Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

WIL (Wanita Idaman Lain)

Edisi C3I: edisi 348 - Suami dan Keluarga

Tidak satu pun pasangan menikah yang membayangkan atau mengharapkan adanya interupsi pria atau wanita lain dalam keluarganya. Namun, di tengah dunia yang sangat berdosa dan berbahaya ini, tidak tertutup kemungkinan bahwa keluarga bisa tersentuh oleh masalah ini, entah berapa besar kadarnya. Di dalam kekristenan, hal ini harus diperangi secara total.

Kekristenan secara keseluruhan, juga setiap orang Kristen, bertanggung jawab dan harus secara serius melawan segala bentuk interupsi pihak ketiga ini. Namun, jika kita terjebak di dalamnya, kita perlu memiliki sikap yang berbeda dari sikap dunia terhadap kondisi ini.

Banyak kasus yang sudah berjalan dengan sangat kompleks, beberapa pihak sudah saling merusak dan menimbulkan luka batin yang berat. Pelanggaran seksual sering kali menimbulkan masalah relasi yang sulit dipulihkan. Maka dari itu, di dalam banyak kasus, masalah perselingkuhan ini harus diselesaikan dengan bijaksana. Dalam banyak kasus, masalah perselingkuhan, apalagi yang sudah berjalan lama dan panjang, tidak bisa dipulihkan lagi ke kondisi semula. Dalam kasus seperti ini, seluruh relasi sudah rusak, dan kita hanya bisa berusaha melakukan usaha meminimalisasi (mengecilkan sekecil-kecilnya) dampak kerusakan dan juga ekses yang ditimbulkan. Dalam hal ini, kita hanya mencoba mendapatkan yang lebih baik dari apa yang sudah rusak.

Namun, jika kasus ini masih sangat dini dan ada kesadaran untuk menyelesaikan, maka setiap pihak yang terlibat perlu melakukan kewajibannya masing-masing dengan takut akan Tuhan.

  1. Dari si pelaku.
  2. Jika suami atau istri selingkuh, ia harus segera bertobat. Ia harus sadar selingkuh itu dosa yang paling dibenci oleh Tuhan dan tidak ada pilihan lain, kecuali sepenuhnya bertobat. Kalau tidak, Tuhan pasti menghukumnya. Ia harus ingat akan janji nikah yang telah diikrarkannya di depan altar. Itu bukanlah suatu permainan, tetapi dinyatakan di hadapan Tuhan dan harus siap menghadapi hukuman Tuhan yang pahit ketika melanggarnya. Kita terkadang bisa jatuh karena manusia tidak sempurna. Namun, bukan berarti kita boleh berbuat dosa semaunya dan tidak bertanggung jawab. Tuhan tidak akan menoleransi perbuatan seperti itu. Biasanya, kasus ini tidak terjadi secara mendadak dan kesalahan terletak di kedua belah pihak. Berarti, dari pihak pasangan juga harus mengevaluasi diri. Namun, itu pun tetap bukan alasan untuk berselingkuh.

  3. Dari teman hidupnya.
  4. Dalam masalah perselingkuhan, pihak yang tidak melakukan merasa sebagai pihak yang benar, lalu berusaha menghancurkan seluruh kehidupan pihak yang berselingkuh. Ia berpikir dengan cara itu, dapat menarik pasangannya kembali. Padahal, cara bermain keras seperti itu merusak semua relasi, menjadikan situasi semakin keruh, dan sulit dipulihkan. Perlu disadari, kasus perselingkuhan adalah masalah dari kedua belah pihak. Yang pertama, adalah kegagalan di dalam pembentukan dan proses penyelenggaraan keluarga. Artinya, keluarga itu sudah gagal dan tidak bisa berproses secara benar. Keadaan ini adalah masalah kedua belah pihak, bukan cuma satu pihak. Itulah sebabnya, kedua belah pihak harus bersama-sama mengevaluasi diri dan bertobat. Dalam hal ini, teman hidupnya tidak bisa mempersalahkan pasangannya sepenuhnya. Ia sendiri pasti turut ambil bagian, entah secara pasif atau aktif. Kalau seorang suami terus-menerus menekan dan melecehkan istrinya, serta tidak lagi mengasihi dan memperhatikannya, jangan kaget kalau istri itu akan berselingkuh dengan pria lain yang memperhatikan dia. Terlalu banyak alasan lain yang dapat menyebabkan pasangan kita berselingkuh. Maka dari itu, teman hidup pelaku itu harus melihat kesalahan dirinya juga dan bertobat, serta memperbaiki kesalahan tersebut sehingga permasalahan ini bisa diselesaikan dengan baik.

  5. Dari PIL dan WIL.
  6. Ia harus sadar bahwa merusak keluarga orang adalah dosa yang besar. Tidak ada alasan apa pun yang bisa membenarkannya. Dalam kasus ini, PIL atau WIL merasa menjadi "juru selamat" yang menolong kekasih gelapnya, yang telah disia-siakan atau dirugikan oleh teman hidupnya. Akan tetapi, cara penyelesaian dengan mengambil alih posisi teman hidup adalah suatu pelanggaran terhadap Allah. Ingat, pernikahan adalah lambang ikatan Kristus dan jemaat. Dengan perselingkuhan, seseorang telah menginterupsi relasi agung ini. Itu adalah dosa besar. Jika mau menolong, harus memulihkan ketidakberesan yang terjadi di dalam keluarga itu, bukan memecahkannya. PIL atau WIL harus merelakan dan mengembalikan "mangsanya" kepada teman hidupnya yang berhak dan yang benar. Apa yang dipersatukan Allah jangan diceraikan oleh manusia. Hendaklah ia selalu memikirkan hal ini sebagai tuntutan yang akan jatuh kepadanya dan menghasilkan penghukuman bagi dirinya.

Diambil dan disunting dari:

Judul buku : Indahnya Pernikahan Kristen
Judul bab : Tips dalam Pernikahan
Judul asli artikel : PIL dan WIL
Penulis : Sutjipto Subeno
Penerbit : Momentum, Surabaya 2010
Halaman : 124 -- 127

Komentar