John Calvin dan Inerrancy (II)

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Banyak keberatan yang diajukan oleh para kritikus kepada John Calvin yang menyudutkan pemikiran-pemikirannya sebagai "anti-inerrancy". Namun, benarkah Calvin demikian? Benarkah dia menolak kebenaran mutlak Alkitab? Dalam edisi ini, kita akan melihat lanjutan pembahasan dari edisi bulan lalu. Edisi lanjutan ini akan membahas tentang asumsi/dugaan 5 enigma (kebingungan) yang akan diajukan oleh para kritikus kepada Calvin jika memang benar ia tidak mengakui doktrin inerrancy, dan bagaimana kesimpulan penulis terhadap hal ini. Selamat membaca. Kiranya kita boleh belajar untuk semakin kritis dalam mengerti kebenaran Alkitab.

Ayub T.

Redaksi e-Reformed,
Ayub T.

 
Edisi: 
Edisi 182/November 2016
Isi: 

John Calvin dan inerrancy (II)

Seorang akan meneliti bagaimana pernyataan yang tidak mempunyai bukti dari pandangan "limited inerrancy" (yaitu pandangan inerrancy yang terbatas hanya pada hal-hal yang berkenan dengan iman dan etika) dapat sesuai dengan seluruh skema dari pekerjaan Calvin sepanjang hidupnya. Hal ini yang akan dibahas dalam makalah ini. Jika diasumsikan bahwa Calvin tidak mengakui doktrin inerrancy, maka kemungkinannya menurut saya akan muncul lima enigma (kebingungan).

Enigma pertama, berhubungan dengan proposisi bahwa Calvin memisahkan diri dari doktrin inspirasi dari skolastik yang berlaku saat itu, termasuk inerrancy, yang pada saat itu telah diakui dan telah diterima secara lazim pada paruh pertama abad ke-16. Namun, tidak ada fakta bahwa ia menolak implikasi dari doktrin inerrancy. Karena itu, kita di sini mengonfrontasi usul yang tidak masuk akal, yaitu bahwa ketika dengan tegas Calvin mengungkapkan perbedaan yang sangat banyak dengan pandangan Roma Katholik. Di dalam banyak pendapat yang muncul, kadang kala ia membiarkan pandangan Alkitab mereka tidak diganggu gugat. Tentunya jika Calvin menegur Roma Katholik di dalam permasalahan ini, bukanlah karena mereka taat membabi buta kepada seluruh pernyataan Alkitab, tetapi LEBIH kepada karena mereka gagal untuk menaati Alkitab secara benar (sesuai dengan mandatnya) atau untuk mengikat diri dari mereka sendiri kepada apa yang dinyatakan oleh Alkitab. Sangatlah aneh jika seseorang yang dipimpin di dalam iman yang sebesar ini, yang telah mampu melepaskan diri dari cara penerimaan Alkitab yang membabi buta ini, gagal untuk menyatakan tidak sependapat dengan mereka yang masih berada di bawah kuk ini. Pasti akan dikatakan bahwa hal tersebut terjadi karena Calvin takut bahwa dirinya akan diserang oleh permasalahan yang sama yang akan mengakibatkan pengajarannya tidak diterima dan berdasarkan kecerdikannya. Ia merasa adalah lebih bijaksana untuk tidak melakukan hal itu demi masa depannya, khususnya yang berkenan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai otoritas Alkitab. Rentetan alasan yang dimunculkan ini harus berhadapan dengan suatu keberatan yang serius, mengingat bahwa keterusterangan adalah tabiat Calvin untuk menyatakan suatu hal yang ia mengerti sebagai kebenaran.

Knowing yourself begins with knowing God -- John Calvin

Enigma kedua, timbul ketika asumsi tersebut dihubungkan dengan fakta bahwa Calvin dengan keras mengecam orang-orang seperti Servetus, Castellion, dan lain-lain, yang tidak menerima otoritas Alkitab atau tidak serius menerimanya. Di lain pihak, ia juga menentang mereka yang menerima apa saja sebagai otoritas, padahal tidak dimandatkan dengan jelas oleh Alkitab. Oleh karena itu, ketika Calvin menyanggah, baik kepada mereka yang tidak sepenuhnya menerima otoritas Alkitab maupun kepada mereka yang menerima otoritas yang tidak wajar di luar Alkitab, secara jelas, Calvin mengungkapkan keyakinan dan pengakuannya akan prinsip sola scriptura. Meyakini hal itu sambil memegang prinsip-prinsip sub rosa mengenai penerimaan yang utuh akan inspirasi Ilahi adalah merupakan suatu kepura-puraan atau sikap bermuka dua, dan sangat sulit menerima bahwa hal ini adalah karakteristik Calvin.

Enigma ketiga, berhubungan dengan kemampuan Calvin untuk bersahabat dengan orang-orang seperti Peter Martyr, Zanchius, dan lainnya, yang mengaku mengenal doktrin inspirasi, bahkan hingga ke poin dari penerimaan beberapa formula dari doktrin skholasitisme. Kita tidak pernah menemukan kritikan yang diajukan Calvin berkenaan dengan pandangan mereka. Tentunya, jika Calvin merasa bahwa pandangan yang kuat tentang inspirasi mampu membuat perpecahan yang serius di dalam gereja, ia tidak akan ragu-ragu untuk menyatakan ketidaksetujuannya ini. Yang terjadi adalah bahwa Calvin merekomendasikan penggantiannya, Theodore dari Beza, yang menurut para sarjana, secara praktis berorientasi kepada metodologi skolastik dan pandangan tentang Alkitabnya sesuai dengan kerja pikir inerrancy. Tidaklah benar jika mengatakan bahwa Calvin membuat rekomendasi tersebut karena ketidaktahuannya, karena ia mempunyai banyak kesempatan untuk mengenal keseluruhan pandangan dan metode dari Beza. Melalui pengaruh Calvinlah, Beza bekerja di Akademi Lausanne dan mendapat posisi sebagai direktur dari Akademi di Jenewa (1559) -- suatu proyek yang sangat penting dalam pandangan Calvin. Dalam lima tahun terakhir dari kehidupan Calvin, Beza mendiskusikan kepadanya tentang tanggung jawab dari pastoral konseling di Jenewa. Dengan restu Calvin, Beza berhasil menjadi konselor pernikahan di kota itu, di mana pengaruhnya berlangsung selama 40 tahun. Membayangkan bahwa Calvin dengan cara ini merekomendasikan seseorang yang mempunyai pandangan yang tidak dapat disetujuinya atau bahwa Calvin gagal melihat adanya jurang pemisah antara Beza dengan dirinya adalah hal yang tidak dapat diterima dan menggelikan, terutama sekali karena berdasarkan keberatan yang diajukan Beza yang tampaknya menolak pendekatan Calvin. Namun, fakta mengatakan bahwa jika ada satu keberatan muncul dari biografi Beza tentang Calvin, hal itu karena telah dibubuhi dengan beberapa elemen hagiography. Dengan demikian, Beza tidak lebih merasakan adanya jurang pemisah antara pandangan-pandangan Calvin dengan dirinya.

Enigma keempat, muncul dari fakta bahwa telah sangat lama berselang setelah kematian Calvin, tidak seorang pun berpikir bahwa Calvin memegang segala sesuatu kecuali pandangan yang ketat tentang doktrin inspirasi. Orang yang tidak setuju dengan pandangan demikian pasti akan memisahkan diri dari Calvin. Usaha-usaha orang mengepung Calvin untuk mendukung doktrin inerrancy yang terbatas, muncul menjadi suatu perkembangan pada akhir-akhir ini yang dibuat lebih tidak cocok dengan fakta karena hal ini timbul sangat terlambat di dalam sejarah pemikiran. Sulit untuk menerima bahwa pandangan Calvin telah disalahmengertikan oleh teman-teman dan musuh-musuhnya, dan bahwa kita harus menunggu sampai ke akhir abad 19 dan 20 untuk menangkap kembali kebenaran dari pandangannya. Jika ternyata Calvin berpandangan, misalnya seperti yang dikatakan oleh Rogers dan McKim, kita juga harus percaya bahwa Calvin berusaha keras untuk menyembunyikan pandangannya ini, tidak saja selama hidupnya, bahkan sampai 300 tahun setelah kematiannya. Hal ini adalah suatu mukjizat dalam hal menemukannya kembali tanpa menemukan sumber-sumber baru yang tidak terpecahkan oleh penulis-penulis sebelumnya. Pada faktanya adalah bahwa pandangan ini tidak pernah muncul terdokumentasi satu pun, baik oleh pernyataan-pernyataan Calvin maupun orang-orang sesamanya. Alasan utama yang menegaskan bahwa Calvin memegang doktrin inerrancy terbatas didasarkan pada keinginan banyak orang untuk memasukkan Calvin pada barisan orang-orang pendukung pendapat mereka. Namun, hal ini adalah ambisi yang tidak beralasan dan bukan keobjektifan akademis. Kita pasti bangga, bahwa banyak orang ingin untuk mendapat dukungan Calvin. Namun, keinginan ini tidaklah merupakan jaminan langsung untuk menyatakan bahwa Calvin mendukung pendapat yang baru-baru akhir ini saja ada di dalam teks.

Enigma kelima, berhubungan dengan sifat dasar dari fakta-fakta sebelumnya untuk membuktikan bahwa Calvin tidak memegang doktrin inerrancy.

Calvin dituduh bahwa ia mengakui kebebasan dari para penulis Perjanjian Baru dalam mengutip Perjanjian Lama -- dan ini sama dengan para penganut inerrancy yang modern -- tetapi Calvin memperlihatkan perhatian besar untuk menunjukkan keharmonisan arti dan kesesuaian metodologi dari para penulis Perjanjian Baru.

Calvin dituduh bahwa ia mengakui hanya perkiraan atau kurang ketepatan di dalam detail kronologis, akomodasi terhadap pandangan dunia, dan hidup dari dunia purbakala -- demikian juga pandangan inerrancy yang modern -- namun dia menimbulkan permasalahan ini untuk menunjukkan ketaatan dari praktis penulis-penulis Alkitab (misalnya bandingkan 1 Korintus 10:8).

Calvin dituduh menyamakan kekuatan kalimat pengajarannya dengan Alkitab -- dan demikian juga inerrancy yang modern -- namun hal itu adalah untuk menguraikan pengajarannya yang sesuai dengan pola dari kalimat-kalimat di dalam Alkitab. Bagi Calvin, mengajar adalah untuk menguraikan Alkitab secara terperinci dan tidak ada hal yang lain.

Calvin dituduh memperhatikan doktrin dan etika Firman, dan tidak mau menghabiskan waktunya dengan detail yang tidak mengenai pokok permasalahannya -- dan inerrancy yang modern tidak mempunyai alasan yang baik untuk bergabung dengannya --, namun hal ini tidak berarti bahwa Calvin berpandangan ada masalah-masalah minor yang bertentangan di dalam Alkitab autographa . Karena itu, di dalam pengajarannya, Calvin berusaha untuk mengorelasikan ayat-ayat Alkitab. Hal ini dicatat di dalam Commentary on the Harmony of the Gospel dan di dalam keseluruhan tulisannya. Beberapa orang menganggap penjelasan ini tidak masuk akal. Namun, makin banyak penjelasan yang ia berikan, lebih banyak lagi bukti yang menunjukkan kesatuan dan keharmonisan Alkitab.

Calvin dituduh menyatakan bahwa ada beberapa kesalahan di dalam Alkitab yang harus diperbaiki -- dan kaum inerrancy yang modern tidak mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan teks autographa -- tetapi hanya 2 contoh tipe ini yang dikemukakan dari tulisan Calvin, yaitu ulasan dari Matius 27:9 dan dari Kisah Para Rasul 7:16, dan kedua ayat ini lebih baik ditafsirkan sebagai perbedaan di dalam kritik tekstual (textual criticism) daripada koreksi Calvin dari pesan aslinya. Tentunya, jika ada pengakuan tentang adanya kesalahan yang tercantum di dalam tulisan Calvin, seseorang dari antara ke-28 sarjana di dalam daftar yang kedua di atas dapat menemukannya dan mengutipnya untuk membuktikan kebenaran pandangan mereka. Tentu, mereka tidak membiarkan permasalahan ini di dalam ketegangan dan tetap hanya mengutip bagian-bagian yang tidak meyakinkan.

When the Bible speaks, God speaks -- John Calvin

Saya sangat meyakini posisi saya dalam persoalan ini. Sebagai bukti dari keyakinan saya akan pengetahuan tentang John Calvin, maka saya siap untuk memberikan hadiah US$. 100.00 kepada orang pertama yang dapat membuktikan dari tulisan Calvin yang otentik bahwa Calvin menolak kebenaran dari teks autographa dari setiap pernyataan Alkitab.

Diambil dari:
Nama buku : Majalah Momentum
Judul artikel : John Calvin dan Inerrancy (II)
Penulis artikel : Roger Nicole
Penerbit : LRII, Jakarta, 1996
Halaman : 33-36

Yuk, Ikut Kelas Natal!

Stop Press! Yuk, Ikut Kelas Natal!
<

John Calvin dan Inerrancy (I)

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Bulan ini adalah bulan Reformasi Gereja. Untuk memperingatinya, edisi e-Reformed kali ini menyajikan sebuah artikel yang mengupas satu isu penting yang menimpa salah satu reformator gereja dalam kiprahnya sebagai penafsir dan pengkhotbah yang alkitabiah. Tokoh yang saya maksud adalah John Calvin, "a man of the Bible", julukan yang cukup pantas diberikan kepadanya, seorang pemikir dan pengkhotbah Kristen yang mendobrak banyak kekeliruan gereja Roma Katolik semasa hidupnya hingga pertengahan abad ke-16. Banyak hal yang sudah ia kerjakan sebagai pelayan Tuhan terutama dalam penyelidikan teks Alkitab.

Karya-karya yang dikerjakan John Calvin semasa hidupnya menjadi salah satu referensi penting yang digunakan oleh banyak pemikir Kristen dan teolog modern untuk menyelidiki Alkitab. Ia memakai sebagian besar waktu hidupnya untuk menguraikan dan menjelaskan banyak buku dalam kitab suci. Tak hanya itu, sejarah gereja juga mencatat bahwa John Calvin telah berkhotbah ratusan kali di hadapan banyak orang. Seluruh tema khotbahnya dipusatkan pada pentingnya Alkitab dan manfaat pengajaran Alkitab. Namun, ia juga tidak luput dari tuduhan beberapa kritikus kristen yang menyatakan bahwa ia menolak doktrin "ineransi Alkitab". Kita akan melihat bersama kilas kehidupan sang reformator dan konflik yang dihadapinya dalam menegakkan iman Kristen. Karena artikel ini cukup panjang, redaksi membagi menjadi dua bagian. Bagian selanjutnya akan dipublikasikan dalam edisi e-Reformed bulan November. Selamat membaca. Soli Deo Gloria!

Ayub T.

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Ayub T.

Edisi: 
Edisi 181/Oktober 2016
Isi: 

Jika ada sesorang yang layak untuk menerima sebutan "manusia Alkitabiah" (a man of the Bible), maka John Calvin adalah orang yang memenuhi seluruh persyaratannya. Pengabdiannya kepada otoritas Firman Allah sangat jelas dalam karyanya Institutes I.vi-ix dan IV.viii, tanpa menyebutkan sejumlah halaman lainnya di dalam karyanya tersebut. Hal ini didukung dengan tujuannya yang jelas dalam bukunya, yaitu dari awal hingga akhir tidak menguraikan apapun secara terperinci, kecuali apa yang ada di dalam Alkitab. Penyusunan Institutes itu sistematis, di dalam natur isinya bertujuan untuk menjadikan karya tersebut Alkitabiah dan banyak mengacu pada Alkitab. Indeks buku ini di dalam terjemahan Beveridge ada 14 halaman yang masing-masing mempunyai 3 kolom (dengan tiap kutipan dihubungkan lebih dari satu kali) dengan kurang lebih 60 baris di setiap kolomnya. Jumlah ini mencapai lebih dari 2500 referensi. Calvin juga berusaha mengkhotbahkan seluruh Alkitab, namun batas hidupnya tidak memberikannya kesempatan untuk menyelesaikan seluruh rencana tersebut secara sempurna. Untuk memberikan gambaran tentang lingkup pekerjaan yang dilakukannya, dapat dicatat bahwa ia telah memberikan 200 khotbah dari kitab Ulangan, 159 khotbah dari kitab Ayub. Di dalam ke 22 khotbahnya dari kitab Mazmur 199, seluruh tema khotbah itu berpusat pada pentingnya Alkitab dan manfaat pengajaran Alkitab. Selain itu, Calvin mempersiapkan dan menerbitkan tafsiran yang luas dari kitab Kejadian hingga Yosua, Mazmur, dan seluruh kitab-kitab nabi Perjanjian Lama, kecuali Yehezkiel 21-48, demikian juga dengan Perjanjian Baru, kecuali 3 kitab ( 2 Yohanes, 3 Yohanes, dan Wahyu). Di dalam risalah dan surat-surat Calvin, kita menemukan lebih banyak lagi bukti mengenai minat dan ketaatannya kepada Kitab Suci.

Seluruh tulisan ini banyak pertanyaan langsung yang memberikan indikasi bahwa Allah adalah pengarang Alkitab, bahwa penulis-penulis kudus merupakan mata pena atau mulut Allah, bahwa Allah mendiktekan Alkitab kepada mereka, dan bahwa otoritas Alkitab didasarkan pada fakta dari keilahian pengarang-Nya. Secara harafiah, ada beberapa referensi yang dapat dan telah dikutip untuk mendukung pendapat ini. Tafsiran 2 Timotius 3:16 dari Calvin yang sangat terkenal, dapat dipakai sebagai contoh suatu pandangan yang menggambarkan Calvin.

John Calvin

Inilah prinsip yang membedakan kepercayaan kita dari kepercayaan lainnya, yaitu kita tahu bahwa Allah telah berbicara kepada kita dan kita yakin sepenuhnya bahwa para nabi tidak berbicara dari dirinya sendiri, tetapi sebagai alat Roh Kudus. Mereka hanya mengungkapkan apa yang ditugaskan dari Surga. Setiap orang yang rindu untuk menerima pengajaran Alkitab, harus terlebih dahulu menerima hal ini sebagai prinsip dasar yang telah tegak berdiri, yaitu bahwa Taurat dan kitab para nabi tidak memberikan pengajaran untuk menyenangkan manusia atau bersumber dari pikiran manusia, tetapi yang didiktekan oleh Roh Kudus. Jika seseorang menolak dan bertanya bagaimana hal ini dapat diketahui, jawaban saya adalah bahwa hal ini dapat terjadi melalui wahyu dari Roh yang sama, yang dicurahkan baik kepada yang belajar maupun kepada pengajar-pengajar, yang akan mengungkapkan bahwa Allah adalah pengarang Alkitab. Musa dan para nabi tidak mengucapkannya secara gegabah maupun tidak teratur tentang apa yang telah kita terima dari mereka, tetapi berbicara berdasarkan dorongan dari Allah, sehingga dengan berani dan tanpa takut, mereka menyaksikan kebenaran, sebagaimana mulut Tuhan sendiri yang berbicara melalui mereka. Roh yang sama, yang telah meyakinkan Musa dan para nabi tentang pekerjaan mereka, kini bekerja juga di dalam hati kita, sehingga Dia berkenan memakai mereka sebagai pelayan-pelayan Firman untuk mengajarkan kepada kita. Inilah arti dari uraian pertama bahwa kita berhutang pada Alkitab, yaitu hutang kemuliaan yang sama seperti hutang kemuliaan kita kepada Allah, karena Alkitab bersumber dari Dia dan tidak bercampur dengan sumber dari manusia.

Di dalam menggunakan kata "dikte" yang akan sering kita jumpai di dalam karya Calvin, rupanya Calvin tidak bermaksud untuk mengindikasikan tentang metode tertentu yang mungkin digunakan Allah untuk mengomunikasikan isi Alkitab ke dalam pikiran para pengarangnya, manusia. Fokusnya adalah pada hasil akhirnya - yaitu pada fakta bahwa teks yang dihasilkan dari tangan penulis-penulis kudus tersebut, sesungguhnya adalah karya sejati Allah sendiri, kelihatannya seolah-olah Alkitab itu didiktekan langsung kata demi kata oleh Dia. Bagaimana Allah bekerja untuk mencapai tujuan ini, tanpa menggunakan metode khusus yang akan mengurangi sifat kemanusiaan pengarangnya dan merubahnya menjadi robot, tidak dijelaskan. Permasalahan seperti ini, yang terus menerus dihadapi oleh pemegang doktrin inspirasi plenary, memang muncul di dalam tulisan Calvin, tetapi di sini kita tidak menemukan suatu usaha rasional yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan tersebut.

Holy Bible

Pengakuan Calvin atas otoritas Alkitab dengan sangat jelas terlihat di dalam penyerangannya kepada teologi Roma Katolik di satu pihak, dan kepada kelompok yang hanya berdasarkan emosi atau semangat saja di lain pihak. Dalam serangannya kepada teologi Roma Katolik, harus diperhatikan bahwa ia tidak pernah mencaci mereka, karena kepatuhannya yang berlebihan kepada Alkitab. Sebaliknya, dengan penuh kerelaan dan tanpa syarat, ia menerima otoritas Alkitab yang kanon yang diterimanya melalui gereja Katolik. Batas-batas kanolikal tersebutlah yang perlu diselidiki, sehingga dalam hal ini pandangan Roma Katolik yang berkenan dengan hal ini harus diperbaiki. Tetapi, ketika yang berkenan dengan kitab yang diakui sehingga kitab kanon, tidak pernah Calvin berkeberatan dengan otoritas kitab-kitab tersebut.

Dalam hubungannya dengan golongan yang hanya berdasarkan emosi atau semangat di satu pihak, Calvin dengan keras menekankan bahwa pengetahuan manusia tentang Allah hanya bersumber dari Alkitab semata dan bahwa manusia tidak dapat memiliki wahyu-wahyu yang diterima pribadi yang setara dengan Alkitab, sehingga dapat menggantikannya atau bahkan dapat menambahkan ajaran-ajarannya. Dia menekankan pandangan yang sama ini ke dalam perbedaan dengan konsep Roma Katolik tentang tradisi dan meminta dengan tegas untuk menahan diri dari spekulasi, bahkan dari daya tarik yang besar yang mengarah kepada arah yang bertujuan untuk menjaga ketenangan hati seseorang. Kita dapat sekali lagi mengutip tafsiran 2 Timotius 3:16 kembali.

Dengan tidak langsung, dia menegur orang-orang yang suka melakukan hal yang sia-sia, yang memberikan makan orang-orang dengan spekulasi kosong seperti angin. Dengan alasan yang sama, saat ini kita mungkin menghukum setiap orang yang tidak peduli kepada pengajaran-pengajaran rohani dan yang dengan licik selalu mengganggu dengan pertanyaan yang tidak berguna. Setiap kali kelicikan seperti ini di bicarakan, mereka harus ditangkis dengan perisai, yakni frasa yang mengatakan, "Alkitab itu bermanfaat". Berdasarkan hal ini, maka menggunakan Alkitab secara sia-sia itu adalah salah.

Berdasarkan hal ini, terlihat aneh jika natur dari doktrin inspirasi Calvin yang setepat-tepatnya menjadi pokok pertengkaran yang luar begitu gencar dan secara terbuka. Karena doktrin ini merupakan poros bagi seluruh stuktur iman yang Calvin pahami, sehingga normal saja jika berharap bahwa Calvin menyatakan posisinya di dalam topik ini secara jelas. Inilah tujuan dari penulisan ini, bahwa Calvin secara fakta, melakukan hal itu dan pernyataan-pernyataan para sarjana Alkitab lainnya yang memberikan kesan bahwa Calvin mengakui tentang banyaknya limitasi tajam di dalam doktrin otoritas Alkitab adalah sangat mengaburkan permasalahan, itu hanya bertujuan untuk membuktikan bahwa kepercayaan Calvin sesuai dengan mereka dan/atau untuk menunjukan keraguan atau pertanyaan, yang secara sederhana mencerminkan adanya keraguan atau ketidakpastian sebagaimana yang telah diajukan sebelumnya oleh reformator Jenewa ini.

Knowing yourself begins with knowing God -- John Calvin

Kenyataan ini sangat jelas sehingga telah banyak tulisan diterbitkan berkenan dengan masalah tersebut. Di dalam 1900 bibliography Ericshon, telah ada 6 judul penulisan yang relevan, tanpa memperhitungkan lebih dari 16 karya yang berhubungan dengan Calvin sebagai seorang pengeksegese. Di dalam karya Niesel, yang diterbitkan tahun 1959 menambahkan jumlahnya menjadi 52 judul, dan D. Kempff menambahkan 70 lagi sampai tahun 1974. Hingga akhir tahun 1982, banyak sumbangan-sumbangan pemikiran yang lebih matang telah diterbitkan. Tentu saja, di dalam kerangka pikir satu makalah saja sangat sulit untuk menguraikan seluruh pokok-pokok permasalahan ini secara terperinci. Appendix bibliophical menyajikan hasil survey dari pekerjaan -pekerjaan tersebut yang diberikan kepada saya dengan evaluasi singkat mengenai hubungan mereka dengan sikap inerrancy Calvin. Dalam bagian ini, hanya disebutkan secara kronologis nama-nama penulis yang berpendapat bahwa Calvin menyetujui inspirasi verbal dan inerrancy, dan yang menolaknya, sehingga menyatakan bahwa mereka tidak layak diterima sebagai anggota dalam Evangelical Theological Society.

Penulis-penulis buku yang menyatakan bahwa Calvin memegang doktrin inerrancy (untuk pekerjaanya yang terperinci, lihat lembar appendix. Nama-nama mereka yang tidak memegang doktrin inerrancy ditandai dengan bintang, dan dukungan mereka sangat berarti karena mereka tidak bertujuan untuk mengasimilasikan/mencocokkan doktrin Calvin agar sesuai dengan doktrin mereka) termasuk L.Bost (1883). C.D.Moore (1893), *R.Seeberg (1905,1920), *O.Ritschl (1908), *P.Lobstein (1909), *J.orr (1909), B.B.Warfield (1909), *P.Wernle (1919), *A.M.Hunter (1902), *Herman Bauke (1922), D.J.de.Groot (1931), C.Edward (1931), T.C.Johnson (1932), A.Christie (1940), *R.Davies (1946), K.Kantzer (1950,1957), *E.Dowey (1952), *B.A.Gerrish (1957), *R.C.Johnson (1959), J.K.Mickelsen (1959), A.D.R.Polman (1959), L.Praamsma (1959), J.Murray (1960), P.Hughes (1961), *H.J.Forstman (1962), J.I.Packer (1974;1984), J.Gerstner (1978), R.A.Muller (1979), L.J.Mitchell (1981), J.Woodbridge (1982).

Penulis-penulis buku yang menyatakan bahwa Calvin menolak inspirasi verbal dan inerrancy Alkitab, adalah H.Heppe (1861), P.Menthonnex (1873), J.Cramer (1881), C.A.Briggs (1883, 1890, 1892), E.Rabaud (1883), A.Benezech (1890), J.Pannier (1893, 1906), E.Gauteron (1902), J.Chapuis (1909), E.Doumerge (1910), J.A.Cramer (1926), H.Clavier (1936), W.Niesel (1938), P.Lehmann (1946), F.Wemndel (1950), T.H.L.Parker (1952), H.Noltensmeier (1953), R.S.Wallace (1953), W.Kreck (1957), J.K.S.Reid (1957), J.T.McNeill (1959), L.deKoster (1959,1964), R.C.Prust (1967), F.L.Battles (1977), R.Stauffer (1967), J.Rogers and D.McKim (1979), D.W.Jellema (1980).

Di antara jumlah tersebut ada beberapa orang yang memegang pandangan yang agung (high view) tentang Alkitab, yang berusaha menyatakan bahwa Calvin mendukung pendapat mereka. Kasus yang berkenaan dengan hal ini ditemukan buku terbaru karya Rogers dan McKim, yang berjudul The Authority and Interpretation of the Bible (Otoritas dan penafsiran Alkitab). Mereka berpendapat bahwa dengan kecakapan kesarjanaannya yang luar biasa, Calvin membebaskan diri dari belenggu sistem Skolastisisme dan dari dominasi gereja Roma Katolik. Calvin benar-benar mendasarkan teologinya pada otoritas Alkitab, memandang Alkitab sebagai norma iman dan praktis diberikan oleh Allah secara khusus hanya untuk tujuan religius. Karena itu, jika mengembangkan materi yang menyangkut iman dan etika itu lebih jauh akan berbahaya. Allah menyatakan bahwa Alkitab secara keseluruhan dapat dipercaya, namun pengawasan Ilahi ini tidak meluas hingga sampai kepermasalahan yang tidak relevan dengan iman, seperti sejarah, geografi atau ilmu pengetahuan secara mendetail. Di dalam bidang ini Rogers dan McKim percaya, Calvin berpendapat bahwa para penulis Alkitab diizinkan untuk dipakai dalam keterbatasan pengetahuannya, sehingga mencampurkan ke dalam Alkitab catatan-catatan data yang salah. Hal ini ditekankan, khususnya di dalam tafsirannya, Calvin sendiri mengakui terlihat banyak ketidaksesuaian yang disebabkan oleh keterbatasan manusia. Kebebasan dalam pengutipan Perjanjian Lama yang dimasukkan ke dalam Perjanjian Baru, misalnya, adalah suatu bentuk kebebasan yang Calvin sering temui di banyak tempat di Perjanjian Baru, yang juga dipakai untuk mendukung pendapat ini.

When the Bible speaks, God speaks -- John Calvin

Sebagai jawaban dari seluruh pendekatan permasalahan ini terdapat 2 arah kesimpulan yang berbeda. Seorang dapat mempelajari secara terperinci contoh-contoh yang ditemukan untuk membuktikan bahwa Calvin mengakui adanya kesalahan di dalam teks asli Alkitab. Tentu saja hal ini harus diteliti karena jika ada pernyataan yang mengekspresikan adanya kesalahan tersebut, walaupun pada fakta hanya ada satu saja yang mengekspresikan hal itu, telah merupakan dasar yang kokoh untuk mengatakan bahwa doktrin Calvin tentang otoritas Alkitab tidak meliputi atau tidak berimplikasi kepada suatu penegasan doktrin inerrancy. Presuposisi yang diambil dari sini adalah bahwa Calvin konsisten dengan dirinya sendiri, sehingga ia tidak akan menegaskan sesuatu di satu tempat apa yang ia sangkal di tempat lainnya. Mereka yang mengenal karya Calvin akan langsung menyetujui presuposisi ini, karena asumsi ini bukan tidak beralasan. Penelitian-penelitian seperti ini telah sering dilakukan, namun maafkanlah saya, jika dalam penulisan ini saya tidak berusaha untuk mengulang kembali seluruh pernyataan tentang kesalahan-kesalahan yang tidak dapat dibuktikan ini.

Diambil dari:
Nama buku : Majalah Momentum
Judul artikel : John Calvin dan Inerrancy (I)
Penulis artikel : Roger Nicole
Penerbit : LRII, Jakarta, 1996
Halaman : 22-33

Alkitab Satu-Satunya Kebenaran Mutlak

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Injil yang utuh adalah Injil yang sepenuhnya diberitakan melalui kebenaran Alkitab, sumber utama bagi jiwa yang haus untuk dapat menemukan Kristus dan Roh Kudus, di luar itu tidak ada jalan lain. Dalam edisi kali ini, redaksi e-Reformed menyajikan sebuah artikel yang bertajuk tentang Alkitab dan Injil. Kita akan belajar dari Paulus, sang misionaris besar yang mengawali berdirinya banyak gereja dan gerakan penginjilan di Eropa. Kiranya kita boleh semakin terbeban untuk memberitakan Injil Kristus kepada setiap jiwa yang Tuhan percayakan untuk kita Injili. Soli Deo Gloria!

Ayub T.

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Ayub T.

Edisi: 
Edisi 180/September 2016
Isi: 

Bagi banyak orang, kebenaran itu relatif, bergantung pada kepercayaan yang dimiliki dan kebenaran itu sering dianggap menjadi mutlak bagi para penganut kepercayaan tersebut. Inilah pengertian banyak orang. Untuk membuktikan apa Alkitab itu satu-satunya kebenaran mutlak, harus dibuktikan dari perkataan Alkitab itu sendiri. Biarlah Alkitab itu membela dirinya sendiri.

Alkitab dibelenggu

Salah satu bagian Alkitab yang sangat penting yang berkaitan dengan topik ini adalah Galatia 1:6-10, di mana Rasul Paulus menegaskan kemutlakan firman yang ia beritakan kepada umat Kristen di Galatia. Ia adalah pemberita firman Tuhan kepada umat Galatia. Mereka mengenal dan percaya kepada Kristus melalui pelayanannya dan tim yang bersama-sama dengannya. Ia dengan kuasa Roh Kudus berkhotbah kepada umat Galatia yang belum pernah mendengarkan siapa itu Yesus. Dan, melalui pemberitaan itu, mereka menerima kebenaran dan percaya serta menjadi pengikut Kristus.

Namun, tidak lama kemudian, Rasul Paulus harus meninggalkan daerah Galatia, dan di saat ketidakhadirannya, sekelompok penganut agama Yudaisme menyelusup masuk dan memengaruhi iman mereka yang masih muda, hingga mereka ingin berbalik kepada Yudaisme yang mengajarkan bahwa percaya pada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat itu tidak cukup, tetapi harus ditambah dengan ritual-ritual yang diajarkan Musa di Perjanjian Lama untuk menyempurnakan iman mereka. Mereka juga dipengaruhi mempertanyakan kerasulan yang dimiliki Paulus.

Mendengar apa yang terjadi di Galatia, Paulus merespons dengan menulis surat Galatia ini untuk mengingatkan mereka bahwa ia sungguh-sungguh rasul yang dipilih langsung oleh Kristus sendiri (Galatia 1:1). Namun, ia tidak berlama-lama membela kerasulannya, ia justru memfokuskan apa yang terjadi di gereja itu. Ia tidak mengawali tulisannya dengan ucapan syukur seperti biasa dilakukan dalam tulisannya kepada jemaat yang dirintisnya. Ia mengutarakan kekecewaannya dengan perkataan ini, "Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu dan mengikuti suatu Injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus" (Galatia 1:6-7).

Keheranan Rasul Paulus terdiri dari dua hal: pertama, ia heran karena begitu cepat mereka berbalik dari Kristus. Ketika ia ada di Galatia, mereka menunjukkan kesungguhan iman dan kesetiaan mereka pada Kristus. Mungkinkah karena iman mereka begitu muda sehingga begitu mudah diperdaya orang-orang yang sengaja ingin merusakkan iman mereka? Atau, mungkinkah karena sebagian mereka tidak sungguh-sungguh percaya pada Kristus, tetapi hanya merasa percaya pada Kristus? Sepertinya, kedua pertanyaan ini memiliki kemungkinan. Namun, pertanyaan pertama di atas memiliki pengaruh yang lebih besar, khususnya ketika orang-orang yang menyelusup tersebut menyerang kerasulan Paulus dan mempertanyakan statusnya sebagai Rasul Kristus. Jika jemaat Galatia sudah ragu akan kerasulan Paulus, mereka juga akan meragukan berita atau Injil yang diberitakannya. Namun, hal ini ditegaskannya mengenai siapa ia sesungguhnya dan apa Injil yang ia beritakan.

Keheranan Paulus yang kedua adalah mereka begitu cepat mengikuti "suatu Injil lain, yang sebenarnya bukan Injil". Apa sebenarnya "Injil itu"? Ia memberi jawabannya dalam 1 Korintus 15:3b-5, "Bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci."

Singkatnya, Injil itu adalah berita kehidupan, kematian, penguburan, dan kebangkitan Kristus dari antara orang mati. Berita dan Injil yang disampaikan Paulus kepada orang-orang Galatia bahwa Injil itu adalah segala sesuatunya yang berhubungan dengan Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Kristus telah mengorbankan diri-Nya sendiri untuk memperdamaikan manusia berdosa dengan Allah. Kristus telah mati di kayu salib menggantikan manusia berdosa dan apa yang telah dilakukan-Nya dalam hidup-Nya, penyaliban-Nya, kematian-Nya, dan kebangkitan-Nya telah cukup bagi umat manusia untuk memperoleh hidup yang kekal dan surga. Jika ada suatu ajaran, pandangan, dan pemikiran bahwa manusia tidak cukup percaya pada Kristus untuk memperoleh hidup yang kekal dan surga, tetapi juga harus melakukan amal dan perbuatan baik, hal itu merupakan suatu injil lain yang harus ditolak sebagai kebenaran.

Paulus menegaskan bahwa injil lain tersebut adalah injil yang tidak sama dengan Injil Kristus meskipun memakai nama dan istilah yang sama. Kata "lain" dalam paduan kata "injil lain" adalah kata "heterogen" suatu Injil yang tidak sejenis dan sama. Dengan kata lain, orang-orang yang memengaruhi jemaat Galatia meninggalkan ajaran yang diajarkan Paulus adalah suatu ajaran yang bertolak belakang dengan ajaran Paulus meskipun memakai nama dan istilah yang sama yaitu Injil, tetapi isi atau berita yang disampaikan sangat berbeda dan siapa yang mengikutinya tidak akan memperoleh hidup yang kekal.

Kebenaran di Luar Injil Kristus Bukanlah Kebenaran Mutlak

Alkitab dibelenggu

Rasul Paulus sangat kecewa dengan jemaat Galatia yang membelot kepada injil lain, yang menganggap injil lain lebih baik dari Injil yang diberitakannya. Tetapi kenyataannya, injil lain itu tidak memberikan hidup kekal. Masa sekarang, masa kebebasan berpendapat, namun ketika pendapat itu berkaitan dengan hidup manusia, kita dituntut bersikap hati-hati. Ketika kebebasan berpendapat menduduki mimbar-mimbar gereja, dan kebebasan itu merendahkan dan meremehkan Injil sebagai kebenaran mutlak, di saat seperti itulah umat percaya harus bertindak seperti Paulus, menegakkan kebenaran firman Allah.

Apa yang diajarkan Kristus dan para rasul adalah bahwa menjelang akhir zaman akan semakin banyak penyesat menyelusup masuk ke dalam gereja, yang memberitakan firman Allah sebagai sumber keuntungan, wibawa, dan hormat. Mereka tidak mengindahkan firman Allah, tetapi memperalatnya demi kepentingan pribadi. Bahkan, Yudas (bukan Yudas Iskariot) menuliskannya demikian, "Sebab ternyata ada orang tertentu yang telah masuk menyelusup di tengah-tengah kamu, yaitu orang-orang yang telah lama ditentukan untuk dihukum. Mereka adalah orang-orang yang fasik, yang menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka, dan yang menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus" (Yudas 4).

Siapakah mereka ini? Mereka bisa saja orang-orang yang sangat akrab dengan kita, para pemberita-pemberita firman dari mimbar, namun bukanlah pengikut Kristus. Mereka adalah para pemakai topeng, para serigala yang berbulu domba, yang telah lama ditetapkan Allah untuk dihukum. Mereka ini akan membelotkan firman Allah demi keuntungan pribadi dan merekalah yang menjadikan gereja sebagai ladang kekayaan dan kemakmuran.

Satu hal yang pasti bahwa menjelang akhir zaman Setan (Iblis) akan memakai Alkitab (firman Allah) untuk menipu dan memperdaya manusia, khususnya mereka yang ada di dalam gereja. Setan akan memutarbalikkan maksud dan arti firman Allah sama seperti yang ia lakukan ketika memperdaya Hawa di Taman Eden. Menjelang akhir zaman, Setan (Iblis) akan berjaya menipu dan memperdaya manusia dengan memutarbalikkan firman Allah. Di masa sekarang ini, itu bukanlah sesuatu yang mengherankan. Ada banyak pengkhotbah yang mengklaim telah menerima wahyu dan firman Allah untuk diberitakan kepada jemaatnya. Ada begitu banyak orang yang mengklaim telah bertemu dengan Kristus dan bergandeng tangan dengan Kristus. Ada begitu banyak orang mengklaim bahwa ia telah pulang pergi dari surga dan membawa berita atau misi khusus dari Kristus. Mendengar berita sedemikian hebohnya, berbondong-bondong orang menghadiri pemberitaan itu. Mungkinkah apa yang diberitakan benar-benar firman Allah atau pembelotan firman Allah? Dari mana kita bisa mengetahui semua klaim itu benar atau tidak? Satu-satunya standar yang harus dipakai menguji setiap klaim kebenaran adalah Alkitab itu sendiri. Di luar dari Alkitab, tidak ada standar lain. firman Allah berkata, "Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong" (Roma 3:4).

Jika memang manusia adalah pembohong sekalipun sebagai orang percaya atau pemberita firman, maka perkataan mereka tidaklah mutlak sebagai kebenaran. Yang menjadi standar kebenaran adalah firman yang telah disampaikan Allah sendiri yaitu Alkitab, karena Allah tidak pernah berbohong dan Ia akan selalu benar karena Ia adalah Kebenaran. Umat Kristen harus berhati-hati terhadap setiap klaim yang menyatakan telah menerima wahyu atau kebenaran karena kebenaran satu-satunya yang tidak mengandung kesalahan hanyalah Alkitab. Jemaat Galatia telah dipengaruhi oleh pemberita-pemberita Injil palsu yang pada intinya bukanlah Injil Kristus. Mereka adalah penyesat umat Kristus.

Pemberita "Kebenaran" di Luar Injil Kristus, Terkutuk

Penyesat

Ketika Paulus mengetahui ada jemaat Galatia yang berbalik mengikuti "injil lain" yang sebenarnya bukan Injil, ia mengucapkan perkataan yang mungkin tak seorang pun suka mendengarnya. Dia berkata, "Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu Injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia" (Galatia 1:8).

Dalam pelayanan, Paulus memiliki tim pelayan seperti Timotius, Silas, Titus, Lukas, dll.. Ia ingin memberitahukan bahwa jika seandainya salah satu dari tim ini memberitakan injil yang berbeda dari apa yang telah ia beritakan kepada jemaat Galatia, terkutuklah dia. Ia menganggap hal yang sangat serius tentang pemberitaan "injil lain", maka ia menegaskan jika seandainya ada malaikat dari surga datang dan memberitakan injil yang berbeda dari apa yang diberitakannya, malaikat itu juga terkutuk. Tentu tidak mungkin ada malaikat turun dari surga memberikan injil lain saat ini. Semua malaikat yang di surga adalah malaikat yang setia kepada Tuhan Yesus. Semua malaikat yang jahat dan tidak setia sudah dihukum Allah termasuk pimpinan mereka, yaitu Lucifer. Namun, ia ingin memberitahukan kepada jemaat Galatia betapa seriusnya penyimpangan dari kebenaran mutlak Injil.

Kata "terkutuk" berasal dari kata Yunani "anathema" yang memiliki arti, "suatu objek yang dikhususkan untuk dihancurkan", "sesuatu yang terkutuk" (ref. Roma 9:3;1 Korintus 12:3;16:22). Jika hal ini diterapkan kepada manusia, berarti orang yang dikatakan "anathema" (terkutuk) adalah seseorang yang diserahkan kepada Tuhan untuk dibinasakan atau dimusnahkan. Orang yang memberitakan injil yang berbeda dengan Injil Kristus Yesus berada di bawah kutuk dan akan dibinasakan Allah.

Kita harus memercayai Allah sebagaimana telah memberitakan siapa Ia sesungguhnya. Allah adalah Pencipta, tidak berubah, setia, berdaulat, berkuasa, dan Ia akan menepati semua janji dan perkataan-Nya. Setiap perkataan-Nya benar dan tidak mengandung kesalahan. firman-Nya adalah kebenaran mutlak. Namun, sekarang ini ada begitu banyak umat Kristen yang tidak memercayai firman Allah. Ketika Allah berkata, Ia menciptakan langit dan bumi dan segala isinya, ada banyak umat Kristen yang masih mengatakan bahwa dunia ini, hasil evolusi. Ketika Allah berkata, Dialah yang menciptakan manusia dan segala apa yang ada di bumi ini, ada banyak umat Kristen yang masih mengatakan manusia berasal dari kera (hasil evolusi) dan bukan ciptaan Tuhan. Ketika Allah berkata dalam firman-Nya, air bah yang terjadi di masa Nuh adalah air bah yang menutupi seluruh bumi (Kejadian 7-8), ada banyak orang Kristen yang masih berkata, air bah itu hanya terjadi di Timur Tengah. Ketika Allah berbicara dalam firman-Nya, Yesus melakukan mukjizat dengan berjalan di atas air, ada banyak orang Kristen yang masih berkata hal itu tidak mungkin terjadi karena bertentangan dengan daya gravitasi bumi, dan Yesus hanya berjalan di pinggir pantai yang kelihatan seperti berjalan di atas air.

Injil Kristus adalah kebenaran mutlak. Kita harus lebih memercayai perkataan firman Allah daripada perkataan manusia yang meskipun mengatasnamakan ilmuwan. Allah tidak pernah berbohong (Roma 3:4) dan apa yang diberikan dalam firman-Nya adalah kebenaran yang membawa hidup. Kita harus memercayai firman-Nya dan jangan memutabalikkannya dengan cara dan tujuan apa pun juga. Pemberita firman yang memutarbalikan firman Allah berada di bawah kutuk dan tidak ada toleransi bagi Penyesat.

Pemberita Injil Harus Berjuang Menyenangkan Kristus

Ketika Paulus mengucapkan kalimat dalam Galatia 1:8-9, dengan pasti para pengajar sesat atau pemberita "injil lain" itu sangat membencinya. Tak seorang pun manusia yang dengan rela mau dikatakan sebagai orang terkutuk. Akan tetapi, ia harus mengucapkan kata-kata itu demi menunjukkan keseriusan kesalahan yang dilakukan jemaat Galatia karena mengikuti "injil lain". Ia ingin memberitahukan apa yang dilakukan mereka adalah kesalahan besar. Dia sebagai pemimpin dan bapa rohani jemaat Galatia harus mengambil sikap terhadap apa yang sedang terjadi.

Paulus tidak mengucapkan kata-kata yang lemah lembut ketika berhadapan dengan pengajaran sesat. Ia tidak segan-segan menegur pengajar sesat seperti yang disampaikannya dalam Galatia 1:8-9. Bahkan, dalam Galatia 1:10, ia memberikan pertanyaan retorik (pertanyaan yang menuntut jawaban, tidak). Dia berkata, "Adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia?"

Ia ingin memberitahukan bahwa ia tidak mencoba mencari kesukaan manusia atau mencoba berkenan kepada manusia. Jika seandainya itu yang ingin dicarinya, maka sepatutnya tidak perlu mengucapkan kata-kata dalam ayat 8-9. Akan tetapi, karena hanya ingin mencari kesukaan Allah, maka ia ada di pihak Allah. Ia akan membenci apa yang dibenci Allah. Ia akan mengatakan salah apa yang dikatakan Allah salah. Ia tidak mencoba berkenan kepada manusia. Ia tidak mencari promosi di hadapan manusia. Ia hanya ingin menyenangkan Allah dan terus berjuang menyenangkan Allah.

Bagi pemberita firman Allah, ada yang harus diwaspadai terutama ketika berhubungan dengan kebutuhan hidup. Ada pemberita firman meninggalkan kebenaran mutlak Allah hanya karena ingin mendapat promosi jabatan yang lebih tinggi, gaji yang lebih besar, fasilitas yang lebih banyak, dan tunjangan yang lebih besar. Jika memang Tuhan memberkati pelayanannya yang akhirnya diberkati dengan hal material, ia bisa menerimanya dengan penuh ucapan syukur. Akan tetapi, jangan sekali-kali mengorbankan kebenaran Injil demi hal materi, wibawa, hormat, dan jabatan.

Satu-satunya standar yang harus dipakai menguji setiap klaim kebenaran adalah Alkitab itu sendiri.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Banyak orang mengatakan bahwa Billy Graham salah satu contoh pemberita Injil yang meninggalkan kebenaran. Pada permulaan pelayanannya, ia melayani di sebuah gereja kecil di Chicago. Ia terlibat dalam organisasi pemuda bagi Kristus. Tidak lama kemudian, ia semakin dikenal di negaranya. Sebagai seorang pengkhotbah yang muda, ia dipercaya sebagai ketua sebuah sekolah Kristen di Minneapolis, yaitu Northwestern Schools. Selama masa permulaan pelayanannya, ia dikenal sebagai pengkhotbah yang sangat fundamental, yang tidak mau berkompromi dengan kelompok modernis dan Liberal. Bahkan, pada tahun 1948, ia telah menjadi salah satu anggota editor majalah fundamental di USA yang berjudul "The Sword of the Lord" yang diketuai oleh John R. Rice. Namun, tak lama kemudian, ia berubah dari posisi sebelumnya sebagai fundamentalis. Pada tahun 1957, ia mengadakan penginjilan yang dikenal dengan New York Crusade. Inilah yang menjadi titik awal perubahannya di mana mendapatkan dukungan dari kelompok liberal dan modernis, baik dalam komiti dan kepengurusan penginjilan (crusade) yang diselenggarakannya. Ia telah berubah dan menganggap Yesus bukanlah satu-satunya jalan menuju hidup yang kekal dan surga. Dalam sebuah percakapan yang dikutip oleh Foundation Magazine, Billy Graham mengatakan bahwa setiap orang yang setia dengan agamanya bisa masuk ke dalam kerajaan surga. Bukankah hal ini sama seperti apa yang dikatakan Yudas 4 Paulus sebagai injil lain?

Jika pada masa Paulus ada pengajar sesat yang menyelusup masuk di tengah-tengah gereja, maka pada masa sekarang akan lebih banyak lagi (ref. Yudas 4). Ketahuilah, semua pemberita kebenaran harus berjuang menyenangkan Kristus. Inilah yang dilakukan para rasul, dan ini jugalah yang dilakukan para reformator dan orang-orang yang mati syahid karena Injil dan Kristus.

Audio: Alkitab Satu-Satunya Kebenaran Mutlak

Diambil dari:
Nama situs : Covenant Premillennialism
Alamat URL : http://covenantpremillennialism.info/kemutlakan-alkitab/
Judul artikel : Alkitab Satu-Satunya Kebenaran Mutlak
Penulis artikel : Samson Hutagalung
Tanggal akses : 9 September 2016

Alkitab Yang Terbuka dalam Aplikasi Android

Puji Tuhan! Masyarakat Kristen Indonesia semakin diberkati dengan adanya versi Alkitab yang baru, yaitu Alkitab Yang Terbuka (AYT). AYT memiliki sifat "SETIA, JELAS, dan RELEVAN": selengkapnya...»

Gambar Allah yang Rusak dan Urutan Anugerah

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Dalam edisi bulan ini, redaksi e-Reformed menyajikan satu artikel yang akan membawa kita semua untuk belajar tentang doktrin dosa dan akibat seriusnya, juga melihat anugerah besar yang Tuhan berikan melalui Kristus. Satu sisi dosa benar-benar mematahkan kehidupan manusia, tetapi di sisi lain anugerah Tuhan yang begitu besar telah memberi pengharapan yang begitu dalam dan luas bagi manusia. Manusia tidak akan pernah memahami karya Allah atas hidupnya sebelum terlebih dahulu mereka mengerti mengapa mereka membutuhkan anugerah Allah. Anugerah terbesar sepanjang masa yang telah Tuhan berikan kepada manusia adalah saat Ia memberikan Anak-Nya bagi keselamatan umat pilihan-Nya. Ia memberikan Anak-Nya untuk menebus kembali manusia dari kebinasaan kekal, dan ini menjadi anugerah yang bersifat kekal. Ia datang bukan hanya untuk menawarkan keselamatan, tetapi juga memberikan kemerdekaan dari belenggu maut yang kekal bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya.

Bertepatan dengan bulan Agustus, bulan kemerdekaan Indonesia, kami segenap redaksi e-Reformed turut mengucapkan "Dirgahayu yang ke-71 tahun untuk bangsa kami Indonesia. Merdeka!" Kiranya belas kasih dan damai sejahtera dari Tuhan Yesus Kristus menyertai bangsa Indonesia sepanjang waktu. Soli Deo Gloria.

Ayub T.

Staf Redaksi e-Reformed,
Ayub T.

Edisi: 
Edisi 179/Agustus 2016
Isi: 

Bishop J.C. Ryle, dalam bukunya yang terkenal, "Holiness", mengatakan barangsiapa yang ingin memiliki konsep kesucian Kristen yang benar harus terlebih dahulu memahami apa itu dosa sedalam-dalamnya. Pandangan yang keliru mengenai kesucian biasanya dapat ditelusuri akarnya dari pandangan yang keliru mengenai kerusakan dosa dalam hidup manusia. Pandangan Ryle tepat adanya, baik secara doktrinal maupun dalam pengalaman praktis hidup orang Kristen. Hanya dengan mengerti bagaimana kondisi kita sebelum percaya kepada-Nya, barulah kita menghargai apa artinya menjadi ciptaan baru dalam Kristus. Sekalipun manusia tidak jatuh dalam dosa, ia tetap membutuhkan kasih Tuhan. Terlebih lagi, Injil menyaksikan betapa serius dan kritisnya kondisi manusia berdosa. Kita tidak akan pernah memahami karya Allah atas hidup kita sebelum terlebih dahulu kita mengerti mengapa kita membutuhkan anugerah Allah.

anugerah

Efek Dosa

Ada empat hal mendasar yang ditekankan Alkitab mengenai akibat dosa atas hidup manusia.

1. Gambar Allah Rusak

Kejadian 1:26-27 menyebutkan pada awalnya manusia adalah pembawa gambar Allah. "Gambar Allah" berarti Allah sesungguhnya menciptakan manusia agar merefleksikan sifat-Nya yang kudus dan kedudukan manusia sebagai penguasa atas semua ciptaan-Nya. Dalam hal inilah, manusia seperti Allah. Namun, Kejadian 3 menyebutkan sesuatu telah terjadi yang merusak rencana mulia-Nya. Satu "penyakit" yang ganas menyebar ke dalam seluruh hidup manusia saat ia berdosa. Ia bersembunyi dari hadapan Allah (Kejadian 3:8-10) ; hubungan suami istri menjadi saling menggigit dan menyalahkan; tanah terkutuk dan manusia bersusah payah bekerja. Semua hal ini cukup menyedihkan, tetapi terlebih lagi semua ini disertai dengan satu perubahan atas gambar Allah. Satu bencana besar. Bayangkan kini, manusia adalah gambar Allah yang seharusnya merefleksikan kemuliaan-Nya, malah manusia mulai merefleksikan kebalikannya. Manusia memakai semua yang diberikan Allah agar ia mampu hidup dalam ketaatan yang mendatangkan sukacita, menjadi satu senjata untuk melawan Penciptanya.

2. Manusia di Bawah Kuasa Dosa dan Kematian

Kejadian 3 menceritakan tragedi manusia menyerahkan dirinya kepada pencobaan, yang akhirnya seluruh kisah dalam Alkitab melukiskan dosa bagaikan binatang liar yang terus mengoyak mangsanya. Baik dalam ajaran Tuhan Yesus maupun Paulus mengungkapkan kebenaran ini, "Barangsiapa berbuat dosa, ia hamba dosa". Manusia tak berdaya sekalipun ada keinginan kuat untuk melawan, tetapi "kejahatan yang tidak ingin aku lakukan, justru itu yang aku lakukan" (Roma 7:19).

3. Manusia Bersalah di Hadapan Allah

Relasi manusia dengan Tuhan telah dipengaruhi oleh dosa. Manusia kini bersalah. Bukan saja manusia menderita karena akibat dosa, tetapi ia juga berada di bawah penghukuman Allah. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Allah akan menghakimi segala perbuatan manusia yang berdosa. Manusia tidak mempunyai kebaikan yang dapat membenarkannya. Berdasarkan standar Allah, semua manusia gagal mencapainya. Di luar Kristus, maka murka Allah tetap tinggal (Yohanes 3:36).

4. Manusia dalam Cengkeraman Iblis

Ada satu aksioma dalam Alkitab, yaitu semakin besar cahaya wahyu Tuhan, semakin gelap kegelapan melawannya karena terang menelanjangi kedok asli kegelapan itu. Dalam PL, kita menemukan pekerjaan, sifat, dan rencana jahat iblis. Tetapi hanya dalam terang Kristus, maka ia semakin ditelanjangi kedoknya. Dalam Efesus 2:1-4, kita dibukakan bahwa manusia bukan hanya menjalani hidup yang sebenarnya mati dalam dosa, yang dikuasai oleh nafsu dunia, tetapi dilukiskan juga di bawah kuasa setan. Tragedi terbesar bagi pemahaman diri manusia adalah ia percaya dirinya bebas, tetapi ia tidak sadar ia adalah budak dosa dan melayani kehendak setan.

Kebutuhan dasar apa yang kita dapatkan dalam berita Injil?

  1. Kita perlu diciptakan ulang dalam Kristus agar gambar Allah kembali dipulihkan.
  2. Kita membutuhkan pelepasan dari kuasa dosa agar kita bebas hidup dengan-Nya.
  3. Kita butuh dilepaskan dari kuasa setan agar hidup kita dapat diberikan kepada Kristus.
  4. Kita butuh diselamatkan dari murka Allah agar kita hidup sebagai orang berdosa yang telah diampuni. Namun, pada masa-masa kemiskinan rohani sekarang ini, seharusnya tidak ada satu pun sarana kasih karunia atau jalur menuju persekutuan yang lebih dekat dengan Tuhan yang boleh kita abaikan.

Di dalam kemuliaan Injil, kita menemukan jawaban kebutuhan kita. Akan tetapi, bagaimana keselamatan itu digenapkan oleh Kristus? Dia datang dalam dunia, sebagai Adam kedua (1 Korintus 15:45,47), melalui kuasa Roh Kudus, kita merefleksikan kemuliaan gambar Allah, di dalam kematian-Nya kita berbagian mengalahkan kuasa dosa (Roma 6:10). Dan, di bawah naungan-Nya, kita terbebas dari murka Allah. Tinggal pertanyaan yang penting: bagaimana saya bisa berada dalam Kristus, menerima keselamatan ini?

Rencana Keselamatan

Allah mempunyai satu rencana bagi keselamatan manusia. Inkarnasi Kristus bukanlah sesuatu insiden atau langkah antisipasi. Seluruh pelayanan Yesus memperlihatkan konsep soal "saat-Nya". Itulah sebabnya, sangatlah mendasar bagi semua orang Kristen untuk berpikir bahwa Allah kita adalah Allah yang berencana. Maka untuk memahami sepenuhnya akan apa yang Allah telah lakukan bagi kita dalam Kristus, kita harus menggali rencana keselamatan-Nya. Dengan memahami rencana keselamatan ilahi ini, kita akan beroleh manfaat yang berlimpah karena di situlah kita menemukan satu perspektif ilahi atas seluruh hidup kita. Hidup kita adalah berpusatkan anugerah Allah dan bukan hasil usaha kita.

Ada tiga bagian Alkitab yang merefleksikan keseluruhan alur keselamatan itu dengan sudut pandang masing-masing. Yang pertama adalah Roma 8:28-30. Jelas sekali melalui ayat ini, adanya rencana keselamatan dari Allah merupakan sumber penghiburan besar bagi anak-anak Tuhan di tengah keluh kesah dunia ini. Bagaimana bisa segala sesuatu yang terjadi bekerja sama mendatangkan kebaikan? Karena Allah mempunyai rencana agung bagi setiap orang Kristen. Untuk menggenapkan rencana agung ini, Allah memakai segala kemungkinan suka dan duka untuk menghasilkan karakter Yesus dalam hidup kita. Mampukah kita menjaminnya? Jawabnya, karena kita yang dipilih dari semula oleh-Nya, pasti akan dipanggil untuk masuk ke dalam kerajaan-Nya dan pasti dibenarkan-Nya. Di sini, Paulus bermaksud menjelaskan rasionalitas di balik pikiran Allah. Ada unsur yang sama untuk setiap kita, yakni Allah memilih, memanggil, membenarkan, dan memuliakan mereka.

Bagian kedua adalah Efesus 1:3-14. Pendekatan Paulus dalam Roma 8 dengan Efesus 1 ini sangat berbeda. Dalam Roma, Paulus terlebih dahulu memulai dengan memaparkan kondisi tragis manusia berdosa yang berada di bawah murka dan hukuman Allah. Manusia tak berdaya, ia membutuhkan anugerah ilahi di dalam Kristus. Setelah itu, barulah Paulus menelusuri ke belakang bahwa sumber segala anugerah keselamatan adalah di dalam rencana kekal Allah. Pembahasan ini ditutup di pasal 8 dari Roma dengan mengembalikan pujian kepada Allah karena rencana-Nya yang mulia. Sebaliknya dalam Efesus, Paulus memulai suratnya dengan rencana keselamatan terlebih dulu, diawali dengan respons "terpujilah kemuliaan-Nya". Roma 8, Paulus mengupas multidimensi realisasi keselamatan (predestinasi, pilihan yang memimpin kepada panggilan, pembenaran, dan pemuliaan). Dalam Efesus 1, ia menekankan pusat kristologis: dalam Kristus. Dalam Roma 8 bicara mengenai jalinan rantainya, sedangkan Efesus 1 bicara mengenai as, pusatnya yang mengikat jalinan ini bagaikan sebuah roda.

Efesus 1 mengatakan, di dalam Kristus, kita diberkati, dipilih, ditentukan sebagai anak, dianugerahi, diterangi, dan dimateraikan. Penekanan kata-kata ini bukan kronologis, melainkan melukiskan kelimpahan anugerah Allah yang diberikan dalam Kristus. Namun, kita menemukan dalam Efesus 1, Paulus menambahkan dimensi lain kepada Roma 8:28-30, yakni percaya mengikuti panggilan, dan menerima Roh Kudus sebagai pengalaman mereka yang percaya kepada Kristus. Maka kita dapat memperluas peta rencana Allah ini, dengan mencoba memperluas Roma 8:28-30, "Mereka yang ditentukan dan dipilih Allah, mereka juga dipanggil; mereka yang dipanggil melalui firman akan percaya, mereka dibenarkan dan dimateraikan oleh Roh Kudus. Mereka pula akan dimuliakan."

Bagian ketiga adalah Yohanes 1:12-13. Sama seperti rasul Paulus, Yohanes mengajarkan bahwa Kristus diterima dengan iman (Kolose 2:6-7). Yang Yohanes tambahkan kepada garis besar yang dibuat Paulus yaitu iman memberikan hak khusus adopsi, dan secara paradoks, iman itu justru adalah buah dari kelahiran baru dari Tuhan. Mereka yang menerima Kristus dan diadopsi adalah mereka yang lahir "bukan dari keturunan alamiah, bukan keputusan manusia, melainkan lahir dari Allah". Dalam ajaran Paulus, hidup baru itu berasal dari rencana Allah sebelum adanya waktu (dalam kekekalan) hingga penggenapannya setelah waktu berakhir. Ini diperkaya oleh Yohanes bahwa pengalaman kita akan hidup baru itu dimulai ketika Allah menyentuh hidup kita dengan kuasa-Nya, yakni dalam regenerasi (kelahiran kembali).

anugerah

Urutan anugerah keselamatan dari Allah menyentuh hidup kita sedemikian: keputusan kekal Allah dalam pemilihan, menyentuh hidup kita dalam panggilan-Nya. Dia memberikan kita kelahiran baru yang memungkinkan kita memasuki kerajaan Allah oleh iman dan pertobatan. Ketika kita percaya dan bertobat, Allah membenarkan kita. Adopsi adalah anugerah selanjutnya, sehingga dengan jaminan sebagai anak, memungkinkan kita menjalani kehidupan pengudusan sampai hari pemuliaan tiba. Semua berkat ini diperoleh di dalam, oleh, dan untuk Yesus Kristus.

Pemahaman doktrinal akan anugerah keselamatan Allah ini bukanlah sekadar pemuasan akademis, melainkan menimbulkan respons apresiasi yang begitu dalam bagi hidup kristiani kita. Kehidupan rohani orang Kristen sering menjadi miskin dan kering, bukan karena kurangnya pemahaman doktrinal yang benar saja, tetapi juga kehilangan dimensi "doxologycal". Itulah sebabnya, setelah Paulus memahami kedalaman doktrinal keselamatan dari Allah melahirkan doksologi, "Oh, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat, dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya" (Roma 11:33).

Sumber: 
Diambil dari:
Nama situs : This is Reformed
Alamat URL : https://thisisreformed.wordpress.com/2009/03/05/gambar-allah-yang-rusak-dan-urutan-anugerah-oleh-pdt-efendi-susanto/
Judul artikel : Gambar Allah yang Rusak dan Urutan Anugerah
Penulis artikel : Pdt. Efendi Susanto
Tanggal akses : 27 Oktober 2015

Mengapa menginjili?

Penulis_artikel: 
Pdt.Antonius Un
Tanggal_artikel: 
26 Agustus 2016
Isi_artikel: 
Mengapa menginjili?

Mengapa menginjili?
Yun. 4:10,11;
Rm. 1:14-16
Pdt.Antonius Un

Apa itu penginjilan? Penginjilan adalah memberitakan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Penginjilan adalah mengajak orang lain supaya bertobat dari dosa mereka dan menerima Yesus Sang Juruselamat. Ada penginjilan langsung (direct evangelism), ada juga penginjilan tidak langsung. Penginjilan langsung terbagi dua yaitu short-cut evangelism dan friendship evangelism. Sedangkan penginjilan tidak langsung misalnya penginjilan melalui mengirim traktat, sms dan lain-lain.

Mengapa menginjili?

Pertama, menginjili berarti menghormati otoritas Tuhan yang memerintahkan penginjilan. Waktu menginjilli kita sedang menghormati otoritas Tuhan. Sebelum Tuhan memberikan perintah menginjili, Ia menyatakan otoritas-Nya terlebih dahulu, “Kepadaku diberikan kuasa (dalam bahasa Yunaninya berarti otoritas) di surga dan di bumi karena itu pergilah, jadikanlah segala bangsa murid-Ku”. Waktu kita tidak menginjili berarti kita menghina otoritas-Nya. Dalam Perjanjian Lama waktu Tuhan memberikan 10 perintah Allah, Ia pun menyatakan otoritas-Nya terlebih dahulu, “Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari perbudakan Mesir”. Berarti Tuhan sangat serius. Tuhan memberi perintah untuk dijalankan. Demikian pula waktu kita tidak menginjili, kita sedang menghina otoritas Tuhan yang begitu serius memberikan perintah. Dalam 2 Tawarikh pasal terakhir, Tuhan marah kepada Zedekia, Raja Yehuda, karena ia tidak merendahkan diri di hadapan Yeremia yang membawa pesan Tuhan kepadanya. Demi Tuhan, demi Raja di atas segala raja, kita harus minta ampun atas dosa kita selama ini yang tidak pergi menginjili.

Kedua, perintah Tuhan harus ditaati. Waktu perintah Tuhan tidak ditaati kita berdosa. Dalam gereja dosa nomor satu adalah kesombongan, merasa diri layak. Dosa kedua terbesar dalam gereja adalah tidak menginjili. Kita harus bertobat dari dosa tidak menginjili. Tidak ada alasan untuk kita tidak menginjili. Cara kita menginjili bisa begitu banyak. Misalnya: waktu kita parkir mobil bisa membagikan traktat kepada tukang parkir, waktu kita masuk pintu gerbang tol juga bisa membagikan traktat. Daripada kita bayar parkir sambil marah-marah lebih baik bayar parkir sambil memberi traktat. Jika demikian, dalam satu bulan bisa berapa banyak orang yang kita injili? Charles Spurgeon waktu tidak punya uang menulis sendiri traktat untuk dibagikan pada orang lain. Bagaimana kita sekarang? Tentu tidak ada jemaat yang tak sanggup untuk membeli traktat bukan? Tuhan akan menagih orang-orang yang hidup di sekeliling kita. Apakah pembantu, supir kita sudah kita injili? Mereka mendedikasikan hidupnya kepada kita, apakah kita tega satu kalipun tidak memberitakan Injil kepada mereka? Kesetiaan pembantu rumah tangga kita terhadap kita dibandingkan kesetiaan kita kepada Tuhan lebih setia mana? Padahal berkat Tuhan kepada kita jauh lebih besar dibandingkan gaji yang kita berikan pada pembantu kita. Bagaimana kita mempertanggungjawabkan orang-orang di sekeliling kita kepada Tuhan? Tuhan berbicara pada Yehezkiel, “Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! — dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu. Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu dan ia tidak berbalik dari kejahatannya dan dari hidupnya yang jahat, ia akan mati dalam kesalahannya, tetapi engkau telah menyelamatkan nyawamu.” (Yeh. 3:18-19). Mari kita minta Tuhan beri kekuatan supaya kita punya beban memberitakan Injil.

Ketiga, Tuhan memperlengkapi kita dengan otoritas dan penyertaan untuk memberitakan Injil. Kita berdiri mewakili Tuhan untuk memberitakan Injil kepada dunia. Seorang anak kecil menginjili kakeknya, ia diberi otoritas oleh Tuhan. Tuhan Yesus memberi otoritas dan Roh Kudus memberi kuasa sehingga waktu menginjili dalam keterbatasan kita pun orang dapat bertobat. Tuhan memberi hak pada orang Kristen. Orang non Kristen tidak diberi hak ini. Tidak hanya hak tetapi juga kuasa sehingga anak kecil memberitakan Injil pun dapat membuat orang bertobat. Jika orang Kristen tidak mau menginjili, Tuhan bisa pakai apapun dan siapapun untuk membawa Injil kepada orang yang belum percaya. Tuhan menyertai dengan hak, kuasa dan penyertaan. Yesus berjanji akan menyertai kita yang memberitakan Injil sampai akhir zaman. Jika demikian apa lagi alasan yang dapat kita berikan untuk tidak memberitakan Injil?

Keempat, kita menginjili karena hutang darah Yesus. Jika Tuhan tidak selamatkan kita apakah arti hidup kita? Meski memperoleh begitu banyak harta dan popularitas apa gunanya hidup kita jika tidak diselamatkan oleh Kristus? Mari kita punya pola pikir darah Yesus. Salah satu rahasia kerohanian Kristen yang baik adalah karena kita senantiasa memikirkan dan mengingat darah Yesus. Jika seorang pria Kristen memikirkan darah Yesus masih bisa punya pikiran cabul tidak? Masih bisa dendam tidak? Orang Kristen yang hidupnya memikirkan darah Yesus hidupnya serius. Dimanapun kita berada ingat bahwa Tuhan sudah mati bagi kita. Setiap kali kita menghadapi pencobaan jangan mengandalkan kekuatan sendiri tetapi ingat bahwa Tuhan sudah mati untuk kita, darah-Nya sudah dicurahkan bagi kita, karena itu kita tidak boleh hidup ngawur. Orang Kristen yang terus mengingat salib dan darah Kristus hidupnya tidak main-main. Darah Kristus menjadi motivasi kita untuk memberitakan Injil. Jika Tuhan sudah mati bagiku, sekarang bagaimana dengan orang lain? Demi darah Yesus mari kita menginjili.

Kelima, yang Tuhan minta bagi kita adalah hal yang sangat kecil dibandingkan dengan apa yang sudah Tuhan lakukan bagi kita. Kita tidak diminta untuk mati di kayu salib, kita tidak diminta untuk berperan seperti Roh Kudus yaitu meluluhkan hati orang, tidak. Kita hanya diminta memberitakan Injil. Ini bagian yang sangat kecil, itupun kita tidak mau. Mari kita pikirkan bagaimana perasaan Tuhan waktu kita tidak mau menginjili? Kita menginjili demi Tuhan senang. Demi orang tua senang saja kita seringkali melakukan hal yang tidak benar, masak kita tidak mau melakukan hal yang benar supaya Tuhan senang?

Keenam, kita menginjili karena mencintai jiwa-jiwa. Yunus tidak mau melakukan hal ini. Yunus diperintahkan Tuhan untuk memberitakan Injil pada orang Niniwe. Orang Niniwe adalah orang yang begitu kejam. Orang-orang Yahudi lidahnya dicabut, mereka digantung, tangan kaki diikat di kuda lalu dipecut sampai terbelah, wanita diperkosa oleh bangsa Niniwe. Yunus dendam pada mereka dan tidak mau memberitakan Injil pada mereka. Tetapi Tuhan sayang pada bangsa Niniwe karena Ia yang menciptakan mereka (Yun.4:10-11). Mari belajar mengasihi orang-orang yang sangat tidak kita kasihi. Kita harus mengutamakan perasaan Tuhan daripada perasaan kita. Tuhan melihat jiwa. Mari kita melihat orang lain dari mata Tuhan bukan dari mata kita. Kita harus memikirkan kemana jiwa orang lain setelah ia mati? Kita harus menginjili. Kita dapat menginjili di mana saja, kapan saja.

Ketujuh, kerohanian orang Kristen bertumbuh dengan memberitakan Injil. Kesucian akan datang bersamaan dengan hati menginjili. Orang yang hidupnya ngawur tidak suka menginjili, hidupnya tidak menjadi kesaksian. Sementara orang yang suka menginjili akan berhati-hati dalam hidupnya, tidak sembarangan karena ia tidak mau hidupnya menjadi batu sandungan bagi orang lain sewaktu mendengar berita Injil.

Mari kita taat memberitakan Injil. Biarlah kita pulang dengan beban yang kaya untuk menginjili. (Belum diperiksa oleh pengkhotbah. VP)

Sumber Artikel: 
Nama situs : GRII Semarang
Alamat URL : http://www.grii-semarang.org/article/article_11.html

Injil kepada Semua Bangsa

Penulis_artikel: 
Tim Gospel Highway
Tanggal_artikel: 
26 Agustus 2016
Isi_artikel: 
Injil Kepada Semua Bangsa

Injil kepada Semua Bangsa

Injil kepada Semua Bangsa (Roma 10:14-17)

Saya ada beban. Beban itu adalah untuk meyakinkan gereja lokal kebutuhan membawa Injil kepada semua bangsa secara teratur. Tiga hal yang terlibat – untuk memastikan bahwa Injil diberitakan, untuk menjangkau semua bangsa, dan untuk berbicara dengan pendengar yang sama secara teratur selama itu mungkin. Mari kita pertimbangkan setiap satu mengikut gilirannya.

Injil bagi dunia

I. Memberitakan Injil dengan setia.

Perkara pertama adalah bahwa kita harus memberitakan Injil dengan setia. Apa gunanya memberitakan sesuatu yang bukan Injil ? Suatu Injil yang terputarbelit akan salah mengartikan Allah dan jalan keselamatan. Ia tidak akan menyelamatkan, sementara menyesatkan para pendengar untuk berpikir bahwa mereka adalah orang Kristen. Sekalipun terselamatkan, iman orang percaya itu akan sangat cacat. Banyak “operasi korektif” akan diperlukan kemudian untuk membawa orang percaya tersebut untuk menikmati penuh kehidupan Kristen. Jika tidak diperbaiki, dia mungkin menjadi masalah pastoral kepada gereja lokal. Dia bahkan mungkin menjadi bahaya bagi gereja pada umumnya dengan menyebarkan keyakinannya yang menyimpang itu. Rasul Paulus memperingatkan terhadap memberitakan Injil yang bukannya Injil (Gal. 1:8-9).

Apa Injil itu? Keadaan yang berbeda memberi peluang dan tantangan berbeda untuk penyampaian Injil. Injil dapat diuraikan seluas seluruh kitab Roma, atau dapat disajikan secara singkat seperti dalam 1 Timotius 1:15: "Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: 'Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa.'”Apakah diberitakan secara ekstensif atau singkat, isinya harus terdiri dari dua bahan dasar, yaitu pribadi Yesus Kristus sebagai Juru Selamat, dan pekerjaan dilakukan dalam kematian-Nya. Paulus menyimpulkan Injil sebagai “Yesus Kristus dan Dia yang disalibkan” (1 Kor. 2:2). Tuhan yang dibangkitkan menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Kitab Suci PL berbicara tentang-Nya: “Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem." (Luk. 24:46-47).

Maka, yang penting bukan berapa lama atau berapa pendek khotbah itu, tetapi isinya –- apakah itu terdiri dari “Yesus Kristus dan Dia yang disalibkan”. Sekiranya disebarkan dengan benar, maka akan menjadi jelas bahwa keselamatan adalah “karena kasih karunia Allah, oleh iman di dalam Yesus Kristus saja”, dan bukan “karena perbuatan” (Ef. 2:8-9). Akan terlihat bahwa “manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat." (Rom. 3:28). Sekiranya diberitakan dengan baik, Injil akan dipakaikan pada pendengar dengan bijaksana, sehingga mereka yakin akan kebutuhan untuk bertobat dari dosa dan beriman kepada Yesus Kristus. Mereka akan tergerak oleh kasih Allah yang ditunjukkan dalam memberikan Anak-Nya untuk menyelamatkan orang berdosa. Roh Kudus akan menggunakan Injil yang diberitakan untuk membawa keinsafan akan dosa, dan kebutuhan kebenaran Kristus untuk diterima oleh Allah.

Suatu kontroversi mengenai pemberitaan Injil dalam beberapa tahun terakhir adalah apakah perlu untuk memyampaikan berita Injil khas berbeda dengan uraian Alkitab berturut-turut. Ada orang yang berpendapat bahwa selama Alkitab diuraikan secara sistematis, Injil akan secara otomatis dapat ditemukan dalam eksposisi. Pendapat ini didasarkan pada firman Tuhan dalam Lukas 24:27, “Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi”, dan juga ayat 44, “Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.”

Namun, ketika kita melihat dengan lebih teliti pada konteksnya, kita mendapati bahwa Tuhan sedang mengacu pada hal-hal tertentu tentang diri-Nya. Dia mengatakan dalam ayat 26, “Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaanNya?” Dan, dalam ayat 46-47, seperti yang kita telah mencatat, Tuhan berkata, “Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem.” Jadi, apa yang kita temukan adalah Tuhan mengatakan bahwa semua Kitab Suci Perjanjian Lama berbicara tentang Dia dan kematian-Nya dan bahwa berita keselamatan akan dinyatakan kepada semua bangsa. Terdapat berita tertentu yang memfokuskan pada diri-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya, dan pengampunan dosa dalam nama-Nya. Maka jelaslah bahwa berita Injil yang khas dapat ditemukan dalam seluruh Kitab Suci Perjanjian Lama. Kita harus memyampaikan berita Injil khas untuk memenangkan jiwa bagi Kristus.

Pemberitaan Injil berbeda dari menguraikan ayat-ayat Alkitab demi membangun orang percaya. Meskipun ada tumpang tindih antara proklamasi Injil dan pengajaran yang membangun orang percaya, perbedaan antara keduanya harus diperhatikan. Karena tujuan berbeda, penekanan akan berbeda, dan isi yang diajukan akan berbeda. Dalam Amanat Agung Matius 28:18-20, berkhotbah untuk “memuridkan semua bangsa” adalah berbeda dari mengajar murid-murid baru “melakukan segala sesuatu” yang diperintahkan Tuhan. Dalam Kisah Para Rasul 20, Paulus mengingatkan para penatua Efesus bahwa sewaktu ia di Efesus, ia berkhotbah supaya orang “bertobat kepada Allah dan percaya kepada Tuhan kita, Yesus Kristus”, dan ia juga menyatakan kepada orang percaya “seluruh maksud Allah” (Kis. 20:21, 27). Dalam Efesus 4:11, kita diberitahu bahwa rasul, nabi, penginjil , dan gembala dan pengajar yang diberikan oleh Tuhan yang bangkit adalah “untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus …” Para petugas luar biasa yaitu rasul, nabi, dan penginjil telah ditarik dengan selesainya Alkitab. Para pendeta dan guru tertinggal untuk melakukan pekerjaan “memperlengkapi orang-orang kudus” dan “membangun tubuh Kristus”. Gereja tidak boleh lalai dalam pekerjaan membangun orang percaya. Begitu juga ia tidak boleh lalai untuk menjangkau orang belum percaya dengan Injil .

Penginjilan

Masalah lain berhubungan dengan berita Injil menyangkut bagaimana ia dinafikan oleh tindakan yang timbul dari proklamasinya. Praktik mengadakan “panggilan altar” dalam penginjilan massal dipopulerkan oleh Charles Grandison Finney (1792-1875) pada abad ke-19 di Amerika. Dalam praktik itu, orang-orang yang ingin menjadi Kristen diminta menunjukkan keinginan itu dengan berjalan ke depan jemaat supaya didoakan, atau dipimpin dalam doa. Orang Pentakosta mengadaptasi praktik itu dengan mencakup doa untuk menerima Roh Kudus, yang ditandai dengan berbahasa roh, atau untuk penyembuhan penyakit. Praktik mengadakan panggilan altar telah diikuti oleh orang-orang seperti Billy Graham dan Benny Hinn. Di Asia, ia diadopsi oleh John Sung (1901-1944) dari China dan dipraktekkan oleh seorang pendeta yang mengakui dirinya Reformed di Indonesia, Stephen Tong. Kononnya panggilan altar itu didasarkan pada Roma 12:1, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Suatu petikan lain yang digunakan adalah Matius 11:28, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Petikan-petikan ini, bagaimanapun, tidak ada hubungannya dengan berjalan secara fisik. Yang dimaksudkan adalah “mari” dalam hati. Panggilannya adalah kepada orang percaya untuk konsekrasi kepada Kristus dan kepada orang belum percaya untuk percaya Kristus. Kita tidak menemukan Tuhan mempraktikan panggilan altar. Kita tidak menemukan rasul Petrus mempraktikan panggilan altar pada hari Pentakosta. Kita tidak menemukan rasul Paulus mempraktikan panggilan altar dalam pelayanannya. Panggilan altar adalah rekaan manusia yang bertentangan dengan doktrin “keselamatan karena kasih karunia oleh iman dalam Kristus”. Hanya memberi kesan yang salah kepada si pendengar bahwa tindakan mereka berjalan ke depan jemaat telah memberikan kontribusi kepada keselamatan mereka. Ini merupakan sejenis doktrin keselamatan “iman-tambah-perbuatan”. Panggilan altar berdasarkan pada doktrin Arminian di mana kehendak manusia adalah bebas dari perbudakan dosa. Fokusnya adalah pada jumlah keputusan yang dibuat dalam pertemuan. Hal ini telah menghasilkan banyak orang percaya yang palsu yang tidak ditemukan menghadiri gereja selanjutnya.

Keprihatinan kita adalah supaya Injil diberitakan dengan setia, di mana isinya harus berputar di sekitar dua perkara, yaitu bahwa Yesus Kristus sebagai satu-satunya Juru Selamat orang-orang berdosa, dan bahwa kematian-Nya di kayu salib saja yang menebuskan dosa. Para pendengar harus dipanggil untuk bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus. Injil adalah berita tertentu yang merupakan inti ajaran Alkitab. Kami tidak harus mengubah atau mengaburkannya.

II. Menjangkau segala bangsa.

Kita mempertimbangkan perkara kedua, yaitu bahwa kita harus menjangkau semua bangsa dengan Injil . Perlu ditekankan bahwa “semua bangsa” dalam Amanat Agung Matius 28:18-20 berarti “semua kelompok etnis”. Tuhan menunjukkan, dalam Lukas 24:47 bahwa “dalam nama-Nya pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem.” Di mana “semua bangsa” dapat ditemukan? Pada waktu Tuhan Yesus, “semua bangsa”, yaitu bangsa-bangsa bukan Yahudi, ditemukan di Israel juga. Pada awalnya Injil diberitakan hanya kepada orang-orang Yahudi, meskipun segelintir orang bukan Yahudi diuntungkan dari ajaran Tuhan Yesus (Luk. 7:1-10; Yoh. 12:20-21). Sejak saat itu, biji gandum telah jatuh ke dalam tanah dan mati, dan sekarang menghasilkan banyak buah. Anak Manusia telah ditinggikan dari bumi untuk menarik semua orang kepadaNya (Yoh. 3:14-15; 12:24, 32). Dia ingin umat-Nya memuridkan semua bangsa.

“Semua bangsa” ditemukan bahkan di depan pintu rumah kita. Kita harus memahami bahwa migrasi massal penduduk adalah fenomena yang terjadi dari zaman lampau. Dengan meningkatnya globalisasi dan perbaikan transportasi, banyak individu dan keluarga sedang bergerak, karena pendidikan, pekerjaan, dan alasan lainnya. Orang-orang dari latar belakang etnis beragam ditemukan di mana-mana. Bahkan dalam apa yang tampaknya suatu situasi homogen, terdapat kelompok dialek dan kelas yang berbeda, yang merupakan “semua bangsa”. Bangsa-bangsa ini harus dijangkau dengan Injil . Kita tidak perlu menyeberang lautan sebelum menemui “semua bangsa”. Ini bukan untuk menyangkal kesahan misi asing, tetapi untuk menekankan bahwa gereja lokal mempunyai banyak yang harus dilakukan di wilayah sendiri, selain terlibat dalam misi asing.

Kebebasan individu dan inisiatif pribadi dalam pekerjaan Injil harus dihargai, terutama jika orang yang terlibat terikat pada gereja lokal dan beroperasi di bawah pengawasan umumnya. Memang terdapat prinsip “sentralitas dan keunikan gereja lokal dalam rencana Allah”. Namun demikian, kebanyakan anggota gereja sibuk dengan pekerjaan dan keluarga sendiri dan mengharapkan gereja mengaturkan jalan pelayanan untuk mereka. Tuhan Yesus mengaturkan kerja menjangkau dengan mengutuskan murid-murid-Nya berdua-dua untuk berkhotbah. Mereka juga melakukan perjalanan bersama-sama dengan Tuhan Yesus untuk berkhotbah. Ada kemungkinan keduanya digabungkan –- bepergian sebagai suatu kelompok, dan berpecah menjadi pasangan bila perlu, dalam perjalanan. Rasul Paulus menunjukkan bahwa hal ini dilakukan dalam perjalanan misinya (misalnya Kis. 17:15-16; 18:5; 1 Kor. 16:10-11).

"Gereja tidak boleh lalai dalam pekerjaan membangun orang percaya."

Facebook Telegram Twitter WhatsApp

Bahasa tidak pernah menjadi penghalang dalam pekerjaan Injil. Selain waktu awal setelah Pentakosta, mukjizat karunia lidah tampaknya tidak berlanjutan. Paulus menggunakan lingua franka semasa, yaitu bahasa Yunani Koine, untuk berkomunikasi dengan orang-orang –- seperti yang jelas dari surat-surat yang ditulisnya, yang menggunakan bahasa itu. Dia mungkin memerlukan penerjemah dalam beberapa situasi lokal, tapi itu tidak menghalangi dia dari berkhotbah. Alkitab harus diterjemahkan ke bahasa ibu setiap komunitas signifikan yang dijangkau, tetapi itu adalah kerja para penerjemah Alkitab dan misionaris. Bangsa-bangsa di sekitar gereja lokal biasanya orang yang telah bermigrasi dari tempat lain dan telah beradaptasi dengan belajar bahasa dominan di tempat kediaman baru mereka. Gereja harus berusaha untuk menjangkau orang-orang ini menggunakan bahasa umum, sementara penerjemah bisa membantu dalam situasi di mana para migran belum menguasai bahasa umum.

Penjangkauan lokal termuat dalam kebenaran lebih luas bahwa “pertumbuhan gereja lokal harus berjalan seiring dengan penanaman gereja lebih jauh."

Paulus berkata dalam 2 Kor. 10:15/, “… apabila imanmu makin bertumbuh, kami akan mendapat penghormatan lebih besar lagi di antara kamu, jika dibandingkan gengan daerah kerja yang dipatok untuk kami.” Menurut konteksnya, Paulus sedang mengatakan bahwa jika orang Kristen di Korintus berhenti bertengkar di antara mereka sendiri dan tumbuh dalam kedewasaan rohani, Paulus dan rekan-rekannya akan mampu menyalurkan upaya menyelesaikan masalah mereka untuk pekerjaan misi yang lebih luas. Memang ada “simbiosis” antara penjangkauan lokal dan misi yang lebih luas. Dengan dihubungkan dengan gereja-gereja yang berpikiran sama di luar negeri, kita dapat terlibat dalam misi lebih luas dalam cara yang berarti. Namun, kerja lokal tidak boleh diabaikan. Jangkauan mingguan kepada bangsa-bangsa di sekitar kita harus diadakan. Anggota gereja akan merasa sangat senang untuk terlibat dalam penjangkauan teratur tersebut. Bagaimana bisa ini dilakukan?

III. Pergi ke pendengar yang sama secara teratur.

Ini membawa kita ke perkara ketiga, yaitu pentingnya pergi ke pendengar yang sama secara teratur. Mari kita mendirikan dasar alkitabiah praktek ini dahulu. Kita dapati tercatat dalam Markus 6:6, “Lalu Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar.” Kata “keliling” (Yunani, kuklo) menyiratkan dua hal: pertama, perjalanan itu direncanakan dan, kedua, ini adalah perbuatan yang teratur. Selanjutnya, kita mempertimbangkan perjalanan misi rasul Paulus. Suatu keistimewaan yang menakjubkan adalah bahwa, pada setiap kali, ia kembali untuk mengunjungi gereja-gereja yang telah ditanam sebelumnya. Misalnya, kita membaca dalam Kisah Para Rasul 14:21, “Paulus dan Barnabas memberitakan Injil di kota itu dan memperoleh banyak murid. Lalu kembalilah mereka ke Listra, Ikonium dan Antiokhia.”

Praktik Paulus adalah untuk berkhotbah kepada orang yang sama sampai mereka bertobat atau dia ditolak. Dia meregangkan dirinya untuk menjangkau lebih banyak orang, tetapi tidak sampai gagal untuk berkhotbah kepada orang yang sama secara teratur. Suatu contoh tercatat dalam Kisah Para Rasul 18:4-8:

"Dan setiap hari Sabat, Paulus berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani. Ketika Silas dan Timotius datang dari Makedonia, Paulus dengan sepenuhnya dapat memberitakan firman, di mana ia memberi kesaksian kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesus adalah Mesias. Akan tetapi, ketika orang-orang itu memusuhi dia dan menghujat, ia mengebaskan debu dari pakaiannya dan berkata kepada mereka: 'Biarlah darahmu tertumpah ke atas kepalamu sendiri; aku bersih, tidak bersalah. Mulai dari sekarang aku akan pergi kepada bangsa-bangsa lain.' Maka keluarlah ia dari situ, lalu datang ke rumah seorang bernama Titius Yustus, yang beribadah kepada Allah, dan yang rumahnya berdampingan dengan rumah ibadat. Akan tetapi, Krispus, kepala rumah ibadat itu, menjadi percaya kepada Tuhan bersama-sama dengan seisi rumahnya, dan banyak dari orang-orang Korintus, yang mendengarkan pemberitaan Paulus, menjadi percaya dan memberi diri mereka dibaptis."

Perhatikan bahwa dalam ayat 4, kita diberitahu, “setiap hari Sabat, Paulus berbicara dalam rumah ibadat …” Dalam ayat 7, begitu juga ia berkhotbah di rumah Yustus sampai ada banyak orang percaya. Kita diberitahu dalam ayat 11, “Maka tinggallah Paulus di situ selama satu tahun enam bulan dan ia mengajar firman Allah di tengah-tengah mereka.” Prinsip yang harus dipahami adalah bahwa kita harus memberitakan kepada orang-orang yang sama sampai mereka diubah atau kita tidak diinginkan. Bukankah Amanat Agung dalam Matius 28 menyuruh kita supaya “memuridkan semua bangsa”, yang berarti bahwa kita tidak hanya memberitakan Injil sepintas ke sebanyak orang mungkin tanpa melihat siapa pun diubah. Jikalau tidak diinginkan oleh pendengar, kita beralih untuk memberitakan Injil kepada orang lain (Mat.10:14, Kis. 13:46, 18:6). Ada begitu banyak orang lain untuk dikenali, dikunjungi, dan diberitakan secara teratur.

Kita belum selesai dengan dasar alkitabiah praktek seperti itu. Rasul Paulus berkata dalam Kisah Para Rasul 20:20 bahwa ia mengajarkan “di muka umum maupun dalam perkumpulan-perkumpulan di rumah kamu”. Tuhan Yesus begitu juga mengajar di muka umum dan dari rumah ke rumah. Banyak orang mendengar-Nya secara umum, dan Dia membawa murid-muridNya untuk berkhotbah dari rumah ke rumah dalam sebuah rangkaian. Kita membaca dalam Matius 10:12--14, “Apabila kamu masuk rumah orang, berilah salam kepada mereka. Jika mereka layak menerimanya salammu itu turun keatasnya, jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. Dan, apabila seorang tidak menerima kamu, keluarlah dan tinggalkan rumah atau kota itu dan kebaskanlah debunya dari kakimu.” Jelaslah, Tuhan Yesus dan para murid-Nya tidak mungkin mengunjungi setiap satu rumah. Mereka harus telah mengunjungi rumah-rumah tertentu yang diketahui mereka, direkomendasikan kepada mereka, atau yang mereka sengaja mengenali.

Kita telah melihat bahwa Paulus berkhotbah secara umum dan dari rumah ke rumah. Ia memberitakan Injil untuk memenangkan jiwa bagi Kristus, dan ia mengajar orang-orang percaya dengan tujuan membangun iman mereka. Pada masa sekarang, pengajaran umum akan dilakukan di gereja, di mana teman-teman dan sanak yang belum percaya diundang. Kita mungkin berkhotbah di lapangan terbuka atau di stadion, tetapi biaya dan logistik yang diperlukan akan menyebabkan pertemuan seperti itu sangat jarang. Perbuatan yang bijaksana adalah supaya memberitakan pada setiap minggu kepada kumpulan yang lebih kecil dalam gereja. Oleh karena ada dua kebutuhan yaitu memberitakan Injil kepada orang sesat serta mengajar orang percaya untuk membangun iman mereka, adalah lebih tepat diadakan dua kebaktian utama pada hari Tuhan. Salah satu kebaktian dikhususkan untuk mengajar orang-orang percaya, sementara yang lain dikhususkan untuk memenangkan jiwa. Anggota-anggota gereja akan menghadiri kedua-dua kebaktian untuk beribadah, terlepas dari tujuan pengkhotbahan. Sehubungan dengan memenuhi dua kebutuhan itu, terdapat juga keperluan untuk menguduskan hari Tuhan. Perhatikan bahwa yang dikuduskan adalah harinya, yang berarti bahwa adalah tepat untuk memulainya dengan ibadah dan mengakhirinya dengan ibadah juga. Hal ini setuju dengan ajaran dalam Perjanjian Lama tentang bagaimana sesuatu hari dikuduskan, yaitu bahwa ada pengorbanan waktu pagi dan pengorbanan waktu senja (Bil. 28:1-10). Selain itu, hari Tuhan akan diisi dengan serangkaian kegiatan yang berbeda dari kerja yang dilakukan pada hari-hari lain (Kel. 31:12-17; Yer. 17:19-27). Golongan Puritan mengajarkan ini dan mengadakan dua kebaktian ibadah utama pada hari Tuhan. Praktik ini masih diteruskan oleh gereja-gereja yang sejarah mereka merentang ke zaman Puritan. Gereja yang didirikan pada hari terakhir cenderung mengadakan hanya satu kebaktian pada hari Tuhan.

Panggilan menginjili

Kita telah menyimpang sedikit untuk membahas tentang pertemuan yang diadakan di kawasan gereja. Injil harus diberitakan di gereja pada setiap minggu, di mana orang belum percaya diundang. Selain itu, ada anak-anak orang percaya yang perlu mendengar Injil juga. Sungguh pun pemberitaan Injil dilakukan dalam banyak gereja sekarang, tampaknya ada ketidakpahaman bahwa perkara ini harus dilakukan di rumah-rumah secara teratur. Apa yang kita maksudkan adalah pertemuan penginjilan di rumah kontak kita, bukannya rumah anggota gereja kita. Bukankah pengubahan dan baptisan banyak keluarga di bawah pelayanan Paulus itu sesuatu yang berarti? Terdapat keluarga Lydia, keluarga kepala penjara Filipi, keluarga Krispus, dan keluarga Stefanus (Kis. 16:11 db.; 16:25 db.; 18:8; 1 Kor. 1:16 bd. (Kis. 16:1). Timotius juga berubah dalam keluarga di mana ibu dan neneknya adalah orang percaya (2 Tim. 1:5 bd. (Kis. 16:1). Kita tahu ini bukan kasus di mana suatu orang percaya bagi pihak yang lain di dalam keluarga. Ini juga tahu ini bukan kasus baptisan bayi karena orang-orang yang dibaptis itu semuanya telah percaya. Ini adalah kasus keluarga-keluarga diInjili sampailah mereka percaya. Bagi banyak gereja pada masa sekarang, penjangkauan kepada masyarakat dilakukan secara sporadis, jika ada dilakukan, dan ini pun secara sepintas dan tidak secara teratur. Pengedaran traktat merupakan kegiatan terpuji, dan begitu juga khotbah terbuka di sekitar gereja. Namun, di mana praktek alkitabiah mengadakan pedalaman Alkitab penginjilan di rumah secara teratur? Apabila ditantang berkenaan dengan hal ini, alasan yang umum diberikan adalah bahwa zaman telah berubah, dan budaya lokal tidak mengizinkan praktek ini. Atau pun didakwa bahwa gereja itu memiliki pelayanan khusus untuk sekelompok orang tertentu. Bukankah semua ini alasan belaka? Apakah kita masih belum yakin akan praktek Alkitabiah ini? Harapan saya adalah bahwa banyak dari kita di sini menjadi yakin akan ajaran alkitabiah untuk memberitakan Injil kepada orang-orang yang sama secara teratur, sampai mereka percaya atau kita ditolak.

Pertanyaan praktis yang muncul adalah bagaimana hal ini dapat dilakukan. Biasanya, pendeta, dan mungkin beberapa saudara berbakat dalam gereja, memulai pertemuan tersebut. Sebuah tim terdiri dari dua sampai lima orang, termasuk pria dan wanita, kemudian mengunjungi keluarga itu secara teratur, di mana pemimpin tim akan mengajar. Anggota lain dalam tim memberikan dukungan moral kepada sang pendeta, dan memberikan keselamatan dalam jumlah. Dengan waktu, beberapa dari mereka akan berkembang menjadi pemimpin tim. Adalah baik jika rumah yang sama dikunjungi setiap minggu dan, jika tidak setiap minggu, setiap dua minggu. Pedalaman Alkitab singkat selama sepuluh menit diadakan, di mana berita “Yesus Kristus dan Dia yang disalibkan” ditarik keluar dan diterapkan. Ya, sepuluh menit sudah cukup! Praktik kami adalah di mana sang pendeta membuat ringkasan dari khotbah kebaktian pagi untuk tim yang berkumpul, berfokus pada ayat-ayat kunci saja. Dia menunjukkan bagaimana khotbah – sekalipun yang bertujuan membangun orang percaya –- dapat disesuaikan untuk menunjuk ke “Yesus Kristus dan Dia yang disalibkan”. Setelah pendeta menyerahkan tim-tim kepada Allah dalam doa, mereka keluar untuk masing-masing mengunjungi sampai lima rumah. Tim-tim kembali ke gereja untuk ibadah malam pada waktu yang berbeda, tergantung pada berapa banyak rumah yang penghuninya ada pada hari itu. Hal yang sama dapat dilakukan pada hari lain, dan tidak hanya pada hari Tuhan. Khotbah dari kebaktian malam dapat digunakan kali ini. Dengan cara ini, pemimpin tim terhindar dari kesulitan mempersiapkan pelajaran sendiri.

Kesimpulan

Mari kita menyimpulkan. Saya ada beban. Beban itu adalah untuk melihat kedua-dua khotbah untuk membangun iman orang percaya, dan untuk memenangkan jiwa bagi Kristus, dipulihkan di gereja-gereja. Beban itu adalah untuk melihat kedua-dua memberitakan Injil kepada orang di dalam gereja, dan di rumah-rumah pribadi, dipulihkan. Beban itu adalah untuk melihat Injil “Yesus Kristus dan Dia yang disalibkan” diproklamirkan secara setia, dari setiap bagian Alkitab. Beban itu adalah untuk melihat semua bangsa dijangkau oleh setiap gereja lokal yang setia kepada ajaran Alkitab.

Bukan kita yang harus menilai keberkesanan kerja Injil orang Kristen lain. Namun, jika iman timbul dari pendengaran Injil yang diberitakan, adalah tidak mungkin terdapat iman yang benar pada mereka yang menyambut Injil palsu. Jika itu sudah terjadi, alangkah tersia-sia waktu, tenaga dan kesempatan dalam pemberitaan orang-orang Kristen itu! Dan, berapa banyak orang yang telah disesatkan untuk berpikir bahwa mereka diselamatkan padahal mereka belum benar-benar diperbarui! Kita yang lebih tahu tidak harus cuek untuk menjangkau orang-orang belum percaya dengan Injil. Adalah bukan urusan kita untuk menghakimi orang lain. Urusan kita adalah supaya sibuk dalam pekerjaan Tuhan.

Kita berterima kasih atas pemulihan pemberitaan Injil secara umum di banyak gereja. Namun, di mana pemberitaan Injil teratur dari rumah ke rumah? Satu gereja dapat mencapai hanya begitu banyak. Sepuluh gereja yang melakukan hal yang sama akan melipatgandakan efeknya sepuluh kali lipat. Seratus gereja akan kalikan efeknya seratus kali lipat. Pertimbangkan efeknya upaya seratus gereja sepanjang tahun – bukankah itu berarti? Pertimbangkan sebaliknya seratus gereja yang tidak melakukan hal itu –- bukankah itu sayang sekali? Dan, sayang sekali sudah, karena ini belum dilakukan secara ekstensif! Ingatlah, bahwa kita tidak berbicara tentang jumlah orang yang percaya, tetapi efek dari pemberitaan Injil yang mungkin, atau mungkin tidak, termasuk orang yang percaya. Sekalipun kita ingin memenangkan banyak jiwa bagi Kristus, adalah Allah yang memberi pertumbuhan.

Kita hanya bisa merayu kepada Allah untuk menggerakkan umat-Nya supaya menangkap visi melaksanakan Amanat Agung dengan kepenuhannya, dan dengan seluruh hati. Ya Tuhan, kasihanilah kami, umat-Mu!

Audio: Injil Kepada Semua Bangsa

Sumber Artikel: 

Firman Allah Pedoman Kita

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Salah satu bentuk disiplin rohani bagi umat kristiani adalah berpuasa. Namun, kerap hal ini diabaikan oleh banyak orang Kristen dan terkesan tidak penting sama sekali, padahal berpuasa adalah salah satu bentuk disiplin rohani yang alkitabiah. Saat berbicara tentang disiplin rohani, umumnya yang dilakukan kebanyakan orang Kristen adalah disiplin rohani dalam berdoa, bersaat teduh, pendalaman Alkitab, atau mencatat jurnal rohani. Tidak banyak orang Kristen dan gereja yang menerapkan disiplin rohani berpuasa. Beberapa gereja mungkin hanya mengadakan puasa saat Paskah atau persiapan acara besar di gereja. Berpuasa menolong untuk mendisiplin kehidupan rohani seorang murid Kristus. Oleh karena itu, sudah seharusnya umat kristiani kembali pada praktik berpuasa.

Dalam edisi bulan ini, kita akan belajar beberapa hal: apa definisi puasa? Apakah puasa itu alkitabiah? Dan, mengapa kita perlu berpuasa? Kiranya melalui artikel yang kami sajikan ini, kita boleh semakin mengerti arti berpuasa dan mulai mempraktikkannya sebagai salah satu langkah untuk mulai mendisiplin diri dan rohani kita. Selamat membaca. Tuhan Yesus memberkati.

Liza

Staf Redaksi e-Reformed,
Elizabeth N.

Edisi: 
Edisi 178/Juli 2016
Isi: 
Firman Allah Pedoman Kita

Ada suatu puasa yang ditetapkan oleh Allah.

Puasa semacam itu telah dilakukan oleh umat Allah di sepanjang sejarah.

Fasting and prayer

Pada abad mula-mula kekristenan, puasa tersebut masih murni. Belakangan, praktiknya merosot; makna dan esensinya diselewengkan hingga sekarang ini puasa tidak lebih dari suatu ritual takhayul.

Akan tetapi, pada abad ke-16, bersama dengan segala jenis reformasi yang lain, puasa mendapatkan kembali tempatnya yang sejati. Pada saat itu, untuk beberapa waktu, puasa lazim dipraktikkan oleh orang-orang Kristen Reformasi.

Pada masa ini pun masih ada beberapa di antara orang-orang yang taat yang masih berpuasa. Akan tetapi, jumlahnya sangat sedikit. Praktik berpuasa secara perlahan telah memudar.

Kita tidak lagi melakukan puasa berjamaah. Kita telah menjadi terasing dengan berpuasa, dan kita tidak menganggapnya sebagai salah satu cara untuk meneguhkan iman. Para pemimpin kita juga tidak pernah menyarankan atau menganjurkannya, bila pun ada, sangat jarang. Dan, pendapat nenek moyang kita tentang berpuasa bahkan tidak diketahui di antara kita. Bahkan, menyebut tentang berpuasa itu saja mengisyaratkan ajaran Katolik Roma.

Itulah mengapa kami ingin membawa kepada Anda pengajaran firman Tuhan yang berkenaan dengan berpuasa -- berpuasa sebagaimana nenek moyang kita mengajarkan dan melakukannya, dan sebagaimana itu juga berlaku bagi kita.

Jangan biarkan keinginan daging memalingkan Anda dari kata-kata kami yang paling serius ini. Sangat mudah untuk memberi label "takhayul" kepada apa saja yang bertentangan dengan keinginan daging itu!

Akan tetapi, sebagaimana yang dikatakan oleh Calvin, "Mari kita berbicara sedikit tentang berpuasa karena banyak orang percaya bahwa hal itu tidak perlu, karena mereka gagal menghargai segala manfaat yang mungkin mereka dapatkan darinya; beberapa orang benar-benar meninggalkannya, seolah-olah itu tidak bernilai; dan jika kita tidak menggunakannya dengan tepat, kita bisa dengan mudah jatuh ke dalam takhayul".

Pada zaman kita, hampir semua orang di antara kita memiliki pendapat yang sama yang dimiliki oleh "beberapa" orang pada zaman Calvin -- bahwa berpuasa itu tidak perlu. Dan, kebanyakan dari kita telah meninggalkannya sama sekali.

Namun, pada masa-masa kemiskinan rohani sekarang ini, seharusnya tidak ada satu pun sarana kasih karunia atau jalur menuju persekutuan yang lebih dekat dengan Tuhan yang boleh kita abaikan.

Oleh karena itu, kaum Kristen seharusnya kembali kepada praktik berpuasa.

Bukan karena Calvin mengajarkannya. Namun, karena ia mengajarkannya dengan berdasarkan pada firman Tuhan.

Firman Tuhan adalah pedoman hidup kita.

Fasting

Bagi beberapa orang, ortodoksi terdiri dalam mencari ayat-ayat di dalam Alkitab untuk mendukung pendapat-pendapat mereka sendiri. Di saat yang bersamaan, mereka mungkin berpegang pada gagasan-gagasan lain yang bertentangan dengan firman Tuhan, dan mereka mengabaikan yang tidak mereka setujui.

Itu merupakan pendekatan yang menyimpang terhadap firman Tuhan.

Karena firman Tuhan dan gagasan manusia bertentangan satu sama lain. Firman Tuhan memberi kita pandangan terhadap dunia dan terhadap manusia dan terhadap jiwa manusia yang cukup berbeda dibanding pendapat manusia secara murni.

Meski begitu, ada banyak orang, baik pendeta maupun orang awam, yang memandang manusia dan segala permasalahannya dari sudut pandang dunia. Mereka tidak mengetahui antropologi dan psikologi yang lain selain dari para pemikir dunia, dan mereka membangun sebuah sistem pemikiran rohani dengan dasar yang berbeda dari firman Tuhan. Landasan mereka bukanlah Alkitab, melainkan wawasan/pemahaman manusia.

Bagi orang Kristen, firman Tuhan adalah sumber dari segala sumber buku. Ia melandaskan pemikiran dan pendapatnya berdasarkan Firman itu.

Kita bisa saja membuat kesalahan. Akan tetapi, setidaknya titik awal kita benar dan sah. Sementara itu, jika kita berusaha untuk mendukung praduga kita sendiri dari Alkitab, kita sedang memutarbalikkan tatanan ilahi.

Kemuliaan dan kedaulatan Allah menuntut agar kita mempercayai firman Allah bukan karena apa yang dikatakannya, tetapi karena itu adalah perkataan-Nya. Bukan karena kita menganggap bahwa itu indah dan benar, tetapi karena Ia telah mengucapkannya.

Sekarang, berkaitan dengan berpuasa ....

Pertanyaan yang ada di depan kita bukanlah tentang apakah kita akan memperoleh keuntungan dari berpuasa; atau apakah ada bahaya bahwa hal itu akan menjadi praktik takhayul atau apakah pemimpin-pemimpin kita menyetujuinya, tetapi hanya: Apakah itu alkitabiah?

Maka dari itu, kita bisa menempatkannya demikian: Apakah Allah mengatakan tentang berpuasa di dalam Firman-Nya? Dan, jika demikian, bagaimana Ia mengevaluasinya?

Apakah Ia menolaknya? Apakah Ia mengatakan bahwa berpuasa itu berbahaya bagi kehidupan rohani kita dan ia sebagai sesuatu yang harus dihindari?

Dengan demikian, nenek moyang gereja kita yang menyarankannya telah membuat kesalahan.

Ataukah, firman Tuhan acuh tak acuh terhadap praktik berpuasa, berbicara bahwa itu merupakan kebiasaan yang tidak berbahaya, tetapi tidak berguna?

Dengan demikian, permasalahan ini tidak cukup penting untuk dibahas. Masalah itu tidak menyentuh hati nurani kita.

Atau, apakah Allah membicarakannya sebagai sesuatu yang terpuji, sebagai sesuatu yang berasal dari kehidupan rohani yang sejati, sebagai sesuatu yang sesuai untuk penyembahan kepada-Nya dan cocok dengan ketaatan, dan bernilai untuk setiap orang yang mencari Allah?

Dengan demikian, bapa-bapa gereja kita benar, dan kitalah yang melakukan kesalahan; maka sudah menjadi tugas seorang anak Tuhan untuk mengembalikan hal berpuasa pada tempatnya yang benar dan penuh kehormatan.

Pengendalian diri dan moderasi selalu diperlukan bagi seorang Kristen. Tidak dapat menguasai diri adalah dosa.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Sebelum melanjutkan, mari kita perjelas bahwa dengan berpuasa kita tidak sedang mengartikannya sebatas pengendalian diri atau moderasi, tetapi pantangan yang sebenarnya terhadap makanan untuk satu periode yang lebih lama atau lebih singkat.

Pengendalian diri dan moderasi selalu diperlukan bagi seorang Kristen. Tidak dapat menguasai diri adalah dosa.

Akan tetapi, puasa bersifat tak berkala. Alam sendiri melarang puasa secara terus-menerus. Puasa haruslah merupakan suatu pengecualian, bukan sebuah peraturan.

Maka dari itu, kita perlu mendefinisikan berpuasa sebagai: berpantangan sementara dari makanan atau minuman yang biasa kita konsumsi, untuk alasan devosional.

Untuk mengutip Calvin sekali lagi, "Supaya kita tidak melakukan kesalahan, mari kita deskripsikan berpuasa. Kita tidak memahaminya untuk berbicara sebatas tentang berhemat dalam mengambil makanan. Sebab, hidup ketaatan selalu sabar dan bijaksana. Akan tetapi, selain itu, ada penarikan diri sementara dari cara hidup kita yang biasanya, mungkin untuk sehari, atau untuk kurun waktu tertentu, ketika kita mengizinkan diri kita mengonsumsi makanan dan minuman yang lebih sedikit daripada biasanya -- lebih sedikit dalam hal jumlah, dalam kualitas, dan dalam frekuensi."

Jadi, apa yang diajarkan firman Allah berkenaan dengan berpuasa yang semacam itu?

Audio: Firman Allah Pedoman Kita

Sumber: 
Diambil dari:
Judul buku : The Practice of Godliness
Judul bab : Humility Before God
Judul asli artikel : God's Word Our Guide
Penulis Artikel : R.C. Sproul
Penulis : Abraham Kuyper
Penerjemah : Odysius Bio T.
Penerbit : Baker Book House, USA, 1977
Halaman : 97 -- 100

Kuduslah Tuhan Semesta Alam

Penulis_artikel: 
John Piper
Tanggal_artikel: 
12 Juli 2016
Isi_artikel: 

Pada tanggal 1 Juni 1973, Charles Colson mengunjungi temannya, Tom Phillips, sementara skandal Watergate diberitakan secara luas dalam media massa. Ia tercengang dan terkejut dengan penjelasan Phillip bahwa ia telah -- menerima Yesus Kristus. Akan tetapi, ia melihat bahwa Tom memiliki damai di hatinya sedang ia tidak. Ketika Colson meninggalkan rumah, ia tidak dapat memasukkan kunci kontak untuk menyalakan mobil sehingga ia menangis dengan sangat keras. Ia berkata,

"Malam itu saya diperhadapkan dengan dosa saya sendiri – bukan hanya trik-trik kotor Watergate, tetapi dosa yang ada jauh di dalam lubuk hati saya, kejahatan yang tersembunyi yang tinggal dalam hati semua orang. Itu sangat menyakitkan dan saya tidak dapat melepaskan diri. Saya berseru kepada Allah dan menemukan diri saya ditarik dengan kuat ke dalam lengan-Nya yang sedang menantikan. Itu adalah malam saya memberikan hidup saya kepada Yesus Kristus dan memulai petualangan terbesar dalam hidup saya." (Loving God (Mengasihi Allah -- Red.), hlm. 247)

Pemahaman Baru Charles Colson tentang Allah

Kisah itu telah diceritakan ratusan kali dalam sepuluh tahun terakhir. Kita suka mendengarnya. Akan tetapi, amat terlalu banyak di antara kita sudah puas dengan kisah itu dalam hidup kita sendiri dan kehidupan gereja kita. Akan tetapi, tidak demikian dengan Charles Colson. Bukan hanya si pembuat skandal dari White House itu bersedia untuk menangis pada tahun 1973; ia juga bersedia untuk bertobat beberapa tahun kemudian dari suatu pandangan tentang Allah yang sangat tidak memadai. Itu terjadi selama suatu periode kekeringan rohani yang tidak biasa. (Jika Anda berada dalam kekeringan rohani, bangunlah harapan Anda! Lebih banyak orang kudus daripada yang Anda ketahui telah mengalami perjumpaan dengan Allah yang mengubah kehidupan tepat di tengah-tengah padang gurun.) Seorang teman menyarankan kepada Colson agar ia menonton seri ceramah dalam kaset video oleh R. C. Sproul mengenai kekudusan Allah. Inilah apa yang Colson tulis dalam bukunya yang baru, Loving God (hlm. 14-15)

"Semua yang saya ketahu tentang Sproul adalah bahwa ia adalah seorang teolog, maka saya tidak antusias. Bagaimanapun juga, saya beralasan, theologi adalah bagi orang-orang yang memiliki waktu untuk belajar, mengunci diri dalam menara-menara gading jauh dari medan pergumulan kebutuhan manusia. Akan tetapi, atas dorongan teman saya akhirnya saya setuju untuk menonton seri ceramah Sproul.

Pada akhir ceramah keenam saya berlutut, tenggelam dalam doa, kagum akan kekudusan mutlak Allah. Sungguh pengalaman yang mengubah kehidupan ketika saya memperoleh suatu pemahaman yang benar-benar baru tentang Allah yang kudus yang saya percaya dan sembah.

Kekeringan rohani saya berakhir, tetapi rasa akan keagungan Allah ini hanya membuat saya terus haus akan Dia."

Apakah Anda telah cukup melihat akan kekudusan Allah untuk memiliki suatu rasa yang tak pernah puas akan keagungan-Nya?
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Pada tahun 1973, Colson telah cukup melihat akan Allah dan dirinya untuk mengetahui kebutuhannya yang mendesak akan Allah, dan telah didorong -- dengan sangat kuat (sebagaimana ia katakan) -- ke dalam lengan Allah. Akan tetapi, beberapa tahun kemudian sesuatu yang lain yang mengherankan terjadi. Seorang teolog berbicara mengenai kekudusan Allah, dan Charles Colson berkata bahwa ia tersungkur dan -- memperoleh suatu pemahaman yang benar-benar baru tentang Allah yang kudus. Sejak saat itu, ia memiliki apa yang ia sebut suatu -- rasa akan keagungan Allah. Apakah Anda telah cukup melihat akan kekudusan Allah untuk memiliki suatu rasa yang tak pernah puas akan keagungan-Nya?

Ayub Melihat Allah Sekali Lagi

"Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan- (Ayub 1:1). Ayub adalah seorang percaya, orang yang sangat saleh dan pendoa. Pasti ia mengenal Allah sebagaimana ia seharusnya. Pasti ia memiliki suatu -- rasa akan keagungan Allah.- Tetapi kemudian datang penyakit dan malapetaka dari padang gurun rohani dan fisiknya. Dan di tengah-tengah kegelapan Ayub, Allah berbicara dalam keagungan-Nya kepada Ayub:

'Apakah Engkau hendak meniadakan pengadilan-Ku, mempersalahkan Aku supaya engkau dapat membenarkan dirimu? Apakah lenganmu seperti lengan Allah, dan dapatkah engkau mengguntur seperti Dia? Hiasilah dirimu dengan kemegahan dan keluhuran, kenakanlah keagungan dan semarak! ... Amat-amatilah setiap orang yang congkak dan rendahkanlah dia! Amat-amatilah setiap orang yang congkak, tundukkanlah dia, dan hancurkanlah orang-orang fasik di tempatnya! ... Maka Aku pun akan memuji Engkau, karena tangan kananmu memberi engkau kemenangan.... Siapakah yang dapat bertahan di hadapan Aku? Siapakah yang menghadapi Aku, yang Kubiarkan tetap selamat? Apa yang ada di seluruh kolong langit, adalah kepunyaan-Ku.'" (40:3-9; 41:1b-2)

Pada akhirnya, Ayub merespons, seperti Colson, kepada -- pemahaman yang benar-benar baru tentang Allah yang kudus. Ia berkata,

"Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui…. Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu." (42:3-6)

Ketekunan dan Pengharapan dalam Mengikuti Allah yang Kudus

"Dapatkah itu terjadi di Betlehem (Baptist Church)? Itu bisa dan itu sedang terjadi. Jika saya tidak melihat tanda-tanda akan hal itu, saya akan ditekan keras untuk terus melihat meskipun saya tahu ketekunan adalah kunci kepada kebangunan." A. J. Gordon menulis dalam bukunya, The Holy Spirit in Missions (Roh Kudus dalam Misi -- Red.), hlm. 139, 140:

Tujuh tahun berlalu sebelum Carey membaptis petobat pertamanya di India; tujuh tahun berlalu sebelum Judson memenangkan murid pertamanya di Birma; Morrison bekerja keras tujuh tahun sebelum orang Cina pertama dibawa kepada Kristus; Moffat menyatakan bahwa ia menantikan tujuh tahun untuk melihat bukti pertama gerakan Roh Kudus atas orang-orang Bechuana di Afrika; Henry Richards ditempa tujuh tahun di Kongo sebelum petobat pertama diperoleh di Banza Manteka.

Ketekunan, doa dan kerja keras, merupakan kunci kepada kebangunan. Demikian juga ekspektasi dan pengharapan. Dan, Allah telah memberi saya tanda-tanda akan pengharapan bahwa pengalaman Yesaya dan Ayub serta Charles Colson dapat terjadi di sini jika kita tetap mengikut Allah yang kudus dengan sungguh-sungguh. Contohnya, salah satu dari anggota gereja kami menulis sepucuk surat kepada saya seminggu yang lalu yang mengatakan pelayanan di sini telah

Membawa saya menjulang tinggi melampaui apa yang sebelumnya saya lihat sebagai puncak gunung, kepada gambaran yang lebih agung, lebih besar, lebih mulia tentang Allah di tempat tinggi daripada yang pernah saya bayangkan.... Pandangan saya tentang Allah menjadi semakin lebih luas dan dari kebesaran-Nya yang mahakuasa mengalir segala sesuatu, segala kecukupan. Dalam sepuluh bulan saya berada di Betlehem (Baptist Church) ada suatu kebangunan yang mengherankan dalam hati saya dan nyala api terbakar lebih terang dan lebih sungguh-sungguh daripada yang pernah terjadi.

Kebangunan terjadi ketika kita melihat Allah penuh keagungan dalam kekudusan, dan ketika kita melihat diri kita sebagai debu yang tidak taat. Kehancuran, pertobatan, sukacita pengampuan yang tak terkatakan, suatu -- rasa akan kebesaran Allah,- suatu rasa lapar akan kekudusan-Nya – untuk lebih melihat kekudusan-Nya lagi dan untuk lebih menikmatinya lagi: itulah kebangunan. Dan, itu berasal dari melihat Allah.

Tujuh Pandangan Sekilas akan Allah dalam Penglihatan Yesaya

Yesaya mengundang kita untuk berbagi penglihatannya akan Allah di Yesaya 6:1-4.

"Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci. Para Serafim berdiri di sebelah atas-Nya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang. Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: ‘Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!’ Maka bergoyanglah alas ambang pintu disebabkan suara orang yang berseru itu dan rumah itu pun penuhlah dengan asap.

Tujuh pandangan sekilas akan Allah yang saya lihat dalam keempat ayat ini, setidaknya tujuh.

1. Allah itu Hidup

Pertama, Ia itu hidup. Uzia mati, tetapi Allah tetap hidup. "Dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah" (Mazmur 90:2). Allah adalah Allah yang hidup ketika alam semesta terjadi. Ia adalah Allah yang hidup ketika Socrates meminum racunnya. Ia adalah Allah yang hidup ketika William Bradford memerintah Koloni Plymouth. Ia adalah Allah yang hidup pada tahun 1966 ketika Thomas Altizer memproklamasikan bahwa Dia mati dan majalah Time menempatkannya di halaman depan. Dan, Ia akan tetap hidup sepuluh triliun abad dari sekarang ketika semua penentang dan pengkritik yang tak berarti melawan realitas Allah akan dilupakan bagaikan bola-bola besi yang teramat kecil yang dibenamkan di dasar Samudra Pasifik yang sangat luas. "Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan." Tidak ada satu kepala negara pun di seluruh dunia yang memerintah selama lebih dari lima puluh tahun. Rasio pergantian dalam kepemimpinan dunia adalah 100%. Dalam 110 tahun yang singkat, planet ini akan dihuni oleh sepuluh biliun orang yang benar-benar baru dan empat biliun di antara kita yang masih hidup pada zaman ini akan menghilang dari bumi seperti Uzia. Akan tetapi, tidak demikian dengan Allah. Ia tidak pernah memiliki permulaan dan karena itu tidak bergantung pada apa pun untuk eksistensi-Nya. Ia selalu ada dan akan selalu tetap hidup.

2. Allah Itu Berkuasa

Kedua, Allah itu *berkuasa*. "Aku melihat Tuhan duduk di atas takhta." Tidak ada penglihatan akan sorga yang pernah menangkap pandangan sekilas akan Allah yang sedang membajak sebuah ladang, atau sedang memotong rumput atau sedang menyemir sepatu atau sedang membuat laporan atau sedang memuati truk. Sorga tidak akan berhenti berfungsi. Allah tidak pernah kehabisan akal dengan wilayah sorgawi-Nya. Ia duduk. Dan Ia duduk di atas takhta. Semuanya dalam damai dan Ia memegang kontrol. Takhta adalah hak-Nya untuk memerintah dunia. Kita tidak memberi Allah otoritas atas hidup kita. Ia memilikinya tidak peduli kita menyukainya atau tidak. Alangkah benar-benar bodohnya untuk bertindak seolah-olah kita juga memiliki hak untuk meragukan Allah! Kadang-kadang kita perlu mendengar kata-kata keras seperti kata-kata Virginia Stem Owens yang berkata dalam Reformed Journal bulan lalu,

"Marilah kita mengerti yang satu ini sejelas-jelasnya. Allah dapat melakukan apa pun yang benar-benar Ia inginkan, termasuk menghakimi sekeras-kerasnya. Jika menyenangkan bagi Dia untuk menghakimi, maka itu akan dilakukan, ipso facto, dengan baik. Aktivitas Allah adalah seperti itu apa adanya. Tidak ada sesuatu yang lain. Tanpa aktivitas itu tidak akan ada keberadaan, termasuk manusia yang berani menghakimi Sang Pencipta segala sesuatu yang ada.

Beberapa hal lebih merendahkan hati kita, beberapa hal memberi kita pengertian akan keagungan yang apa adanya itu, karena demikianlah perihal Allah itu benar-benar berotoritas. Dialah Hakim Agung, Legislator Tertinggi, dan Pelaksana Utama. Setelah Dia, tidak ada lagi naik banding."

3. Allah Itu Mahakuasa

Ketiga, Allah itu *mahakuasa*. Takhta kekuasaan-Nya bukanlah satu di antara banyak takhta kekuasaan. Takhta-Nya itu tinggi dan menjulang. "Aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang." Takhta Allah itu lebih tinggi daripada semua takhta yang lain, menandakan kekuasaan Allah yang lebih tinggi untuk menjalankan otoritas-Nya. Tidak ada kekuasaan yang melawan yang dapat meniadakan ketetapan-ketetapan Allah. Apa yang Ia kehendaki, Ia genapi. "Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan" (Yesaya 46:10). Untuk digenggam oleh kemahakuasaan (atau kedaulatan) Allah adalah bagus sekali karena Ia ada di pihak kita atau menakutkan karena Ia melawan kita. Pengabaian terhadap kemahakuasaan-Nya hanyalah berarti kita belum melihat kemahakuasaan itu sebagaimana itu apa adanya. Otoritas yang berdaulat dari Allah yang hidup merupakan perlindungan yang penuh sukacita dan kekuatan bagi orang-orang yang memelihara kovenan-Nya.

4. Allah Itu Bergemerlapan

Keempat, Allah itu bergemerlapan. "Aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci." Anda telah melihat gambar-gambar tentang mempelai perempuan yang kain bajunya diletakkan di sekitar mereka sehingga menutupi anak-anak tangga dan panggung. Apa artinya jika ujung jubah yang memenuhi lorong di antara deretan tempat duduk dan menutupi tempat-tempat duduk serta balkon paduan suara, seluruhnya ditenun jadi satu? Kalau jubah Allah memenuhi seluruh Bait Suci di sorga, itu berarti bahwa Ia adalah Allah dengan kemuliaan yang tiada banding. Kepenuhan kemuliaan Allah ditunjukkan dalam beribu cara.

Untuk satu contoh kecil, Ranger Rick Januari memiliki sebuah artikel mengenai spesies ikan yang tinggal di kedalaman laut yang gelap dan memiliki terang mereka sendiri yang terpasang tetap – beberapa spesies memiliki lampu yang menggantung di dagu mereka, beberapa memiliki hidung yang memancarkan sinar, beberapa memiliki lentera laut di bawah mata mereka. Ada ribuan macam ikan yang memancarkan sinar sendiri yang hidup di bagian dalam samudra di mana tidak seorang pun di antara kita dapat melihatnya dan mengaguminya. Mereka itu secara spektakuler aneh tetapi cantik. Mengapa mereka ada di sana? Mengapa tidak hanya ada, katakanlah, satu lusin model ikan yang sangat efisien untuk mewakilinya saja? Karena Allah itu berlebih-lebihan dalam kemuliaan. Kepenuhan-Nya yang kreatif tertumpah dalam keindahan yang berlebihan. Dan, jika seperti itu dunia ikan, betapa jauh lebih gemerlapan pastinya Tuhan yang memikirkannya dan menjadikannya!

5. Allah Itu Dipuja-puja

Kelima, Allah itu dipuja-puja. "Para Serafim berdiri di sebelah atas-Nya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang." Tidak seorang pun tahu apakah makhluk-makhluk yang tidak biasa ini yang memiliki enam sayap dengan kaki dan mata serta kecerdasan. Mereka tidak pernah muncul lagi dalam Alkitab, setidaknya tidak dengan sebutan serafim. Karena hebatnya pemandangan dan kuasa serombongan malaikat itu, sebaiknya kita tidak menggambarkan mereka dengan bayi-bayi gemuk yang bersayap yang mengepak-ngepakkan sayap di sekitar telinga Tuhan. Menurut ayat 4, ketika salah satu di antara mereka berbicara, dasar-dasar Bait Suci bergoyang. Kita sebaiknya berpikir tentang pesawat-pesawat jet akrobatik, dengan suara mesin jetnya yang menderu-deru dan memekakkan telinga, yang terbang dalam formasi yang menakjubkan di hadapan pesawat kepresidenan dengan segala kemegahannya. Tidak ada makhluk-makhluk yang lemah atau bodoh di sorga. Hanya ada makhluk-makhluk yang luar biasa mengagumkan.

Maksudnya adalah: para malaikat itu bahkan tidak dapat memandang Allah ataupun bahkan merasa layak untuk membiarkan kaki mereka terekspos di hadirat-Nya. Mereka itu agung dan baik, tidak ternoda oleh dosa manusia. Mereka memuja Pencipta mereka dengan sangat rendah hati. Sesosok malaikat membuat manusia takut dengan kecerdasan dan kuasanya. Tetapi para malaikat itu sendiri bersembunyi dari kemegahan Allah dalam ketakutan yang kudus dan penghormatan. Betapa jauh lebih lagi kita, yang bahkan tidak dapat bertahan dengan kemegahan para malaikat-Nya, akan merasa ngeri dan gemetar di hadirat-Nya !

6. Allah Itu Kudus

Keenam, Allah itu kudus. "Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: 'Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam!'" Ingatlah bagaimana Reepicheep, tikus yang gagah berani, dalam akhir The Voyage of the Dawn Treader (Petualangan Dawn Treader - Red.) berlayar sampai ke ujung dunia dengan kapal kecilnya? Ya, kata -- kudus -- merupakan kapal kecil di mana kita menjangkau ujung dunia dalam lautan bahasa. Ke-mungkinan kemampuan bahasa untuk mengungkapkan arti tentang Allah pada akhirnya akan habis dan tumpah melewati ujung dunia menuju suatu keluasan yang tak dikenal. Kekudusan -- membawa kita ke ujung, dan dari sana pengalaman akan Allah tidaklah terkatakan.

Alasan saya mengatakan hal ini adalah bahwa setiap usaha untuk mendefinisikan kekudusan Allah pada akhirnya berakhir dengan mengatakan: Allah itu kudus artinya Allah adalah Allah. Marilah saya mengilustrasikan. Arti dasar dari kudus adalah memotong atau memisahkan. Hal yang kudus terpotong dari dan terpisah dari penggunaan umum (kita sebut yang sekuler). Segala sesuatu di bumi dan orang-orang adalah kudus ketika mereka berbeda dari dunia dan dipersembahkan kepada Allah. Maka Alkitab berbicara tentang tanah yang kudus (Keluaran 3:5), pertemuan yang kudus (Keluaran 12:16), Sabat yang kudus (Keluaran 16:23), bangsa yang kudus (Keluaran 19:6); jubah yang kudus (Keluaran 28:2), kota yang kudus (Nehemiah 11:1), firman yang kudus (Mazmur 105:42), orang-orang kudus (2 Petrus 1:21) dan perempuan-perempuan yang kudus (1 Petrus 3:5), Kitab Suci (2 Timotius 3:15), tangan yang kudus (1 Timotius 2:8), cium kudus (Roma 16:16), dan iman yang kudus (Yudas 1:20). Hampir apa pun dapat menjadi kudus jika dipisahkan dari penggunaan umum dan dipersembahkan kepada Allah.

Akan tetapi, perhatikan apa yang terjadi ketika definisi ini diberlakukan pada Allah sendiri. Dari hal apa Anda dapat memisahkan Allah untuk menjadikan Dia kudus? Ke-Allahan (god-ness) Allah berarti bahwa Ia itu terpisah dari semua yang bukan Allah. Ada suatu perbedaan kualitatif yang tak terbatas antara Pencipta dan makhluk ciptaan. Allah adalah satu macam. Sui generis. Dalam satu kelas Dia sendirian. Dalam arti itu Ia benar-benar kudus. Kemudian Anda tidak dapat mengatakan apa-apa lagi selain bahwa Ia adalah Allah.

Atau jika kekudusan manusia berasal dari dipisahkan dari dunia dan dipersembahkan kepada Allah, kepada siapa Allah dipersembahkan untuk memperoleh kekudusan-Nya? Tidak kepada siapa pun kecuali diri-Nya. Adalah penghujatan untuk mengatakan bahwa ada suatu realitas yang lebih tinggi daripada Allah yang kepadanya Ia harus menjadi serupa agar menjadi kudus. Allah merupakan realitas mutlak yang di baliknya hanyalah lebih banyak tentang Allah. Ketika ditanya akan nama-Nya di Keluaran 3:14, Ia berkata, "AKU ADALAH AKU". Keberadaan-Nya dan karakter-Nya sama sekali tidak ditentukan oleh apa pun di luar diri-Nya. Ia kudus bukan karena Ia memelihara aturan-aturan. Ia menulis aturan-aturan! Allah kudus bukan karena Ia memelihara hukum. Hukum itu kudus karena hukum itu menyatakan Allah. Allah itu mutlak. Segala sesuatu yang lain berasal dari Dia.

Lalu, apakah kekudusan-Nya itu? Dengarkan kepada tiga teks ini. 1 Samuel 2:2, "Tidak ada yang kudus seperti TUHAN, sebab tidak ada yang lain kecuali Engkau." Yesaya 40:25, "Dengan siapa hendak kamu samakan Aku, seakan-akan Aku seperti dia? firman Yang Mahakudus." Hosea 11:9, "Aku ini Allah dan bukan manusia, Yang Kudus di tengah-tengahmu." Pada akhirnya Allah itu kudus dalam hal Ia adalah Allah dan bukan manusia. (Bandingkan Imamat 19:2 dan Imamat 20:7. Perhatikan struktur yang sejajar dari Yesaya 5:16.) Ia tidaklah dapat dibandingkan. Kekudusan-Nya adalah esensi ilahi-Nya yang benar-benar unik. Kekudusan-Nya menetapkan semua yang Ia adalah dan lakukan dan tidak ditentukan oleh siapa pun. Kekudusan-Nya adalah siapakah Dia sebagai Allah yang tidak seorang pun yang lain ada atau sesungguhnya akan ada. Sebutlah itu keagungan-Nya, keilahian-Nya, kebesaran-Nya, nilai-Nya bagaikan mutiara dengan harga yang tinggi. Pada akhirnya, tidak ada lagi kata-kata yang dapat mengungkapkan Dia. Dengan kata -- kudus -- kita telah berlayar ke ujung dunia dalam kesenyapan yang sungguh-sungguh karena penghormatan dan keajaiban serta ketakjuban. Mungkin ada lebih banyak lagi untuk diketahui tentang Allah, tetapi itu tidak akan dapat terkatakan. "Tetapi TUHAN ada di dalam bait-Nya yang kudus. Berdiam dirilah di hadapan-Nya, ya segenap bumi!" (Habakuk 2:20).

7. Allah itu Mulia

light

Akan tetapi, di hadapan kesenyapan dan goyangnya dasar-dasar Bait Suci serta asap yang memenuhinya, kita belajar hal ketujuh yang terakhir tentang Allah. Allah itu mulia. "Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya." Kemuliaan Allah merupakan perwujudan dari kekudusan-Nya. Kekudusan Allah adalah kesempurnaan natur ilahi-Nya yang tiada bandingannya, kemuliaan-Nya merupakan pertunjukan akan kekudusan itu. Allah itu mulia -- berarti: kekudusan Allah terungkapkan dengan jelas dan luas. Kemuliaan-Nya merupakan penyataan terbuka dari rahasia kekudusan-Nya. Di Imamat 10:3 Allah berkata, "Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku." Ketika Allah menunjukkan diri-Nya sebagai kudus, apa yang kita lihat adalah kemuliaan. Kekudusan Allah adalah kemuliaan-Nya yang tersembunyi. Kemuliaan Allah adalah kekudusan-Nya yang dinyatakan.

Ketika Serafim berkata, "Seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya," itu karena dari ketinggian sorga, Anda dapat melihat ujung dunia. Dari bawah sini, pemandangan tentang kemuliaan Allah terbatas. Tetapi sebagian besar, itu dibatasi oleh kesukaan kita yang bodoh akan hal-hal remeh. Menggunakan perumpamaan dari Søren Kierkegaard, kita ini seperti orang yang mengendarai kereta kita pada malam hari ke luar kota untuk melihat kemuliaan Allah. Tetapi di atas kita, di kedua sisi tempat duduk kereta, menyala lampu gas. Selama kepala kita dikelilingi oleh terang buatan ini, langit di atas kita itu hampa akan kemuliaan. Akan tetapi, jika suatu angin Roh yang murah hati meniup lampu-lampu kita di bumi, maka dalam kegelapan kita, langit Allah dipenuhi dengan bintang-bintang.

Suatu hari, Allah akan meniup dan menjauhkan semua kemuliaan yang menyaingi dan menjadikan kekudusan-Nya dikenal dalam kemegahan yang menakjubkan oleh semua makhluk yang rendah hati. Akan tetapi, tidak perlu menunggu. Ayub, Yesaya, Charles Colson, dan banyak di antara kita telah merendahkan diri untuk mengikuti dengan sungguh-sungguh Allah yang Kudus dan telah mengembangkan suatu rasa akan keagungan-Nya. Kepada Anda dan yang lainnya yang baru mulai merasakan keagungan-Nya, saya memegang janji dari Allah ini, yang sungguh-sungguh hidup, berkuasa, mahakuasa, bergemerlapan, dipuja-puja, kudus, dan mulia: "Kamu akan berseru kepada-Ku dan datang untuk berdoa kepada-Ku, dan Aku akan mendengarkan kamu. Kamu akan mencari dan menemukan Aku apabila kamu menanyakan Aku (mengejar pengenalan/pengetahuan akan Aku) dengan segenap hati."

Audio: Kuduslah Tuhan Semesta Alam

Sumber Artikel: 
Piper, John. "Kudus, Kudus, Kuduslah Tuhan Semesta Alam" Dalam http://id.gospeltranslations.org/wiki/Kudus,_Kudus,_Kuduslah_Tuhan_Semes...

Komentar


Syndicate content