yang diinspirasikan oleh Allah sendiri.
    2. Alkitab harus dipelajari dalam bahasa aslinya.
    3. Alkitab adalah satu-satunya otoritas yang tanpa salah; sedangkan gereja dapat salah.
    4. Alkitab adalah otoritas tertinggi dalam semua masalah iman Kristen.
    5. Gereja harus tunduk pada otoritas kebenaran Alkitab.
    6. Alkitab harus diinterpretasikan/ditafsirkan oleh Alkitab.
    7. Semua pemahaman dan ekposisi Alkitab harus tidak bertentangan dengan seluruh kebenaran Alkitab.

  2. TOKOH REFORMASI.

    1. Martin Luther. 95 tesisnya merupakan serangan yang dilancarkan terhadap otoritas gereja. Martin percaya penuh bahwa Alkitab harus menjadi otoritas tertinggi bagi iman dan kehidupan orang percaya. Untuk itulah ia menterjemahkan Alkitab PB ke dalam bahasa German supaya rakyat biasa dapat membaca dan menyelidikinya.

      Prinsip penafsiran Martin Luther:

      1. Untuk menafsir dengan benar harus ada penerangan dari Roh Kudus.
      2. Alkitab adalah otoritas tertinggi bukan gereja.
      3. Penafsir harus memberi perhatian pada tata bahasa dan latar belakang sejarah. Penafsiran alegoris tidak berlaku.
      4. Alkitab adalah jelas sehingga orang percaya pasti dapat menafsirkannya.
      5. Fungsi menafsir Alkitab adalah sentralitas dalam Kristus.
      6. Hukum Taurat menghukum (mengikat), tetapi Injil membebaskan.

    2. John Calvin. Diakui sebagai tokoh penafsir ilmiah pertama dalam sejarah Gereja. Ia menentang penafsiran alegoris, tetapi menerima tipologi dalam PL. Tetapi tidak seperti Luther, Calvin tidak memaksakan pada penafsiran yang berpusatkan pada Kristus.

      Prinsip penafsiran John Calvin:

      1. Roh Kudus adalah vital dalam pekerjaan penafsiran.
      2. Alkitab akan menafsirkan Alkitab.
      3. Penafsiran harus literal; penafsir harus menemukan apa yang ingin disampaikan oleh penulis Alkitab, melihat pada konteks, meneliti latar belakang sejarah, melakukan studi kata dan memeriksa tata bahasa.
      4. Menolak penafsiran alegoris.
      5. Menolak otoritas gereja dalam menginterpretasikan Alkitab.
      6. Teologia yang benar harus dihasilkan dari eksegesis yang sehat.

    Setelah kematian Calvin, para teolog Protestant bergumul keras untuk merumuskan kredo doktrin iman Kristen dan mensistematiskan teologianya. Tapi perdebatan dalam masalah penafsiran terus berlangsung sampai pada masa berikutnya.

    F. Hermeneutik Paska-Reformasi

    Periode ini adalah antara tahun 1600 - 1800 M. Periode ini dipenuhi dengan semangat penafsiran literal Reformasi, tetapi akhir periode ini ditutup dengan penekanan pada metode penafsiran devotional.

    1. SESUDAH REFORMASI. Terjadi banyak kontroversi dan perdebatan teologia yang akhirnya menjadi kepahitan di antara para teolog dan mulai terjadi perpecahan. Dogmatisme mulai meracuni gereja. Studi Alkitab akhirnya hanya dipakai untuk membenarkan dogma dan teologia mereka sendiri.

    2. GERAKAN PEITISME. Gerakan ini muncul sebagai reaksi Dogmatisme paska Reformasi, karena Alkitab telah disalah gunakan sebagai pedang yang melukai dan merusak kemurnian hidup rohani. Oleh karena itu mereka melakukan pendekatan yang berbeda, yaitu mempelajari Alkitab dan menafsirkannya secara pribadi untuk tujuan memperkaya aplikasi kehidupan rohani. Meskipun motivasi ini baik, tetapi berakibat negatif karena membuat tujuan penafsiran bukan lagi untuk mengetahui apa yang Allah ingin kita ketahui, tapi hanya untuk mempererat hubungan pribadi dengan Allah. Sebagai hasilnya muncullah kelompok-kelompok seperti Moravian, Puritan dan Quaker. Tokoh-tokoh gerakan Pietisme ini adalah:

      1. Philipp Jakob Spener - Bapak Pietisme. Ia percaya bahwa kemurnian hati lebih berharga daripada kemurnian doktrin. Ia mendorong setiap orang percaya untuk mempelajari sendiri Firman Allah dan mengaplikasikan kebenarannya dalam kehidupan praktis.

      2. August Hermann Francke. Sebagai murid Spener, ia juga mengikuti prinsip-prinsip Pietisme. Menurutnya hanya orang Kristen lahir baru yang dapat mengerti arti berita Alkitab. Ia juga mengkombinasikan antara eksegesis dengan pengalaman. Tetapi segi negatif dari gerakan ini muncul yaitu menjadi tindakan legalistik terhadap mereka yang bukan anggota Pietisme dan mengabaikan teologia.

    3. KRITISISME. Melihat kelemahan Pietisme dengan metode devotional, banyak teolog mulai melakukan pendekatan skolastis studi Alkitab. Banyak usaha dilakukan dalam bidang kritik teks. Naskah-naskah Alkitab mulai dievaluasi dan diteliti untuk pertama kalinya untuk mengetahui keabsahannya sebagai kitab Kanon. Tokoh yang terkenal adalah Johann August Ernesti.

    4. RASIONALISME. Dari Kritisisme para teolog melanjutkan lebih jauh sampai melampaui batas yang seharusnya, yaitu mereka menempatkan rasio manusia sebagai otoritas yang lebih tinggi dari Alkitab. Rasio manusia, tanpa campur tangan Allah, dianggap cukup untuk mengetahui Penyataan Allah. Apabila ada hal yang tidak dapat dimengerti oleh intelek manusia, maka harus dibuang. Sebagai akibatnya mereka berpendapat bahwa Alkitab bisa salah karena ditulis oleh manusia. Mereka memperlakukan Alkitab tidak jauh berbeda seperti buku-buku yang lain. Dua tokoh terkenal Rasionalisme adalah Hobbes, Spinoza dan Semler.

    G. Hermeneutik Modern

    Masa periode ini adalah tahun 1800 - sekarang. Semua metode penafsiran yang pernah dilakukan masih terus dilakukan hingga sekarang. Walaupun dari waktu ke waktu penekanan terus bergeser dari satu ekstrim kepada ekstrim yang lain. Dalam era modern ini serangan yang paling tajam akhirnya ditujukan pada otoritas Alkitab, sebagai fondasi dalam menafsir. Sebagai contohnya:

    1. LIBERALISME. Rasionalisme telah membuka era modern untuk lahirnya Liberalisme. Secara umum diringkaskan pendekatan mereka adalah:

      1. Hal-hal yang tidak dapat diterima oleh rasio harus ditolak.
      2. Inspirasi didefinisikan ulang, yaitu merupakan tulisan hasil pengalaman religius manusia (penulis Alkitab).
      3. Supranatural diartikan sebagai alam pikiran abstrak manusia.
      4. Sesuai dengan pikiran evolusi, maka Alkitab adalah tulisan primitif kalau dibandingkan dengan pikiran teologis modern.
      5. Menjunjung tinggi nilai etika, tapi menolak tafsiran teologianya.
      6. Alkitab harus ditafsirkan secara historis, sebagai konsep teologis dari penulis Alkitab sendiri.

    2. NEO ORTODOKS. Karl Barth tidak mau disebut sebagai penganut Liberalisme, ia tetap ingin mencari kembali inti-inti Teologia Reformasi. Dalam pendekatannya Karl Barth menolak baik inspirasi maupun ketidakbersalahan Alkitab karena menurut Barth, Penyataan/Firman Allah baru akan terjadi apabila ada pertemuan antara Allah dan manusia dalam Alkitab. Alkitab sendiri bukanlah Firman Tuhan tetapi hanya saksi akan Firman Tuhan. Oleh karena itu penafsiran Alkitab merupakan pekerjaan sia-sia kalau bukan Allah sendiri yang bertemu dengan manusia.

    3. KONSERVATISME/INJILI. Gerakan Konservatisme merupakan reaksi untuk melawan pikiran-pikiran modern. Beberapa pendekatan mereka pada Alkitab adalah antara lain:

      1. Rasio harus ditaklukkan di bawah otoritas Alkitab, karena rasio tidak cukup untuk menginterpretasi Alkitab. Oleh karena itu Roh Kudus adalah vital untuk memberikan penerangan supaya kita mengerti.

      2. Pendekatan penafsiran literal, karena percaya pada ketidakbersalahan Alkitab.

      3. Percaya pada Penyataan yang progresif, tetapi kebenaran tidaklah dibatasi oleh waktu sehingga berlaku di sepanjang jaman.

    4. HERMENEUTIK BARU. Tokohnya adalah Rudolf Bultman. Prinsip yang dipakai untuk menafsir adalah kita harus membaca sesuai dengan prinsip ilmu pengetahuan, karena manusia tidak boleh mengabaikan inteleknya. Otoritas Alkitab tidak diterima sepenuhnya. Mereka bahkan meragukan apakah apa yang Alkitab katakan itu sama dengan apa yang dituliskan. Tujuan utama Hermeneutik Baru adalah mencoba menghindarkan diri dari kelemahan yang dimiliki Liberalisme.

    C. Aliran-aliran Hermeneutik

    Telah kita pelajari sebelumnya bahwa sejak permulaan berdirinya sinagoge sampai gereja, bahkan sampai saat ini terdapat berbagai metode untuk melakukan penyelidikan/penafsiran Alkitab. Metode penafsiran dari kelompok-kelompok tertentu mengikuti aliran tertentu. Diantara aliran-aliran yang timbul dan berkembang tsb. akhirnya dapat digolong-golongkan sbb.:

    1. METODE ALEGORIS. Metode Alegoris berangkat dari suatu asumsi bahwa dibalik arti harafiah yang sudah biasa dan jelas itu terdapat arti sesungguhnya (kedua) yang lebih dalam yang perlu ditemukan oleh orang Kristen yang lebih dewasa. Dalam menafsirkan perikop Alkitab mereka membandingkan masing-masing fakta/informasi yang sudah jelas untuk membuka kebenaran rohani tersembunyi dibalik pengertian literalnya.

      Metode Alegoris tidak hanya populer di gereja-gereja purba, karena dalam gereja modern sekarangpun masih banyak ditemukan cara penafsiran Alkitab seperti ini. Mereka sering berpendapat bahwa apa yang Allah katakan melalui penulis-penulis Alkitab bukanlah arti yang sesungguhnya. Bahaya dari metode ini adalah tidak adanya batasan dan aturan secara Alkitabiah untuk memeriksa kebenaran beritanya. Bahkan tujuan dan maksud penulisanpun akhirnya diabaikan sama sekali.

    2. METODE MISTIS. Banyak ahli tafsir Alkitab menggolongkan metode penafsiran Mistis sama dengan metode penafsiran Alegoris, karena memang sangat mirip. Penganut metode ini biasanya bercaya bahwa ada arti rohani dibalik semua arti harafiah yang kelihatan. Dan mereka memberikan botot yang lebih berat kepada hasil penafsiran mistis daripada arti yang sudah biasa.

      Bahaya dari cara penafsiran ini terletak pada keragaman dan ketidak-konsistenan hasil penafsiran mereka, sehingga tidak terkontrol banyaknya ragam hasil penafsiran mereka yang sering kali justru memecah belah jemaat. Hal ni juga memberikan kesulitan dalam mempertanggung jawabkan doktrin kejelasan (clarity) Alkitab, dan justru sebaliknya mereka membuat Alkitab tidak jelas dan Allah seakan-akan bermain tebak-tabakan dengan penafsir untuk menemukan arti rohani dari setiap ayat. Dan bahaya yang paling besar adalah penafsir menjadi otoritas tertinggi dalam menentukan kebenaran penafsirannya.

    3. METODE PERENUNGAN (Devotional). Tujuan metode penafsiran ini adalah hanya pada pengaplikasiannya saja sehingga penganut metode ini menafsirkan Alkitab dalam konteks pengalaman hidup mereka sehari-hari. Mereka percaya bahwa Alkitab ditulis memang untuk tujuan pengkudusan pribadi semata-mata oleh karena itu arti rohani ayat-ayat tsb. hanya akan dapat ditemukan dari terang pergumulan rohani pribadi. Oleh karena itu yang paling penting dalam mengerti Alkitab adalah apa yang Tuhan katakan kepada saya pribadi.

      Bahaya dari metode penafsiran ini adalah menjadikan Firman Tuhan menjadi pusat aplikasi pribadi saja dan mengabaikan memahami karya Tuhan dan campur tangan Tuhan dalam sejarah. Kelemahan yang lain dari metode ini adalah akhirnya jatuh pada kesalahan yang sama dengan metode Alegoris dan Mistis, karena mereka akhirnya mengalegoriskan dan merohanikan Firman Tuhan untuk bisa sesuai dengan kebutuhan pribadi.

    4. METODE RASIONAL. Metode Rasional sangat digemari pada masa sesudah Reformasi, namun demikian dampaknya masih terasa sampai jaman modern ini dalam berbagai macam bentuk penafsiran yang pada dasarnya bersumber pada metode Rasional. Penganut metode Rasional berasumsi bahwa Alkitab bukanlah otoritas tertinggi yang harus menjadi panutan. Alkitab ditulis oleh manusia maka berarti merupakan hasil karya rasio manusia. Oleh karena itu kalau ada bagian-bagian Alkitab yang tidak dapat diterima oleh rasio manusia maka bisa dikatakan bahwa bagian Alkitab tsb. hanyalah mitos saja.

      Meskipun metode ini disebut sebagai "rasional" dalam kenyataan metode penafsiran ini adalah metode yang paling tidak rasional. Jelas bahwa penganut metode ini sebenarnya tidak tertarik untuk mengetahui apa yang dikatakan oleh para penulis Alkitab, sebaliknya mereka hanya memperhatikan pada apa yang mereka pikir penulis Alkitab katakan. Rasio mereka pakai menjadi standard kebenaran yang lebih tinggi dari Firman Tuhan (Alkitab). Mereka menafsirkan Alkitab hanya untuk mencari aplikasi bagi standard moral mereka saja.

    5. METODE LITERAL (HARAFIAH). Metode Literal adalah metode penafsiran Alkitab yang paling tua, karena metode inilah yang dipakai pertama kali oleh Bapak Hermeneutik Ezra. Metode ini juga yang dipakai oleh Tuhan Yesus dan pada rasul. Metode penafsiran Literal berasumsi bahwa kata-kata yang dipakai dalam Alkitab adalah kata-kata yang memiliki arti seperti yang diterima oleh manusia normal pada umumnya, yang memiliki arti yang yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan oleh akal sehat manusia. Tujuan Allah memberikan FirmanNya adalah supaya dimengerti oleh manusia oleh karena itu Allah memakai bahasa dan hukum-hukum komunikasi manusia untuk menafsirkan arti dan maksudnya.

      Yang dimaksud dengan "literal" (harafiah) adalah arti yang biasa yang diterima secara sosial dan adat istiadat setempat dalam konteks dimana penulis Alkitab itu hidup. Oleh karena itu apabila arti ayat-ayat Alkitab tidak jelas maka penafsir harus kembali melihat konteks bahasa dan budaya (sejarah) dimana penulis itu hidup dan penafsir harus menafsirkan ayat-ayat itu sesuai dengan terang dan pertimbangan konteks bahasa dan budaya (sejarah) itu.

      Hal-hal yang perlu dipahami dalam menggunakan metode Literal:

      1. Metode Literal tidak berarti tidak mengakui adanya arti figuratif dari ayat-ayat tertentu dalam Alkitab.
      2. Metode Literal tidak berarti tidak mengakui adanya ari rohani dari ayat-ayat tertentu dalam Alkitab.
      3. Metode Literal tidak berarti mengabaikan tujuan aplikasi pribadi dalam penafsiran.
      4. Metode Literal tidak berarti tidak mengakui adanya arti yang dalam yang harus ditemukan dalam penafsiran.

    Sumber Bacaan:

    1. Hasan Sutanto, Hermeneutik; Prinsip dan Metode - (Hal. 29-111)
    2. John H. Hayes & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab – (Hal. 18-24)
    3. Kevin J. Conner, Interpreting the Scripture - (Hal. 17-41)
    4. Louis Berkhof, Principles of Biblical Interpretation - (Hal. 19-31)
    5. Kevin J. Conner, Interpreting the Scripture - (Hal. 13-16)



    Pengantar ke dalam Hermeneutik Alkitabiah -- Bab IV

    [Indeks 00001]

    Bab IV

    PRINSIP-PRINSIP HERMENEUTIK

    Mengapa perlu aturan-aturan dalam menafsirkan Alkitab?

    KESULITAN-KESULITAN YANG TIMBUL DALAM MENAFSIR ALKITAB

    Alkitab, yang berisi pengetahuan tentang Allah dan karyaNya, diberikan oleh Allah kepada manusia supaya manusia mengerti dan mengenal Allah serta melakukan kehendakNya yang kekal. Oleh karena itu tujuan penafsiran Alkitab adalah bagaimana isi dan berita Alkitab itu dimengerti dengan benar dan jelas oleh kita sebagai pembacanya. Tapi seperti apa yang sudah kita bicarakan dalam bab sebelumnya, bahwa ada banyak gap yang memisahkan antara kita dengan Alkitab yang harus kita jembatani lebih dahulu.

     ________
    |Pikiran |
    |Allah   |       ___________
    |  1     |______| Inspirasi |         __________
    |________|      | Alkitab   |        | Transmisi|
                    |    2      |________| Alkitab  |
                    |___________|        |   3      |
                                         |__________|_____________ ___________
                                                                  |Penafsiran |
                                                                  |  Alkitab  |
                                           __________             |     4     |
                     ___________          | Pikiran  |____________|___________|
     ________       | Aplikasi  |         | Alkitab  |
    |Tindakan|      | Kebenaran |_________|   5      |
    |Manusia |______|    6      |         |__________|
    |  7     |      |___________|
    |________|
    
    

    Untuk sampai pada taraf dimana manusia mengerti pikiran Alkitab (pikiran Allah) maka kita perlu memahami gap-gap apa yang menghalangi. Oleh karena itu sebagai pendahuluan untuk mengenal prinsi-prinsip Hermeneutik marilah terlebih dahulu kita mengenal kesulitan-kesulitan yang muncul dalam melakukan penafsiran Alkitab secara sehat.

    A. Adanya Gap Antara Pembaca dan Alkitab

    1. GAP LINGUISTIK. Salah satu masalah utama yang kita temui adalah bahwa Alkitab pada mulanya ditulis dalam 3 macam bahasa yang bukan bahasa kita, bahkan adalah bahasa yang secara umum sudah tidak dipakai lagi, yaitu: Bahasa Ibrani Kuno, Kaldea Kuno (Aram) dan Yunani Koine. Dan memang kita ketahui bahwa Alkitab pertama ditulis bukan untuk orang-orang modern sekarang, jadi inilah gap pertama yang harus dihadapi, gap Linguistik.

      Untuk kita mempelajari sendiri bahasa-bahasa kuno tsb. sehingga bisa membaca dan memahami manuskrip-manuskrip Alkitab kuno tsb. tidaklah mungkin. Tapi kita bersyukur bahwa ada orang-orang yang telah khusus belajar bahasa-bahasa tsb. sehingga memungkinkan kita mempelajarinya dengan cara yang jauh lebih mudah. Telah tersedia kamus-kamus bahasa (leksikon) yang dapat menolong kita mempelajari kosa kata bahasa asli Alkitab yang kita cari, khususnya bila disertai dengan penjelasan tentang penggunaan tense yang dipakai. Juga telah cukup tersedia (walaupun dalam bahasa Inggris) buku-buku yang menguraikan tentang arti dan makna kata-kata/frasa/kalimat atau ayat-ayat penting Alkitab yang diambil dari bahasa aslinya. Hal ini sangat menolong karena banyak kata/istilah-istilah yang sulit kita ketahui makna/artinya jika tidak dimengerti dalam bahasa aslinya.

    2. GAP BUDAYA. Budaya sekitar penulisan Alkitab sangat berbeda dengan konteks budaya modern para pembacanya sekarang. Oleh karena itu gap budaya ini perlu dijembatani dengan mempelajari budaya, khususnya budaya saat para penulis Alkitab hidup. Namun ini bukan masalah yang mudah karena ada kira-kira 40 penulis Alkitab yang hidup dalam budaya yang berbeda satu dengan yang lain.

      Ada buku-buku yang dapat membantu kita mempelajari budaya Alkitab, misalnya ensiklopedia Alkitab, dan buku-buku pengantar Alkitab. Disana kita bisa dapatkan informasi tentang cara-cara tertentu mereka melangsungkan kehidupan bermasyarakat, misalnya cara mereka bermata pencaharian, bagaimana mereka bersosialisasi, berkeluarga, melakukan penyembahan atau menjalankan hukum adat istiadat. Juga hal-hal mengenai perumahan, makanan, pakaian, alat-alat bercocok tanam, senjata perang, alat transportasi, benda-benda seni, alat-alat penyembahan, alat-alat masak, dll.

    3. GAP GEOGRAFI. Konteks geografi jaman Alkitab sangat asing bagi pembaca modern sekarang. Tetapi ini penting dipelajari karena tempat dimana peristiwa-peristiwa dan penulisan-penulisan terjadi dapat memberikan gambaran yang lebih tepat tentang arti peristiwa yang terjadi. Satu kendala besar adalah perubahan yang cukup drastis antara keadaan waktu lampau dan sekarang sehingga kadang-kadang kita sudah tidak mempunyai informasi lagi tentang tempat-tempat itu.

      Buku-buku yang dapat membantu kita mengenal keadaan geografis penulisan Alkitab adalah buku-buku hasil penelitian arkeologi tentang kota-kota, negara-negara dan bangsa-bangsa, juga tentang iklim, susunan (formasi) tanah, laut-laut, sungai-sungai, tanaman dan jenis-jenis binatang pada jaman Alkitab. Selain penemuan arkeologis, kita juga dapat dibantu dengan peta-peta kuno, foto-foto dan membandingkan dengan peta modern.

    4. GAP SEJARAH. Konteks sejarah penulis Alkitab adalah berkisar dari jaman Musa sampai Yohanes, yaitu kira-kira 16 abad. Dibandingkan dengan pembaca Alkitab yang hidup pada jaman modern, maka ada gap yang sangat besar. Untuk mempelajari tentang sejarah kita bisa dibantu dengan banyak buku-buku sejarah Alkitab (PL dan PB), dimana didalamnya dapat kita pelajari misalnya tentang peristiwa-peristiwa dan keadaan (latar belakang politik, ekonomi, agama) yang mempengaruhi jalannya sejarah atau tindakan para tokoh-tokoh Alkitab.

    B. Adanya Bahaya Dalam Menafsir

    Melihat gab-gab (yang telah dijelaskan di atas) antara pembaca Alkitab masa kini dan Alkitab yang ditulis pada masa yang lampau, maka kemungkinan terjadi kesalahan menafsir besar sekali. Oleh karena itu diperlukan studi khusus yang berisi aturan-aturan dalam menafsir untuk menolong orang Kristen tidak terjebak dalam kesalahan menafsir. Contoh-contoh bahaya tsb. adalah:

    1. MENCOMOT AYAT DAN DILEPASKAN DARI KONTEKSNYA. Jika menafsirkan ayat dengan tidak memperhatikan konteksnya, maka kemungkinan besar hasil penafsirannya tidak sesuai dengan maksud yang diinginkan penulisnya atau tidak lengkap sehingga tidak dapat dimengerti dengan jelas dan benar.

    2. MENAFSIR SECARA HARAFIAH YANG TIDAK PADA TEMPATNYA. Memang Alkitab harus dibaca sebagaimana kata-kata yang tercantum didalamnya, namun demikian tidak selalu hal ini bisa diterapkan. Perlu dipelajari dengan teliti untuk mengetahui apakah yang dimaksud adalah arti harafiah, sebab kalau tidak dapat menimbulkan kesalahan menafsir.

    3. MENCARI ARTI ROHANI DALAM SETIAP AYAT. Ini adalah kebalikan dari menafsirkan secara harafiah. Kesulitan mengerti ayat-ayat dalam Alkitab atau tidak mendapatkan apa yang diinginkan seringkali diatasi dengan cara merohanikan arti harafiah yang sudah jelas dalam ayat-ayat tsb. sehingga akhirnya menyelewengkan tujuan asli penulis Alkitab.

    4. KELEMAHAN DALAM TERJEMAHAN ALKITAB. Tidak ada Alkitab terjemahan yang terjemahannya benar secara sempurna. Oleh karena itu perlu cara-cara penyelidikan yang tepat sehingga menghindarkan kita dari mengikuti hanya satu versi Alkitab saja.

    5. KETERBATASAN MANUSIA. Terutama karena sifat malas kita dalam mempelajari Alkitab secara teliti, objektif dan sistematis, maka mengikuti aturan-aturan penafsiran yang sehat akan menolong kita untuk disiplin dan tidak jatuh pada subjektivisme.

    C. Adanya Kesalahpahaman Tentang Pekerjaan Menafsir

    1. ALKITAB SULIT UNTUK DIMENGERTI. Mempelajari Alkitab memang tidak selalu mudah untuk baik untuk mereka yang mempunyai latar belakang teologia maupun orang awam, namun demikian bukan berarti tidak mungkin dilakukan. Setiap orang Kristen mempunyai tugas dan kewajiban untuk mempelajari Alkitab karena Alkitab adalah pedoman hidup yang benar. Oleh karena itu membuat aturan-aturan dalam menafsir akan menolong setiap orang Kristen untuk melakukan penyelidikan Alkitab secara pribadi. Dengan mempelajari prinsip-prinsip penafsiran dan alat-alat bantu Hermeneutik, maka pekerjaan menafsir dapat menjadi tugas yang lebih ringan dan membuahkan hasil yang menyenangkan.

    2. PANDANGAN BAHWA MEMPELAJARI ALKITAB ADALAH TUGAS PARA PENDETA DAN TEOLOG SAJA. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pada masa yang lalu orang awam tidak diperbolehkan untuk melakukan penafsiran Alkitab sendiri, sebab dikuatirkan bahwa mereka akan menafsir Alkitab secara salah. Namun dengan berkembangnya Hermeneutik dan tersedianya alat-alat bantu Hermeneutik, maka kekuatiran itu tidak lagi menjadi ancaman yang mengerikan. Justru sebaliknya dengan menolong jemaat Kristen awam mempelajari Alkitab sendiri maka kualitas kehidupan rohani jemaat akan meningkat.

    Sumber Bacaan:

    1. Kevin J. Conner, Interpreting the Scripture - (Hal. 43-48) 2. Don L. Fisher, Pra Hermeneutik - (Hal. 9-16) 3. John H. Hayes & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab - (Hal. 6-13) 4. R. C. Sproul, Mengenali Alkitab - (Hal. 1-3) 5. Ir. Mangapul Sagala, M. Div., Petunjuk Praktis Menggali Alkitab - (Hal. 9-16) 6. Jim Wilhoit, Effective Bible Teaching - (Hal. 95-108)



    Pengantar ke dalam Hermeneutik Alkitabiah -- Bab V

    [Indeks 00001]

    Bab V

    PRINSIP-PRINSIP HERMENEUTIK UMUM

    Prinsip-prinsip umum apakah yang perlu dipelajari?Dan bagaimana menggunakannya?

    PENJELASAN TENTANG PRINSIP-PRINSIP HERMENEUTIK UMUM

    Seperti telah disebutkan dalam bab sebelumnya, prinsip-prinsip Hermeneutik dibagi menjadi Prinsip Umum dan Prinsip Khusus. Prinsip Umum adalah aturan-aturan yang dapat dipakai untuk menafsirkan segala macam bentuk sastra. Dalam Prinsip Umum ini tercakup didalamnya adalah:

    1. MENAFSIRKAN MENURUT KONTEKSNYA. Prinsip pertama adalah menafsirkan kata/frasa/ kalimat/ayat dengan lebih dahulu mempertimbangkan konteksnya.

      Konteks berasal dari 2 kata, yaitu: kon (bersama-sama)
                                      dan teks (tersusun)

      Jadi secara khusus konteks diartikan sebagai ayat-ayat sesudah atau sebelum ayat (bagian) yang dipelajari. Tapi secara umum konteks diartikan sebagai hubungan pikiran yang menyatukan sebagian (konteks dekat) atau keseluruhan tulisan (konteks jauh). Sehubungan dengan Alkitab, konteks diartikan sebagai hubungan pikiran yang menyatukan satu bagian perikop tertentu, atau satu pasal tertentu atau satu kitab tertentu dalam Alkitab, atau bahkan keseluruhan Alkitab.

      Secara terperinci konteks dapat dibagi dalam empat tingkat:

      1. Konteks Seluruh Alkitab
        Konteks dari setiap ayat adalah seluruh Alkitab. Tidak boleh ayat ditafsirkan lepas di luar Alkitab. "Alkitab menafsir Alkitab".
      2. Konteks Perjanjian
        Dalam seluruh Alkitab, konteks dari setiap ayat adalah Kitab Perjanjian dimana ayat itu berada. "PB ada didalam PL, PL diterangkan oleh PB"
      3. Konteks Kitab
        Dalam seluruh Alkitab dan Kitab Perjanjian, konteks dari setiap ayat adalah kitab dalam Alkitab dimana ayat itu berada.
      4. Konteks Perikop
        Dalam seluruh Alkitab, Kitab Perjanjian dan Kitab dalam Alkitab, konteks dari setiap ayat adalah perikop dimana ayat itu berada.

      Kesimpulan:

      Konteks ayat adalah perikop Alkitab Konteks perikop adalah Kitab (buku) Perjanjian Konteks kitab adalah Kitab Perjanjian Kitab Konteks Kitab Perjanjian adalah seluruh Alkitab Perikop

      Ayat

      Mengapa mempelajari konteks sangat penting? Pertama, karena tanpa mempelajari konteksnya maka pengertian kita terhadap ayat tsb. menjadi tidak lengkap, khususnya jika ada kaitan pengertian yang tidak dapat dilepaskan satu dengan yang lain (Misalnya: janji yang bersyarat). Kedua, tanpa mengikut sertakan konteks seringkali kita tidak melihat kaitan pengertian yang lebih luas sehingga sering memberi arti yang salah (Misalnya: kata-kata yang sama tetapi memiliki arti yang berbeda).

      Petunjuk mempelajari konteks:

      1. Bacalah keseluruhan perikop (atau pasal) yang menjadi konteks ayat yang anda pelajari.
      2. Selidiki keseluruhan data dan pelajari kaitan-kaitannya.
      3. Carilah informasi latar belakang dari nama/tempat/peristiwa yang sedang dipelajari dengan menggunakan Kamus Alkitab.
      4. Gunakan Referensi Silang untuk membandingkan jika peristiwa/kisah yang sedang dipelajari juga dicatat dalam kitab yang lain (memiliki kisah paralel)

    2. MEMPELAJARI ARTI KATA ASLINYA. Prinsip kedua dalam menafsir adalah menafsirkan sesuai dengan arti kata(-kata) yang tepat sebagaimana dimaksudkan oleh penulis aslinya. Masalah utama yang harus diperhatikan adalah bagaimana menemukan definisi kata itu dan apa artinya yang tepat sesuai dengan konteks jaman/budaya waktu penulisan.

      Satu hal yang perlu diingat dalam melakukan studi kata adalah bahwa kata-kata dalam Alkitab kita sekarang adalah hasil terjemahan dari bahasa asli Alkitab (Ibrani/Yunani), oleh karena itu penyelidikan lebih lanjut harus dilakukan dengan membandingkan kata-kata yang ada dalam Alkitab bahasa Ibrani/Yunani.

      Petunjuk mempelajari kata:

      1. Satu kata bisa mempunyai beberapa arti yang berbeda.
      2. Kata-kata yang berbeda bisa mempunyai arti yang sama.
      3. Selidiki hanya kata-kata yang penting yang memiliki arti teologis, khususnya yang sering diulang-ulang.
      4. Pelajari kata-kata penting tsb. dalam konteksnya.
      5. Gunakan konkordansi atau referensi silang untuk mencari padanan arti.
      6. Arti kata bisa berubah setelah melewati jangka waktu tertentu.
      7. Alkitab kadang menggunakan kata-kata/terminologi yang mempunyai arti yang berbeda dengan penggunaan umum.
      8. Arti kata tsb. dalam bahasa Ibr./Yun. kadang berbeda dengan bhs. Indonesia.

    3. MEMAHAMI TATA BAHASANYA. Prinsip yang ketiga adalah harus menafsir sesuai dengan tata bahasa dari kalimat tsb. Setiap kata dalam kalimat tidak berdiri sendiri. Kata yang disusun bersama-sama memberi kombinasi arti yang membangun alur pikiran. Arti dari kata itu sering ditentukan dari hubungannya dengan kata-kata yang lain dalam kalimat. Tata Bahasa sendiri tidak memperlihatkan arti sesungguhnya dari kata itu, tapi memperlihatkan kemungkinan arti lain yang terdapat dalam kata (kalimat) itu. Tata Bahasa terdiri dari beberapa unsur penting, misalnya: subjek, objek, kata kerja, kata keterangan waktu/tempat/cara, kata ganti dan kata sambung. Masing-masing unsur ini akan memberikan bentukan kata dan hubungan kata dalam kalimat.

      Petunjuk mempelajari tata bahasa:

      1. Kalau ada bagian (kalimat) yang tidak jelas artinya, cari tahu dahulu kunci katanya dan analisa tata bahasanya.
      2. Pelajari hubungannya dengan kata-kata yang lain dalam kalimat tsb.
      3. Pelajari juga bentukan-bentukan katanya, khususnya dalam susunan kata kerja bahasa aslinya (Ibr/Yun).
      4. Kalau kemungkinan artinya lebih dari satu, maka cari petunjuk lain, khususnya konteks.

    4. MENANGKAP MAKSUD/TUJUAN PENULISNYA. Prinsip keempat dalam menafsir adalah kita harus menemukan tujuan dan maksud penulis Alkitab. Adakalanya penulis-penulis Alkitab memberikan petunjuk dengan jelas maksud/tujuan mereka menuliskan kitab/surat. Tetapi kebanyakan penulis Alkitab tidak jelas menunjukkan tujuan penulisan kitab itu. Untuk itu pembaca harus membaca dengan teliti seluruh isi kitab, khususnya dengan mempelajari garis besarnya. Setelah menemukan tujuan/maksud penulisan kitab, maka penafsir harus menjadikan itu sebagai pedoman untuk menafsir dengan yang tepat.

      Petunjuk mempelajari maksud/tujuan penulis:

      1. Perhatikan kalimat-kalimat yang mengandung kata sambung, "supaya" atau sebab itu".
      2. Jika tidak disebutkan dengan jelas makdud penulis, pelajarilah garis besar struktur penulisan kitab tsb.
      3. Pelajari juga latar belakang peristiwa/berita yang disampaikan dalam kitab tsb. untuk menemukan maksud penulis menuliskan kitab/surat tsb.

    5. MEMPELAJARI LATAR BELAKANGNYA. Prinsip kelima adalah penafsiran harus diterangi dengan latar belakang sejarah, geografi dan budaya yang ada dalam berita yang disampaikan penulis. Penulisan kitab dalam Alkitab ditulis dalam kerangka waktu, tempat dan budaya yang tidak lagi sama dengan yang dipunyai penafsir. Untuk itu penafsir harus betul-betul memahami dunia Alkitab untuk dapat mengerti keadaan dan maksud asli ayat/perikop/buku itu ditulis.

      Petunjuk mempelajari latar belakang:

      1. Pelajari dunia Alkitab dengan teliti, jalan terbaik adalah dengan membaca seluruh Alkitab secara berurutan.
      2. Mencatat peristiwa/kejadian penting yang perlu pengetahuan tambahan.
      3. Gunakan Kamus Alkitab/Ensiklopedia dan alat (buku) yang bisa dipakai untuk menambah pengetahuan sejarah dalam Alkitab.
      4. Cari Alkitab yang mempunyai referensi silang atau catatan kami karena akan mempermudah mendapatkan paralel informasi yang dicari.

    6. MENAFSIRKAN AYAT DENGAN AYAT ALKITAB. Prinsip keenam dalam menafsir adalah kita perlu mencari terang pengajaran Alkitab secara utuh (keseluruhan kebenaran). Tidak mungkin kebenaran dari satu ayat bertentangan dengan ayat yang lain, karena Alkitab tidak mungkin bertentangan dengan diriNya sendiri. Inilah juga yang menjadi alasan kita mempelajari ayat dalam konteksnya.

      Salah satu cara untuk mengerti keseluruhan kebenaran Alkitab adalah dengan membandingkan perikop yang paralel; yaitu bagian (ayat-ayat) yang membicarakan hal-hal yang sama tetapi ada di tempat-tempat yang berbeda di Alkitab. Dari perbedaan (atau persamaan) kita dapat melihat pengertian ayat-ayat itu lebih jelas. Tapi karena tidak banyak ayat-ayat (perikop) paralel ada di seluruh Alkitab maka cara ini tidak selalu dapat dijadikan acuan. Prinsip konteks lebih memberikan kepastian yang jelas.

      Petunjuk untuk mempelajari prinsip menafsirkan ayat dengan ayat:

      1. Penafsir harus tahu garis besar pengajaran kebenaran seluruh Alkitab.
      2. Mempelajari topik-topik penting dalam Alkitab.
      3. Mempunyai pengetahuan isi Alkitab secara luas.
      4. Gunakan Referensi Silang untuk mencari ayat-ayat yang membahas tema-tema yang sama dalam seluruh Alkitab.
      5. Prinsip konteks seringkali memegang peranan penting.

    Sumber Bacaan:

    1. 1. Alan D. Cox, Penafsiran Alkitab - (Hal. 6-30)
    2. 2. Hasan Sutanto, Hermeneutik; Prinsip dan Metode - (Hal.133-244)
    3. 3. Pdt. Ichwei G. Indra, 8 Prinsip Tafsir Alkitab - (Hal. 18-42)
    4. 4. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini - (Hal. 435-436)
    5. 5. Don L. Fisher, Pra Hermeneutik - (Hal. 42-100)
    6. 6. T. Norton Sterrett, How to Understand Your Bible - (Hal. 49-89)


    Pengantar ke dalam Hermeneutik Alkitabiah -- Bab VI

    [Indeks 00001]

    Bab VI

    PRINSIP-PRINSIP HERMENEUTIK KHUSUS

    Prinsip-prinsip khusus apakah yang perlu dipelajari?Bagaimana menggunakannya?

    PENJELASAN TENTANG PRINSIP-PRINSIP HERMENEUTIK KHUSUS

    Selain prinsip-prinsip umum, ada prinsip-prinsip khusus yang dapat menolong penafsir memberikan perhatian khusus pada jenis-jenis karya sastra yang dipakai dalam Alkitab. Prinsip-prinsip khusus tsb. adalah sbb.:

    1. MEMPALAJARI KATA-KATA KIASAN DAN GAYA BAHASA.
      Kata Kiasan/Gaya Bahasa adalah kata atau ungkapan yang digunakan untuk mengkomunikasikan sesuatu yang tidak untuk arti harafiahnya (sesungguhnya). Walaupun kata-kata kiasan itu tidak membawa arti kata harafiahnya, tetapi mengungkapkan suatu berita kebenaran tertentu dengan cara yang lebih menarik. Dalam Alkitab kita menemui banyak kata-kata kiasan yang dipakai. Untuk itu kita perlu mengerti bentuk kata-kata kiasan bagaimana yang dipakai supaya tidak salah menafsirkan beritanya.

      1. Metafora. Artinya: membandingkan dua hal yang mempunyai arti yang berlainan.
        Contoh: "Akulah roti hidup;" {Joh 6:35}

      2. Simili. Artinya: membandingkan dua hal yang berlainan memakai kata "seperti".
        Contoh: "Aku akan seperti embun bagi Israel,..." {Ho 14:6}

      3. Sinekdot. Artinya: bagian yang mewakili keseluruhan, atau sebaliknya.
        Contoh: "semua penduduk Yerusalem" {Mr 1:5}

      4. Antromorf. Artinya: berbicara kepada benda mati yang diperlakukan sebagai manusia.
        Contoh: "Hai mezbah, hai mezbah" {1Ki 13:2}

      5. Personifikasi. Artinya: berbicara mengenai benda yang tidak hidup menjadi seolah-olah hidup. Contoh: "Biarlah sungai-sungai bertepuk tangan." {Ps 98:8}

      6. Hiperbole. Artinya: pernyataan yang dilebih-lebihkan.
        Contoh: "Air mataku berlinang seperti aliran air." {Ps 119:136}

      7. Interogasi. Artinya: bentuk pertanyaan, yang jawabannya sudah diharapkan oleh si penanya.
        Contoh: "Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?" {Ps 8:4}

      8. Ironi. Artinya: berlawanan dengan arti yang sebenarnya.
        Contoh: "bersama-sama kamu hikmat akan mati" {Job 12:2}

      Petunjuk mempelajari kata-kata kiasan/gaya bahasa:

      1. Kata-kata kiasan yang digunakan biasanya cukup mudah ditemukan.
      2. Analisa kata-kata tsb. dan tempatkan pada konteksnya.

    2. MEMAHAMI BENTUK SIMBOL-SIMBOL.
      Lambang/simboldiartikan sebagai penambahan arti pada arti biasa yang sudah ada (diketahui umum). Alkitab menggunakan banyak lambang/simbol untuk mengungkapkan kebenaran atau justru menyembunyikannya. Kata-kata lambang itu bisa berupa orang, nama, benda, warna, nomor dll. Dan sering kali Alkitab tidak memberikan arti terhadap simbol-simbol itu dan pembacalah yang harus menemukannya. Itu sebabnya penafsir harus hati-hati untuk bijaksana menentukan apakah simbol itu betul-betul dimaksudkan oleh Alkitab atau tidak. Contoh: baptisan, perjamuan kudus dll.

      Beberapa petunjuk untuk menafsirkan simbol:

      1. Pelajari cara Alkitab sendiri menafsirkan simbol.
      2. Kalau itu benda, maka kualitas/sifat benda tsb. bisa menjadi petunjuk arti yang dimaksud.
      3. Pelajari konteksnya karena penting untuk membantu menentukan arti yang dimaksud. Benda atau objek yang sama bisa memberikan simbol arti yang berbeda, maka perlu melihat konteksnya.
      4. Hindari berspekulasi. Kalau Alkitab tidak memberikan petunjuk maka tidak perlu mereka-reka.

    3. MEMAHAMI BENTUK GAMBARAN/TIPE.
      Gambaran dalam Alkitab menunjukkan aspek-aspek dari kebenaran Alkitab yang sangat indah dan berharga untuk kita ketahui.

      Gambaran-gambaran itu biasanya memiliki sifat sbb.:

      1. Mempunyai maksud ilahi. Gambaran bisa ditentukan kepastiannya kalau diparalelkan dengan PB. Tapi kalau tidak disebutkan dalam PB, maka berarti harus hati-hati.
      2. Gambaran adalah bayang-bayang dari kebenaran yang akan diungkapkan, oleh karena itu penggambaran dalam PL akan digenapkan dalam PB.
      3. Bagaimana bila gambaran tertentu itu tidak disebutkan dalam PB. Dalam hal ini para teolog berbeda pendapat:
        Pertama: Semua gambaran harus mempunyai paralel dalam PB, kalau tidak berarti tidak perlu dicari artinya.
        Kedua: Semua hal dalam PL merupakan gambaran dari apa yang akan datang (PB). Jadi pasti harus dicari artinya.
        Contoh: Imam Besar PL adalah gambaran dari Kristus dalam PB (Le 9:7 menunjuk kepada Heb 5:3).

    4. MEMPELAJARI TUJUAN PERUMPAMAAN DAN ALEGORI.
      Perumpamaan biasanya diartikan sebagai sebuah cerita yang mengandung kebenaran hidup tetapi tidak sungguh-sungguh terjadi (tidak ada nilai sejarah) dan diceritakan dengan maksud untuk memberikan kebenaran moral atau rohani. (bisa disebut sebagai perpanjangan dari simili karena mengandung suatu perbandingan). Perumpamaan banyak terdapat dalam Injil-injil Sinoptik. Ada beberapa motif mengapa Yesus memberikan perumpamaan. Kadang untuk menjawab pertanyaan, kadang untuk ilustrasi kotbah, kadang untuk membungkam perdebatan dll.

      Petunjuk untuk memahami perumpamaan:

      1. Perumpamaan biasanya mempunyai satu pesan/berita/tujuan. Jadi kita tidak perlu mengartikan semua detailnya dengan arti rohani. Yang penting temukan tujuan utamanya (inti berita yang akan disampaikan).
      2. Pikirkan arti harafiahnya ketika pertama membaca perumpamaan. Karena perumpamaan biasanya terdiri dari 3 unsur: Situasi, Cerita, dan Aplikasi, maka kalau sulit mengerti artinya, pikirkan situasinya (latar belakang budaya atau sejarahnya), lalu tujuan aplikasinya.
      3. Periksa arti perumpamaan itu dengan pengajaran langsung dari Alkitab.

        Alegori hampir sama dengan perumpamaan. Alegori bisa disebut sebagai perpanjangan dari metafora. Yesus kadang menggunakan metode alegori dalam menyampaikan pengajaranNya (Joh 10 dan Joh 15), tetapi artinya cukup jelas karena Yesus sendiri biasanya menjelaskan artinya.

    5. MEMPELAJARI BENTUK IDIOM-IDIOM BAHASA IBRANI. Idiom adalah ungkapan yang hanya khusus dipakai oleh bahasa tertentu. Idiom sering sama dengan pemakaian gaya bahasa (kata kiasan), tetapi karena kekhususan cara berpikir dalam bahasa Ibrani maka hal ini dibedakan. Kesulitan utama untuk mengerti idiom bahasa Ibrani Alkitab (PL dan PB) adalah kebanyakan pembaca tidak memahami latar belakang budaya Ibrani:

      1. Antrophomorfisme. Artinya mengambil bentuk manusia. Dalam Alkitab banyak dipakai khususnya untuk berbicara tentang Allah. Perlu diperhatikan bahwa seringkali arti kata-kata tsb. bukan menunjuk kepada arti harafiahnya. Contoh: "tanganNya yang kuat.." {De 11:2}
      2. Mengabsolutkan yang relatif. Menyebut sesuatu yang relatif dengan cara yang absolut. Contoh: "Jikalau seseorang tidak datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya...". {Lu 14:26}
      3. Merelatifkan yang absolut. Menyebut sesuatu yang absolut dengan cara yang relatif. Contoh: "Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama angkatan ini dan mereka akan menghukumnya.". {Lu 11:32}
      4. "Anak dari.........".Menyebutkan arti lain dari arti harafiahnya. Contoh: "anak Daud" artinya keturunan Daud.

    6. MEMPELAJARI BENTUK PUISI.
      Puisi adalah alat pengekspresi perasaan dan pikiran manusia yang paling dalam. Bentuk sastra Ibrani biasanya ditandai dengan struktur baris tertentu yang disebut paralelisme, namun tidak bersajak. Dalam Alkitab cukup banyak dijumpai bentuk-bentuk tulisan puisi; misalnya: Nyanyian perang, {Ex 17:16} Nyanyian Cinta (Kidung Agung), Ratapan (beberapa bagian kitab Mazmur dan Kitab Ratapan), Nyanyian Pujian (Beberapa bagian kitab Mazmur, Nyanyian Maria), Ucapan Hikmat/Pengajaran (beberapa bagian Kitab Mazmur).

      Bentuk-bentuk Paralelisme yang sering dijumpai adalah:

      1. Paralel Sinonim (mengandung ide yang searti), mis: Ps 24:3.
      2. Paralel Antitesis (mengandung ide yang bertentangan), mis: Ps 37:9
      3. Paralel Sintesis (mengandung ide yang terpadu), mis Ps 35:1-2

    7. MEMPELAJARI NUBUAT. Nubuatan
      adalah salah satu bentuk sastra yang mungkin paling sulit untuk ditafsirkan sehingga paling banyak disalah-tafsirkan. Dari banyaknya jumlah nubuatan yang ada di Alkitab, maka sangat perlu kita memberi perhatian dalam menafsir. Ciri/karakteristik nubuatan: biasanya menggunakan gaya bahasa/kata kiasan, sehingga artinya tidak jelas. Kata kerja yang digunakan adalah bentuk-bentuk keakanan dan penggenapannya adalah untuk waktu yang akan datang (bisa waktu dekat atau jauh), dan jelas memiliki perspektif nubuatan dengan bersyarat atau tidak bersyarat.

      Nubuatan dibedakan dalam beberapa macam:

      1. Nubuatan yang akan terjadi langsung saat dikatakan
        Contoh: "Aku akan mengeraskan hati Firaun" {Ex 14:4}

      2. Nubuatan PL yang digenapi kemudian pada masa PL
        Contoh: Jos 6:26 1Ki 16:34

      3. Nubuatan PL yang digenapi kemudian pada masa PB
        Contoh: Nubuatan-nubuatan tentang Mesias.

      4. Nubuatan PB yang digenapi kemudian pada masa PB
        Contoh: Mr 13:2

      5. Nubuatan PL dan PB yang belum digenapi
        Contoh: Kedatangan Kristus yang kedua kali.

    8. MEMPELAJARI DOKTRIN. Pengajaran/Doktrin
      diartikan sebagai suatu prinsip kebenaran yang berisi pokok-pokok iman yang diajarkan oleh Alkitab yang telah disusun secara sistematis. Alkitab adalah sumber dari semua doktrin Kristen yang Tuhan ingin ajarkan kepada kita. Doktrin-doktrin Alkitab mempunyai satu kesatuan yang utuh, oleh karena itu tidak mungkin mengajarkan kebenaran yang saling bertentangan satu dengan yang lain, walaupun ada kemungkinan terdapat kebenaran yang bersifat paradoks.

      Petunjuk untuk menafsir doktrin

      1. Dasarkan penafsiran doktrin pada pernyataan-pernyataan yang jelas arti harafiahnya dan bukan berdasar dari kata-kata kiasan atau yang tidak jelas.
      2. Dasarkan doktrin pada perikop-perikop (konteks) yang bersifat didaktik (pengajaran) bukan sejarah.
      3. Dasarkan doktrin pada seluruh kebenaran Alkitab, tidak cukup kalau hanya sebagian kebenaran dan jangan merumuskannya dari kebenaran yang tidak disebutkan dalam Alkitab.
      4. Pakailah semua prinsip-prinisp umum Hermeneutik untuk menafsirkan doktrin, khususnya studi kata.
      5. Hindarkan unsur-unsur spekulasi dalam menafsirkan doktrin.

    Sumber Bacaan:

    1. Alan D. Cox, Penafsiran Alkitab - (Hal. 31-41)
    2. Hasan Sutanto, Hermeneutik; Prinsip dan Metode - (Hal.245-334)
    3. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini - (Hal. 435-436)
    4. Don L. Fisher, Pra Hermeneutik - (Hal. 34-100)
    5. Pdt. Ichwei, 8 Prinsip Tafsir Alkitab - (Hal. 43-47)
    6. T. Norton Sterrett, How to Understand Your Bible - (Hal. 93-156)


    Pengantar ke dalam Hermeneutik Alkitabiah -- Bab VII

    [Indeks 00001]

    Bab VII

    PENDEKATAN HEMENEUTIK

    Mengapa masing-masing jenis kitab dalam Alkitab harus dipelajari dengan cara pendekatan yang berbeda-beda?

    PENDEKATAN SESUAI DENGAN JENIS-JENIS KITAB DALAM ALKITAB

    Selain prinsip-prinsip yang sudah kita bicarakan dalam bab-bab sebelumnya, ada pendekatan lain yang perlu dilakukan khususnya sehubungan dengan macam-macam karya sastra dari kitab-kitab yang ada dalam Alkitab. Untuk itu kita akan melihat secara garis besar hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menafsirkan jenis-jenis kitab tsb.

    A. Kitab-kitab Taurat

    Berikut ini adalah beberapa pedoman yang perlu diingat untuk menafsir Kitab-kitab Taurat dengan lebih tepat:

    1. Kitab-kitab Perjanjian Lama secara umum adalah wasiat milik orang Israel, termasuk di dalamnya adalah hukum Taurat PL. Hukum Taurat merupakan pernjanjian antara Tuhan dengan umat Israel sebagai bangsa pilihan-Nya, agar Israel setia kepada Tuhan. Oleh karena itu ketentuan/hukum yang ada dalam kitab-kitab Taurat, walaupun itu adalah Firman Tuhan, namun tidak lagi merupakan perintah langsung bagi kita sekarang.

    2. Ketentuan/hukum dalam kitab-kitab Taurat akan mengikat kita secara langsung apabila hukum tsb. dibaharui dalam kitab-kitab PB. Oleh karena itu untuk menafsirkan hukum Taurat bagi kita sekarang harus diterangi dengan terang hukum PB, yaitu hukum Kristus atau hukum kasih.

    3. Ketentuan/hukum dalam kitab-kitab Taurat PL, sangat keras dan tegas, hal itu untuk menunjukkan akan tingginya standard norma moral dan keadilan Allah. Hukum-hukum tsb. harus dipahami sebagai suatu model bukan sebagai hukum yang lengkap.

    B. Kitab-kitab Sejarah

    Hal-hal yang perlu diingat ketika menafsirkan Kitab-kitab Sejarah/Hikayat:

    1. Ada tiga tingkatan sejarah dalam Alkitab, yaitu:

      1. Sejarah tingkat atas, yaitu rencana Allah untuk semesta alam, yang dilaksanakan melalui ciptaannya.
      2. Sejarah yang berpusat kepada bangsa Israel saja.
      3. Sejarah tingkat bawah, yaitu sejarah yang berdiri secara tersendiri.

      Namun dari semua orang yang terlibat dalam sejarah tsb. Allah adalah Tokoh Utamanya.

    2. Kitab-kitab Sejarah PL biasanya tidak mengajarkan doktrin secara langsung, karena memang tujuannya tidak untuk menjawab masalah-masalah teologis yang muncul. Tetapi dari peristiwa yang terjadi kita akan mampu menarik pelajaran khusus tentang pokok-pokok tertentu. yang biasanya merupakan penjelasan dari doktrin yang diajarkan dibagian kitab lain.

    3. Sejarah mencatat apa yang telah terjadi, bukan apa yang seharusnya terjadi. Itu sebabnya apa yang dilakukan tokoh-tokoh dalam kitab-kitab tsb., belum tentu menjadi contoh yang baik. Tokoh-tokoh itu adalah manusia biasa yang juga memiliki kelemahan.

    4. Kesalahan yang sering dilakukan penafsir ketika menafsirkan kitab-kitab sejarah adalah mengalegoriskan cerita sejarah tsb. Hal ini terjadi karena penafsir tidak melihat peristiwa-peristiwa dalam konteks keseluruhan dan menggabung-gabungkan peristiwa yang terjadi secara salah.

    C. Kitab-kitab Puisi

    Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menafsur karya jenis mazmur/puisi:

    1. Ada beberapa jenis Puisi dalam kitab-kitab Puisi di Alkitab:

      1. Mazmur Ratapan (60 buah)
      2. Mazmur mengucap syukur.
      3. Kidung Pujian.
      4. Mazmur Sejarah Keselamatan.
      5. Mazmur Perayaan dan Pengukuhan.
      6. Mazmur Hikayat.
      7. Nyanyian Kepercayaan.

    2. Sebagian besar isi (khususnya Kitab Mazmur) adalah pengalaman dan pergumulan pribadi para penulisnya. Pengalaman seseorang tidak dapat dipakai sebagai pedoman pengajaran/ doktrin. Ada tiga tujuan penerapan Mazmur dalam kehidupan orang Krsiten yaitu:

      1. Sebagai penuntun dalam ibadah.
      2. Untuk memiliki hubungan yang jujur dengan Allah.
      3. Untuk merenungkan perkara-perkara yang Allah telah lakukan bagi kita sehingga kita dapat bersyukur atasnya.

    3. Ada tiga sifat khas dari gaya puisi dalam PL yaitu:

      1. Paraleisme Sinonim (yang searti). Contoh Isa 44:22.
      2. Paraleisme Antithesis (yang bertentangan). Contoh Ho 7:14.
      3. Paraleisme Sintesis (yang terpadu). Contoh Obaja ayat 21.

    D. Kitab Nabi-nabi (Nabi Besar dan Nabi Kecil)

    Ada beberapa hal yang patut diperhatikan dalam menafsirkan kitab-kitab para nabi yaitu:

    1. Allah memakai para nabi sebagai pengantara, penyambung lidah Allah. Berita para nabi bukan berasal dari diri mereka sendiri, tetapi dari Allah. Itulah sebabnya nubuatannya/beritanya didahului dengan kata: "Demikianlah Firman Tuhan" atau "Inilah Firman Tuhan".

    2. Latar belakang para nabi diwarnai dengan:

      1. Pergolakan bidang politik, militer, sosial, ekonomi;

      2. Ketidaksetiaan secara rohani dari umat Allah;

      Latar belakang ini sangat mempengaruhi berita yang dibawa oleh para nabi, karena hal itu berhubungan langsung dengan keadaan, situasi dan kebutuhan jaman itu dan panggilan masing-masing nabi-nabi tsb. untuk generasi yang hidup pada masa itu.

    3. Dalam berita nubuatannya, Allah digambarkan sebagai Juru Dakwa atau Hakim. Itu sebabnya bentuk sastra yang sering dipakai adalah "firman celaka". Melalui para nabi, Allah mengumumkan kebinasaan yang mendekat. Ada tiga unsur didalamnya:

      1. Nubuat mengenai malapetaka atau kebinasaan yang akan didatangkan.
      2. Alasan mengapa malapetaka itu ditimpakan.

    4. Di sisi lain, dipakai juga bentuk sastra yang berupa janji atau "firman keselamatan".

    5. Dalam menyampaikan nubuatan, para nabi sering menggunakan puisi sebagai sarana pemberitaannya, sebab di Israel kuno, puisi dihargai sebagai alat untuk belajar.

    E. Kitab-kitab Injil

    Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Kitab-kitab Injil:

    1. Perlu lebih dahulu diingat bahwa kitab-kitab Injil adalah kitab-kitab yang menceritakan tentang kehidupan, pelayanan dan pengajaran Tuhan Yesus, tetapi tidak dtulis oleh Tuhan Yesus.. Diceritakan oleh 4 orang penulis yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.

    2. Perlu diperhatikan konteks kitab-kitab Injil. Ada 2 konteks historis; yang pertama pengetahuan kebudayaan dan agama dari abad pertama yaitu Yudaisme Palestina. Namun selain itu ada konteks kedua yaitu konteks historis dan sastra dari penulis kitab Injil itu sendiri.

    3. Untuk menafsirkan kitab-kitab Injil, disarankan agar kita memakai cara berpikir secara vertikal dan horizontal, karena banyak perikop dari kitab-kitab Injil yang menceritakan cerita pararel/sama.

    F. Kitab Kisah Para Rasul

    Kitab Kis. Para Rasul dimasukkan sebagai kitab sejarah, karena menceritakan tentang sejarah perbuatan para rasul dan masa gereja mula-mula, oleh karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menolong kita menafsirkan dengan lebih tepat:

    1. Disarankan untuk membaca keseluruhan buku ini secara sekaligus (sekali baca) untuk dapat mengamati perkembangan peristiwa-peristiwanya dalam satu kesatuan.

    2. Namun selain mengkisahkan tentang perbuatan para Rasul, jelas penulis Lukas menunjukkan gerakan Roh Kudus dibalik peristiwa-peristiwa tsb. yang mengatur gerakan kekristenan dari Yerusalem sampai ke Samaria, dan sampai ke ujung-ujung bumi.

    3. Karena sifat sejarahnya, maka hal-hal yang diceritakan tsb. bukan sesuatu yang bersifat normatif, kecuali jika Alkitab mengatakannya dengan tegas.

    G. Surat-surat Kiriman

    Seperti kebanyakan surat pada umumnya, surat-surat Kiriman dalam Alkitab memiliki ciri-ciri yang sama yaitu: ada nama penulis, nama penerima, salam pembukaan/doa/harapan/ucapan syukur, isi surat dan penutup surat. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menafsir Surat-surat Kiriman:

    1. Masing-masing surat memiliki konteks historis yang berbeda. Sebagian besar surat-surat Kiriman tsb. ditulis bukan untuk tujuan pengajaran doktrin, tetapi untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh jemaat atau pribadi sebagai penerima surat tsb. Namun demikian surat-surat tsb. ditulis dengan kesadaran adanya otoritas kerasulan/pemimpin umat dari para penulisnya.

    2. Surat Kiriman tidak disusun sebagai suatu cerita berurutan, tetapi surat terdiri dari paragraf-paragraf dan setiap paragraf memiliki pokok pembicaraan, jadi perlu berpikir secara paragrafi dengan mengikuti perkembangan logika penulisnya. Untuk itu penting membaca surat secara keseluruhan untuk mendapatkan gambaran selengkap mungkin tentang pokok-pokok masalah yang dihadapi masing-masing jemaat.

    3. Karena masalah latar belakang budaya sangat menonjol maka perlu dibedakan antara pokok inti Alkitab dengan pokok-pokok yang bukan merupakan inti pengajaran. Juga perlu dibedakan antara hal-hal yang bersifat moral normatif atau yang berupa budaya setempat.

    H. Kitab Eskatologi

    Sebagian kitab eskatologi adalah penyingkapan nubuat dari Perjanjian Lama, disebut juga sebagai kitab-kitab apokaliptis. Banyak orang berpendapat bahwa menafsirkan kitab-kitab eskatologi adalah yang paling sulit, sehingga tidak heran kalau banyak pengajaran yang simpang siur yang ditimbulkan olehnya.

    1. Sumber utamanya adalah nubuatan PL, khususnya dari kitab nabi-nabi, mis. Yehezkiel, Daniel, Zakharia, Yesaya. Seperti kebanyakan kitab apokaliptis, materinya berhubungan dengan masalah penghakiman dan penyelamatan yang akan datang.

    2. Materi apokaliptis lebih banyak diungkapkan dalam bentuk visi (penglihatan) dan mimpi dengan bahasa yang memiliki arti tersembunyi dan simbolis/figuratif. Tugas utama dalam eksegesis kitab apokalips adalah mencari maksud mula-mula dari pengarang (yaitu dengan memahami konteks historis dan konteks sastra).

    3. Gambaran dari materi apokaliptis sering berupa penglihatan/gambaran dan bukan seperti dalam kenyataan. Kita perlu tahu bahwa gambaran adalah mengenai masa depan dan hanya mengungkapkan kenyataan yang akan terjadi tetapi bukan berarti harus terjadi sesuai dengan gambaran tersebut.

    4. Karena sifat dari kitab apokaliptis biasanya adalah nubuatan, maka kita harus peka terhadap latar belakang dari suatu perlambang yang ada. Juga hal penglihatan, kita harus menafsirkannya sebagai suatu keseluruhan, bukan alegoris. Jangan mudah terjebak dengan menganalogikan ayat-ayat dalam Alkitab secara berlebihan

    Sumber Bacaan:

    1. Gordon D. Fee., Hermeneutik; Bagaimana Menafsirkan Firman Tuhan
    2. Ir. Mangapul Sagala, M.Div., Petunjuk Praktis Menggali Alkitab (Hal. 36-48)
    3. Grant R. Osborne, The Hermeneutical Spiral


    Pengantar ke dalam Hermeneutik Alkitabiah -- Bab VIII

    [Indeks 00001]

    Bab VIII

    PENUTUP

    Apakah pentingnya mengaplikasikan kebenaran Firman yang sudah kita pelajari? Bagaimana caranya?

    MENERAPKAN HASIL PENAFSIRAN ALKITAB

    Sebenarnya bagian yang paling penting dari seluruh prinsip Hermeneutik adalah tujuan aplikasi/penerapan, karena kita harus ingat bahwa tujuan utama Hermeneutik adalah melaksanakan Firman Tuhan yang telah kita pelajari dan tafsirkan tsb.

    A. Pentingnya Mengaplikasikan Hasil Penafsiran

    Seseorang dapat belajar dan mengerti banyak tentang teori bagaimana menafsir dengan baik dan benar secara sistematis. Tapi seseorang baru bisa dikatakan mengerti dengan sungguh-sungguh kalau ia akhirnya memberikan respon terhadap apa yang ia pelajari.

    Alkitab mempunyai dimensi rohani yang hanya akan memberi dampak pada hidup kita bukan hanya kalau kita menanggapinya secara intelektual, tetapi juga apabila kita akhirnya mempunyai kegairahan dan sukacita untuk melaksanakan apa yang kita pelajari.

    Dilain pihak tuntutan Alkitab bukan "optional" tapi berotoritas. Allah bukan memberikan saran dan usulan, tapi perintah yang harus dilakukan. Pilihan yang diberikan kepada kita adalah kita mau taat atau tidak. Oleh karena itu mengerti Firman Tuhan secara teori belum membuktikan seseorang taat kepada Allah. Sampai kita melakukan/melaksanakan Firman Tuhan baru kita akan disebut sebagai "hamba yang setia."

    B. Mengaplikasikan Kebenaran Firman Tuhan Dalam Kehidupan

    Alkitab membawa berita kebenaran bukan hanya untuk kepentingan pribadi saja, tetapi untuk kepentingan orang-orang pada jaman dimana Alkitab ditulis dan juga untuk pembaca/penafsir Alkitab pada generasi jaman ini. Dari hasil penafsiran yang kita lakukan, kita harus bisa membawa kebenaran itu berbicara kepada diri kita, kepada masyarakat di sekitar kita, dan akhirnya kepada dunia modern ini. Untuk itu beberapa pertanyaan di bawah ini akan menolong kita melihat aplikasi lebih jelas:

    Catatan:

    Kata "saya" dalam pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dapat diganti dengan:

    1. Apakah ada contoh yang bisa saya teladani?
      keluarga saya
      teman saya
      gereja saya
      orang Kristen pada umumnya
      bangsa/negara saya
      dunia di mana manusia hidup

    2. Apakah ada dosa-dosa yang saya harus hindari?
    3. Apakah ada janji-janji Tuhan yang harus saya pegang?
    4. Apakah ada doa yang saya bisa lakukan?
    5. Apakah ada perintah yang harus saya ikuti?
    6. Apakah ada kondisi yang harus saya penuhi?
    7. Apakah ada ayat-ayat yang saya bisa hafalkan?
    8. Apakah ada kesalahan-kesalahan yang harus saya perbaiki?
    9. Apakah ada tantangan yang harus saya hadapi?

    Apabila kebenaran Firman Tuhan yang kita pelajari itu sepertinya tidak dapat diterapkan secara langsung, tanyakan pertanyaan-pertanyaan ini:

    • Apakah si penulis menyatakan suatu kebenaran/prinsip yang bersifat umum?
    • Mengapa kebenaran/prinsip Firman Tuhan itu diberikan?
    • Apakah ada latar belakang yang lebih luas dari kebenaran itu?

    Dari jawaban-jawaban pertanyaan tsb. kita dapat menilai:

    1. Apakah kita dapat menerapkan kebenaran itu pada situasi yang persis sama dengan yang dihadapi orang-orang dalam bagian Alkitab tsb.?

    2. Apakah kita dapat menerapkan kebenaran itu pada situasi yang hampir sama/mirip?

    3. Apakah kita dapat menerapkan kebenaran itu pada situasi yang sama sekali berbeda?

    C. Petunjuk-petunjuk Praktis

    Pekerjaan menafsir hanya dapat dilakukan kalau Tuhan memberi kekuatan kepada penafsir. Pekerjaan penafsir akan gagal kalau ia mulai mengandalkan kekuatannya sendiri. Oleh karena itu pekerjaan menafsir tidak mungkin dikerjakan tanpa doa, perenungan akan kasih Tuhan dan persiapan yang baik. Berikut ini adalah petunjuk-petunjuk praktis untuk melaksanakan tugas penafsiran dengan baik:

    1. BUAT RENCANA. dengan menentukan bagian Alkitab mana yang akan anda pelajari. persiapkan semua alat-alat yang diperlukan untuk menafsir.

    2. MULIAI DENGAN BERDOA. Mintalah Roh Kudus, Sang Iluminator agar Ia memberikan pencerahan pada Alkitab yang anda pelajari.

    3. BACA, BACA, BACA. Bacalah teks Alkitab berulang-ulang dan teliti sehingga betul-betul kita mengetahui semua informasi di dalamnya.

    4. MEMBUAT CATATAN. Catatlah kata-kata/frasa/kalimat yang anda tidak/kurang mengerti. Catat juga penemuan-penemuan yang anda dapatkan selama membaca teks tsb.

    5. BACA, BACA, BACA. Membaca ada sbagian terbesar ari seluruh pekerjaan menafsir. Membaca informasi tentang latar belakang penulisan kitab dan dunia dimana penulis Alkitab hidup (sosial, politik, ekonomi dan budaya). Juga jangan segan-segan membuka kamus-kamus bahasa (juga bahasa aslinya), untuk menemukan arti etimologis dan kata/frasa yang sarat dengan arti.

    6. APLIKASIKAN PRINSIP-PRINSIP HERMENEUTIK. Menguasai prinsip menafsir akan mengurangi setengah dari kesulitan yang kita temui dalam seluruh proses penafsiran.

    7. MENCATAT DENGAN TELITI. Mencatat akan mengembangkan ingatan anda terhadap semua hal yang anda telah pelajari dan temukan. Lakukan pencatatan secara sistematis untuk menolong anda memberikan hasil yang terbaik.

    8. KONSULTASI DENGAN MENGECEK KEBENARANNYA. Konsultasikan kebenaran anda dengan buku-buku hasil tafsiran dari orang-orang ahli yang cinta Tuhan untuk mengecek apakah ada yang kurang tepat atau apakah ada yang terlewat.

    9. BERDOA UNTUK APLIKASI. Minta kepada Tuhan agar kebenaran yang anda temukan itu menjadi bagian dari kehidupan anda dengan cara melaksanakan apa yang Tuhan ingin anda lakukan.

    10. MENGUCAP SYUKUR. Memuji Tuhan atas kebaikanNya, karena Ia berkenan membicara kepada anda dan memberikan kebenaran-kebenaranNya untuk anda laksanakan. Apabila anda sanggup melaksanakan FirmanNya, itu semata-mata adalah karena anugerahNya.

    Sumber Bacaan:

    1. T. Norton Sterrett, How to Understand Your Bible – (Hal. 171-179)
    2. Jack Kuhatschek, Menerapkan Alkitab Secara Praktis
    3. David Thompson, Bible Study that Works


    Pengantar ke dalam Hermeneutik Alkitabiah -- Daftar Kepustakaan

    [Indeks 00001]

    DAFTAR KEPUSTAKAAN

    A. Bahasa Indonesia

    Braga, James, Cara Menelaah Alkitab, Malang, Penerbit Gandum Mas, 1982

    Cox, Alan. D., Penafsiran Alkitabiah, Catatan Pribadi, 1988

    Fee, Gordon D., & Stuart, Douglas, Hermeneutik; Bagaimana Menafsirkan Firman Tuhan dengan Tepat! Malang, Penerbit Gandum Mas, 1989

    Fisher, Don L., Pra Hermeneutik, Malang, Penerbit Gandum Mas, 1987

    Gara, Nico, Menafsir Alkitab Secara Praktis, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1989

    Groenen, C., Hermeneuse Alkitabiah, Flores, Penerbit Nusa Indah, 1977

    Hayes, John H. & Holladay, Carl R., Pedoman Penafsiran Alkitab, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1996

    Herlianto, Manipulasi Ayat-ayat Alkitab, Bandung, Yayasan Kalam Hidup, 1993

    Indra, Ichwei G., 8 Prinsip Tafsir Alkitab, Bandung, Yayasan Kalam Hidup, 2000

    Sagala, Mangapul, Petunjuk Praktis Menggali Alkitab, Jakarta, Perkantas Jakarta,1997

    Sitompul, A.A, dan Beyer, U, Metode Penafsiran Alkitab, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1989

    Sproul, R.C., Mengenali Kebenaran, Malang, Seminari Alkitab Asia Tenggara, 2000

    Sutanto, Hasan, Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang, 1993

    Warren, Rick,Metode Pemahaman Alkitab yang Dinamis, Yogyakarta, Yayasan Andi, 1981

    B. Bahasa Inggris

    Berkhof, Louis, Principles of Biblical Interpretation, Grand Rapids, Baker Book House, 1950

    Conner, Kevin J., & Malmin, Ken, Interpreting The Scripture, Oregon, Bible Temple, 1983

    Erickson, Millard J., Evangelical Interpretation, Grand Rapids, Baker Books, 1993

    Fee, Gordon D., New Testament Exegesis, Philadelphia, The Westminster Press, 1983

    Hendrichsen, Walter & Jackson, Gayle, Studying, Interpreting and Applying the Bible, Grand Rapids, Lamplighter Books, 1990

    Hendricks, Howard G., et all. Living By The Book, Chicago, Moody Press, 1991

    Johnson, Elliot E., Expository Hermeneuticss: An Introduction, Michigan, Academie Books, 1990

    Kearley, F. Furman, et, all., Biblical Interpretation; Principles and Practice, Grand Rapids, Baker Book House, 1986

    Marshall, I. Howard, New Testament Interpretation, Essays on Principles and Methods, Michigan, W.B. Eerdmans Publishing Company, 1977

    Osborne, Crant R., The Hermeneutical Spiral, Illinois, Inter-Varsity, 1991

    Sterrett, Norton T., How to Understand Your Bible, Illinois, Inter-Varsity Press, 1974

    Thompson, David L., Bible Study That Works, Indiana, Evangel Publishing House, 1994

    Warren, Richard, 12 Dynamic Bible Study Methods, Singapore, S+U Publishers, 1981

Ke Atas


sabdaspace.org Tentang Kami | Kontak Kami | Bukutamu | Link |

Laporan Masalah/Saran | Disclaimer | Hak Cipta © 2005-2024 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) | E-mail: webmastersabda.org
Bank BCA Cabang Pasar Legi Solo - No. Rekening: 0790266579 - a.n. Yulia Oeniyati