Bagaimana Menghibur Anak yang Ayahnya Meninggal?

Edisi C3I: e-Konsel 036 - Konseling untuk Mereka yang Berkabung (1)

Pertanyaan:
Saya seorang ibu rumah tangga (35 th) dengan tiga anak. Menghadapi musibah kematian suami saya secara mendadak 5 bulan lalu, sampai hari ini perasaan sedih, bersalah sulit sekali dihilangkan, terutama karena anak kami Ani (9 th) menjadi pendiam dan murung. Banyak usaha yang sudah kami (saya dan keluarga dekat) lakukan, misal tidak membicarakan kematian ayahnya dan mengungsikan semua barang-barang termasuk foto-foto keluarga. Teman-teman baiknya berusaha menghibur dan membawa Ani ke tempat-tempat hiburan. Ani sendiri mencoba untuk riang bersama mereka tetapi setibanya di rumah, ia banyak menangis.

Bagaimana saya harus menolong, karena di pihak lain saya sendiri juga sangat kehilangan. Adik-adiknya masih kecil usia 5 dan 3 tahun, mereka belum tahu banyak dan sering dibawa oleh neneknya, karena sekarang saya harus bekerja. Saya merasa lelah, sedih dan seringkali ada perasaan marah pada Tuhan, mengapa saya mendapat cobaan berat seperti ini. Bagaimana saya harus mengatasi??

Jawaban:
Saya ikut merasakan kepedihan hati Ibu. Memang tidak mudah dengan beban-beban kehidupan yang begitu berat, sekarang Ibu harus memikulnya sendiri. Belum lagi masalah Ani yang membuat ibu sangat gelisah. Satu pihak mungkin ingin sekali melupakan apa yang telah terjadi dan "go on with life" (melanjutkan kehidupan ini), tapi melihat Ani yang sedih, seolah-oleh kenangan yang menyakitkan dengan kehilangan suami yang kekasih hidup lagi. Saya tidak tahu persis apa yang menjadi pergumulan ibu (karena setiap kasus sejenis mempunyai keunikan masing-masing), tetapi ada beberapa saran yang mungkin dapat menolong:

  1. Hindari keinginan untuk menolak realita (avoid denial). Ani harus ditolong bagaimana menghadapi kenyataan ini. Jangan ditutupi kenyataan bahwa ayah memang sudah meninggal dan tidak bisa kembali lagi bersama-sama kalian. Tuhan memberikan kelengkapan mekanisme dalam tubuh manusia secara ajaib untuk mengatasi baik perasaan kehilangan maupun perasaan untuk bangkit. Jadi biarkan anak merasakan kehilangan dan kesedihannya secara wajar. Ani membutuhkan waktu untuk menerima kenyataan dan menyelesaikan proses kehilangan (grief process) ini. Dengan melihat kembali masa-masa indah bersama ayah melalui foto-foto, barang-barang yang mengingatkan kembali kehadiran ayah, justru mempercepat proses penyembuhannya (bukan sebaliknya). Hal ini akan terjadi jikalau ada bimbingan dan support yang Anda berikan, dan bukan justru "tidak mengijinkan kesedihan tersebut dikeluarkan."
  2. Sempatkan untuk berbicara secara pribadi dengan Ani. Anak-anak seusianya memang belum dapat memahami secara utuh realita kematian dan kehidupan sesungguhnya. Piaget seorang psikolog dan pendidik menggolongkan anak usia 9-12 tahun dalam masa pertumbuhan kognitif yang konkrit, yang berarti ia mulai memahami dunia realita melalui apa yang ia alami dan rasakan secara nyata. Sedangkan pemahaman tentang Tuhan yang mengasihi, memberikan tempat untuk ayah di surga seringkali sulit dipahami dan membutuhkan waktu untuk mencerna. Mungkin sekali kesedihannya ditambah dengan ketakutan yang baru yaitu bagaimana jika Tuhan juga mengambil anda sebagai ibu secara mendadak pula.

    Jadi, dengan membiarkan Ani mengutarakan kesedihan, ketakutan dan kehilangannya sedikit demi sedikit setiap hari, tanpa sadar kesembuhannya akan mulai nampak. Katakan kepadanya bahwa andapun melewati masa-masa yang sulit untuk menyesuaikan kehidupan tanpa ayahnya.

  3. Bagi Anda sendiri, mungkin ada baiknya kalau Anda mendapatkan teman-teman yang bisa memahami perasaan Anda, dan mungkin mendukung Anda dalam doa. Proses penyembuhan dari kesusahan memang seringkali seperti siklus. Nanti pada saat-saat ulang tahun pernikahan (anniversaries) atau munculnya kenangan saat- saat indah yang lain, perasaan sedih, kehilangan pasti akan terulang lagi. Namun syukur kepada Tuhan, ingatan tersebut makin lama makin pendek, dan setelah itu kesembuhan yang seutuhnya akan tiba.
Sumber
Halaman: 
4
Judul Artikel: 
Parakaleo VI/4, Okt - Des 1999
Penerbit: 
STTRII Jakarta