Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Perspektif Psikologis: Monster

Berapa susahnyakah mengubah karakter seseorang? Jawabannya adalah, sangat susah! Makin hari makin saya menyadari bahwa perubahan yang sering kali saya lihat adalah perubahan sementara yang ditimbulkan oleh situasi kehidupan yang mendukung, dan bukan perubahan yang keluar dari dasar jiwa yang terdalam. Saya berikan sebuah contoh. Ada orang yang berkarakter kikir dan egois, namun untuk sementara hidup di tengah lingkungan yang hangat dan murah hati. Akibatnya, ia pun terpengaruh untuk menjadi lebih murah hati dengan kepunyaannya dan tidak terlalu mementingkan diri sendiri. Namun, tatkala lingkungan berubah - ia tidak lagi berada di tengah lingkungan yang murah hati - dengan cepat ia pun mulai kembali ke karakter asalnya yakni kikir dan egois.

Kadang saya terkejut melihat begitu cepatnya orang "berubah" - dari baik menjadi buruk - tetapi seiring dengan bertambahnya informasi tentang dirinya, barulah saya sadari bahwa sesungguhnya ia tidak berubah. Ternyata perubahannya merupakan cerminan dari diri yang sebenarnya yang untuk sementara waktu tersembunyi dari permukaan. Apa yang tadinya dianggap sudah berlalu, pada faktanya masih ada dan siap untuk muncul kembali.

Pemahaman ini memang mengecewakan, terutama bagi saya yang berkecimpung dalam pelayanan kesehatan jiwa. Pada akhirnya saya melihat begitu banyaknya kasus yang membuktikan kebenaran pengamatan ini. Perubahan yang terjadi acap kali lebih merupakan hasil bedah kosmetik alias pemolesan belaka dan bukan perubahan menyeluruh. Pada titik tertentu karakter asli muncul kembali dan ini yang menakutkan, muncul tanpa hambatan berarti. Orang yang mudah tersinggung tetap cepat mudah tersinggung; orang yang tidak percaya diri dan merasa diri rendah tetap menganggap diri tak berharga; orang yang haus pujian tetap berupaya keras mendapatkan tepukan yang riuh rendah; orang yang pongah tetap pongah. Semua masih sama, yang berbeda hanyalah modus operandinya - lebih halus dan tak vulgar dalam kondisi yang mendukung. Namun, sekali lingkungan yang positif lenyap, lenyap pulalah segala perubahan positif yang tadinya bertunas.

Pengamatan ini membenturkan saya dengan firman Tuhan yang berkata, "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17) Membaca firman Tuhan ini, saya pun bertanya, Tuhan, mengapakah ciptaan yang baru itu tidak kunjung datang? Firman Tuhan tidak mungkin salah dan janji Tuhan selalu benar; jadi, apa yang dikatakan-Nya pasti tepat: Ciptaan baru datang mentransformasi manusia lama pada waktu pertobatan.

Tampaknya di sinilah letak masalah dan kunci pencerahan yakni pada istilah pertobatan. Makna pertobatan pada dasarnya adalah berubah dan perubahan yang diharapkan Tuhan adalah perubahan cara pikir atau cara pandang sebagaimana tercatat di Roma 12:2, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu... " Setelah kita menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, pada umumnya kita mulai mengadakan perombakan cara pikir: Apa yang tadinya kita lakukan tanpa berkonsultasi dengan Firman Tuhan sekarang kita konsultasikan terlebih dahulu dengan-Nya. Kita pun menundukkan kehendak pribadi di bawah kehendak Tuhan sehingga melakukan apa yang menyenangkan hati-Nya menjadi prioritas utama hidup ini.

Masalahnya adalah, di sela-sela semua perubahan ini terselip beberapa dosa lama yang terus menjadi pergumulan kita pada masa pertumbuhan. Sebagian dari kita tetap memanggilnya, dosa, namun sebagian dari kita tidak memanggilnya dosa. Saya berikan contoh. Ada orang yang berprinsip, "Jangan ganggu saya dan saya pun tidak ganggu kamu. Jika kamu ganggu saya, maka saya akan balas berkali lipat." Bagi kita, ini adalah prinsip hidup yang baik dan merupakan warisan orang tua, sehingga kita menolak untuk menyebutnya, dosa. Meski firman Tuhan dengan jelas berkata, "Kasihilah musuhmu, dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu" (Matius 5:44), kita tetap bertahan pada prinsip semula. Dengan cara inilah dosa lama terus bersemayam tanpa gangguan berarti dan di tengah situasi yang baik, sudah tentu balas membalas tidak diperlukan. Namun, tatkala situasi berubah dan ada orang yang mengganggu, maka dosa lama itu pun bangkit kembali dengan kekuatan yang tidak kalah dahsyatnya dengan kekuatan sebelum pertobatan.

Dalam bukunya, "Crisis in Masculinity", Leanne Payne mengingatkan bahwa dosa tidak pudar dengan berjalannya waktu; dosa hanya dapat lenyap melalui pertobatan dan darah Kristus. Betapa benarnya! Bukankah kerap tebersit harapan dan keyakinan dalam diri kita bahwa dengan bertambah tuanya kita secara rohani, bertambah pulalah kekuatan rohani dan makin berkuranglah kekuatan dosa dalam hidup kita. Ternyata waktu sama sekali tidak berpengaruh atas dosa; pertobatanlah yang mengubah hidup dan darah Kristuslah yang menghapuskan dosa. Sekali lagi, pertobatan adalah kuncinya.

Mungkin kita masih memerlukan waktu untuk lulus dari dosa lama, namun yang terpenting adalah mengakuinya sebagai kelemahan atau dosa pribadi. Janganlah sampai kita berhenti, apalagi menolak, untuk memanggilnya dosa atau kelemahan. Bukan saja sikap ini akan melestarikan dosa tetapi justru sikap ini akan memperkuat intensitasnya. Tatkala situasi berubah dan tidak lagi mendukung, monster manusia lama pun berontak keluar. Akibatnya sungguh mengerikan dan mengecewakan! Sebaliknya, jika kita terus bergumul dengan keangkuhan, ketersinggungan, kecurigaan, keminderan, kebencian, dan nafsu tak terbendung, setidaknya kita masih lebih dapat mengawasinya. Bukankah monster yang diawasi akan lebih susah bergerak?

 

Unduh Audio

 

Sumber
Halaman: 
3 - 4
Judul Artikel: 
Parakaleo, Juli September 2005, Vol. XII, No. 3
Penerbit: 
Departemen Konseling STTRII
Kota: 
Jakarta
Editor: 
Paul Gunadi Ph.D., Yakub B.Susabda Ph.D., Esther Susabda Ph.D.
Tahun: 
2005

Komentar