Hidup Dengan Pasangan Yang Tidak Seiman

Memilih pasangan hidup bukanlah hal yang mudah, namun juga bukan hal yang sulit jika kita mau mengikuti aturan-aturan yang telah Tuhan tetapkan. Sebagai orang Kristen, salah satu aturannya, kita hanya boleh menikah dengan sesama orang percaya atau yang seiman. Lalu, bagaimana jika kita sudah terlanjur menikah dengan orang yang belum percaya? Jika hal ini terjadi pada Anda, berikut ini ringkasan langkah-langkah yang diberikan oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi untuk menyikapinya.

T : Bagaimana kalau kami sudah terlanjur menikah dengan pasangan yang tidak seiman?

J : Memang masalah ini sering kali menjadi dilema; tidak jarang pula menimbulkan konflik dalam rumah tangga. Ada kasus-kasus yang seperti ini, yang satu Kristen sungguh-sungguh tahu apa yang menjadi kehendak Tuhan. Ia tahu kalau Tuhan tidak menginginkan dirinya menikah dengan yang tidak seiman. Tapi karena terlanjur cinta, ia memudahkan masalah, memilih tidak menaati Tuhan, akhirnya menikah. Setelah menikah, muncullah rasa bersalah karena menikah dengan pasangan yang tidak seiman. Rasa bersalah ini kemudian mendorong pihak yang percaya untuk membujuk pasangannya yang tidak seiman dengannya untuk ikut ke gereja, ikut beribadah, dan sebagainya. Tapi masalahnya, mereka berdua menikah dengan suatu kesepakatan dan pengertian bahwa mereka berdua memang tidak memiliki iman yang sama. Otomatis pihak yang tidak seiman merasa jengkel karena hal ini tidak pernah dipersoalkan sebelumnya. Setelah menikah, pasangannya malah memaksa dirinya untuk ikut ke gereja dan lain sebagainya. Tidak jarang hal ini membuahkan pertengkaran; yang percaya makin frustrasi dan malah menuduh pasangannya tidak mau beriman kepada Tuhan, sedangkan pihak yang satunya makin marah.

T : Katakan kondisinya sudah seperti itu, bagi pihak yang beriman apa yang harus dia lakukan?

J : Surat 1 Petrus 3:1-7 memberi kita petunjuk bagaimana harus bersikap pada pasangan kita yang tidak seiman. Yang dibicarakan dalam ayat ini memang suami yang tidak beriman dan istrinya yang beriman. Rupanya inilah keadaan di sekitar Petrus ketika ia menuliskan suratnya; banyak istri yang mempunyai suami yang tidak beriman. Ketika mereka menikah, dua-duanya bukan orang Kristen, tetapi dalam perjalanan pernikahan, akhirnya si istri itu bertobat.

Apa yang dinasihatkan oleh Rasul Petrus? Yang pertama dikatakan oleh firman Tuhan, "Demikian juga kamu hai istri-istri tunduklah kepada suamimu". Di ayat yang ke tujuh dikatakan, "Juga kamu hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan istrimu, hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia". Dengan kata lain, yang harus dilakukan adalah menunaikan kewajiban masing-masing, baik sebagai istri maupun sebagai suami. Kalau engkau suami dan istrimu bukan orang yang percaya pada Tuhan Yesus, Tuhan memintamu tetap menghormati si istri. Tugas lain bisa kita baca di Efesus 5, yaitu kasihilah istrimu, itu tugas suami. Otomatis Tuhan juga meminta para istri untuk menghormati suaminya. Jadi, tunaikan kewajiban sebagai seorang istri, tunduk kepada suami. Tuhan menginginkan agar kita tetap menunaikan kewajiban kita sebagai istri maupun suami.

T : Apa lagi yang disampaikan oleh firman Tuhan?

J : Selanjutnya, firman Tuhan berkata, jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada firman Tuhan, tanpa perkataan pun mereka dapat dimenangkan oleh kelakuan istrinya jika mereka melihat bagaimana murni dan salehnya hidup istri mereka itu. Prinsip kedua, hematlah dalam berkata-kata. Alkitab berkata atau berbunyi tanpa satu kata pun, itu sebetulnya arti harafiahnya, "tanpa satu kata pun engkau bisa memenangkan suamimu". Bukankah kata-kata juga lebih sering memancing perdebatan dan perdebatan jarang sekali membawa orang mengenal Tuhan yang benar? Dalam setiap perdebatan, manusia selalu ingin menang. Kita tidak siap untuk melihat di mana kekurangan kita. Kita hanya ingin menang, apa pun caranya. Makanya firman Tuhan berkata, jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan istrinya atau suaminya.

T : Ada nasihat lain?

J : Hal ketiga adalah hiduplah dengan saleh. Artinya, kehidupan kita harus lebih baik daripada kehidupan pasangan kita yang tidak seiman. Contohnya, jika orang yang menamakan dirinya rohani, orang Kristen, tapi tidak bisa menahan diri ketika marah, mengumbar-umbar kemarahannya, pasangannya yang tidak seiman akan sangat sulit sekali menerima berita Injil. Jadi, hidup orang yang mau memberitakan Injil kepada pasangannya harus lebih baik dari orang yang tidak seiman itu. Kalau tidak, pihak yang tidak seiman akan sulit menerima perkataan kita.

T : Seperti apa bentuk atau wujud kehidupan saleh lain yang riil supaya kita hidup lebih baik?

J : Firman Tuhan menyambung di dalam pasal tiga ayat empat, "Tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah." Nasihat Tuhan bagi istri adalah pertahankanlah atau perlihatkanlah roh lemah lembut, artinya roh yang tidak kasar dan roh tenteram; roh yang tidak argumentatif. Istilah ini dalam bahasa Inggris disebut "quiet spirit", yaitu jiwa yang tenang, yang tidak mau marah-marah, berdebat, berdalih, bersitegang, ataupun bersilat lidah. Seorang wanita yang bisa menjaga emosi dan lidahnya akan memiliki suatu ciri kesalehan yang mengundang rasa kagum dan hormat dari suaminya. Seorang pria sering kali frustasi ketika istrinya memotong pembicaraannya dan dengan cepat menganggap suaminya salah. Sifat argumentatif ini perlu dikendalikan bahkan dikurangi sehingga roh yang keluar adalah roh lemah lembut, roh yang diam, roh yang tenang, roh yang bersih. Inilah sifat saleh seorang wanita yang sangat berharga, baik di mata Tuhan maupun di mata suaminya.

T : Bagaimana kalau terjadi yang sebaliknya, si suami adalah orang yang beriman, sedangkan istrinya tidak?

J : Pada ayat yang ke tujuh, Tuhan mengingatkan para suami, "Demikian juga kamu hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan istrimu sebagai kaum yang lebih lemah." Kata bijaksana sebetulnya juga dapat diartikan pengertian, jadi hiduplah dengan penuh pengertian kepada istri sebagai kaum yang lebih lemah. Tuhan meminta agar suami memahami dan mengerti bahwa istrinya adalah kaum yang lemah. Sebetulnya, terjemahan aslinya adalah bejana, kita tahu bejana itu mudah pecah, meskipun ada juga bejana yang kuat yang tidak mudah pecah. Di sini wanita diibaratkan bejana yang mudah pecah. Cukup banyak pria yang, pada waktu melihat istrinya itu mudah pecah, bukannya melindungi atau merawat, tetapi malah menghina. Mudah pecah artinya mudah bereaksi secara emosional tatkala stres menimpanya. Cukup banyak wanita yang mengalami kesulitan dengan stres yang menekannya sehingga dia perlu marah, menangis, atau mencetuskannya. Sedangkan pria cenderung menekan stres yang menimpanya. Dia akan coba mengendalikan dirinya supaya dia tidak terganggu oleh stres yang sedang menerpanya. Inilah yang dimaksud sebagai bejana yang mudah pecah, yang mudah retak. Tuhan meminta setiap pria untuk mengerti, memahami bahwa wanita adalah bejana yang mudah retak, yang mudah bereaksi secara emosional. Oleh karena itu, jangan malah dimarahi, dibentak, atau dihina.

T : Ada pasangan berbeda iman yang mengambil sikap untuk tidak membicarakan hal-hal yang menyentuh iman mereka. Bagaimana dengan hal ini?

J : Perbuatan itu memang mempunyai satu tujuan, yaitu agar tidak memicu pertengkaran. Masalahnya adalah bukankah iman adalah sesuatu yang menempati bagian yang besar dalam kehidupan kita. Keputusan, pikiran, reaksi itu sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai moral kita. Dengan kata lain, orang yang hidup dengan kesadaran bahwa dia harus mempertanggungjawabkan, baik perkataan maupun perbuatannya di hadapan Tuhan akan hidup lebih berhati-hati. Sedangkan orang yang berpikiran tidak harus bertanggung jawab kepada Tuhan akan hidup lebih sembarangan. Dengan kata lain, iman kepercayaan kita berpengaruh sangat besar sekali dalam kehidupan kita. Pada waktu kita mau menggunting bagian iman itu, kita akan menggunting suatu porsi kehidupan yang besar dari kehidupan kita. Dan kita akan kehilangan hidup yang begitu bermakna bagi kita.

T : Apakah seseorang yang imannya belum dewasa mudah untuk mencari pasangan yang tidak seiman?

J : Biasanya begitu. Kalau kita memang tidak begitu mantap, tidak begitu berakar dalam iman Kristen kita, kita cenderung menggampangkan masalah ini. Yang terpenting adalah kita harus menaati Tuhan. Perintah ini bukan dicetuskan oleh manusia, bukan diminta oleh gereja atau pendeta, melainkan tertulis di dalam firman Tuhan. Jadi, kita lakukan atau tidak, itu bergantung pada kita mau menaati firman Tuhan atau tidak.

T : Kalau pasangan Kristen dengan Katolik, apakah dapat dikatakan seiman?

J : Yang terpenting adalah keduanya sudah lahir baru, sungguh-sungguh sudah mencintai Tuhan, hidup untuk Tuhan Yesus dan mengerti bahwa mereka diselamatkan oleh anugerah Tuhan Yesus. Kalau keduanya mempunyai kesamaan iman yang seperti itu, dengan kata lain lahir baru, maka mereka adalah anak-anak Tuhan Yesus.

Sumber
Halaman: 
--
Judul Artikel: 
TELAGA - Kaset T068B
Penerbit: 
--