Tanggung Jawab Seorang Intelektual Kristen

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Selamat bertemu kembali di publikasi e-Reformed. Kami berharap Anda semua senantiasa bersyukur karena hidup dalam pemeliharaan Tuhan.

Kiriman artikel e-Reformed kali ini berjudul "Tanggung Jawab Seorang Intelektual Kristen". Tapi kalau saya kutip seluruh bab akan terlalu panjang, karena itu saya hanya ambil inti utamanya saja. Selebihnya, silakan beli bukunya .... :)

Harapan saya, artikel ini akan memicu kita untuk semakin melihat kepentingan intelektual yang Tuhan berikan kepada kita, sebagai manusia yang diciptakan-Nya. Alangkah indahnya jika alat yang kecil dalam otak kita ini kita gunakan untuk memikirkan tentang Kebenaran (yang mutlak) dan bagaimana Kebenaran ini kita bagikan kepada manusia lain yang juga sedang mencari kebenaran. Dengan demikian, kita akan ditantang untuk hidup sungguh-sungguh dalam integritas yang utuh, apa adanya, dan penuh tanggung jawab.

Selamat merenungkan.

Pimpinan Redaksi e-Reformed,
Yulia Oeniyati
< yulia(at)in-christ.net >

Penulis: 

James W. Sire

Edisi: 

108/XX/2009

Tanggal: 

26-2-2009

Isi: 
Tanggung Jawab Seorang Intelektual Kristen

Mempelajari Kebenaran


Ada banyak orang yang mencari pengetahuan demi pengetahuan itu sendiri: itu adalah keingintahuan. Ada orang lainnya yang mencari pengetahuan dengan tujuan agar mereka bisa dikenal: itu adalah keangkuhan. Orang lainnya lagi mencari pengetahuan dengan tujuan menjualnya: itu tidak terhormat. Tetapi ada lagi yang mencari pengetahuan agar bisa meneguhkan orang lain: itulah kasih (caritas).

ST. BERNARD OF CLAIRVAUX

Paruh pertama dari hidup di dalam kebenaran adalah mempelajari kebenaran. Mempelajari kebenaran pada dasarnya adalah masalah menerima sesuatu yang diberikan kepada kita. Kebenaran tidak direbut dari realitas, dan seakan-akan kita berada dalam sebuah misi penyerangan. Ini adalah gambaran khas dari Francis Bacon dan Rene' Descartes, tetapi bukan dari Alkitab atau bahkan filsafat sebelum abad ketujuh belas. Sebaliknya, filsafat, pencarian akan kebenaran tentang setiap hal, dimulai dengan rasa ingin tahu. Kita dihadapkan dengan perikeberadaan dari keberadaan (beingness of being). Kita menerima pengetahuan sebagai sebuah karunia dari Allah melalui dunia alam atau dunia yang diciptakan ini, atau dari dunia buku-buku, khususnya Alkitab. Pieper menyatakan hal ini dengan baik:

Bukan hanya pemikir-pemikir Yunani secara umum -- Aristoteles yang tidak kalah dari Plato -- tetapi para pemikir besar di abad pertengahan juga, semuanya berpendapat bahwa terdapat satu unsur "penglihatan" yang secara murni reseptif, bukan hanya di dalam indra persepsi, tetapi juga di dalam hal mengetahui secara intelektual atau, seperti dikatakan Heraclitus, "Mendengarkan ke dalam keberadaan perihal-perihal."

Para pemikir abad pertengahan membedakan antara intelek sebagai ratio dan intelek sebagai intellectus. Ratio merupakan kemampuan pemikiran diskursif, dari pencarian dan pencarian ulang, mengabstraksi, memurnikan, dan menyimpulkan (bdk. Latin discurrere, "berlari mondar-mandir"), sedangkan intellectus mengacu kepada kemampuan dari "sekadar melihat" (simplex intuitus), yang kepadanya kebenaran menyatakan dirinya seperti sebuah pemandangan menyatakan dirinya kepada mata. Kemampuan untuk mengetahui yang rohani yang dimiliki akal budi manusia, sebagaimana dipahami para pemikir kuno, sebenarnya adalah dua hal yang menjadi satu: ratio dan intellectus: semua hal mengetahui meliputi keduanya. Alur penalaran yang diskursif disertai dan dipenetrasi oleh visi intellectus yang tak pernah berhenti, yang bukan bersifat aktif tetapi pasif, atau lebih tepat lagi bersifat reseptif -- suatu kemampuan intelek yang beroperasi secara reseptif.

Maka, pengejaran yang aktif akan kebenaran melibatkan resepsi yang pasif atas apa yang diberikan kepada kita dan kerja aktif akal budi kita, apa yang disebut John Henry Newman sebagai "kekuatan rasio yang elastis."

Memberitakan Kebenaran

Paruh kedua dari hidup dalam kebenaran melibatkan memberitakan kebenaran.

Tukang sayur di dalam esai Havel mengambil cara yang sederhana untuk hidup dalam kebenaran. Dia sekadar menolak untuk terus hidup di dalam kebohongan. Dia berhenti memajang slogan-slogan ideologis. Setiap orang Kristen -- intelektual atau bukan -- bisa melakukan hal yang serupa. Publikasi bukan hal yang perlu untuk hidup di dalam kebenaran. Ketika sebuah keluarga Kristen memutuskan untuk tidak memiliki TV di rumah atau membatasi penggunaan TV secara ketat, keluarga itu mulai hidup di dalam kebenaran. Tidak perlu waktu lama bagi anak-anak tetangganya untuk mengetahui bahwa tidak ada TV di dalam keluarga itu (atau bahwa tidak seorang pun yang diperkenankan untuk menggunakan TV itu untuk program-program yang mengandung unsur yang destruktif secara eksplisit atau implisit); mereka akan bertanya mengapa, dan pewartaan kebenaran akan dimulai. Siapa pun dapat menambahkan contoh-contoh lain.


Yesus akan merasa sepenuhnya nyaman di dalam konteks profesional di mana kebaikan sedang dilakukan hari ini. Tetapi Dia sudah pasti akan terus mengecam semua bentuk pengembangan diri yang angkuh dan perlakuan yang tidak benar terhadap sesama yang terus terjadi di dalam lingkungan- lingkungan profesional. Di dalam hal ini dan yang lainnya, profesi- profesi kita sangat merindukan kehadiran-Nya.

DALLAS WILLARD
"Jesus The Logician"

Tetapi cukup kiranya contoh di atas bagi orang Kristen. Apa maksudnya seorang intelektual Kristen memberitakan kebenaran? Setidaknya ini berarti seorang intelektual Kristen melakukan komunikasi sehari-harinya dengan integritas yang tinggi, tidak perlu menutup-nutupi apa pun yang relevan terhadap situasi yang ada terhadap siapa pun. Itu dinyatakan dengan sangat umum. Yang dimaksudkannya dalam praktik memiliki perbedaan yang sangat beragam dengan peran yang dimainkan orang tersebut dalam masyarakat. Apa yang biasanya dituliskan oleh orang tersebut? Surat bisnis, laporan hukum, laporan ilmiah, analisis finansial? Dengan siapa dia biasanya berbincang-bincang? Para klien, siswa, majikan, karyawan, tetangga, sesama penumpang di dalam sebuah pesawat? Itu adalah konteks untuk memberitakan kebenaran.

Mari kita ambil satu contoh dari sebuah bidang di mana saya telah menghabiskan sebagian besar kehidupan saya: riset dan mengajar di universitas. Para intelektual sekuler di univesitas-universitas jelas tidak pernah bosan untuk memberitahukan kita apa yang telah mereka yakini sebagai hal yang benar atau apa yang baru-baru ini sedang mereka konstruksikan untuk ditampilkan sebagai kebenaran. Para intelektual Kristen juga tidak kalah aktif. Tetapi banyak pihak yang berada di dalam maupun di luar dunia Kristen yang tidak mengetahui hal ini, atau setidaknya berpura-pura tidak tahu.

Sebagai contoh, konferensi-konferensi akademis diadakan, tetapi melampaui studi-studi filsafat, agama, dan alkitabiah. Keberadaan koran-koran Kristen dengan isi yang khas Kristen begitu sedikit. Saya curiga bahwa ada jauh lebih banyak akademisi Kristen daripada mereka yang makalah-makalah akademisnya merefleksikan wawasan dunia Kristen. Ini mungkin tidak terlalu bermasalah di bidang matematika dan ilmu-ilmu pengetahuan alam, seperti kimia, fisika, dan sebagian besar biologi. Tetapi di dalam studi tentang asal usul biologi, dan yang pasti di dalam psikologi, sosiologi, dan antropologi, seperti juga di dalam sejarah, sastra, dan seni, sejumlah kebenaran yang dinyatakan tentang wawasan dunia Kristen juga begitu relevan sehingga jika kita tidak membawa kebenaran-kebenaran ini ke dalam gambaran kehidupan, kita hidup dalam kebohongan.


Di dalam kasus para intelektual, satu-satunya perkara spesifik yang menjadi tanggung jawab mereka secara profesional adalah penggunaan kata yang baik -- yaitu penggunaan yang benar dan paling tidak, tidak menyesatkan. Hal ini lebih merupakan perkara semangat kebenaran daripada perkara kebenaran, karena tidak seorang pun yang bisa menjanjikan bahwa dia tidak akan pernah membuat kekeliruan; tetapi adalah mungkin untuk memelihara semangat kebenaran, yang berarti tidak pernah meninggalkan kecurigaan dan selalu waspada terhadap perkataan dan identifikasinya sendiri, mengetahui bagaimana menarik kembali kesalahannya sendiri, dan mampu mengoreksi diri sendiri. Hal itu mungkin secara manusiawi, dan orang mengharapkan hal demikian ada pada diri-diri para intelektual karena, untuk alasan yang jelas, kualitas-kualitas manusia yang lazim berupa keangkuhan dan ketamakan akan kuasa di antara para intelektual mungkin memiliki akibat-akibat tertentu yang sangat merusak dan membahayakan.

LESZEK KOLAKOWSKI
"Modernity on Endless Trial"

Bukankah fakta yang paling penting tentang diri kita adalah bahwa kita dijadikan menurut gambar Allah? Akan tetapi, buku teks mana, atau publikasi akademis mana, atau program riset di dalam teori psikologi, sosiologi, dan antropologi, sejarah, serta sastra mana yang pernah menyebut ide tersebut? Ide tersebut jika bukan serta-merta dianggap salah, maka akan dianggap sama sekali tidak relevan dengan bidang yang bersangkutan. Makalah-makalah mana yang dipublikasikan jurnal-jurnal akademis yang terhormat atau buku-buku yang diterbitkan oleh penerbit- penerbit akademis yang bisa kita tunjukkan sebagai contoh kesarjanaan Kristen dalam bidang-bidang tersebut? Ada beberapa. Saya bisa menunjukkan dua: "The Political Meaning of Christianity" oleh Glenn Tinder, seorang guru besar bidang ilmu politik di University of Massachusetts di Boston; dan "The American Hour: A Time of Reckoning and the Once and Future Role of Faith" oleh Os Guinness, seorang sosiolog dan rekanan senior di Trinity Forum. Guinness mungkin paling tepat dideskripsikan sebagai seorang Kristen dan seorang intelektual publik yang independen.

Atau dalam ilmu-ilmu alam, bukankah fakta yang paling penting mengenai apa yang disebut tatanan alam, di dalam satu maknanya yang terpenting, sama sekali bukan "alamiah"? Tantangan John Henry Newman sangat tepat:

Akuilah seorang Allah maka Anda memasukkan di antara bidang-bidang pengetahuan Anda sebuah fakta yang meliputi, yang membatasi, menyerap setiap fakta lain yang bisa dipikirkan. Bagaimana kita bisa menginvestigasi suatu bagian dari suatu tatanan pengetahuan, tetapi tidak menginvestigasi fakta yang menyeruak ke dalam setiap tatanan itu? Semua prinsip yang benar berlimpah dengannya, semua fenomena mengarah kepadanya.

Di manakah di dalam literatur ilmiah, suatu bagian yang lumayan besar yang dituliskan oleh orang-orang Kristen di dalam bidang ilmu pengetahuan, terdapat suatu pengakuan akan fakta tentang penciptaan dan imanensi Allah?

Para sarjana Kristen di universitas-universitas sekuler, dan tragisnya banyak pula yang di universitas-universitas Kristen, telah terjebak oleh ideologi naturalisme. Seperti penjual sayur di dalam esai Havel, banyak guru, secara sadar atau tidak, telah memajang berbagai plakat naturalis yang cocok dengan disiplin akademis mereka, mengubah plakat- plakat ini seiring perubahan ideologi yang spesifik dalam disiplin mereka:

  1. "Semua sejarah ditulis oleh para pemenang."
  2. "Sejarah paling baik dituturkan dari bawah ke atas."
  3. "Pandangan-pandangan yang terpolarisasi -- ini benar, itu salah --
    tidak terlalu serius memikirkan pertanyaan-pertanyaan sejarah.
  4. "Di dalam ilmu pengetahuan, hanya faktor-faktor materi yang masuk ke
    dalam penjelasan-penjelasan kita; kita tidak bisa berbicara tentang
    rancangan."
  5. "Literatur adalah sebuah ideologi."
  6. "Tidak ada teks yang memiliki penulis."
  7. "Amati fungsi dari gambar-gambar Kristus di dalam kisah ini; jangan
    bertanya tentang Kristus itu sendiri."
  8. "Theologi sistematika adalah studi tentang apa yang telah dituliskan
    dan dipercayai oleh para teolog sistematika; ini bukan mengenai objek
    kepercayaan."
  9. "Efek-efek kebenaran dihasilkan di dalam wacana-wacana yang pada
    dirinya sendiri tidak benar dan juga tidak salah."
  10. "Umat manusia mengonstruksi natur mereka sendiri."

Pada dasar semua plakat ini mungkin terdapat prinsip yang paling dekaden dari semuanya (hal ini kebetulan terdengar di sebuah konferensi akademis tentang agama): "Tidak satu pun dari kita yang memercayai hal apa pun yang tengah kita bahas, tetapi dengan cara inilah kita mendapatkan penghasilan." Di dalam sebuah arena akademis seperti itu, tidak mudah untuk memajang sebuah plakat iman Kristen yang gamblang.

Ahli ilmu politik, John C. Green, menuliskan:

"Jika seorang guru besar berbicara mengenai mempelajari sesuatu dari sebuah sudut pandang Marxis, pihak lain mungkin tidak setuju, tetapi tidak akan mengesampingkan ide tersebut. Tetapi jika seorang guru besar berbicara tentang mempelajari sesuatu dari sudut pandang Katolik atau Protestan, dia akan diperlakukan seakan-akan dia mengatakan untuk mempelajari sesuatu dari sudut pandang makhluk dari planet Mars."

Pastilah sangat mengejutkan ketika mendengar Charles Habib Malik menyampaikan Pascal Lectures mengenai "Kekristenan dan Universitas" di University of Waterloo, Ontario, Kanada. Kredibilitas akademis Malik meliputi posisi sebagai guru besar di Harvard, Dartmouth, dan Catholic University of America; kredibilitas politisnya meliputi kedudukan sebagai presiden dari General Assembly of the United Nations dan Security Council. Sekarang, bayangkan dia berbicara kepada pendengar yang akademis di sebuah universitas sekuler. Siapakah kritikus final atas universitas? Dia bertanya:

"Kritikus itu, dalam analisis terakhirnya, adalah Yesus Kristus sendiri. Kami tidak sedang menawarkan opini kami; kami sedang mencari penghakiman-Nya atas universitas .... Yesus Kristus eksis di dalam diri-Nya sendiri dan menopang seluruh dunia, termasuk universitas, di telapak tangan-Nya. Kami sedang memohon, mencari, mengetuk untuk menemukan apa tepatnya pendapat Yesus Kristus tentang universitas."

Ceramah Malik adalah satu kekuatan yang mengejutkan karena retorikanya memberikan kekuatan bagi analisisnya yang tajam atas sains dan kemanusiaan. Pada saat itu, suaranya mungkin adalah satu-satunya suara yang terdengar.

Tentu saja sudah ada beberapa orang Kristen yang berani untuk mengakui iman Kristen mereka di tengah-tengah arena akademis sekuler. Pertama- tama, orang akan terpikir kepada C. S. Lewis. Kemudian orang harus bergumul untuk memikirkan siapa lagi yang juga berani mengakui iman mereka. Pada kenyataannya, baru pada tahun-tahun terakhir inilah para sarjana Kristen telah berpikir secara serius tentang peran publik mereka, relevansi terbuka dari iman Kristen mereka kepada disiplin-disiplin akademis mereka. Di antara sosok yang paling menonjol adalah trio akademisi yang berakar di Calvin College: Nicholas Wolterstorff, Alvin Plantinga, dan George Marsden. Ketiganya menjabat posisi pengajar tingkat doktoral di institusi-institusi utama. Dua nama pertama adalah filsuf dan telah berada di garis depan dari terbentuknya kehadiran nyata orang Krissten dalam kesarjanaan di bidang filsafat. Nama terakhir adalah seorang sejarawan, dengan dua bukunya, "The Soul of the American University" dan "The Outrageous Idea of Christian Scholarship", diterbitkan oleh Oxford University Press. Marsden bahkan dihormati dengan foto sampul di The Chronicle of Higher Education, dengan latar mural Yesus yang terlihat di TV oleh banyak orang di setiap Sabtu petang di musim gugur, yaitu di atas stadion sepak bola Notre Dame. Akan sangat luar biasa jika semua akademisi Kristen berpikir dan bertindak seakan-akan Yesus benar-benar tengah mengawasi gerak-gerik mereka. (Dan Yesus memang melakukannya, Anda tahu itu.)


(Siswa-siswa Harvard di tahun 1880-an:) Ini merupakan eksistensi yang malas, tak berarah, dan humoris, tanpa imajinasi yang halus, tanpa suatu isi kesarjanaan yang umum, tanpa agama yang nyata: kepekaan inteligensi dalam kekaburan, terbang menuju permainan yang remeh, dengan tujuan kembali, segera setelah masa kuliah berakhir, kepada kegiatan-kegiatan yang membosankan.

GEORGE SANTAYANA
"Character and Opinion in the United States"

Akan tetapi, secara umum para intelektual Kristen telah menjadi sorotan karena ketidakhadiran mereka dalam koridor pendidikan dan kuasa politis. Mereka sering mengetahui kebenaran tetapi mungkin tidak memiliki platform politis untuk menyatakannya, atau mereka menyia-nyiakan peluang mereka karena takut akan semakin dipinggirkan.

"Tetapi tunggu dulu," mungkin Anda mendengar teman-teman Anda berkata, "Apakah Anda melupakan ratusan buku yang ditulis orang-orang Kristen yang justru persis melakukan apa yang Anda bicarakan? Apakah Anda sebagai editor InterVarsity Press tidak mendorong dan menerbitkan banyak buku seperti itu? Bukankah Zondervan dan penerbit-penerbit lainnya juga telah mengikuti penerbit Anda? Perhatikan saja daftar panjang di bagian daftar pustaka buku Anda sendiri, 'Discipleship of the mind'."

Poin yang disampaikan memang sangat baik. Ya, semuanya itu benar. Tetapi sebenarnya ini membuktikan poin saya. Buku-buku ini -- adalah buku-buku yang sangat baik -- diterbitkan oleh penerbit-penerbit Kristen yang Injili. Eerdmans, dan IVP setelahnya, baru muncul sebagai penerbit- penerbit buku yang layak dibaca oleh pembaca yang akademis di luar batasan-batasan sempit dunia Kristen Injili. Selain itu, sebagian besar penerbitan mereka mengenai topik-topik yang khusus bersifat religius. Masih tetap begitu sedikit buku-buku bermutu yang didasarkan kepada premis-premis yang khas Kristen dalam disiplin-disiplin psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi atau humanitas, dan seni.

Jelas inilah saatnya untuk menaati slogan kampanye di mana saudara ipar saya yang adalah seorang politisi mendukung seorang kandidat yang melawan koleganya, yaitu gubernur negara bagian: "Katakan kebenaran, Terry!" Dengan menyesal saya harus melaporkan bahwa kampanye itu tidak berhasil. Terry dipilih kembali. Tetapi keberhasilan dalam memberitahukan kebenaran, seperti yang saya katakan sebelumnya, tidak diukur oleh hasil- hasilnya. Siswa tingkat pascasarjana yang memberitahukan kebenaran mungkin membahayakan kesempatannya untuk menerima gelar Doktor. Asisten guru besar mungkin mengurangi kesempatan untuk menerima jabatan penuh. Sarjana Kristen mungkin tidak mendapati makalahnya dimuat di dalam jurnal-jurnal ternama dalam bidangnya.


Poin dari kesarjanaan Kristen bukan pengakuan oleh standar-standar yang mapan di dalam kultur yang lebih luas. Poinnya adalah memuji Allah dengan akal budi. Upaya-upaya seperti itu akan membawa pada sejenis integritas intelektual yang kadang menerima pengakuan, tetapi bagi orang Kristen tersebut pengakuan ini hanya produk sampingan yang tidak terlalu penting. Poin yang sebenarnya adalah menghargai apa yang telah Allah jadikan, memercayai bahwa pcnciptaan adalah se"baik" yang dikatakan-Nya, dan mengeksplorasi dimensi-dimensi terpenuh dari maksud Anak Allah untuk "menjadi daging dan diam di antara kita". Dan yang terutama, karya intelektual jenis ini adalah imhalan bagi dirinya sendiri, karena ia terfokus hanya kepada Dia yang pengakuan-Nya penting, Dia yang di hadapan-Nya semua hati terbuka.

MARK NOLL
"The Scandal ofthe Evangelical Mind"

Tetapi Noll benar: "Karya intelektual jenis ini adalah imbalan bagi dirinya sendiri, karena terfokus hanya pada Dia yang pengakuan-Nya terpenting, Dia yang di hadapan-Nya semua hati terbuka."

Sayangnya Camus juga benar -- secara figuratif dan harfiah: "Ide-ide yang keliru selalu berakhir dengan sebuah pertumpahan darah, tetapi di dalam setiap kasusnya itu adalah darah orang lain. Darah yang ditumpahkan oleh ide-ide yang keliru yang dicetuskan orang lain -- seperti mereka yang ingin mencegah tersebarnya kesarjanaan Kristen, misalnya -- mungkin adalah darah para sarjana Kristen sendiri. Memberitahukan kebenaran mungkin benar-benar berbahaya bagi kesehatan profesional seseorang. Tetapi ingatlah bahwa keberanian merupakan salah satu kebajikan dari intelek. Kebajikan ini niscaya secara mutlak bagi orang Kristen yang ada di dunia akademis sekarang ini.

Tanggung Jawab Kepada Allah

Meskipun kita bertanggung jawab untuk hidup di dalam kebenaran -- mempelajari kebenaran dan memberitahukan kebenaran, kepada Allah-lah kita bertanggung jawab. Melampaui tanggung jawab kita kepada keluarga kita, komunitas iman kita, tetangga kita, negara kita, dunia di sekitar kita, kita secara utama bertanggung jawab kepada Pencipta kita, Tuhan kita, Juru Selamat kita -- Bapa, Anak, dan Roh Kudus.

Tanggung jawab umum untuk memuliakan Allah mendahului semua tanggung jawab spesifik lain yang kita miliki sebagai intelektual atau calon intelektual, karena memuliakan Allah merupakan tugas penuh waktu yang melibatkan keseluruhan keberadaan kita. Doa ini mungkin akan sangat baik dinaikkan untuk memulai dan menutup setiap hari Anda:

"Biarlah aku menggunakan segala hal hanya untuk satu alasan saja: untuk menemukan sukacitaku di dalam memberikan kepada-Mu kemuliaan yang besar."

Sumber: 

Diambil dan disesuaikan dari:

Judul buku : Kebiasaan Akal Budi
Judul asli buku : Habits of The Mind
Penulis : James W. Sire
Penerjemah : Irwan Tjulianto
Penerbit : Momentum, Surabaya 2007
Halaman : 273 -- 297

SUNDAY RE-BUILDING WORLDVIEW

  1. Reformational Worldview Lecture

    Hope and Healing: Bagaimana Memahami Diri?

    Herman Bavinck's Anthropology

    PELAKSANAAN selengkapnya...»

BLog Sabda: Melayani dengan Berbagi

Kejutan baru!! Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) meluncurkan satu lagi situs baru, yang diberi nama "Blog SABDA". Situs ini sangat unik karena situs ini merupakan blog yayasan yang dibangun dengan tujuan agar para Pembaca, Pengunjung, Pendukung, dan Sahabat YLSA mengenal yayasan tercinta ini dengan lebih transparan lagi. selengkapnya...»

Menyertakan "PBC" ke dalam Kalender Anda

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Salam sejahtera,

Walaupun sudah terlambat, tidak ada salahnya kalau saya mengucapkan: "Belated Happy New Year!"

Sebelum memasuki tahun baru, banyak dari kita yang membuat resolusi. Nah, sebagai anak Tuhan, saya yakin salah satu resolusi yang selalu berulang-ulang kita buat adalah berjanji untuk membaca firman Tuhan atau berdoa atau rajin beribadah ke gereja .... Benar, bukan?

Biasanya, kita mulai menjalankan resolusi tersebut dengan penuh semangat dan berusaha keras untuk menjalankannya sebaik mungkin setiap hari. Namun, karena satu dan lain hal, lambat laun semangat kita mulai kendur, apalagi kalau sudah memasuki bulan Maret, bahkan sebelum bulan Februari berakhir. Sampai akhirnya kita berkata pada diri sendiri, "Ah, masa bodoh!"

Mengapa? Tentu Anda punya seribu satu macam alasan untuk membenarkan diri. Ya atau ya ...? Tapi, toh kita tidak pernah "give up". Buktinya setiap tahun resolusi yang sama itu selalu mengiang di telinga kita, karena "deep ... deep down in our heart" kita tahu semuanya itu adalah hal-hal penting.

Karena itu, saya pun tidak ingin "give up". Artikel sederhana yang saya kirimkan ke Anda ini mungkin terlalu sederhana. Namun, justru dalam kesederhanaan itulah mungkin kita bisa belajar untuk tidak lagi berdalih bahwa kita perlu memperbaiki rencana kerja harian kita. Biarlah kita belajar menempatkan Tuhan pada tempat yang pertama dalam agenda kita setiap hari dan menyertakan Tuhan di dalamnya. Jadikan hal ini bukan hanya sebagai resolusi tahun baru saja, melainkan resolusi setiap hari. Maukah Anda?

In Christ, Yulia Oeniyati < yulia(at)in-christ.net > <http://reformed.sabda.org>

Penulis: 
Dru Scott Decker
Edisi: 
107/XIII/2009
Tanggal: 
23-01-2009
Isi: 

"Dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." (Yesaya 9:6)

Pernahkah Anda mengalami peristiwa seperti ini, kepala Anda masih ada di atas bantal pada suatu pagi, lalu mendengar alarm berdering, dan bersiap-siap untuk mandi, tapi tiba-tiba Anda memikirkan tentang masalah sulit yang harus Anda selesaikan? Bahkan sebelum Anda melangkah ke kamar mandi, masalah tersebut telah menyerbu pikiran Anda.

Mungkin Anda sedang menghadapi masalah dengan putra atau putri Anda dan menegur mereka mengenai sesuatu yang Anda temukan; atau mungkin Anda ingin memecat seorang pegawai Anda; atau mungkin Anda harus menghadapi manajer Anda; atau bisa juga Anda harus menghadapi komitmen bisnis yang telah memburuk.

Apa pun masalahnya, lebih mudah untuk membayangkan tidur kembali dan berharap masalah itu menghilang dengan sendirinya.

Namun, Anda tahu itu tidak mungkin.

Pada saat seperti itu, Anda menghadapi dua pilihan penting. Mencoba menangani sendiri. Atau menghadapinya bersama Pelatih Anda, yaitu "Penasihat Ajaib Anda".

Entah Anda berusaha menjalaninya sendirian atau memohon bimbingan, kekuatan, dan pertolongan Allah untuk situasi tersebut, tergantung dari relasi Anda dengan Dia. Jika selama ini Anda selalu mengabaikan Allah, agaknya Anda akan berusaha melakukannya seorang diri.

Di lain pihak, jika Anda selalu menggunakan tiga kunci penting untuk membangun relasi Anda dengan Allah, tampaknya Anda akan berpaling kepada Allah.

Ketiga kunci ini sederhana, namun ampuh, dan kunci itu membukakan pintu untuk bukan hanya menangani tekanan-tekanan secara lebih efektif, tetapi untuk menikmati kasih, sukacita, dan kedamaian selama hidup Anda.

Menyertakan "Pbc" dalam Kalender Sehari-Hari

Perhatikan ketiga kunci rumusan ini, "P" artinya "praying" (berdoa), "B" untuk "Bible" (membaca Alkitab), dan "C" untuk "character" (karakter Allah). Mampu menerapkan PBC dalam kalender Anda akan memberi Anda fokus, penyelesaian, dan energi yang lebih besar.

"P" UNTUK PRAYING (BERDOA)

"Bapa kami yang ada di sorga ...." (Matius 6:9)

Karena doa berarti berbicara dengan Allah, mudah untuk melihat betapa pentingnya hal ini di dalam membangun relasi Anda dengan-Nya. Untuk sesaat, lihat relasi tersebut dari sisi yang lain. Bayangkan Anda berada dalam sebuah ruangan bersama seseorang kepada siapa Anda telah memberi banyak hadiah yang berharga. Orang tersebut mengerjakan banyak hal dengan hadiah-hadiah itu, namun tidak pernah mengatakan apa-apa kepada Anda.

Paling tidak, tindakan ini akan memperenggang relasi tersebut. Dan itulah yang kita lakukan jika kita tidak berbicara dengan Allah. Selain itu, kita merindukan bimbingan dan kuasa-Nya. Jadi, kuncinya adalah mengingat bahwa Anda dapat berbicara dengan-Nya mengenai apa pun dan segala sesuatu, dan Anda dapat melakukannya kapan pun. Di dalam Mazmur, kita diberitahu bahwa Allah berpaling dan mendengar kita:

"Aku sangat menanti-nantikan Tuhan, lalu Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong." (Mazmur 40:1)

Doa tidak selalu menempati tempat utama dalam hati saya. Setelah melajang selama hampir seluruh hidup saya, saya menikah -- pasti Anda telah menebaknya -- dengan seseorang yang memiliki kepribadian yang teratur. Sebelum pernikahan kami, saya memberitahukannya bahwa saya adalah seorang yang tidak teratur, tetapi saat itu ia tidak percaya.

Waktu berubah saat saya menikahi duda dengan tiga anak remaja ini dan pindah dari kondominium yang tenang di San Francisco ke sebuah rumah yang sibuk di pinggiran kota. Ketika pernikahan dan anak-anak tiri tidak memenuhi mimpi saya tentang percintaan dan kebahagiaan, suatu malam saya menemui sahabat saya, Elizabeth, yang telah menolong saya mempelajari Alkitab dan memercayai Yesus, dan memohon, "Apakah ada jalan keluar yang alkitabiah dari pernikahan ini?"

Kehidupan saya berubah arah saat ia menyentuh tangan saya, menatap mata saya, dan menjelaskan, "Tidak. Tidak ada jalan keluar yang alkitabiah dari pernikahanmu, kecuali kamu menjadi seorang wanita pendoa."

Tanggapan yang tidak diduga-duga ini membukakan pintu menuju kuasa penyembuhan dari doa, sukacita dari iman, dan kejutan berupa waktu yang melimpah dalam hidup saya.

Kisah saya mengenai bagaimana Allah dapat memulihkan suatu pernikahan melalui doa, ditambah langkah-langkah praktis untuk menjadi seorang pendoa terangkum dalam buku The Prayer Box Gift: Encouraging Yourself and Others to Pray (karangan Dru Scott Decker, San Francisco: BridgeCross Press, 2001). Sebagai seorang wanita yang bahagia saat ini, sungguh suatu hak istimewa untuk membagikan cara- cara yang ampuh dan praktis ini untuk membangun relasi Anda dengan Allah dan keluarga Anda. Jika Anda dapat mendoakan diri Anda sendiri, keluarga Anda, dan dunia dalam waktu 2 atau 3 menit, Anda akan menikmati cara-cara yang cepat dan mudah ini, yang mendorong Anda untuk berdoa seperti dalam Kitab Suci dan mengubah doa-doa yang dipanjatkan dalam keadaan darurat menjadi suatu lukisan yang ditenun sepanjang hari-hari Anda.

"B" UNTUK BIBLE (MEMBACA ALKITAB)

"Tetapi Yesus menjawab: 'Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.'" (Matius 4:4)

Selain berdoa dan berbicara dengan Allah, kita membutuhkan sisi lain dari komunikasi -- mendengarkan Allah. Dan cara terbaik untuk mendengarkan Allah dan menerima bimbingan-Nya adalah dengan membaca Alkitab setiap hari. Anda mungkin membacanya hanya selama beberapa menit atau beberapa jam. Kuncinya adalah memohon agar Allah menunjukkan kepada Anda apa yang Ia ingin Anda ketahui, pelajari, atau gunakan. Bacalah sampai timbul gagasan tertentu. Sesuatu yang ada relevansi khusus dengan Anda. Tandai di dalam Alkitab untuk membantu Anda memfokuskan diri pada ayat itu. Jika tidak ada yang istimewa, mintalah agar Allah tetap menanamkan firman-Nya di dalam hati Anda. Kita tahu bahwa waktu yang diluangkan untuk membaca dan mempelajari Alkitab merupakan suatu investasi untuk hari ini dan masa yang akan datang.

"Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." (Mazmur 119:105)

Apa yang Terjadi Saat Anda Meluangkan Waktu 15 Menit Setiap Hari untuk Membaca Alkitab?

Membaca Alkitab.

Ketika saya menyarankan membaca Alkitab sepanjang tahun, orang-orang sering kali menjawab dengan dua penolakan. Yang pertama biasanya adalah, "Saya tidak punya waktu." Ada rasa lega saat mereka mendengar bahwa hanya dibutuhkan 15 menit setiap harinya.

Penolakan kedua adalah: "Tetapi ada hal-hal di dalam Alkitab yang tidak saya pahami." Penolakan ini terjawab ketika suatu malam saya mendorong pintu, merasa ragu-ragu, dan melangkah masuk ke dalam kelas Konservatori Musik untuk menyanyikan lagu Messias. Keraguan saya semakin bertambah ketika kartu pendaftaran meminta setiap orang untuk mengisi kategori sopran, alto, tenor, atau bas. Saya merasa yakin mengenai kotak-kotak untuk tenor dan bas, tetapi saya tidak tahu perihal kotak-kotak untuk sopran atau alto.

Sebelum saya memutuskan, seorang anggota staf di meja berikutnya menyerahkan sebuah buku musik lagu Messias. Saat saya membuka buku yang tebalnya satu inci itu dan memandang satu halaman, lebih banyak not-not daripada yang bisa saya hitung menatap balik kepada saya.

Satu pertanyaan memenuhi benak saya, "Apa yang sedang aku lakukan di sini?" Tetapi saya memutuskan untuk menyingkirkan rasa takut saya dan memercayai antusiasme seorang teman mengenai kelas yang dipimpin guru ini selama liburan Natal yang lalu.

Ketika saya berhasil menemukan tempat duduk, perasaan lega melanda saya ketika sang guru, Michael Matson, berdiri di samping piano dan menyambut grup tersebut dengan pesan ini: "Ingat tujuan dari pelajaran ini. Tidak peduli seperti apa kemampuan musikal Anda, Anda ada di sini untuk menikmati lagu Messias dan mendapatkan lebih banyak not lagi setiap tahun."

Memperoleh Lebih Banyak Not Setiap Tahunnya

Pesan yang sama juga berlaku untuk pembacaan Alkitab. Dapatkan lebih banyak makna setiap kalinya. Jangan ragu untuk membacanya hanya karena Anda tidak memahami semuanya. Kekayaan firman Allah akan terus memberikan bimbingan dan menyingkapkan misteri untuk mengenal Pencipta Anda. Setiap kali Anda membuka Alkitab, berdoalah dan mintalah agar A11ah menunjukkan kepada Anda apa yang Ia ingin agar Anda lakukan. Bacalah Alkitab sepanjang tahun dan ingat rahasianya: dapatkan lebih banyak not setiap tahun.

Selain pembacaan harian Anda, carilah sumber-sumber lain untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda. Tanyakan pendeta Anda. Tanyakan orang-orang yang mengajar kelas-kelas pendalaman Alkitab. Kunjungi toko buku Kristen favorit Anda dan mintalah uraian-uraian yang akan memberi Anda wawasan yang lebih dalam. Saat Anda terus mempelajari Alkitab setiap hari, Anda akan menemukan bahwa itu merupakan gudang harta berupa ide-ide praktis dan penuh ilham.

Investasikan waktu 15 menit sehari dan Anda dapat menyelesaikan membaca Alkitab dalam setahun. Ingat, kekuatannya adalah mengerjakannya setiap hari.

"C" UNTUK CHARACTER (KARAKTER ALLAH)

"Sebab itu sejak waktu kami mendengarnya, kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu. Kami meminta, supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna, sehingga hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah." (Kolose 1:9, 10)

Saat kembali pada pola P untuk doa, B untuk membaca Alkitab, dan C untuk berusaha memahami karaker Allah, Anda mungkin bertanya, "Mengapa saya harus meluangkan waktu untuk memahami karakter Allah?" Meskipun ada banyak manfaatnya, salah satunya yang mengherankan orang-orang adalah saat Anda memahami karakter Allah, Anda dapat menghilangkan beberapa item dari daftar hal-hal yang harus Anda lakukan. Pikirkan tiga hal berikut ini:

  1. Merasa benci dengan cara seseorang memperlakukan Anda. Membalas dendam bukanlah hal yang harus Anda lakukan. Itu adalah hak Allah. Allah mengatakan: "Hak-Kulah dendam dan pembalasan." (Ulangan 32:35)

  2. Merasa gagal. Kita membaca bahwa Allah adalah Allah yang memberikan harapan dan awal yang baru.

    "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan." (1 Petrus 1:3)

  3. Merasa benar-benar sendirian. Alkitab meyakinkan kita bahwa Tuhan adalah Gembala, Penghibur, dan Penyelamat kita yang berkuasa.

"Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau. Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa." (Mazmur 23:1-6)

Ketika Elizabeth memberi saya sebuah gelas bergambar gembala dan seekor domba, ia tidak tahu bahwa hadiahnya itu akan mengawali koleksi gelas bergambar domba milik saya. Ketika seorang sahabat lain, Crissie, memberi saya buku tentang domba, ia tidak tahu bahwa buku itu akan membuat saya menitikkan air mata saat saya membuka halaman- halamannya. Buku ini menjelaskan tentang karakter dan tindakan seorang gembala yang penuh kasih yang sedang menggembalakan domba-dombanya dan seperti apa domba-domba itu. Di dalam A Shepherd Looks at Psalm 23, Philip Keller menjelaskan apa yang mungkin menimpa seekor domba yang tidak memiliki relasi setiap saat dengan gembalanya. Seekor domba sering mengendus-ngendus tanah untuk menemukan rumput di tempat yang biasa ada dan sekarang tidak ada lagi. Seekor domba bisa berbaring, dengan tidak sengaja berguling pada punggungnya dan menendang-nendang udara, dan tidak bisa berdiri lagi. Atau seekor domba dapat mengikuti pemimpin yang menyesatkan sampai ke pinggir tebing dan terjatuh.

Seekor domba memerlukan gembala yang baik agar senantiasa dibimbing. Itulah sebabnya mengapa Yesus mengatakan kepada kita di dalam Injil Yohanes, "Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya" (Yohanes 10:11). Dapatkah Anda bayangkan seekor domba mengatakan pada gembalanya, "Sampai bertemu lagi jika saya menghadapi masalah besar," lalu berlari sendirian menuju lapangan berikutnya? Seperti domba itu, kita membutuhkan bimbingan dari Gembala yang Baik dalam relasi dari hari ke hari.

Jika Anda ingin tahu hal-hal yang tidak boleh ada di dalam daftar hal- hal yang harus dilakukan dan hal-hal yang harus dilakukan, berpalinglah pada Gembala yang Baik. Ubahlah daftar itu menjadi hal- hal yang harus Anda doakan. Carilah jawabannya dari Allah di dalam relasi Anda dengan-Nya. Bertumbuhlah di dalam pengenalan akan Dia dan karakter-Nya.

PBC dan Melakukannya Setiap Hari

"Tuhan, kasihanilah kami, Engkau kami nanti-nantikan! Lindungilah kami setiap pagi dengan tangan-Mu." (Yesaya 33:2)

Tidak seorang pun pernah menarik saya ke pinggir setelah suatu presentasi untuk menanyakan saya apa pentingnya doa setiap hari, pembacaan Alkitab, dan berusaha lebih mengenal karakter Allah. Namun demikian, banyak sekali orang menanyakan ke saya tentang bagaimana cara memelihara pertemuan yang konsisten dengan Allah setiap hari. Dan itulah bidang yang dahulu saya geluti hingga proses sederhana ini muncul. Orang-orang yang menggunakan ide ini memeluk saya dan berterima kasih pada saya karena ide ini begitu sederhana dan ampuh.

Inilah dia. Belilah kalender yang menunjukkan satu tahun penuh dalam satu halaman dan taruh di suatu tempat di mana orang-orang dalam hidup Anda dapat melihatnya. Di ruang keluarga, dinding di samping telepon, tempat kerja Anda di rumah, di suatu tempat di mana Anda, dan orang lain dapat melihatnya. Lalu, setiap hari saat Anda selesai berdoa, mempelajari Alkitab, dan berusaha mengenal karakter Allah, hampiri kalender itu dan tuliskan PBC pada tanggal hari itu. Anda dapat melihat betapa memotivasinya proses ini. Hanya ada satu hari dalam setahun di mana Anda dapat menuliskan sesuatu di dalam kotak untuk hari ini, namun demikian, Anda dan orang lain dapat melihat kalender itu selama satu tahun penuh! Dan keluarga serta teman-teman Anda akan melihatnya.

Berikut ini adalah variasi yang memberi ilham. Jane mulai mempelajari Alkitab, memercayai Kristus, lalu ingin agar suaminya juga mengasihi Yesus. Rekomendasinya yang penuh semangat kepada suaminya tidak diterima dengan baik. Ia patah semangat, tetapi terus berdoa. Lalu ketika ia sedang berdiri di kamar mandi mereka, ia menatap dinding dekat pintu dan berkata, "Di situlah tempatnya." Ia menggantungkan kalender bulanan, terus mendoakan suaminya, terus menerapkan apa yang diajarkan Tuhan kepadanya, berhenti bicara tentang gereja, Yesus, atau Alkitab, dan menuliskan PBC setiap hari pada kalender di mana ia melakukannya. Belum 3 bulan berlalu, suaminya bertanya tentang kalender itu dan memutuskan bahwa ia juga ingin mempraktikkan PBC. Dalam waktu 6 bulan sejak memulai kebiasaan ini, suaminya bertanya kepada seorang teman saat sarapan bagaimana ia dapat memperbaiki relasinya dengan Allah.

Jika Anda berjuang untuk konsisten dengan pertemuan Anda setiap hari dengan Allah, Anda boleh menggunakan kalender tahunan ini. Anda akan gembira menyaksikan hasilnya, dan Anda akan siap untuk menemukan rahasia bagaimana menemukan kekuatan yang lebih besar dalam waktu Anda.

Sumber: 

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku: Memiliki Lebih Banyak Waktu dalam Hidup Anda
Judul asli buku: Finding More Time in Your Life
Penulis : Dru Scott Decker
Penerjemah: Anne Natanael
Penerbit : Gospel Press, Batam Center
Halaman : 293 -- 302

Perjanjian Baru: Kovenan Penebusan dalam Yesus Kristus

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Selamat Natal 2008 dan Tahun Baru 2009, saya ucapkan kepada para Anggota e-Reformed. Di tengah kemeriahan Natal serta hiruk pikuk keadaan ekonomi dan politik ini, semoga kita disadarkan akan satu -satunya berita Natal yang penting, Kristus telah datang ke dunia dengan suatu misi yang sangat jelas, yaitu untuk lahir, mati, dan bangkit demi menggenapi rencana penebusan Allah atas umat pilihan -Nya.

Bagi Anda yang masih ingin merayakan Natal tanpa Kristus, yaitu dengan berpesta pora dan bermewah-mewahan, maka, maaf sebelumnya, saya hanya ingin mengingatkan bahwa Anda tak ubahnya seperti orang -orang duniawi yang sedang menghibur diri karena tahu bahwa kenikmatan seperti itu tidak mungkin bisa Anda nikmati lagi ketika sedang dalam penghakiman-Nya.

Artikel yang saya hadirkan di bawah ini memberikan gambaran yang sangat jelas akan misi Kristus datang ke dunia. Biarlah menjadi perenungan bagi kita selama memperingati perayaan Natal tahun ini.

Buku berjudul "Membangun Wawasan Dunia Kristen", sumber di mana artikel di bawah ini diambil, terdiri dari dua volume dan diterbitkan oleh Penerbit Momentum. Saya merekomendasikan buku ini untuk Anda miliki karena buku ini berisi dasar-dasar pengertian iman Kristen yang kokoh.

Edisi e-Reformed bulan ini adalah edisi terakhir pada tahun 2008. Kita akan bertemu lagi pada tahun 2009, mudah-mudahan dengan lebih bersemangat lagi untuk hidup bagi Kristus, yang telah lahir di hati kita dan telah menjadi teladan bagi hidup kita. Amin!Edisi e-Reformed bulan ini adalah edisi terakhir pada tahun 2008. Kita akan bertemu lagi pada tahun 2009, mudah-mudahan dengan lebih bersemangat lagi untuk hidup bagi Kristus, yang telah lahir di hati kita dan telah menjadi teladan bagi hidup kita. Amin!

Redaksi e-Reformed, Yulia Oeniyati < yulia(at)in-christ.net > < http://reformed.sabda.org >

Penulis: 
G. K. Beale dan James Bibza
Edisi: 
106/XII/2008
Tanggal: 
24-12-2008
Isi: 

Latar Belakang Kovenantal Perjanjian Lama

Seluruh Alkitab adalah tentang suatu kovenan yang akan menebus manusia dari dosa, dan Perjanjian Baru menceritakan bagaimana kedatangan Kristus menggenapi penebusan yang telah dijanjikan itu. Frasa "Old Testament" (Wasiat Lama) sesungguhnya berarti "Kovenan Lama" dan "New Testament" (Wasiat Baru) secara literal berarti "Kovenan Baru". Nama-nama ini menunjukkan bahwa ada suatu kontinuitas kovenantal yang esensial antara dua bagian dasar Alkitab itu.

Seperti yang disebutkan dalam Perjanjian Lama, Allah menetapkan "kovenan penciptaan" dengan manusia di Taman Eden ketika Ia menciptakan Adam menurut gambar-Nya sebagai wakil-Nya yang memerintah di atas bumi. Tuhan menjanjikan kepada Adam persekutuan yang intim dengan diri-Nya selama Adam dengan setia melaksanakan tanggung jawab pelayanannya. Tetapi ketidaktaatan Adam menghancurkan hubungan yang sempurna antara Allah dan dirinya, dan berakhirlah kovenan penciptaan. Karena Allah mengasihi manusia, Ia menetapkan satu kovenan yang baru, yaitu "kovenan penebusan", yang melaluinya manusia dapat dipulihkan ke dalam hubungan yang benar dengan Allah. *(1)

Kovenan penebusan ini tidak hanya memberikan sarana untuk penebusan manusia, tetapi juga dengan jelas menyatakan natur Allah, khususnya atribut-atribut-Nya yang tidak berubah, seperti anugerah, kasih, dan keadilan di dalam sejarah ruang dan waktu. Melalui hubungan kovenantal ini, Allah bertindak dalam dunia (yaitu bahwa Ia adalah Allah yang imanen), tidak seperti bentuk-bentuk impersonal dari Plato dan "penggerak yang tak bergerak" yang pasif dari Aristoteles.

Kedatangan Yesus Kristus ke bumi mengukuhkan Perjanjian Baru. Dengan mati di atas salib, Ia mengesahkan kovenan penebusan yang telah dijanjikan dan yang telah lama dinantikan (lihat Ibr. 7:21-22; 9:24 -26). Misi Kristus yang terutama adalah untuk mengungkapkan natur Allah Bapa-Nya kepada dunia dan, yang kedua, untuk menyediakan sarana keselamatan bagi manusia yang telah terjatuh ke dalam dosa.

Teologi Perjanjian Baru: Pribadi dan Karya Kristus

Namun, setelah kita mengemukakan hal di atas, kita harus mengangkat pertanyaan tentang siapakah Yesus dan apa yang sesungguhnya telah dilakukan-Nya. Kita akan menemukan bahwa gelar-gelar Kristus, pengajaran, dan berbagai mukjizat-Nya, di samping juga kematian dan kebangkitan-Nya, semuanya secara integral berkaitan dengan karya-Nya melaksanakan kovenan penebusan, dan semua ini bersaksi tentang keilahian dan kemanusiaan-Nya yang sejati.

Gelar-Gelar Yesus

"Mesias"

Perjanjian Lama sering berbicara tentang datangnya suatu zaman mesianis di mana Allah akan membebaskan Israel dari para penjajahnya dan menegakkannya sebagai kerajaan yang dominan di atas bumi. *(2) Kata Mesias, "Yang Diurapi", atau Kristus (Yun.: Christos), dipakai dua kali dalam Perjanjian Lama untuk menyatakan tentang pembebas yang akan datang (Mzm. 2:2; Dan. 9:25). Dalam Israel kuno, para raja, imam, dan nabi, yang dipilih oleh Allah untuk maksud-maksud khusus, diurapi dengan minyak sebagai simbol penunjukan ilahi.

Selama berabad-abad, sesaat sebelum kelahiran Kristus, kebanyakan orang Yahudi dengan berapi-api percaya bahwa Mesias yang akan datang tersebut akan mengalahkan para musuh secara militer dan menegakkan kembali bangsa itu sebagai suatu kerajaan yang kuat di bumi. *(3) Meskipun Sang Mesias itu terutama dipandang sebagai seorang pemimpin politik, Ia juga diharapkan memunyai keyakinan-keyakinan religius yang kuat. Perjanjian Baru memberi bukti lebih lanjut bahwa tradisi Yahudi memahami Mesias yang dijanjikan itu, terutama dalam pengertian jabatan raja Perjanjian Lama (Mrk. 15:26; Luk. 23:2). Misalnya, ketika orang banyak mulai menangkap mukjizat-mukjizat Yesus sebagai suatu tanda kemesiasan-Nya, mereka "hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja (di bumi)". Namun, ini adalah suatu pengharapan yang salah karena Yesus datang sebagai Mesias yang tujuan terutamanya adalah maksud-maksud rohani dan penebusan. Sebab itu, Ia menyingkir dari kerumunan orang banyak dan tidak membiarkan mereka memenuhi keinginan mereka yang salah (Yoh. 6:6-15).

Agak mengherankan juga bahwa dalam Kitab-Kitab Injil, Yesus jarang merujuk tentang diri-Nya sebagai "Mesias." Markus 8:29-30 khususnya sulit dimengerti. Dalam nas ini, Petrus mengaku bahwa Yesus sesungguhnya adalah Mesias itu, tetapi Yesus memerintahkan para murid-Nya agar tidak mengungkapkan jati diri-Nya kepada orang-orang Yahudi. Mengapa Yesus berusaha menyembunyikan fakta ini dari orang banyak? Sejumlah pakar menjawab bahwa Ia tidak melakukannya. Mereka membuat teori bahwa gereja Kristen di kemudian hari yang menambahkan perkataan ini untuk menerangkan mengapa Yesus begitu jarang berbicara tentang misi mesianis dan mengapa Dia tidak secara terbuka dikenal sebagai Mesias. Namun, teori itu tampaknya tidak masuk akal. Jika Yesus tidak pernah mengklaim diri sebagai Mesias, bagaimana kita menjelaskan bahwa gereja abad pertama itu begitu yakin bahwa Ia memang adalah Mesias? Tidak mungkin gereja mula-mula mengarang sendiri ide ini, karena menyatakan orang yang disalibkan sebagai orang yang diberkati adalah penghujatan, apalagi menyebut orang seperti itu sebagai seorang Mesias! (bandingkan Ul. 21:23; Gal. 3:13-14).

Sebaliknya, Kitab-Kitab Injil menyatakan bahwa Yesus sesungguhnya memandang diri-Nya sendiri sebagai Mesias, tetapi penafsiran-Nya atas peran tersebut sangat berbeda dari penafsiran mayoritas orang Yahudi. Karena kebanyakan orang Yahudi mengharapkan Mesias sebagai seorang pemimpin politik, Yesus tidak menghendaki kemesiasan-Nya diketahui publik sampai mereka dengan jelas memahami bahwa Ia tidak datang untuk mendirikan suatu pemerintahan di bumi. Pemahaman Yesus sendiri dinyatakan dalam Markus 8:31. Ia menerangkan kepada para murid-Nya bahwa kemesiasan-Nya harus dipahami menurut terang dari fakta bahwa Ia "harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak ... lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari" (bandingkan Mrk. 9:12 -13). Ia datang untuk mengukuhkan suatu kerajaan rohani dengan mati di atas salib. Hanya sesudah kebangkitan-Nya, barulah orang-orang - - termasuk para murid -- dapat memahami misi mesianis yang ironis ini. Setelah kebangkitan-Nya, Yesus dengan bebas menyatakan kemesiasan-Nya karena pada waktu itu sudah jelas bagi semua orang bahwa Ia bukan seorang pemimpin politik (Luk. 24:26).

Matius 16:16 dan Lukas 9:20 dengan jelas menyatakan kesadaran mesianis Yesus ketika Ia menerangkan natur spiritual dari misi-Nya. Yesus percaya bahwa Ia sedang menggenapi nubuat-nubuat Perjanjian Lama tentang Sang Mesias yang akan datang terutama untuk menyelamatkan manusia dari dosa-dosa mereka untuk menggenapi janji -janji dari kovenan penebusan.

Selama proses pengadilan-Nya, Yesus ditanya oleh Kayafas secara langsung, "Apakah Engkau Mesias?" (Mat. 26:63-68; Mrk. 14:61-65). Tuduhan Kayafas bahwa jawaban Yesus adalah penghujatan, dan tuduhan -tuduhan berikutnya oleh para pendakwa-Nya bahwa Ia menyebut diri -Nya Mesias, menunjukkan bahwa Yesus mengiyakan pertanyaan Kayafas (Mat. 26:68; 27:17, 22; Mrk. 15:32). Dengan pengakuan-Nya sebagai Mesias, Yesus mengakui bahwa Ia memegang jabatan-jabatan Perjanjian Lama sebagai Nabi, Imam, dan Raja. Sesungguhnya tanggapan bahwa klaim Yesus adalah penghujatan menyiratkan bahwa klaim-Nya itu berkonotasi ilahi.

"Anak Allah"

Dua ide utama diasosiasikan dengan gelar ini. Dalam suatu upacara penobatan raja di Timur Dekat kuno, seorang raja sering dirujuk sebagai "anak" karena ia mewarisi jabatan raja dari ayahnya, raja sebelumnya. Sebutan formal "Anak", bersama dengan metafora-metafora kelahiran, melambangkan transfer otoritas secara resmi dan dimulainya pemerintahan sang putra yang telah lama dinantikan, yang untuknya ia dilahirkan. Latar belakang ini menolong menjelaskan nubuat dalam Mazmur 2:6-8, yang terutama bercerita tentang penerimaan jabatan raja oleh Yesus dalam Kitab-Kitab Injil: "Akulah yang telah melantik raja-Ku .... Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini. Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu sebagai milik pusakamu ...." Para penulis Injil merujuk pada mazmur ini ketika mereka menarasikan perkataan Allah kepada Yesus pada waktu Ia dibaptiskan pada permulaan pelayanan-Nya. "Ini adalah Anak yang Kukasihi ...." (misal Mat. 3:17; Mrk. 1:11). Setelah kebangkitan-Nya, frasa yang sama ini diterapkan pada Yesus lagi untuk menunjukkan permulaan pemerintahan surgawi-Nya dan pewarisan kerajaan Bapa-Nya sebagai warisan atau milik pusaka-Nya (misal Kis. 13:33; Ibr. 1:2-5).

Ide kedua yang berkaitan dengan "Anak Allah" adalah hubungan kasih sayang Sang Anak yang unik kepada Bapa-Nya, yang secara langsung menunjukkan bahwa Kristus memunyai natur ilahi yang sama seperti Bapa-Nya (Yoh. 10:30-38). Yesus merujuk Allah sebagai Bapa-Nya lebih dari seratus lima puluh kali di keempat Kitab Injil. Matius 11:27 (bandingkan Luk. 10:22) menyatakan posisi Yesus yang unik sebagai Anak. Ayat ini menyatakan bahwa hanya Yesus yang dapat mengungkapkan Sang Bapa kepada umat manusia, menunjukkan bahwa Ia memunyai hubungan yang eksklusif dengan Allah, hubungan yang tidak dimiliki oleh manusia lainnya. Di samping itu, pengetahuan Sang Anak di sini tampaknya setara dengan pengetahuan Sang Bapa, yang jelas menunjukkan keilahian Sang Anak.

Injil Yohanes menekankan posisi Yesus yang unik sebagai Anak lebih dari Injil-injil Sinoptik. Empat kali Yesus disebut "Anak Tunggal" (Yoh. 1:14, 18; 3:16, 18). Penyataan-penyataan tentang keilahian Yesus yang esensial sebagai Anak Allah secara langsung mengajarkan keunikan-Nya. Misalnya, setelah Yesus menyembuhkan seorang lumpuh pada hari Sabat, orang-orang Yahudi menuduh Dia melanggar Taurat Allah yang mengharuskan orang beristirahat pada hari Sabat. Yesus membela tindakan-Nya dengan menyatakan bahwa karena Bapa-Nya bekerja pada hari Sabat, Ia juga harus bekerja, dengan demikian Ia "menyamakan diri-Nya dengan Allah" (Yoh. 5:18). Dalam Yohanes 10, Yesus berkata, "Aku dan Bapa adalah satu (dalam esensi)." Sebagai tanggapan atas pernyataan ini, orang-orang Yahudi mengambil batu hendak membunuh Yesus karena mereka menyadari bahwa Ia menyamakan diri-Nya dengan Allah (lihat Yoh. 10:33). Yang menarik adalah, Yesus tidak menyangkali pemahaman mereka terhadap klaim-Nya, tetapi justru menegur mereka karena kurangnya iman mereka! Sesungguhnya, salah satu tujuan utama dari misi Yesus adalah untuk menerangkan tentang Bapa kepada dunia (Yoh. 1:18) melalui penyataan natur ilahi-Nya sendiri, natur yang juga dimiliki oleh Bapa surgawi-Nya (Yoh. 1:1,14).

Beberapa ciri lainnya juga menunjukkan keunikan Yesus sebagai Anak Allah yang ilahi. Pernyataan-pernyataan Yesus yang berulang-ulang bahwa Ia "telah diutus oleh Bapa" memberi kesaksian tentang praeksistensi-Nya yang ilahi (Yoh. 3:34-35; 5:36, 38). Dalam Yohanes 8, Yesus menyatakan bahwa "sebelum Abraham jadi, Aku telah ada". Abraham hidup kira-kira 1800 tahun sebelum Kristus. Ketika mengatakan hal ini, Yesus mengidentifikasi diri-Nya dengan Sang "AKU ADALAH AKU" yang agung itu, yaitu TUHAN (Yahweh), Allah Perjanjian Lama (bandingkan Kel. 3:14; Yoh. 8:58). Juga hanya Sang Anak yang dapat menyatakan Bapa dan mengatakan firman-Nya (misal Yoh. 6:46; 8:26). Kemudian, fungsi-fungsi sang Putra diidentifikasikan dengan fungsi-fungsi Allah, seperti menghakimi dan memberi hidup yang kekal (misal Yoh. 5:19-30).

Dengan penekanan yang begitu kuat pada keilahian Anak Allah dalam Injil Yohanes, orang bisa menyangka bahwa Yohanes menyangkal kemanusiaan Yesus yang sejati. Tidak ada yang lebih salah dari pernyataan itu. Sesungguhnya, dalam Yohanes 1:14 kita menemukan salah satu penegasan yang paling eksplisit tentang kemanusiaan Yesus: "Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita ...."

Sejumlah pernyataan Yesus memang menunjukkan bahwa Sang Anak memunyai keterbatasan-keterbatasan yang tidak dipunyai oleh Bapa (misal Mat. 24:36; Mrk. 13:32; Yoh. 5:19). Pernyataan-pernyataan Yesus harus dimengerti bahwa Ia sedang membandingkan kondisi surgawi yang tak terbatas dari Allah (Bapa) dengan kondisi-Nya sendiri yang terbatas sebagai Allah yang berinkarnasi di bumi. Sementara di atas bumi, Yesus secara sukarela menyerahkan bukan keilahian-Nya, tetapi kebebasan untuk menggunakan sebagian atribut-atribut ilahi-Nya sampai sesudah Ia dibangkitkan (bandingkan Flp. 2:5-11).

"Anak Manusia"

Gelar Yesus lainnya yang penting tetapi misterius adalah "Anak Manusia". Sebelum kelahiran Kristus, gelar ini dipakai hanya dalam Perjanjian Lama. Karena Yesus mengambil gelar tersebut dari sumber ini, maka harus dipahami bagaimana frasa ini dipakai dalam Perjanjian Lama.

Frasa "Anak Manusia" terdapat dalam Mazmur 8:5-7, Mazmur 80:18-20, di seluruh Yehezkiel, dan dalam Daniel 7:13. Daniel 7:13 khususnya memunyai pengaruh yang besar atas pemakaian gelar ini oleh Yesus. Dalam pasal 7, Daniel menceritakan tentang penglihatan di mana ia melihat bahwa pada akhir zaman, Allah akan menghakimi kerajaan -kerajaan dunia yang jahat dan penguasa ultimatnya, yaitu Iblis, dengan menjatuhkan kerajaan mereka (Dan. 7:1-12, 17, 19-22b, 23-26). Daniel melihat bahwa:

"tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke hadapan-Nya. Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja .... Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah." (Dan. 7:13-14)

Allah menyatakan kepada Daniel bahwa Anak Manusia diberi kekuasaan atas dunia, yang telah diambil dari para raja yang jahat itu. Dan orang-orang kudus akan menerima kerajaan kekal yang sama dan memerintah bersama dengan Anak Manusia, tetapi hanya setelah mereka menderita terlebih dulu (Dan. 7:18, 21-22, 24-25, 27).

Walaupun sejumlah pakar berpendapat bahwa Kristus tidak secara aktual mengucapkan banyak perkataan tentang Anak Manusia, fakta bahwa para penulis surat-surat Perjanjian Baru memakai gelar ini bagi Yesus hanya sebanyak tiga kali menunjuk kepada arah yang berlainan. Gelar ini otentik dengan Kristus sendiri yang sering memakainya karena gelar ini meringkaskan dengan baik jenis pelayanan yang Ia lakukan sebelum penyaliban. Setelah kematian-Nya, frasa ini jarang dipakai karena gelar-gelar lainnya menjelaskan dengan lebih baik natur pelayanan pascakebangkitan-Nya.

Dengan latar belakang Perjanjian Lama ini dalam pikiran, kita menemukan bahwa Yesus memakai frasa "Anak Manusia" dalam dua cara utama. Pertama, gelar ini merujuk pada masa tiga tahun pelayanan publik-Nya, di mana Ia menjalani kehidupan yang menderita sebagai hamba yang hina. Apa yang tampak dalam penglihatan Daniel seperti seorang Anak Manusia yang datang dalam kemuliaan ke hadapan takhta surgawi Allah untuk menerima jabatan Raja Surgawi, dimulai penggenapannya di atas bumi secara paradoksal dalam tiga tahun pelayanan Yesus yang tidak ada semaraknya. Tetapi misi Yesus memang berpuncak pada penobatan-Nya sebagai Raja di hadapan takhta ilahi pada peristiwa kenaikan-Nya. Kemudian, Yesus juga memakai "Anak Manusia" untuk merujuk pada pemuliaan-Nya sebagai Raja atas segalanya di masa depan.

Arti penting yang sentral dalam penggunaan sebutan ini adalah tujuan Sang Anak Manusia untuk menyerahkan nyawa-Nya sebagai pembayaran hukuman bagi dosa manusia (misal Mrk. 8:31; 9:12; 10:45). Barangkali nas yang paling signifikan dalam kategori ini adalah Markus 10:45 (Mat. 20:28): "Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." Di samping itu, ada indikasi-indikasi yang jelas bahwa Yesus yang mulia itu akan kembali pada akhir sejarah untuk menghakimi yang jahat dan membebaskan orang-orang kudus-Nya (misal Mrk. 13:24-27; 14:62).

"Hamba yang Menderita"

Penekanan Yesus pada penderitaan dan korban kematian-Nya membuat kita berpikir tentang konsep "hamba yang menderita". Meskipun frasa ini bukan gelar yang formal bagi Yesus, Ia memang menerapkan konsep penting dalam Perjanjian Lama ini pada diri-Nya sendiri. Nas utama yang darinya Yesus mengambil konsep tentang "hamba yang menderita" itu adalah Yesaya 52:13-53:12 (bandingkan Yes. 42:1-9; 43:10; 49:16). Yesaya 53 menyatakan beberapa ciri yang menubuatkan misi Yesus. Hamba itu akan ditolak, dihina, dan ditinggalkan oleh bangsa -Nya sendiri (53:1-3). Ia akan menderita hukuman siksaan yang sangat kejam dan tidak selayaknya demi dosa-dosa bangsa ini, meskipun Ia sendiri tidak berdosa (53:4-12). Penderitaan-Nya akan menjadi pengganti. Melalui penderitaan ini, orang-orang yang berdosa akan dibebaskan dari hukuman yang memang pantas bagi mereka (53:5, 10 -12). Meskipun Ia akan dikuburkan bersama dengan orang-orang jahat, Ia akan dikuburkan dalam kuburan seorang kaya (53:9, RSV). Melalui kematian-Nya, Hamba itu akan menang atas kematian dan menerima suatu pahala juga (53:10-12).

Dengan demikian, Yesaya 53 adalah penjelasan yang paling jelas tentang penderitaan substitusioner seorang Hamba yang ilahi. Karena Yesus akan segera menggenapi peran ini, secara wajar Ia menerapkan nas ini pada misi-Nya (misal Mrk. 9:12; Luk. 22:37; Yoh. 12:38). Markus 10:45 adalah yang paling jelas mengilustrasikan nas-nas tentang Hamba yang menderita di mana Yesus menerapkan kepada diri -Nya sendiri ide-ide yang khas Hamba yang menderita seperti dalam Yesaya 52:13-53:12. Ia "melayani" dalam ketaatan kepada Allah dan untuk kepentingan orang-orang lain. Ia "memberi nyawa-Nya" sebagai "tebusan" -- sebagai persembahan korban pengganti bagi hukuman atau kesalahan. Korban karena kesalahan ini adalah untuk "banyak orang" (53:11-12). Seluruh ayat ini merupakan suatu ringkasan yang baik dari tema-tema besar Yesaya 53. Kita harus memerhatikan bahwa unsur -unsur Yesaya 53 menunjuk pada seorang hamba yang sungguh-sungguh manusia. Para penulis Injil dengan jelas bersaksi tentang keilahian dan kemanusiaan Yesus. Sementara Ia terus memiliki natur dan atribut-atribut yang sama dengan Bapa-Nya, tetapi Ia juga sedih, lapar, dan menjadi lelah -- semua ini adalah ciri-ciri manusia.

Pengkajian kita tentang empat dari tujuh puluh gelar yang diterapkan pada Yesus dalam Perjanjian Baru memberi kita pemahaman tentang siapa Dia dan apa yang Dia lakukan. Hal yang paling menonjol adalah bahwa tidak ada seorang pun sebelum Yesus yang menerapkan empat gelar itu pada satu orang. Secara khusus, tak seorang pun yang pernah menerangkan bahwa gelar-gelar "Mesias," "Anak Allah," dan "Anak Manusia" dapat dipahami melalui konsep Hamba yang menderita dalam Yesaya 53. Misi mesianis yang secara tradisional diasosiasikan dengan tiga gelar pertama itu kini ditafsirkan dalam terang Yesaya 53, yang secara radikal merupakan suatu penyimpangan yang kreatif dan baru dari pandangan tradisional Yahudi. Markus 8:27-37 adalah suatu nas yang signifikan dalam hal ini, karena tiga gelar ini diterapkan pada Yesus dalam suatu percakapan yang singkat, dan gelar keempat, yaitu gelar "Anak Allah" disiratkan dalam gelar "Mesias" (bandingkan Mrk. 1:1; Mat. 16:16; 26:63).

*(1): Kovenan ini sesungguhnya adalah suatu janji keselamatan, yang diisyaratkan dalam Kejadian 3:15, di mana dinubuatkan bahwa salah seorang keturunan Hawa di masa depan akan secara fatal membinasakan si ular yang mewakili Iblis, dan dalam Kejadian 2:21, di mana Allah mencurahkan darah binatang dan menutupi Adam dan Hawa dengan kulitnya, suatu antisipasi simbolik tentang pencurahan darah Anak Domba di atas salib untuk menutup dosa manusia. Janji Allah dinyatakan lebih lanjut dalam Kejadian 12:1-3, 13:15, dan 15:18, dan berkembang terus dalam sisa Perjanjian Lama. *(2): Yesaya 26-29; Yehezkiel 38, dst.; Daniel 2, 7, 12; Zakharia 14, dsb.. *(3): Bandingkan Kebijaksanaan Salomo 17-18; 4 Ezra 12-13.

Sumber: 

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku: Membangun Wawasan Dunia Kristen, Vol. 1: Allah, Manusia dan Pengetahuan
Judul asli buku: Building Christian Worldview, Vol 1: God, Man, and Knowledge
Penulis : G. K. Beale dan James Bibza
Penerjemah: Peter Suwandi Wong
Penerbit : Momentum, Surabaya 2006
Halaman : 53 -- 61

Dataran Tinggi Doa Syafaat

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Artikel e-Reformed yang saya kirim kali ini memiliki dua tujuan:

1) Merayakan International Day of Prayers (IDOP).

Artikel ini khusus disajikan dalam rangka "International Day of Prayers" yang diadakan secara serentak di seluruh dunia pada tanggal 9 -- 16 November 2008.

Pada perayaan IDOP ini, gereja-gereja dan umat Kristen di seluruh dunia akan berdoa bersama secara serempak bagi gereja-gereja dan jemaat Tuhan yang teraniaya demi memertahankan iman mereka dalam Kristus Yesus. Saya mengajak Pembaca e-Reformed: para gembala sidang, pengajar, pemimpin, kaum muda, pendoa syafaat, dan semua orang percaya, bergabung dalam acara doa bersama ini.

Jika Anda ingin tahu tentang IDOP, silakan menyimak referensi di bawah ini:

  1. Sekilas Tentang IDOP International Day
  2. International Day of Prayer IDOP
  3. Persecuted Church
  4. The International

2) Mengoreksi pengertian gereja yang salah tentang doa syafaat.

Artikel ini sekaligus diharapkan dapat menolong gereja-gereja melihat konsep yang benar mengenai doa syafaat. Doa syafaat bukanlah doa untuk diri sendiri, atau gereja sendiri, atau anak dan keluarga kita sendiri, atau kegiatan kita sendiri. Artikel ini menjelaskan apa arti doa syafaat yang sesungguhnya bagi jemaat Tuhan.

Harapan saya, jika doa syafaat ini dilakukan dengan benar oleh jemaat, gereja pasti akan mengalami kebangunan rohani karena hati gereja akan diubahkan untuk memiliki hati Tuhan yang mengasihi jiwa-jiwa yang hilang. Kebanyakan gereja-gereja Kristen saat ini sudah kehilangan fungsinya sebagai gereja Tuhan karena lebih banyak berfungsi sebagai gereja manusia, yaitu tempat "christian gathering" (sosialisasi orang-orang Kristen) yang tidak peduli dengan misi Tuhan di dunia. Maka, tidak heran jika ada banyak gereja, yang kalau mau jujur, hanya tinggal papan nama saja, tapi Roh Tuhan sudah tidak ada di sana karena mereka hanya mendahulukan kepentingan manusia, bukan kepentingan Tuhan. Gereja kadang masih dipertahankan, bahkan direnovasi dan dibesarkan bangunannya, tapi sering hanya untuk memertahankan warisan pendiri-pendirinya saja dan menyenangkan kebutuhan jemaat, atau bahkan kalau mau blak-blakan, hanya untuk menyejahterakan hamba-hamba Tuhannya saja. Bagaimana kita tahu apakah gereja kita sudah menyeleweng dari tujuan Tuhan? Mudah, lihat saja dari laporan keuangan gereja, atau dengan kata lain, ke mana uang jemaat pergi. Digunakan untuk apa sebagian besar uang persembahan jemaat itu? - Untuk biaya operasional (administrasi)? - Untuk membangun sarana? - Untuk kegiatan perayaan? - Untuk menggaji hamba Tuhan/staf gereja? - Atau untuk pembinaan rohani jemaat dan penginjilan? Nah, Anda tahu sendiri jawabannya.

Selamat membaca dan selamat berdoa.

Catatan: Jika Anda ingin memberi tanggapan/komentar terhadap artikel di atas, silakan berkomentar di situs SOTeRI.

In Christ, Yulia < yulia(at)in-christ.net > <http://reformed.sabda.org >

Penulis: 
Dick Eastman
Edisi: 
105/XI/2008
Tanggal: 
24-12-2008
Isi: 

Seorang hamba Tuhan berkata, "Berbicara dengan manusia atas nama Allah adalah hal yang mulia, tetapi berbicara dengan Allah atas nama manusia adalah lebih mulia." Doa syafaat ialah mengutamakan keperluan orang lain, dan bukan menaikkan permohonan doa bagi diri kita sendiri. Menaikkan doa syafaat tidak mudah. Pada dasarnya, manusia bersifat mementingkan diri dan kurang memerhatikan orang lain. Namun aneh sekali, ini bukanlah sifat orang-orang yang melintasi Dataran Tinggi Doa Syafaat. Menaruh perhatian pada orang lain adalah semboyan bagi mereka yang menempuh jalan yang sepi ini.

Puncak Doa

Berdoa Syafaat

Kita memerlukan persiapan khusus bila hendak menjadi orang yang menaikkan doa syafaat. Kita perlu memertimbangkan beberapa bentuk doa agar lebih banyak mengerti alasan-alasan bagi doa syafaat. Mengerti mengapa doa syafaat adalah bentuk doa yang tertinggi adalah tepat. S.D. Gordon berkata, "Doa adalah kata yang lazim digunakan untuk semua komunikasi dengan Allah. Akan tetapi, hendaknya diingat bahwa kata itu meliputi dan mencakup tiga bentuk komunikasi. Semua doa naik melalui dan selalu diteruskan dalam tiga tingkat." Katanya selanjutnya,

"(1) Bentuk doa yang pertama ialah persekutuan , yaitu mempunyai hubungan yang baik dengan Allah. Tidak memohon sesuatu yang khusus; tidak meminta, tetapi hanya merasa senang berada di hadapan-Nya, mencintai Dia ..., berbicara kepada-Nya tanpa menggunakan kata-kata.

(2) Bentuk kedua ialah permintaan doa. Permintaan doa adalah menyampaikan permintaan tertentu kepada Allah mengenai sesuatu yang saya butuhkan. Seluruh hidup manusia bergantung pada uluran tangan Allah.

(3) Bentuk ketiga adalah doa syafaat. Doa yang sungguh-sungguh tak pernah berhenti setelah menaikkan permintaan bagi diri sendiri. Doa itu untuk menjangkau orang lain. Doa syafaat adalah puncak doa. Kedua bentuk yang pertama itu perlu untuk diri kita sendiri; bentuk yang ketiga adalah untuk orang lain."

Jangkauan Doa Syafaat

David Wilkerson, pendiri Teen Challenge International, adalah contoh mutakhir dari orang yang telah belajar menaikkan doa syafaat. Ketika berdoa, Allah menggerakkan hatinya untuk mulai memerhatikan muda-mudi yang terlibat dalam kejahatan. Pada suatu hari, ketika sedang berdoa, ia merasa tertarik untuk membaca sebuah majalah nasional yang memuat berita singkat tentang beberapa pemuda di New York yang suka menentang hukum. Mereka terlibat dalam suatu perbuatan kejahatan yang kejam, yang menggemparkan seluruh bangsa Amerika. Tiba-tiba saja hati David Wilkerson tercekam untuk menaikkan doa syafaat, dan lahirlah kasih terhadap kaum muda yang terhilang dan penuh frustrasi itu.

Masa doa syafaat inilah yang merupakan daya pendorong dan memimpin Pdt. Wilkerson untuk mendirikan organisasi swasta yang terbesar di dunia bagi perawatan dan pengobatan pecandu-pecandu obat bius yang tak tertolong lagi. Dewasa ini, gerakannya itu membantu muda-mudi dari segala lapisan yang menjadi masalah bagi masyarakat.

Teen Challenge, yang sekarang merupakan suatu organisasi yang besar, dimulai ketika David Wilkerson dengan rendah hati bersatu dengan Allah dalam doa. Sekarang ini, organisasi tersebut sudah menjangkau kebanyakan kota besar di Amerika Serikat dan banyak kota lainnya di seluruh dunia. David Wilkerson benar-benar merupakan teladan seorang pendoa syafaat.

Belum lama berselang, saya mengunjungi kantor pusat Teen Challenge di New York. Saya tidak akan melupakan saat ketika saya berdiri di tempat itu. Seorang bekas pecandu mengajar saya apa artinya menaikkan doa syafaat. Ia menjelaskan, "Semua jiwa yang dimenangkan di jalan-jalan kota ini lebih dahulu dimenangkan dalam doa!" Hanya sedikit orang yang menyadari kuasa doa syafaat. Seorang penulis mengatakan, "Setiap orang yang bertobat adalah hasil pekerjaan Roh Kudus sebagai jawaban doa orang percaya."

Baru-baru ini, saya mendengar bagaimana doa syafaat telah mengakibatkan kemenangan yang luar biasa dalam gereja di kota saya. Selama bertahun-tahun, pendeta kami telah berdoa untuk seorang yang jahat, yang selalu menentang Allah. Istri orang itu juga menaikkan doa syafaat untuk suaminya. Setiap hari, ia berdoa agar suaminya diselamatkan. Akhirnya, tiba saatnya ketika suaminya menerima Kristus. Suatu kemenangan lagi sebagai akibat doa syafaat. Pada dasarnya, doa syafaat adalah doa yang digerakkan oleh kasih. Dalam arti yang sebenarnya, doa syafaat adalah kasih yang berlutut dan berdoa. Apabila kita mengasihi seseorang, kita akan berusaha untuk memberinya yang terbaik. Douglas Steere menulis, "Jika saya berdoa dengan sungguh sungguh, saya benar-benar menyadari kasih yang mengelilingi saya." Kemudian ia menguraikan, "Apabila kita mulai berdoa bagi orang lain, kita mulai mengenal, mengerti, serta lebih menghargainya daripada sebelumnya. Phillips Brooks mengukuhkannya dengan pernyataannya yang terkenal, 'Jika ingin mengetahui nilai jiwa manusia, cobalah untuk menyelamatkan seorang jiwa.'"

Bayangkan Saudara sedang duduk di takhta Allah dan melihat seorang manusia yang tersesat dan sendirian. Dapatkah kita memberikan anak tunggal kita? Apakah kita cukup mengasihi orang lain sehingga bersedia melakukan pengorbanan ini? Doa yang penuh pengorbanan adalah doa syafaat yang benar. Sebenarnya, berdoa bagi orang lain adalah lingkup doa syafaat.

"Agaknya, Tak Seorang Pun yang Memedulikan"

Kita hidup di tengah masyarakat yang amat sibuk dan bergerak cepat. Hanya sedikit orang yang memedulikan mereka yang ada di sekelilingnya. Di sebuah kota besar di bagian barat Amerika Serikat, seorang polisi hampir mati diserang oleh segerombolan pemuda yang memberontak. Beratus-ratus orang melewati tempat kejadian itu dan memandang sekilas pada darah yang bercucuran. Tak seorang pun yang berhenti untuk menyelidiki keadaannya. Tak seorang pun yang bersedia menolong! Pemuda-pemuda itu terus saja memukulinya, dan akhirnya meninggalkannya dalam keadaan hampir mati. Darahnya yang menggenang di kaki lima seolah-olah membentuk lima kata yang menakutkan -- tak ada orang yang memedulikan. Lebih menyedihkan lagi ketika iblis menggoda jiwa-jiwa yang tak berdaya sementara orang Kristen bersikap acuh tak acuh. Doa syafaat adalah satu-satunya sarana kita untuk menghalangi usaha iblis, namun hanya sedikit orang saja yang melaksanakan doa ini. Sekiranya Allah mengisi hati kita dengan semangat yang menyala-nyala untuk memanjatkan doa semacam ini!

Ayub yang dilanda kesukaran mendapat pelajaran yang sangat berharga mengenai doa syafaat. Mula-mula dalam pengalaman doanya, ia hanya memikirkan keadaannya yang menyedihkan. Setiap hari, ia memohon agar Allah melenyapkan borok-boroknya yang menjijikkan itu. Pertolongan tidak datang ketika ia berdoa bagi dirinya sendiri, tetapi sementara itu ia berdoa bagi sahabat-sahabatnya yang sangat menyedihkan hatinya. Pada saat ia memahami pelajaran mengenai doa syafaat, kesehatannya pulih kembali. Ayub merasakan kemenangan setelah ia berdoa bagi orang lain.

Musa betul-betul mengetahui peranan doa syafaat. Pada suatu ketika, ia berdoa dengan sungguh-sungguh untuk umat Allah. Israel sudah diperingatkan untuk menghentikan keluhan dan sungutannya. Berkali-kali peringatan datang ketika Yehova mengatakan, "Aku akan memusnahkan mereka." Tetapi perhatikanlah satu kenyataan, Musa memedulikan. Dengan segala kekuatannya, ia berdoa, "Tuhan, ampunilah mereka." Kita dapat membayangkan air mata yang meleleh di pipi Musa pada waktu ia memohon, "Hapuskanlah namaku dari dalam kitab-Mu -- bunuhlah aku jika Tuhan mau -- tetapi ampunilah umat-Mu."

Setiap orang yang berdoa dengan begitu sungguh-sungguh telah mengetahui arti doa syafaat. Hal ini mengingatkan kita akan Billy Bray, seorang Kristen yang selalu berdoa. Kata orang perawakannya kecil, tetapi dalam hal-hal rohani, ia bagaikan seorang raksasa. Setiap hari, ketika hendak berangkat bekerja dalam sebuah tambang batu bara yang kotor di Inggris, ia berdoa, "Tuhan, jika hari ini harus ada yang mati di antara kami, biarlah aku saja yang mati; jangan biarkan salah seorang dari pekerja-pekerja ini yang mati karena mereka tidak bahagia, sedangkan aku betul-betul bahagia, dan kalau aku mati hari ini, aku akan masuk surga."

Bray memiliki sikap "aku memedulikan" sepanjang hidupnya. Misalnya saja, pada suatu hari, ia tidak mempunyai uang karena sudah beberapa waktu ia tidak menerima upah. Ia berdoa kepada Tuhan. Ia masih memiliki kentang, tetapi tidak ada roti. Ia mendatangi pengurus tambang itu dan meminjam sedikit uang. Dalam perjalanan pulang, ia menjumpai dua keluarga yang keadaannya lebih parah daripada dirinya. Ia membagikan uangnya kepada masing-masing keluarga itu dan pulang tanpa satu sen pun. Istrinya putus asa, tetapi Bray meyakinkannya bahwa Tuhan tidak melupakan mereka. Tidak lama kemudian, mereka menerima dua kali jumlah yang telah dibagikannya. Banyak orang yang menyetujui bahwa dunia kekurangan orang-orang seperti itu -- orang yang bersedia memanjatkan doa syafaat. Kita harus berdoa agar ada orang-orang pada zaman modern ini yang seperti Billy Bray, yaitu yang memikirkan orang lain dalam doanya, orang yang menaruh perhatian.

Setiap Orang yang Seperti Finney Memerlukan Seseorang Seperti Bapak Nash

Sepanjang abad-abad yang lalu, kebangunan rohani yang berkuasa telah terjadi karena doa syafaat. Kebangunan rohani Finney menggoncangkan negara-negara bagian timur Amerika Serikat dalam pertengahan pertama abad sembilan belas. Seorang pria yang bernama Father Nash (Bapak Nash) akan mendahului Finney ke kota-kota yang dijadwalkan untuk kebangunan rohani itu. Tiga atau empat minggu sebelum kebaktian kebaktian itu, Bapak Nash pergi ke kota itu. Orang banyak tidak datang berduyun-duyun untuk menyambutnya dan tidak ada barisan musik yang memainkan lagu penyambutan. Dengan diam-diam, Bapak Nash akan menemukan suatu tempat untuk berdoa. Selama kebaktian kebangunan rohani itu, banyak sekali orang yang dimenangkan untuk Tuhan dan berubah hidupnya. Nama Finney segera menjadi terkenal dan khotbah khotbahnya benar-benar menginsafkan hati banyak orang.

Akan tetapi, di suatu tempat, Bapak Nash yang tak dikenal orang itu berlutut seorang diri dan berdoa. Setelah kebangunan rohani itu, dengan diam-diam ia akan meninggalkan kota itu untuk pergi ke tempat lainnya dan berjuang atas lututnya bagi keselamatan jiwa-jiwa. Bapak Nash mengetahui arti doa syafaat. Ia menaruh perhatian pada orang lain, dan sering kali mengorbankan kenikmatan hidup ini. Ia tidak mempunyai rumah, tidak mendapat dukungan suatu gereja, dan sering kali harus makan di warung yang sederhana. Malam hari dilewatkan tidak di atas tempat tidur, dan pakaiannya menjadi usang.

Apa yang diterima Nash sebagai imbalan untuk pengorbanannya? Mungkin hanya sedikit sekali dalam kehidupan ini, tetapi amat banyak dalam kehidupan di akhirat. Ia mempunyai saham dalam dua setengah juta orang yang bertobat di bawah pelayanan Finney. Hanya sedikit orang saja yang menyadari berapa banyak jiwa telah menemukan Kristus karena Bapak Nash. Tidak diragukan lagi, waktu akan menunjukkan bahwa di belakang setiap jiwa yang dimenangkan bagi Kristus, terdapat doa syafaat. Sesungguhnya Finney mempunyai talenta untuk berkhotbah. Pasti, ia telah dijamah secara khusus oleh Allah. Tetapi perhatikanlah kenyataan ini - setiap Finney memerlukan seorang Bapak Nash! Setiap pengkhotbah memerlukan seseorang yang menaikkan doa syafaat.

Pertimbangkan sejenak tantangan untuk menjadi seseorang yang menaikkan doa syafaat. Doa syafaat sangat diperlukan. Frank C. Laubach mengatakan, "Orang-orang berikut ini perlu disoroti dengan banyak doa: Presiden Amerika Serikat dan Kongres (terutama Senat), Perdana Menteri dan Parlemen Inggris, Perdana Menteri dan para pemimpin Rusia, pemimpin-pemimpin Cina, setiap delegasi konferensi perdamaian, Jepang, Jerman, anggota gereja serta rohaniawan Kristen dan Yahudi, para utusan Injil, tokoh-tokoh dunia perfilman, para penyiar radio, bangsa bangsa yang hidup dalam perbudakan dan penindasan, orang Negro, orang Amerika keturunan Jepang. Kita harus berdoa bagi mereka yang buta huruf, bagi semua guru, ibu dan bapak, untuk adanya saling pengertian antara majikan dan buruh, untuk persaudaraan umat manusia, untuk saling bekerja sama, untuk perluasan pikiran manusia akan visi dunia, untuk anak-anak dan remaja, untuk bacaan yang sehat, untuk korban minuman keras, obat bius dan semua macam kejahatan, untuk para pendidik dan pendidikan yang lebih baik. Kita harus berdoa agar kebencian lenyap dan kasih dapat menguasai dunia; kita harus berdoa supaya lebih banyak orang akan berdoa, sebab doa adalah kuasa pemulihan yang terbesar dalam dunia." Daftar Laubach kelihatannya panjang, tetapi ini pun belum lengkap. Selalu ada keperluan-keperluan yang dapat ditambahkan dalam daftar doa syafaat. Dari hati seseorang yang berdoa syafaat, tak henti-hentinya doa dinaikkan bagi orang lain, doa yang mengatakan, "Aku mengasihimu."

Segi-Segi Doa Syafaat

Semua usia, semua bangsa, dan suku bangsa boleh berlutut di puncak doa syafaat. Dokter dari zaman para rasul mengatakan, "Lagipula di situ ada Hana, seorang nabi perempuan ... dan sekarang ia janda dan berumur delapan puluh empat tahun. Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa" (Lukas 2:36-37). Hana seorang wanita lanjut usia yang memiliki lebih banyak ketetapan hati pada masa senja kehidupannya daripada pada masa mudanya. Kata kata Lukas ini mempunyai nilai khusus karena menunjukkan bahwa semua orang boleh menghampiri takhta Allah.

Seseorang pernah mengatakan, "Kita mungkin mendapatkan karunia berbicara yang indah sehingga perkataan kita mengalir bagai pancaran ucapan syukur, permohonan doa, dan pujian seperti Paulus; atau mungkin kita mempunyai persekutuan yang tenang, akrab, dan penuh kasih seperti Yohanes. Sarjana yang pandai seperti John Wesley dan tukang sepatu sederhana seperti William Carey, semuanya sama diterima dengan senang hati pada takhta kasih karunia Allah. Pengaruh di surga tidak bergantung pada kelahiran, kepandaian, atau prestasi, tetapi pada ketergantungan mutlak yang rendah hati pada Putra Allah."

Sayang sekali, pendoa syafaat yang sejati jarang sekali berada pada jalan doa; Rees Howells adalah orang yang demikian. Ia telah mempelajari kuasa dan doa syafaat sementara mendirikan sekolah- sekolah Alkitab, rumah yatim piatu, dan gereja-gereja misi di seluruh Afrika. Teman-teman Howells mengatakan bahwa ia adalah seseorang yang selalu berdoa. Pada awal kehidupan Kristennya, Allah menantang dia untuk berdoa syafaat. Pada suatu hari, ketika keluar dari ruang doanya, Howells memberikan keterangan rangkap tiga mengenai doa syafaat.

"Ada tiga aspek," demikian Howells mengajarkan, "yang tidak terdapat dalam doa biasa." Yang pertama-tama ialah penyatuan: hukum yang pertama untuk orang yang menaikkan doa syafaat. Kristus merupakan teladan yang paling baik mengenai hukum penting ini. Ia dianggap sebagai orang berdosa. Ia menjadi Imam Besar yang menjadi perantara kita. Kristus datang ke bumi dari istana gading indah, dilahirkan dalam sebuah palungan yang sederhana. Putra Allah memasang tendanya didalam perkemahan kita, menjadikan diri-Nya saudara seluruh umat manusia. Pencobaan merupakan jerat bagi-Nya, dan bibir-Nya mengecap kematian. Ia menderita dengan orang yang menderita, dan menelusuri jalan yang berbatu-batu yang kita, manusia fana, harus jalani. Yesus melambangkan kasih yang kekal. Kehidupan-Nya yang mengagumkan mendefinisikan pendoa syafaat -- seseorang yang menyatukan dirinya dengan orang lain.

Kedua, Pdt. Howells mencantumkan penderitaan yang mendalam sebagai hukum kedua bagi doa syafaat. "Jika kita hendak berdoa syafaat," Pdt. Howells mengatakan, "kita harus benar-benar seperti Tuhan."

Penulis kitab Ibrani (5:7) mengatakan bahwa Tuhan berdoa dengan "... ratap tangis dan keluhan." Rasul Paulus berkata, "... Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan." (Roma 8:26)

Yesus telah turun sampai kedalaman yang terdalam dalam lautan penderitaan batin; pasti, Getsemani merupakan dasar lautan itu. Di tempat itulah Ia mengalami penderitaan yang paling hebat. Di Getsemani, hati Tuhan hancur tidak terperikan. Kehidupan-Nya mengajarkan kunci doa syafaat -- belajar untuk menderita karena jiwa-jiwa.

Hukum Howells yang ketiga mengenai wewenang. Ia mengatakan, "Jika orang yang berdoa syafaat itu memahami penyatuan dan penderitaan yang mendalam, ia juga memahami wewenang. Orang yang berdoa syafaat dapat menggerakkan hati Tuhan. Ia pun menyebabkan Tuhan mengubah pikiran-Nya." Ress Howells menyatakan bahwa apabila ia menaikkan doa syafaat untuk suatu keperluan, dan percaya bahwa hal itu adalah kehendak Allah, ia akan selalu mendapatkan kemenangan.

Siapa yang Peduli akan Afrika Utara?

Pdt. Howells mengalami kemenangan yang mengherankan setelah seminggu penuh berdoa syafaat sementara Perang Dunia II berlangsung. Biasanya persekutuan doa tidak dilaksanakan pada Sabtu sore. Akan tetapi, pada suatu Sabtu sore, semua guru dan pelajar sekolah Alkitab diminta untuk mengadakan pertemuan doa pada sore hari, untuk memohon kepada Tuhan mengubah jalannya peperangan di Afrika Utara. Ini merupakan suatu beban yang berat.

Berdoa Syafaat.

Pada malam itu, Pdt. Howells dan keluarga sekolah Alkitabnya berdoa. Sehingga mereka mendapat kemenangan. "Tadinya, kukira Hitler diperkenankan untuk merebut Mesir," katanya, "tetapi sekarang aku tahu ia tidak akan merebut Mesir -- Aleksandria atau pun Kairo tidak akan jatuh." Pada akhir pertemuan doa itu, ia berkata, "Hari ini hatiku sangat bergairah. Tadinya aku seperti seseorang yang dengan susah payah mengarungi pasir. Tetapi sekarang aku sudah mengatasi kesukaran itu, sekarang aku dapat memegangnya dan menanggulanginya. Aku dapat menggoyangkannya."

Seminggu kemudian, sementara sepintas lalu membaca surat kabar, Pdt. Howells membaca bagaimana suramnya keadaan perang pada hari Sabtu itu, ketika mereka berhimpun untuk mengadakan pertemuan doa tambahan. Menurut artikel itu, pada akhir pekan itulah kota Aleksandria diselamatkan. Mayor Rainer, orang yang bertanggung jawab untuk menyediakan air minum bagi Pasukan Kedelapan (Eighth Army), terlibat dalam pertempuran itu. Kemudian hari, ia melukiskan kejadian itu dalam sebuah buku yang berjudul Pipe Line to Battle. Jenderal Rommel, yang dijuluki si Rubah Padang Pasir, telah memerintahkan tentaranya berbaris menuju Aleksandria dengan harapan akan merebut kota tersebut. Antara tentaranya dan kota Aleksandria terdapat sisa-sisa Angkatan Darat Inggris dengan hanya lima puluh tank, sejumlah kecil senjata artileri medan, dan lima ribu orang tentara. Angkatan Perang Jerman mempunyai jumlah tentara yang hampir sama, tetapi mempunyai kelebihan yang menentukan karena meriam-meriam 88 mm-nya yang unggul. Satu hal yang sama-sama terdapat dalam kedua angkatan bersenjata itu ialah kepenatan yang sangat karena panas terik yang membara dan kebutuhan mendesak akan air minum.

Mayor Rainer menceritakan, "Matahari bersinar dengan teriknya di atas kepala kami dan orang-orang kami sudah hampir kehabisan daya tahan mereka ketika serangan Nazi dipatahkan. Jika pertempuran berlangsung sepuluh menit lagi, maka pihak kami yang kalah. Tiba- tiba saja pasukan tank Mark IV mundur dari kancah peperangan. Pada saat itu, terjadilah sesuatu yang luar biasa. Sebelas ribu orang dari Divisi Panzer Ringan ke-90, pasukan elite dari Korps Jerman di Afrika, berjalan dengan tersaruk-saruk melintasi pasir gersang dengan tangan terangkat. Lidah mereka bengkak terjulur, pecah-pecah, dan hitam karena darah yang membeku. Sebagai orang setengah gila, mereka merenggut botol air dari leher tentara kami dan meneguk air yang memberi hidup antara bibir mereka yang pecah-pecah."

Kemudian hari dalam kisahnya, Mayor Rainer memberikan alasan untuk penyerahan yang sama sekali tak terduga ini. Angkatan perang Jerman sehari dan semalam tak mendapat air. Sementara pertempuran berkecamuk, mereka menyerbu garis pertahanan Inggris, dan dengan penuh sukacita, mereka menemukan pipa air yang bergaris tengah enam inci. Karena sangat membutuhkan air, mereka menembaki pipa itu dan dengan sembrono mulai meneguk air yang memancar keluar dari lubang-lubang itu. Karena rasa haus yang sangat, mereka minum sangat banyak tanpa menyadari bahwa itu air laut.

Mayor Rainer, yang memimpin pembangunan pipa air itu, telah memutuskan untuk menguji pipa itu untuk terakhir kalinya. Air tawar terlalu berharga untuk percobaan itu dan karenanya mereka mempergunakan air laut. "Sehari sebelumnya pipa itu kosong," tulis Mayor Rainer. "Dua hari kemudian," tambahnya, "pasti terisi air tawar bersih." Tentara Nazi tidak segera merasakan rasa asin itu karena perasa lidah mereka tidak tajam lagi karena air payau yang sudah biasa mereka minum dan juga karena kehausan yang sangat.

Hal yang perlu diperhatikan mengenai seluruh kejadian ini ialah bahwa doa syafaatlah yang mengakibatkan kejadian ini. Apabila Rees Howells tidak mengadakan pertemuan doa yang khusus, maka kisahnya akan lain.

"Siapa yang peduli akan apa yang terjadi di Afrika Utara?" Mungkin merupakan sikap beberapa orang, tetapi ada orang lain yang memedulikan. Syukur kepada Allah untuk pahlawan-pahlawan doa syafaat. Perhatian seorang pendoa syafaat terhadap orang lain sering kali dapat menentukan nasib bangsa-bangsa, mengubah hal-hal yang tidak dapat diubah oleh kekuasaan lain.

Menabur Benih Kasih

Pada zaman ini, dengan tak putus-putusnya orang menuntut tindakan sosial. Lagu-lagu populer berisi lirik seperti: "Marilah, kawan- kawan ... mari semua bersatulah, cobalah saling mengasihi, sekarang juga." Masyarakat mencari suatu kekuatan yang dapat menyembuhkan penyakit manusia -- mengadakan suatu perubahan khusus. Dari ahli filsafat sampai kepada musisi, jeritannya ialah: "Apa yang diperlukan dunia sekarang ini adalah kasih."

Sesungguhnya, tidak ada kekuatan yang lebih banyak meneruskan kasih manusia daripada doa syafaat. Manusia tidak dapat memberikan hadiah yang lebih besar kepada masyarakat daripada lutut yang bertelut. Pada hakikatnya, setelah semua sejarah dituliskan dan kita berdiri dihadapan Allah, kita akan tahu apa yang sebenarnya membentuk zaman ini. Apabila kita berbicara dengan Allah dalam kekekalan, dengan cepat kita akan mengetahui bahwa segala sesuatu yang berharga yang telah dilaksanakan itu berkaitan dengan doa syafaat.

Sumber: 

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku: Jalannya Tidak Mudah
Penulis: Dick Eastman
Penerbit: Gandum Mas, Malang
Halaman: 65 -- 77

CERTIFICATE OF CHRISTIAN LEADERSHIP

EVERYDAY HERMENEUTICS

  • Menafsirkan peristiwa kehidupan dalam kebenaran Tuhan.
  • Mendalami Christian Philosophy and Worldview sebagai jembatan memahami realitas kehidupan secara utuh sesuai dengan firman Tuhan.

PELAKSANAAN: selengkapnya...»

INFO NATAL 2008

Silakan simak informasi berikut:

1. KEBAKTIAN NATAL 2008

PELAKSANAAN:
HARI/TANGGAL : Jumat, 19 Desember 2008
WAKTU : Pukul 18.30 WIB
TEMPAT : SIBEC, ITC Surabaya
Jl. Gembong 20-30 Lantai TR (Depan Pasar Atom)
PEMBICARA : Pdt. Stephen Tong

BARU! KUMPULAN BAHAN NATAL DI NATAL.SABDA.ORG

Berikut ini adalah berita gembira bagi Anda yang sedang membutuhkan bahan-bahan seputar Natal berbahasa Indonesia! Yayasan Lembaga SABDA telah meluncurkan situs "natal.sabda.org" yang berisi kumpulan berbagai jenis bahan-bahan Natal yang berguna untuk Anda simak. Bahan-bahan tersebut diantaranya adalah Renungan Natal, Artikel Natal, Cerita/Kesaksian Natal, Diskusi Natal, Drama Natal, Puisi Natal, Tips Natal, Bahan Mengajar Natal, Blog Natal, Resensi Buku Natal, Review Situs Natal, e-Cards Natal, Gambar/Desain Natal dan Lagu Natal.. selengkapnya...»

Sekilas Hidup Reformator John Calvin di Jenewa dan di Strasburg

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Dari sejarah gereja, kita mengenal beberapa tokoh yang selalu berjuang mereformasi ajaran-ajaran gereja yang tidak sesuai dengan Alkitab dan berusaha mengembalikan ajaran kekristenan pada otoritas yang benar, yaitu Alkitab yang adalah firman Allah, dan kedaulatan Allah atas segala sesuatu. Salah satu tokoh yang kita kenal sebagai reformator yang paling berpengaruh adalah John Calvin.

Teolog asal Perancis ini menjadi tokoh sentral dalam pengembangan dan penyebaran Calvinisme, sebuah sistem teologi yang menekankan pada otoritas Alkitab dan kedaulatan Allah atas segala sesuatu. "Oleh pertobatan yang tiba-tiba terjadi, Allah menaklukkan jiwaku kepada kemauan (untuk menurut)," kata-kata yang beliau ucapkan inilah yang mungkin menjadi titik awal perannya yang sangat besar dalam gerakan reformasi gereja. Calvinlah yang membangun fondasi ajaran Reformed secara sistematis dan paling lengkap. Bagaimana semua itu terjadi? Tentunya semua ini tak lepas dari perjuangan hidup dan pelayanan beliau yang tak kenal lelah itu.

Menyambut Hari Reformasi tanggal 31 Oktober ini, mari kita simak edisi e-Reformed yang menyajikan riwayat hidup dan pelayanan John Calvin. Kiranya perjuangan dan semangat yang Calvin tunjukkan, dapat memberi inspirasi bagi kehidupan Kristen kita saat ini, khususnya semangat untuk mereformasi gereja kita masing-masing.

Untuk melengkapi artikel ini, kami ajak Anda pula untuk menyimak referensi seputar Reformasi, teologi Reformed, dan tokoh Reformasi yang kami tambahkan di bagian bawah artikel ini. Kiranya menjadi berkat.

Redaksi Tamu e-Reformed,
Dian Pradana

http://reformed.sabda.org

Penulis: 
Dr. J.L.Ch. Abineno
Edisi: 
104/X/2008
Tanggal: 
31-10-2008
Isi: 

Sekilas Hidup Reformator John Calvin di Jenewa dan di Strasburg

Pendahuluan

Calvin dilahirkan pada tahun 1509 di Noyon, Perancis Utara. Tahun 1523, ia memulai studinya di sekolah menengah di Paris. Di sekolahnya, ia diarahkan kepada humanisme dan tradisi Abad Pertengahan. Sesuai dengan kemauan ayahnya, ia kemudian melanjutkan studinya di bidang ilmu hukum di Orleans dan di Bourges. Ketika itu, pengaruh humanisme di Perancis sangat besar. Di situ, Erasmus, humanis Belanda, sangat dihormati dan dijunjung tinggi.

John Calvin

Sejak akhir Abad Pertengahan, hubungan antara gereja dan negara erat sekali. Karena itu, orang-orang Perancis sangat memusuhi reformasi. Mungkin dari kawan-kawannya, ia memeroleh bacaan yang memperkenalkannya pada reformasi. Mula-mula, ia tidak merasa tertarik pada "ajaran baru" itu. Tetapi pada akhir tahun 1533, tiba-tiba terjadi perubahan di dalam hidupnya. Calvin sendiri tidak banyak berbicara tentang hal ini. Hanya beberapa kali saja ia menulis tentang pertobatannya. Ia katakan: "Oleh pertobatan yang tiba-tiba terjadi, Allah menaklukkan jiwaku kepada kemauan (untuk menurut)."

Secara teologis, hal ini berarti bahwa sejak saat itu, pengaruh Lutherlah yang memimpin, bukan lagi Erasmus. Ia mau menggunakan ilmunya untuk pelayanan Injil yang ia temukan kembali. Tidak lama sesudah pertobatannya, "penyiksaan" terhadap orang-orang Kristen Perancis yang mengikuti "ajaran baru" itu memaksanya untuk meninggalkan tanah airnya. Mula-mula, Calvin pergi ke Strasburg. Namun tidak lama kemudian, ia melanjutkan perjalanannya ke Basel. Di sini, ia berharap dapat melanjutkan studinya dengan tenang. Di sinilah ia menyelesaikan karyanya, Institutio (edisi pertama). Tahun 1536, karyanya ini diterbitkan dalam bentuk buku. Edisi pertama dari karyanya ini hanya berfungsi sebagai semacam "katekismus" bagi orang-orang Perancis yang mengikuti gereja reformasi.

Pada tahun 1536, Calvin pergi ke Italia. Beberapa waktu lamanya, ia tinggal di istana seorang bangsawan wanita. Dari situ, ia pergi lagi ke sebelah utara dan berencana tinggal di Strasburg atau di Basel. Dalam perjalanannya itu, ia singgah dan bermalam di Jenewa. Pendeta Farel dari Jenewa mendengar bahwa orang muda Perancis -- yang telah ia dengar namanya sebagai seorang anak muda yang pandai -- sedang berada di kotanya. Ia segera pergi mengunjungi Calvin dan meminta dengan sangat agar ia tinggal di Jenewa, supaya keduanya bekerja sama untuk memajukan reformasi di kota itu. Mula-mula, Calvin menolak karena ia ingin belajar dengan tenang. Namun, Farel mendesaknya dengan kata-kata yang keras, bahkan dengan ancaman kutuk. Hal itu melunakkan hatinya, dan Calvin mengambil keputusan untuk memenuhi permintaan Farel.

I

Dalam pelayanannya yang pertama di Jenewa, Calvin bekerja dua tahun lamanya (1536 -- 1538) bersama-sama dengan Farel. Ia mula-mula diangkat oleh Dewan Kota sebagai lektor dan ditugaskan untuk mengajar pengetahuan Kitab Suci di St. Pierre (gedung gereja St. Petrus). Kemudian, Calvin diangkat menjadi pendeta. Tugas mengajar yang dipercayakan kepadanya, ia tunaikan dengan membahas surat-surat Rasul Paulus.

Pada bulan Oktober 1536, Calvin diundang menghadiri diskusi di Lausanne, tempat Farel membela ajarannya tentang "pembenaran oleh iman" serta penolakannya terhadap ajaran Gereja Katolik Roma tentang transsubstansiasi dan seremoni-seremoni gereja itu serta beberapa pokok yang lain.

Calvin juga mengambil bagian dalam diskusi itu. Banyak orang yang hadir, kagum terhadap pengetahuannya akan ajaran bapa-bapa gereja, seperti Tertulianus, Chrysostomus, dan Augustinus, mengenai pokok-pokok yang dibicarakan. Oleh pengetahuannya yang mengagumkan itu, banyak orang dimenangkan untuk reformasi. Nama Calvin segera tersebar ke mana-mana hingga pada tahun 1537, ia dan Farel dapat memulai pekerjaan reformasi mereka di Jenewa.

Pada tahun itu juga, Dewan Kota mengesahkan "Peraturan tentang Pemerintahan (Pimpinan) Gereja". Dalam peraturan itu, antara lain diatur perayaan Perjamuan Malam. Calvin berpendapat bahwa Perjamuan Malam harus dirayakan tiap-tiap minggu. Sungguhpun demikian, ia dapat menerima bahwa perayaan itu hanya diselenggarakan sekali sebulan, yaitu di dalam salah satu dari tiga gedung gereja besar di Jenewa. Untuk itu, perlu diadakan disiplin gerejawi yang dilakukan oleh gereja, dan bukan oleh pemerintah, sama seperti yang terjadi di mana-mana, karena orang mengikuti kebiasaan Luther dan Zwingli. Kita harus ingat -- katanya -- bahwa Kristus adalah Tuhan gereja. Karena itu, pemerintah tidak mempunyai hak untuk mencampuri pelayanan -- soal-soal -- intern gereja. Dengan jalan ini, Calvin menegaskan bahwa Kristuslah yang memerintah gereja, juga hidup lahiriahnya. Dalam ibadah harus dinyanyikan mazmur-mazmur.

Di dalam jemaat, timbul keberatan terhadap pandangan-pandangan di atas. Calvin dituduh sebagai pengikut Arminianisme. Dewan Kota setuju dengan keberatan itu karena Dewan Kota sendiri mau menjalankan disiplin. Dengan demikian, Dewan Kota merendahkan disiplin gerejawi menjadi semacam "pengawasan-polisi". Ketegangan ini mencapai puncaknya pada tahun 1538. Ketika itu diadakan pemilihan Dewan Kota. Dalam pemilihan itu nyata bahwa jumlah terbesar dari anggota-anggota Dewan Kota yang baru memihak kepada orang-orang yang menentang Calvin. Dewan Kota menuntut supaya Jenewa hidup menurut seremoni-seremoni Bern, supaya bejana-bejana baptisan yang dibuat dari batu digunakan lagi, dan supaya dalam Perjamuan Kudus digunakan roti yang tidak beragi.

II

Calvin dan Farel melawan tuntutan pemerintah tersebut. Mereka tidak setuju karena menurut mereka pemerintah sudah bertindak melampaui batas wewenangnya dan mencampuri hal-hal yang hanya boleh diatur oleh gereja. Mereka berjuang memertahankan kebebasan gereja. Sebagai jawaban atas sikap tersebut, pemerintah melarang mereka untuk memberitakan firman dalam ibadah. Namun, mereka tidak menghiraukan larangan itu. Akhirnya, pada bulan April 1538, pemerintah memecat Calvin dan Farel dan menyuruh mereka meninggalkan Jenewa.

Farel pergi ke Neuchatel. Dari situ, ia mengikuti perkembangan-perkembangan yang berlangsung di Jenewa. Calvin merasa tersinggung, tetapi juga senang, sebab kini ia dapat melanjutkan studinya dengan tenang.

Ia mula-mula pergi ke Bern dan sesudah itu ke Basel. Di kota ini, Bucer mengirim surat kepadanya dan memintanya datang ke Strasburg untuk memimpin jemaat Perancis yang terdiri dari orang-orang Perancis yang melarikan diri dan mencari perlindungan di Strasburg. Mula-mula, ia agak ragu. Namun, karena Bucer terus mendesaknya melalui surat-suratnya, akhirnya ia memenuhi permintaan Bucer dan berangkat ke Strasburg.

III

Di kota ini, Calvin bekerja tiga tahun lamanya (1538 -- 1541) sebagai pendeta dari jemaat orang-orang pelarian yang tinggal di Strasburg. Atas permintaan Capito, ia juga segera memulai suatu kursus teologi. Sama seperti di Jenewa, ia juga bekerja keras di Strasburg. Ia berkhotbah empat kali seminggu. Liturgi untuk ibadah, sebagian besar ia ambil alih dari liturgi Jerman yang banyak digunakan di Strasburg. Ciri khas liturgi ini ialah pengakuan dosa, pembacaan kesepuluh firman, penggunaan mazmur-mazmur sebagai nyanyian jemaat dalam ibadah Minggu pagi, dan berlutut ketika berdoa.

Di dalam gedung-gedung besar, Perjamuan Kudus dilayani setiap minggu, tetapi dalam jemaat Perancis dilakukan sekali sebulan. Calvin berpendapat bahwa dalam Gereja Katolik Roma, tugas jemaat di bidang puji-pujian (nyanyian) telah diambil alih oleh paduan suara dan organ. Karena itu, ia hendak mengembalikan tugas itu kepada jemaat. Tahun 1539, ia menerbitkan Kitab Nyanyian Mazmur yang memuat delapan belas mazmur dalam bentuk sajak, tujuh mazmur berasal dari dia sendiri, dan delapan mazmur dari Marot. Di samping itu, ditambahkan juga "sepuluh firman", "nyanyian puji-pujian dari Simeon", dan "Pengakuan Iman Rasuli (Apostolicum)". Kemudian, di Jenewa, ia menugaskan Marot dan Beza untuk menerjemahkan dan menuangkan seluruh kitab Mazmur dalam bentuk sajak, supaya dapat dinyanyikan oleh jemaat. Sebagai melodi untuk mazmur-mazmur ini, digunakan melodi-melodi dari Matthias Greiter, Louis Bourgeois, dan Maitre Pierre. Mazmur-mazmur tersebut dinyanyikan tanpa iringan organ.

Selain Kitab Nyanyian Mazmur, Calvin juga menyusun suatu formulir baptisan untuk memelihara jemaat dari ajaran kaum pembaptis ulang. Tahun 1539, ia menerbitkan edisi kedua dari karyanya, Institutio, yang tiga kali lebih tebal daripada edisi pertama. Dalam edisi kedua ini, ia juga membahas pengetahuan tentang Allah dan manusia, inspirasi Kitab Suci, kesaksian Roh Kudus, dan predestinasi kembar. Di samping itu, ia juga menerbitkan suatu tafsiran tentang surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma. Banyak ahli menganggap tafsiran ini sebagai suatu contoh dari karya ilmiah dan praktis.

Tahun 1540, ia menikah dengan Idelette de Bure, janda Jean Stordeur dari Luik, yang ia tobatkan dan mengikuti reformasi. Idelette membawa dua anak dari perkawinannya yang pertama. Dari perkawinannya dengan Calvin, ia memeroleh seorang anak laki-laki, tetapi anak itu meninggal dalam usia muda.

Seperti kita ketahui, Calvin adalah seseorang yang mencintai kesatuan gereja. Untuk mencapai kesatuan ini, diadakan diskusi antara teolog-teolog Katolik Roma dan teolog-teolog Protestan. Upaya itu dilakukan berturut-turut di Frankfurt (1539), di Hanegau (1540), di Worms (1540 --1541), dan di Regensburg (1541). Di Frankfurt, ia bertemu dengan Melanchton dan menjalin persahabatan dengannya. Di Regensburg, ia tidak puas dengan formulir-formulir "perdamaian" (antara Gereja Katolik Roma dan gereja-gereja Protestan) yang dirumuskan oleh Melanchton dan Bucer tentang ajaran Gereja Katolik Roma mengenai transsubstansiasi. Menurut Calvin, formulir-formulir itu agak jauh menyimpang dari ajaran reformasi.

IV

Sementara itu, pelayanan dalam jemaat di Jenewa tidak berjalan lancar. Pelayanan itu menemui banyak kesulitan. Pendeta-pendeta baru yang menggantikan Calvin dan Farel tidak memenuhi harapan Dewan Kota. Mereka juga tidak sepandai Calvin dan Farel. Hal itu antara lain terbukti dari surat Sadoletus, Uskup Carpentras. Ia menulis surat kepada jemaat di Jenewa dengan isi yang menarik. Ia mengatakan bahwa ia menolak perpecahan gereja -- maksudnya antara Gereja Katolik Roma dan gereja-gereja Protestan -- dan menyetujui, malahan memuji, firman Allah dan ajaran tentang pembenaran oleh iman. Karena itu, ia membujuk jemaat di Jenewa untuk kembali ke Gereja Katolik Roma. Dewan Kota berusaha untuk memeroleh bantuan dari berbagai pihak. Namun, usaha itu tidak berhasil. Tidak ada orang yang dapat membantu. Karena itu, sebagai usaha yang terakhir, Dewan Kota menulis surat kepada Calvin untuk meminta bantuannya. Calvin setuju. Dalam waktu enam hari, ia mengirim "jawaban" yang diminta oleh Dewan Kota di Jenewa (1539). Jawaban itu begitu baik, sehingga Uskup Sadoletus menghentikan bujukannya kepada jemaat di Jenewa.

Dewan Kota sangat berterima kasih atas surat itu. Karena itu, dalam suatu rapat, mereka mengambil keputusan untuk meminta Calvin kembali ke Jenewa, terutama karena timbulnya ketegangan-ketegangan politik di kota itu. Ketegangan-ketegangan politik itu makin lama makin bertambah besar. Mula-mula, permintaan Dewan Kota itu ditolak Calvin. Ia tidak mau melibatkan dirinya dalam kekacauan politik di Jenewa. Tetapi, pada tahun 1541, Farel menulis surat kepadanya dan meminta dengan sangat supaya permintaan Dewan Kota Jenewa itu diterima. Menurut Farel, Calvin harus melihat permintaan itu sebagai suatu panggilan Allah. Surat Farel itu dapat melunakkan hati Calvin. Ia menulis surat kepada Farel antara lain dengan kata-kata berikut: "Aku memersembahkan hatiku kepada Allah sebagai kurban." Kata-kata ini kemudian ia gunakan sebagai "semboyan" hidupnya.

V

Calvin kembali lagi ke Jenewa pada bulan September 1541 setelah hampir 3,5 tahun lamanya ia meninggalkan kota itu. Masa pelayanan Calvin yang kedua kali di Jenewa ini lamanya 23 tahun. Masa 14 tahun yang pertama (1541 -- 1555) penuh dengan perjuangan. Ia segera mulai dengan "peratuan-peraturan gerejanya". Di situ -- seperti yang telah kita dengar -- tercipta empat macam jabatan: pendeta (untuk pemberitaan firman), pengajar (untuk katekisasi dan pengajaran teologis), penatua (untuk penggembalaan dan disiplin), dan diaken (untuk pelayanan orang miskin dan orang sakit).

Pendeta-pendeta dan penatua-penatua merupakan "konsistori" yang memimpin jemaat dan melayani penggembalaan dan menyelenggarakan disiplin. Untuk pertama kalinya, gereja di Jenewa menjalankan pimpinannya sendiri. Maksud Calvin lebih jauh daripada itu. Ia mau supaya Kristus saja yang memunyai kuasa mutlak di dalam gereja. Dengan kata lain, "kristokrasi" ia jalankan dengan perantaraan pejabat-pejabat-Nya yang tunduk kepada firman-Nya. Dengan jalan itu, terhindarlah setiap campur tangan dari luar. Disiplin diselenggarakan dengan hukuman. Tiap-tiap penatua memunyai wilayahnya sendiri dan berhak mengunjungi tiap-tiap rumah tangga. Ia menciptakan berbagai alat disiplin: nasihat, pengakuan dosa, larangan untuk menghadiri perayaan Perjamuan, dan ekskomunikasi. Kalau semuanya ini tidak membantu, orang-orang yang bersangkutan diserahkan kepada pemerintah.

Pemerintah menghendaki perayaan Perjamuan Malam hanya dilayani empat kali setahun, juga bahwa dalam beberapa hal pemerintah lebih banyak memunyai hak daripada yang dikehendaki Calvin. Tetapi Calvin tidak setuju, juga waktu pemerintah berusaha untuk menguasai dan menyelenggarakan disiplin.

Calvin tidak berkata-kata lagi tentang keharusan untuk menandatangani pengakuan iman. Sebagai gantinya, ia meletakkan dasar yang kuat untuk pengajaran katekisasi dengan jalan menulis sendiri Katekismus Jenewa. Di situ dibahas tentang iman, perintah, doa, dan sakramen. Buku ini kemudian ditiru oleh gereja-gereja lain dan besar sekali pengaruhnya atas Katekismus Heidelberg. Bukan saja pengajaran katekisasi, ia juga menyusun liturgi-liturgi untuk ibadah jemaat. Dalam pekerjaan penyusunannya, ia menggunakan liturgi-liturgi yang ada pada waktu itu sebagai bahan. Namun, ia mengubahnya sesuai dengan liturgi yang digunakan di Strasburg. Dapat kita katakan bahwa Strasburg adalah tempat lahirnya bentuk "liturgi Reformed". Tetapi bentuk itu mula-mula jauh lebih kaya daripada bentuk yang digunakan pada saat ini.

Tadi kita telah mendengar tentang nyanyian jemaat (mazmur-mazmur) yang diusahakan oleh Calvin dan kawan-kawannya, yakni penyair mazmur Perancis, Clement Marot, dan Theodorus Beza (yang melanjutkan pekerjaan Marot). Melodi-melodi untuk nyanyian jemaat itu mula-mula diambil alih Calvin dari melodi-melodi yang digubah oleh Matthias Greiter dari Strasburg. Salah satu di antaranya ialah Mazmur 68 yang kita miliki sampai sekarang. Kemudian, di Jenewa, Calvin menugaskan Louis Bourgeois untuk melengkapi melodi-melodi yang telah ada. Ada 104 melodi yang berasal darinya. Kadang-kadang, ia mengubah lagu rakyat menjadi melodi gerejawi. Ketika Louis Bourgeois berselisih dengan Calvin dan meninggalkan Jenewa, tugasnya diambil alih oleh Maistre Pierre. Strasburg bukan saja tempat lahirnya bentuk "liturgi Reformed", melainkan juga tempat lahirnya "nyanyian Reformed". Nyanyian-nyanyian yang mereka susun memunyai nilai yang sangat besar bagi jemaat, bahkan hingga saat ini. Calvin juga menyuruh agar segala sesuatu yang dapat mengingatkan jemaat kepada gereja Katolik Roma -- seperti mazbah-mazbah, patung-patung, salib-salib, dan organ -- dikeluarkan dari gedung gereja.

Setelah waktu-waktu perjuangan, kini tibalah saatnya Calvin dapat bekerja dengan tenang (1555 -- 1564). Pengaruhnya saat itu makin bertambah besar, juga di bidang politik. Terhadap Bern dan lawan-lawannya, Calvin mengambil sikap bijaksana dan penuh perdamaian.

Sebagian besar pengaruh Calvin diperoleh dari karya-karyanya, terutama dari bukunya, Institutio, juga dari tafsiran-tafsirannya yang mencakup hampir seluruh Kitab Suci, dan kuliah-kuliahnya. Di samping itu, kita juga harus menyebut korespondensinya dengan pemimpin-pemimpin reformasi di hampir seluruh Eropa, terutama dengan orang-orang Perancis yang seiman dengannya. Buku-bukunya ia persembahkan kepada raja-raja dan orang-orang yang ternama di Inggris, Polandia, Swedia, Denmark, dan di tempat-tempat lain. Dengan jalan itu, ia sering menjalin hubungan baik dengan mereka.

Satu hal lagi yang menyebarkan pengaruh Calvin ke mana-mana, yakni Akademi Teologi yang ia dirikan di Jenewa. Mula-mula, akademi itu dipimpin oleh Castellio. Ia tidak bisa diangkat menjadi pendeta karena tidak mengakui Kidung Agung sebagai bagian dari Kitab Suci dan tidak mau menerima pengakuan mengenai "turunnya Yesus ke dalam kerajaan maut". Ketika ia ditegur oleh Dewan Kota, ia tidak terima. Ia lalu meninggalkan Jenewa. Hal itu menyebabkan mutu pendidikan di akademi itu makin lama makin merosot.

Pada tahun 1559, Dewan Kota di Bern mengusir pengajar-pengajar calvinis yang bertugas di Akademi Lausanne. Mereka pergi ke Jenewa, tempat akademi teologi baru dibuka. Yang menjabat sebagai rektor dari akademi itu ialah Theodorus Beza, teman Calvin, yang juga datang dari Lausanne. Akademi itu -- menurut rencana Calvin -- berfungsi sebagai alat untuk mendidik suatu generasi yang baru, yang saleh, dan yang berani berjuang. Bentuk humanitas di sini diisi dengan suatu esensi teokratis yang ketat. Akademi ini merupakan suatu pusat internasional. Banyak tokoh reformasi terkenal pernah belajar di akademi ini, antara lain John Knox (dari Skotlandia), Marnix St. Aldegonde (dari Belanda), dan Caspar Olevianus (salah satu dari penyusun Katekismus Heidelberg yang terkenal juga di Indonesia). Murid-murid ini kemudian menyebarkan reformasi -- sesuai dengan ajaran Calvin -- ke seluruh Eropa.

Calvin menghendaki agar seluruh rakyat di Jenewa ditempatkan di bawah hukum Allah. Untuk itu, bagi tiap-tiap golongan ditetapkan "kemewahannya". Bahkan, orang tidak bebas dalam pemilihan makanan dan pakaian. Maksud Calvin ialah untuk mendidik rakyat agar hidup hemat dan rajin bekerja. Untuk mencapai hal itu, pengaturan disiplin diterapkan secara ketat. Juga perselisihan dalam keluarga, kekerasan dalam pendidikan anak-anak, penipuan dalam perdagangan, dan sebagainya, dikenakan disiplin gerejawi. Dalam hal ini, tidak ada orang yang dikecualikan, juga keluarga Calvin sendiri. Demikianlah gaya hidup yang diciptakan Calvin di Jenewa. Melalui gaya hidup ini, lahirlah suatu generasi baru yang rajin bekerja. Hal itu menambah kesejahteraan hidup di Jenewa. Di mana-mana di Eropa, orang berusaha untuk mengikuti gaya hidup ini.

Persahabatan Calvin

Dalam hidup dan pekerjaannya, Calvin -- di sana-sini -- dipengaruhi oleh reformator-reformator yang lain, juga oleh Bucer, terutama saat mereka bekerja sama di Strasburg. Ia menghargai Bucer. Bucer juga menghargainya. Bukan hanya Bucer, juga pendeta-pendeta di Strasburg. Hal itu mereka ungkapkan dalam "surat kesaksian" yang mereka berikan kepadanya ketika ia berpisah dengan mereka dan akan kembali ke Jenewa. Dalam "surat kesaksian" itu, mereka antara lain mengatakan bahwa Calvin adalah "suatu alat yang sangat berharga dari Kristus, suatu alat ... yang tidak ada bandingannya, kalau ditinjau dari sudut kerajinannya yang luar biasa untuk membangun jemaat dan dari kemampuannya untuk membela dan menguatkannya melalui tulisan-tulisannya".

Sumber: 

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku : Bucer & Calvin: Suatu Perbandingan Singkat
Penulis : Dr. J.L.Ch. Abineno
Penerbit : PT BPK Gunung Mulia, Jakarta 2006
Halaman : 1 -- 5

Komentar


Syndicate content