Motivasi Konselor

Edisi C3I: e-Konsel 328 - Motivasi Konselor

Mengapa Anda ingin memberi konseling? Beberapa konselor Kristen, terutama para pendeta, didorong masuk ke dalam pelayanan ini oleh orang-orang yang datang secara spontan, untuk mencari pertolongan atas masalah-masalah mereka. Beberapa konselor lainnya telah mengikuti pelatihan khusus dan mendorong orang lain untuk datang kepada mereka, guna mendapatkan bantuan berdasarkan anggapan yang benar bahwa konseling dapat menjadi salah satu cara paling efektif untuk melayani orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Seperti yang telah kita lihat, Alkitab memerintahkan kita untuk saling memerhatikan dan hal ini tentunya mencakup bidang konseling.

Memiliki relasi

Sesungguhnya, sulit bagi kita untuk mengevaluasi motivasi diri sendiri. Mungkin, hal ini memang benar, terutama ketika kita memeriksa alasan kita untuk melakukan konseling. Keinginan yang tulus untuk menolong orang lain merupakan alasan yang tepat untuk menjadi seorang konselor. Apakah ada bukti dari beberapa orang bahwa konseling Anda benar-benar memberi dampak positif? Apakah Anda memandang konseling sebagai pemenuhan secara pribadi? Hal ini dapat menjadi indikasi lanjutan dari kemungkinan keefektifan Anda sebagai konselor.

Namun demikian, ada isu-isu lain, yang kadang-kadang tidak disadari, yang dapat mengganggu keefektifan Anda. Ketika pada awalnya Anda memberi konseling untuk memenuhi kebutuhan sendiri, Anda sepertinya tidak akan banyak membantu para konseli Anda.

  1. Kebutuhan akan relasi. Setiap orang memerlukan kedekatan dan keakraban, setidaknya dengan dua atau tiga orang. Bagi beberapa konseli, seorang konselor akan menjadi teman dekat mereka, setidaknya untuk sementara waktu. Dengan anggapan, si konselor tidak memiliki teman-teman dekat, kecuali para konseli. Dalam kasus-kasus semacam ini, kebutuhan konselor akan suatu relasi bisa menghalangi pemberian bantuan. Seorang konselor mungkin tidak benar-benar menginginkan konselinya bertumbuh dan mengakhiri konseling karena hal itu akan memutuskan hubungan pertemanan yang sudah dekat. Apabila Anda mendapati bahwa Anda mencari-cari kesempatan untuk memperpanjang konseling, untuk menelepon konseli, atau bersosialisasi bersama, maka mungkin hubungan tersebut telah memenuhi kebutuhan Anda akan pertemanan, sebagaimana hal itu juga memenuhi kebutuhan konseli Anda. Pada titik ini, keterkaitan antara konselor dan konseli sudah tidak lagi sebagai relasi profesional. Hal ini tidak selalu buruk, tetapi beberapa teman tidak selalu bisa menjadi konselor yang terbaik.
  2. Kebutuhan akan kontrol/kendali. Seorang konselor yang otoriter senang "mengatur" orang lain, memberikan nasihat (bahkan saat tidak diminta), dan berperan sebagai pemecah masalah. Beberapa konseli yang senang bergantung mungkin menginginkan konselor semacam ini, tetapi pada akhirnya sebagian besar orang menolak konselor yang bertipe mengontrol karena para konselor semacam itu tidak begitu menolong.
  3. Kebutuhan untuk menyelamatkan. Seorang penyelamat sering kali memiliki keinginan tulus untuk menolong. Tetapi, konselor tipe "penyelamat" melepaskan tanggung jawab dari konseli dengan menunjukkan suatu sikap yang menyatakan, "Anda tidak dapat mengatasi hal ini; izinkan saya melakukannya untuk Anda." Cara ini mungkin memuaskan si konseli untuk beberapa saat, namun jarang dapat membantu secara permanen. Apabila teknik penyelamatan gagal (seperti yang sering kali terjadi), si konselor merasa bersalah, tidak mumpuni, dan sangat frustrasi.
  4. Kebutuhan akan informasi. Dalam mendeskripsikan masalah-masalah mereka, para konseli sering memberikan berita gembira yang menarik, yang mungkin tidak diceritakan kepada orang lain. Jika seorang konselor penasaran, kadang-kadang ia melupakan konseli, ingin mendapat informasi lebih banyak, dan sering kali tidak mampu mempertahankan kepercayaan diri. Para konselor yang penasaran jarang bisa membantu sehingga akhirnya orang-orang tidak akan meminta bantuan lagi kepada mereka.
  5. Kebutuhan akan penyembuhan pribadi. Kebanyakan dari kita memiliki berbagai kebutuhan dan ketidakamanan tersembunyi, yang dapat mengganggu tugas kita membantu orang lain. Inilah satu alasan mengapa sekolah-sekolah psikologi terkadang mensyaratkan para mahasiswanya, untuk melakukan konseling bagi diri mereka sendiri sebelum mulai menolong orang lain. Sesi-sesi konseling tampaknya tidak akan efektif apabila konselor memiliki maksud memanipulasi orang lain, menebus kesalahan, menyenangkan beberapa tokoh yang berkuasa, menunjukkan kebencian, memecahkan konflik seksual, atau membuktikan bahwa ia mampu secara intelektual, dewasa secara rohani, dan stabil secara kejiwaan.
Sesungguhnya, sulit bagi kita untuk mengevaluasi motivasi diri sendiri.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Setiap calon konselor kemungkinan akan mengalami kecenderungan ini kapan saja, tetapi kebutuhan-kebutuhan semacam ini harus diatasi secara terpisah dari tugas kita terhadap para konseli. Ketika orang-orang datang untuk berkonseling, mereka mengambil risiko menceritakan informasi pribadi dan memercayakan diri mereka pada pemeliharaan konselor. Seorang konselor menyalahi kepercayaan ini dan merusak keefektifan konseling jika relasi untuk membantu ini digunakan terutama untuk memuaskan kebutuhan si penolong itu sendiri. (t/S. Setyawati)

Diterjemahkan dari:
Judul buku : Christian Counseling: S Comprehensive Guide
Judul bab : The Counselor and Counseling
Judul asli artikel : The Counselor's Motivation
Penulis : Gary R. Collins, Ph.D.
Penerbit : Word Publishing, Amerika Serikat 1988
Halaman : 24 -- 25