Bagaimana Menolong Mereka yang Percaya Injil Kemakmuran

Jelaskan Injil yang Benar

Bagaimana kita membantu anggota keluarga, teman, rekan kerja, atau bahkan sesama anggota gereja kita yang terpikat oleh Injil kemakmuran? Berikut adalah beberapa ide sederhana yang bisa dilakukan sambil Anda dengan sungguh-sungguh berusaha meluruskan kesalahan mereka. selengkapnya...»

Apakah Kita Memiliki Kehendak Bebas?

Apakah kita semua memiliki kehendak bebas? Tidak -- tetapi kita adalah agen moral yang bebas. Ada perbedaan besar. selengkapnya...»

Apa Itu Doktrin Pemilihan?

Rencana Allah dalam Keselamatan selengkapnya...»

Penghiburan dari Kedaulatan Allah

Penulis_artikel: 
David Murray
Tanggal_artikel: 
24-05-23
Isi_artikel: 

Sering kali, ketika dunia luar kita mulai retak, berderit, dan hancur, begitu juga dunia internal kita. Bagi banyak dari kita orang Kristen, kita mulai meragukan kebaikan Allah dan kedaulatan-Nya. Kecemasan, ketakutan, dan kemarahan dapat melemahkan kepercayaan banyak orang percaya kepada Allah, terutama kepercayaan mereka pada kedaulatan Allah. Pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu menghantui banyak dari kita: "Apakah Allah masih memegang kendali? Jika ya, apakah Dia tahu apa yang Dia lakukan?" "Apakah Dia sebaik yang Dia katakan?" Ke mana kita berpaling untuk memperkuat diri kita sendiri dan membuang pertanyaan-pertanyaan menakutkan seperti itu?

Kebesaran Allah yang Luar Biasa

Nabi Yesaya mengarahkan kita pada kedaulatan Allah dalam pasal 40 nubuatannya. Dalam situasi bencana nasional yang serupa, Yesaya mempersiapkan umat Allah untuk menghadapi bencana pembuangan nasional yang akan segera terjadi dengan melipatgandakan gambaran yang menghibur tentang kedaulatan Allah. Mari kita saksikan saat ia menguatkan dunia batiniah umat Allah dengan kuasa kedaulatan Allah yang ditunjukkan-Nya di dunia luar.

Tangan Allah: "Siapakah yang telah menakar air dalam telapak tangan-Nya?" tanya Yesaya dalam ayat 12 (AYT). Ini adalah salah satu dari serangkaian pertanyaan retorik yang mengharapkan jawaban, "Allah kami yang berdaulat." Diperkirakan ada 332.519.000 mil kubik air di planet ini, tetapi Allah kita yang berdaulat memegangnya di telapak tangan-Nya.

Jengkal Allah: "Siapakah yang ... mengukur langit dengan jengkal" (ay. 12, AYT). Rentang tangan manusia yang besar adalah sekitar 8 -- 9 inci (20,32 -- 22,86 cm - Red.). Itu tidak bisa mengukur banyak, bukan? Akan tetapi, Allah dapat mengukur langit hanya dengan rentangan tangan-Nya. Bintang terdekat berjarak empat tahun cahaya. Dengan kata lain, dibutuhkan empat tahun untuk sampai ke sana dengan kecepatan 186.000 mil per jam. Akan tetapi, Allah dapat mengukur bintang terjauh hanya dengan ibu jari dan jari kelingking-Nya.

Gambar:gambar

Cawan Allah: "Siapakah yang ... menghitung debu tanah dengan ukuran?" (ay. 12, AYT). Bisakah Anda mengukur berapa banyak pasir yang ada di pantai? Tentu saja tidak. Kita tidak dapat menemukan wadah yang cukup besar atau cukup kuat. Namun, dapur Allah memiliki gelas ukur yang dapat menampung pasir dari setiap pantai dan setiap gurun di dunia.

Timbangan Allah: "Siapakah yang ... menimbang gunung-gunung dengan timbangan dan bukit-bukit dengan neraca?" (ay. 12, AYT). Pernah mencoba mengangkat batu besar? Namun, Allah dapat mengangkat Pegunungan Alpen, Himalaya, Andes, dan Rockies tanpa kesulitan dengan timbangan-Nya.

Guru Allah: "Siapakah yang menjadi penasihat-Nya dan memberi tahu Dia?" (ay. 13, AYT). Serangkaian pertanyaan yang mengingatkan kita bahwa Allah tidak memiliki atau membutuhkan guru. Allah tidak pernah duduk dengan makhluk ciptaan-Nya dan bertanya, "Jadi, menurutmu apa yang harus Kulakukan?"

Ember Allah: "Sesungguhnya, bangsa-bangsa seperti setitik air dalam ember." (ay. 15, AYT). Kita melihat populasi China, kekuatan militer Rusia, dan ancaman Korea Utara saat negara-negara ini beradu kekuatan dengan negara adidaya AS. Namun, tak satu pun dari mereka merupakan saingan bagi Allah; mereka bahkan bukan tetesan air yang kuat.

Kalkulator Allah: "Semua bangsa seperti bukan apa-apa di hadapan-Nya, mereka dianggap seperti kehampaan dan tidak berarti." (ay. 17, AYT). Meskipun kita melihat angka PDB (Produk Domestik Bruto) di tabel ekonomi dunia, ketika Allah menjumlahkan semua angka triliunan ini, kalkulator-Nya akan memberikan jawaban "kurang dari nol."

Cermin Allah: "Jika demikian, dengan siapakah kamu akan menyamakan Allah? Atau, kesamaan apa yang akan kamu bandingkan dengan Dia?" (ay. 18, AYT). Allah yang membuat manusia melihat semua dewa buatan manusia, lalu melihat diri-Nya sendiri dan berkata, "Benarkah? Itukah yang terbaik yang kamu punya?" Tidak ada persaingan dan tidak ada perbandingan.

Takhta Allah "Dia yang duduk di atas bulatan bumi" (ay. 22, AYT). Cakrawala tampaknya membentang dari tak terhingga ke tak terhingga. Namun, itu hanyalah bangku kecil bagi Allah.

Belalang Allah: "yang penduduknya seperti belalang" (ay. 22, AYT). Kita melihat para presiden, perdana menteri, raja, dan raksasa teknologi sebagai pihak yang sangat kuat. Allah melihat mereka semua dan berkata, "Hanya belalang."

Tirai Allah: "Yang membentangkan langit seperti tirai" (ay. 22, AYT). Setiap malam Allah dengan mudah menurunkan tirai dan membuat dunia tertidur.

Teleskop Allah: "Arahkan pandanganmu ke tempat tinggi dan lihatlah, siapakah yang menciptakan semua itu, yang mengeluarkan benda-benda angkasa menurut jumlahnya, dan memanggil mereka menurut nama mereka dengan kebesaran kekuasaan-Nya dan kekuatan kuasa-Nya tidak ada satu pun dari mereka yang hilang." (ay. 26, AYT). Allah menciptakan, menomori, menamai, dan menopang semua bintang. Hitungan terakhir manusia terdapat sepuluh triliun galaksi, masing-masing berisi seratus miliar bintang. Namun, itu hanyalah perkiraan. Allah mengetahui jumlahnya dengan tepat dan mengetahui semua nama mereka.

Ingat pertanyaan Anda? "Apakah Allah masih memegang kendali? Jika ya, apakah Dia tahu apa yang Dia lakukan?" Sudahkah Yesaya menjawab mereka dengan gambaran visual tentang kedaulatan Allah yang luar biasa? Alih-alih kekacauan, apakah Anda melihat dan merasakan kendali, ketenangan, kenyamanan, dan keberanian? Apakah masa depan terlihat tidak terlalu menakutkan sekarang? Ketika dunia eksternal dan internal kita runtuh, kita harus melihat ke dunia lain untuk menjadi tetap yakin.

Kelembutan Allah yang Luar Biasa

Dia adalah Penguasa dan Gembala yang luar biasa. Dia luar biasa hebat dan sangat lembut. Sungguh, Dia menempatkan kebesaran-Nya yang luar biasa dalam melayani kelembutan-Nya yang luar biasa.

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Namun, Yesaya belum selesai. Dia melukiskan gambaran-gambaran yang luar biasa tentang kebesaran Allah, tetapi dia memperkenalkan semuanya di dalam gambaran besar yang luar biasa tentang kelembutan Allah. "Seperti seorang gembala, Dia akan menggembalakan kawanan-Nya. Dia akan mengumpulkan anak-anak domba dengan lengan-Nya dan membawa mereka di dada-Nya. Dia akan memelihara dan membimbing mereka." (ay. 11, AYT). Dia adalah Penguasa dan Gembala yang luar biasa. Dia luar biasa hebat dan sangat lembut. Sungguh, Dia menempatkan kebesaran-Nya yang luar biasa dalam melayani kelembutan-Nya yang luar biasa. Gembala kita adalah penguasa, dan Penguasa kita adalah gembala. Dia mengangkat dan menyingkirkan para pemimpin, dan Dia mengangkat dan memimpin domba. Pandanglah Allahmu dan alami kenyamanan serta keberanian baru untuk apa pun yang ada di depan. (t/N. Risanti)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Ligonier
Alamat situs : https://ligonier.org/learn/articles/comfort-gods-sovereignty
Judul asli artikel : The Comfort of God's Sovereignty
Penulis artikel : David Murray

Salah Satu Atribut Allah yang Terlalu Penting untuk Diabaikan

Penulis_artikel: 
Matthew Barrett
Tanggal_artikel: 
16 Mei 2023
Isi_artikel: 

Kembali ke masa saya di seminari, keluarga kami tinggal di Louisville, Kentucky. Salah satu keuntungan tinggal di Louisville adalah kesempatan sesekali ke Homemade Pie and Ice Cream, yang memiliki pai paling nikmat di kota itu. Setiap tahun, orang-orang dari seluruh negeri, bahkan dunia, melakukan perjalanan ke Louisville untuk Kentucky Derby (pacuan kuda - Red.) yang terkenal. Sebelum perlombaan, perayaan tidak hanya ditandai dengan topi flamboyan dan minuman mint julep, tetapi juga terjual habisnya pai Derby dari kebanyakan toko-toko roti yang ada.

Saya menikmati pai Derby klasik, tetapi ada satu pai yang saya sukai lebih lagi: pai karamel apel Belanda dari Homemade Pie and Ice Cream yang kerap memenangkan penghargaan. Sejujurnya, karamel pada painya sangat tebal sehingga Anda membutuhkan pisau daging untuk memotongnya. Tapi katakanlah Anda telah menemukan pisau Anda dan Anda mulai membagi pai -- potongan yang cukup besar untuk saya, terima kasih, dan mungkin potongan yang lebih kecil untuk orang lain.

Saya sangat sedih mengungkapkan hal ini, memang seorang teolog selalu mencari ilustrasi yang beragam di mana pun dia dapat menemukannya, tetapi pai karamel apel Belanda adalah ilustrasi yang buruk tentang seperti apa Allah itu. Ya, itu benar-benar buruk. Namun banyak orang berpikir seperti itu tentang atribut-atribut Allah. Sebenarnya, itulah yang membuat saya khawatir untuk menulis tentang atribut-atribut Allah yang berbeda, seolah-olah kita sedang mengiris pai yang diumpamakan sebagai "Allah".

Kesempurnaan Allah tidak seperti pai, seolah kita memotong pai menjadi beberapa potongan yang berbeda: kasih 10 persen, kekudusan 15 persen, kemahakuasaan 7 persen, dan seterusnya. Sayangnya, begitu banyak orang Kristen berbicara tentang Allah hari ini, seolah-olah kasih, kekudusan, dan kemahakuasaan adalah bagian yang berbeda dari Allah, seolah Allah dapat dibagi secara merata sejumlah atribut-atribut-Nya. Beberapa bahkan melakukan lebih jauh, meyakini beberapa atribut lebih penting daripada yang lain. Hal ini paling sering terjadi dengan kasih ilahi, yang menurut beberapa orang adalah atribut yang paling penting, yang mereka sebut sebagai potongan pai paling besar.

Gambar: Tritunggal

Tetapi pendekatan seperti itu sangat bermasalah, karena mengubah Allah menjadi kumpulan atribut. Bahkan terdengar seolah-olah Allah adalah satu hal dan atribut-atribut-Nya adalah hal lain, sesuatu yang ditambahkan kepada-Nya, melekat pada siapa Dia. Pendekatan ini tidak hanya membagi-bagi esensi Allah, tetapi juga berpotensi menimbulkan pertentangan satu bagian dari Allah terhadap bagian yang lain. (Misalnya, mungkinkah kasih-Nya menentang keadilan-Nya?) Terkadang kesalahan ini dapat dimengerti; itu secara tidak sengaja menyelinap ke dalam pembicaraan kita mengenai Allah. Kita mungkin berkata, "Allah memiliki kasih" atau "Allah memiliki semua kuasa." Kita semua mengerti apa yang sedang dikomunikasikan, tetapi terminologinya dapat menyesatkan. Akan jauh lebih baik untuk mengatakan, "Allah adalah kasih" atau "Allah itu mahakuasa." Dengan mengutak-atik terminologi kita, kita melindungi kesatuan esensi Allah. Melakukan hal itu berarti menjaga kesederhanaan Allah.

KESEDERHANAAN DAN KEBIJAKSANAAN TIM A

Kesederhanaan mungkin merupakan konsep yang baru dalam kosakata teologis Anda, tetapi itu adalah salah satu hal yang telah ditekankan oleh mayoritas leluhur Kristen kita selama dua ribu tahun terakhir sejarah gereja, bahkan oleh beberapa bapa gereja paling awal. Dan untuk alasan yang bagus juga. Mari berkonsultasi dengan Agustinus, Anselmus dari Canterbury, dan Thomas Aquinas.

Rupanya, saya bukan satu-satunya yang mengandalkan ilustrasi untuk menunjukkan seperti apa Allah itu. Pada abad kelima, bapa gereja Agustinus melakukan hal yang sama, meskipun itu bukan pai karamel apel Belanda. Sebaliknya, Agustinus mengusulkan cairan, tubuh manusia, dan sinar matahari. Sifat Allah Tritunggal disebut sederhana karena "tidak dapat kehilangan atribut apa pun yang dimilikinya", dan karena "tidak ada perbedaan antara keberadaannya dan apa yang terkandung di dalamnya, seperti misalnya, antara bejana [cawan] dan cairan yang ada di dalamnya, tubuh dan warnanya, atmosfer dan cahaya atau panasnya, jiwa dan kebijaksanaannya." Agustinus menyimpulkan, "Tidak satu pun dari contoh tersebut merupakan apa yang dikandungnya."[1] Sebuah cangkir dan cairan, tubuh dan warnanya, atmosfer dan cahaya atau panasnya, jiwa dan kebijaksanaannya -- apa persamaan dari semua ini? Jawaban: pemisahan.

Akan tetapi, tidak demikian dengan Allah dan atribut-atribut-Nya.

Atribut-atribut Allah tidak berada di luar esensi-Nya, seolah-olah atribut-atribut itu menambahkan kualitas pada diri-Nya yang tidak akan dimiliki-Nya tanpa atribut-atribut tersebut. Bukan berarti seolah-olah ada atribut-atribut yang kebetulan bagi Allah, bisa ditambah atau dikurangi, hilang dan kemudian ditemukan, seolah-olah itu tidak seharusnya ada sejak semula. Sebaliknya, Allah adalah atribut-atribut-Nya. Alih-alih penambahan dan pemisahan, ada kesatuan yang mutlak. Esensi-Nya adalah atribut-atribut-Nya, dan atribut-atribut-Nya adalah esensi-Nya. Atau seperti yang dikatakan Agustinus, "Allah bukannya memiliki atribut tetapi adalah esensi murni. ... Atribut-atribut itu tidak berbeda dari esensi-Nya dan juga tidak berbeda secara materi satu sama lain."[2]

Agustinus tidak sendiri dalam berpendapat seperti itu. Anselmus, contohnya. Jika sesuatu "terdiri dari bagian-bagian," katanya, maka itu tidak bisa menjadi "satu keseluruhan." Setiap kali ada pluralitas bagian, apa yang terdiri dari bagian-bagian itu memiliki kemungkinan untuk hilang. Betapa ini akan menjadi bencana bagi Allah! Sebaliknya, Allah adalah "benar-benar keberadaan yang bersatu," Dia yang "identik dengan" diri-Nya dan "tak terpisahkan." Oleh karenanya, "Hidup dan kebijaksanaan dan [atribut-atribut] lainnya, bukan bagian dari Engkau, tetapi semuanya adalah satu dan masing-masing dari mereka sepenuhnya adalah Engkau dan begitu juga semua atribut yang lain."[3]

Atau pertimbangkan pendapat Thomas Aquinas. Karena Allah tidak memiliki tubuh (seperti kita), Dia "tidak terdiri dari bagian-bagian yang ditambahkan", seolah-olah Dia terdiri dari "bentuk dan materi". Bukan seolah-olah Allah adalah sesuatu yang berbeda dari "sifat-Nya sendiri." Juga bukan karena sifat-Nya adalah hal yang berbeda dari keberadaan-Nya. Kita juga tidak boleh mengira bahwa Allah adalah sejenis zat, zat yang memiliki kebetulan, sifat yang dapat dihilangkan atau tidak ada lagi. "Allah sama sekali bukan suatu campuran. Sebaliknya, Dia sangat sederhana."[4]

KESEMPURNAAN TUNGGAL

Sementara Aquinas menggunakan kata "campuran" dan "komposisi" untuk menjelaskan apa yang bukan Allah, bapa gereja Irenaeus menggunakan kata "majemuk" untuk menjelaskan apa yang bukan Allah. Jika sesuatu digabungkan, itu berarti ia memiliki lebih dari satu bagian, masing-masing bagian terpisah dari yang lain. Sebaliknya, karena Allah sederhana, Allah adalah "Keberadaan yang tidak terbagi", tidak memiliki "anggota" yang berbeda. Dia benar-benar "setara dengan diri-Nya sendiri." Maka, mungkin tepat untuk menempatkan kata "seutuhnya" di depan setiap atribut-Nya untuk menekankan hal ini. "Allah tidak seperti manusia," Ireneus menjelaskan.

Karena Bapa dari segalanya sangat jauh berbeda dari kasih sayang dan keinginan yang ada di antara manusia. Dia adalah Keberadaan yang sederhana dan tidak terbagi, tanpa anggota yang beragam, dan seluruhnya serupa, dan setara dengan diri-Nya sendiri, karena Dia seutuhnya pemahaman, dan seutuhnya roh, dan seutuhnya pikiran, dan seutuhnya kecerdasan, dan seutuhnya penalaran, ... seutuhnya terang, dan sumber sempurna dari semua yang baik.[5]

Dengan tim-A di pihak kita, adalah tepat untuk menyimpulkan bahwa kesederhanaan tidaklah hanya digunakan dalam pernyataan negatif -- Allah tidak memiliki bagian -- tetapi juga dalam pernyataan positif: Allah identik dengan semua keberadaan-Nya dan diri-Nya. Dalam pengertian yang paling murni, Allah adalah satu; Dia adalah kesempurnaan tunggal.

Dalam Kitab Suci, hal ini tidak dapat diterapkan kepada dewa-dewa buatan manusia, dewa-dewa itu terdiri dari bagian-bagian. Mengingat keunikan Allah, maka sudah seharusnya umat Allah bersama-sama mengakui, seperti halnya Israel, bahwa "TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!" (Ul. 6:4, AYT).

SEBERAPA FATALNYA PENOLAKAN AKAN KESEDERHANAAN?

Penolakan terhadap kesederhanaan adalah hal yang fatal -- begitu fatalnya sehingga seorang penulis mengatakan bahwa hal itu "sama saja dengan ateisme."[6] Kedengarannya ekstrem. Namun sampai abad kesembilan belas, sebagian besar orang setuju akan hal ini.

Mengingat keunikan Allah, maka sudah seharusnya umat Allah bersama-sama mengakui, seperti halnya Israel, bahwa "TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!" (Ul. 6:4, AYT).

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Sayangnya, terlalu banyak orang Kristen saat ini yang menganut monopoliteisme (atau personalisme teistik) -- yaitu, kepercayaan bahwa ada satu Allah, tetapi Dia sangat mirip dengan dewa-dewa mitologi, yang memiliki atribut manusia, hanya dalam ukuran yang lebih besar. Namun, jika monopoliteisme benar, maka Allah tidak hanya terdiri dari berbagai bagian atau atribut, tetapi Dia juga akan "secara logika bergantung pada realitas yang lebih komprehensif yang menopang Dia dan makhluk lainnya."[7] Dan jika Allah bergantung pada sesuatu atau orang lain, maka Dia akan kehilangan keilahian-Nya sama sekali, karena apa pun yang Dia andalkan akan menjadi sesuatu yang lebih besar dari segalanya, sesuatu yang lebih komprehensif daripada diri-Nya sendiri. Hal itu sangatlah fatal.

Kesimpulannya, kesederhanaan adalah atribut yang terlalu penting untuk diabaikan. (t/Jing-Jing)

Audio: Salah Satu Atribut Allah yang Terlalu Penting untuk Diabaikan

  1. Augustine, City of God, 11.10. (https://tabletalkmagazine.com/posts/an-attribute-of-god-simply-too-serious-to-ignore-2019-05/#ffn1)
  2. Augustine, Trinity, 6.7. (https://tabletalkmagazine.com/posts/an-attribute-of-god-simply-too-serious-to-ignore-2019-05/#ffn2)
  3. Anselm of Canterbury, Proslogion, 18. (https://tabletalkmagazine.com/posts/an-attribute-of-god-simply-too-serious-to-ignore-2019-05/#ffn3)
  4. Aquinas, Summa Theologiae, 1a.3.7. (https://tabletalkmagazine.com/posts/an-attribute-of-god-simply-too-serious-to-ignore-2019-05/#ffn4)
  5. Irenaeus, Against Heresies, 2.13.3; emphasis added. (https://tabletalkmagazine.com/posts/an-attribute-of-god-simply-too-serious-to-ignore-2019-05/#ffn5)
  6. David Bentley Hart, Experience of God (New Haven, Conn.: Yale University Press, 2014), 128. (https://tabletalkmagazine.com/posts/an-attribute-of-god-simply-too-serious-to-ignore-2019-05/#ffn6)
  7. Hart, Experience of God. (https://tabletalkmagazine.com/posts/an-attribute-of-god-simply-too-serious-to-ignore-2019-05/#ffn7)
Sumber Artikel: 
Diterjemahkan dari:
Nama situs : Tabletalk Magazine
Alamat situs : https://tabletalkmagazine.com/posts/an-attribute-of-god-simply-too-serious-to-ignore-2019-05
Judul asli artikel : An Attribute of God Simply Too Serious to Ignore
Penulis artikel : Matthew Barrett

Tempat Apakah Salib Itu?

Penulis_artikel: 
STEMI
Tanggal_artikel: 
16 Maret 2016
Isi_artikel: 

1. Salib adalah tempat di mana orang tidak dapat membela diri.

Pada saat Yesus Kristus digantung di salib, Dia tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun untuk membela diri. Yesus Kristus selama di dalam dunia telah mengucapkan banyak perkataan yang membangun orang lain. Perkataan-perkataan-Nya menunjukan pengharapan dan jalan. Namun, ketika Kristus berada di atas salib justru Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun untuk membela diri.

2. Salib adalah tempat di mana tidak ada terang.

Yesus adalah Terang Dunia. Akan tetapi, di atas salib, kegelapan dunia justru menutup dirinya.

3. Salib adalah tempat di mana tidak ada kasih.

Kristus menyatakan kasih Allah. Akan tetapi, kasih Allah justru meninggalkan Dia sehingga Kristus harus berteriak, "Allahku! Allah! Mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (Matius 27:46). Setiap helai rumput dan batang pohon menyaksikan kasih Allah. Hanya saliblah tempat di mana sama sekali tidak ada kasih. Salib adalah ruang hampa kasih. Tidak ada kasih Allah. Juga tidak ada kasih manusia. Murid-murid sekali pun yang mengasihi Yesus dan berada di sekeliling-Nya, kasih mereka tetap tidak dapat Yesus terima karena Dia harus terlebih dahulu menanggung dosa mereka.

4. Salib adalah tempat di mana tidak ada mukjizat.

Alkitab memberitahu kita bahwa Tuhan Yesus pernah melakukan tiga puluh lima kali mukjizat. Namun, tidak satu mukjizat pun yang dilakukan demi kepentingan-Nya sendiri. Tidak ada satu mukjizat pun yang dilakukan-Nya yang bukan demi kemuliaan Allah. Bahkan, di atas kayu salib, saat di mana Kritus paling perlu untuk melakukan mukjizat, Dia juga rela melepaskan hak-Nya untuk melakukan mukjizat. Kristus melepaskan kesempatan untuk membela diri.

5. Salib adalah tempat di mana belas kasihan tidak dapat diterima.

Salib

Pada saat Yesus memikul salib dari Yerusalem menuju ke atas Golgota, ada beberapa wanita yang sangat tergerak hatinya. Mereka ingin melihat guru yang paling mereka kasihi sedang memikul salib yang begitu berat. Alkitab mencatat bahwa mereka menangis dan mengalirkan air mata karena hal itu. Adakah Yesus Kristus menerima belas kasihan mereka? Tidak. Tuhan Yesus berkata pada mereka, "Janganlah kamu menangisi Aku. Tetapi tangisilah"(Lukas) 23:28. Salib adalah suatu tempat yang tidak menerima belas kasihan. Kita tidak perlu berbelas kasihan kepada Yesus. Dialah yang berebelas kasihan kepada kita. Jika Tuhan Yesus tidak dipaku di atas kayu salib, bagaimana mungkin dosa kita dapat diampuni? Bagaimana mungkin tuntutan hati nurani dapat disingkirkan? Bagaimana catatan dosa kita dapat diselesaikan?

6. Salib adalah tempat di mana tidak ada perlindungan.

Ketika Yesus Kristus berada di dalam taman Getsemani, Dia berdoa berkata, "Ya Bapa-Ku! Jikalau sekiranyan mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku" (Matius 26:39). Cawan pahit ini adalah cawan yang memisahkan Dia dengan Allah Bapa. Hal ini adalah sebuah rahasia yang sangat besar. Sebuah paradoks sangat besar yang terjadi dalam sekejap. Selanjutnya Yesus Kristus berkata, "Tetapi janganlah seperti yang kukehendaki. Melainkan jadilah seperti yang Engkau kehendaki" Tidak lama kemudian Yudas membawa sekelompok orang. Mereka membawa pedang, pentung, dan obor api masuk ke tempat dimana Yesus berdoa di taman Getsemani. Petrus menjadi sangat marah. Ia mencabut pedangnya kepada kelompok orang itu. Lalu, Petrus memotong telinga dari hamba Imam besar. Akan tetapi, Tuhan Yesus bukan hanya tidak mendukung dia untuk terus membunuh. Yesus Kristus bahkan menyalahkan dia dan berkata, "Simon! Masukan pedang itu kembali ke dalam sarungnya. Sebab barangsiapa menggunakan pedang, dia akan binasa oleh pedang." (Matius 26:52). Di sini nyata bagaimana Yesus Kristus menolak perlindungan yang berasal dari manusia.

7. Salib adalah tempat di mana tidak ada naik banding.

Pada saat Tuhan Yesus ditangkap, Dia bertanya pada orang-orang yang datang menangkap Dia, katanya, "Siapakah yang kalian cari?" Jawab mereka, "Yesus dari Nazaret." Kata-Nya kepada mereka, "Akulah Dia." (Yohanes 18:4-5). Suara-Nya tenang dan lembut. Orang-orang itu sangat terkejut. Mereka tidak mengerti mengapa pada saat ada bahaya besar di depan mata, Yesus Kristus masih dapat sedemikian tenang. Mereka ketakutan hingga bergerak mundur. Tuhan Yesus jelas dapat meminta pertolongan dari Allah supaya tanah bergoncang hingga pecah terbuka supaya orang-orang itu jatuh terperosok ke bawah. Atau, seperti perkataan Tuhan Yesus yang lain, "Kau sangka bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapaku supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat untuk membantu Aku?" (Matius 26:53). Akan tetapi, Tuhan Yesus tidak berbuat demikian karena salib adalah tempat di mana orang tidak dapat menerima naik banding.

8. Salib adalah tempat di mana orang tidak dapat menerima hasutan.

Orang-orang sekeliling Yesus Kristus yang sedang dipaku di atas kayu salib berkata kepada-Nya, "Jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!" (Matius 27:40). "Engkau menolong orang lain tetapi Engkau tidak dapat menolong diri sendiri. Engkau menyembuhkan orang lain tetapi dirimu sendiri justru digantung di atas kayu salib. Engkau mengatakan bahwa Engkau adalah Anak Allah. Bagaimana mungkin kami dapat percaya? Hahaha!" Mereka meludahi wajah-Nya. Menertawakan Dia. Mengejek Dia. Namun Yesus Kristus tak membalas sepatah kata pun. Dia tahu tujuan kedatangan-Nya ke dalam dunia ini. Dunia ini penuh dengan dosa, ketamakan, niat yang jahat, iri hati. Yudas menjual Tuhan karena hati yang tamak. Orang Farisi memaku Tuhan hanya karena hati yang iri. Kita juga orang berdosa yang membuat yang menyebabkan Yesus dipaku di atas kayu salib. Anak Allah datang ke dunia hanya karena dosa kita. Jika kita dipaku di atas kayu salib, setelah mendengar kata-kata hasutan seperti itu, pastilah di dalam hati kita penuh dengan kemarahan. Kita ingin cepat-cepat turun untuk membuktikan diri kita. Jika Tuhan Yesus benar-benar turun dan berlutut kepada setan maka seluruh dunia akan menjadi Kristen. Mungkin setelah itu kita tidak perlu mengabarkan Injil sampai sekujur tubuh penuh dengan keringat. Akan tetapi, jika demikian, apa yang manusia akan percayai justru adalah seorang Yesus Kristus yang tidak disalibkan. Mereka akan mendapatkan Kristus Yesus yang tidak mati untuk orang berdosa dan tidak menggenapi rencana Allah Bapa. Hal seperti ini bukanlah Injil. Tuhan Yesus tidak dapat dihasut. Dia tahu bahwa merekalah yang melawan Dia. Bukan hanya diri mereka sendiri yang melawan. Akan tetapi, di balik itu ada kuasa Iblis yang sedang bekerja. Kita melawan. Kita menyerang. Dan, kita salah paham kepada Tuhan Yesus karena kita mengenal Dia. Karena di dalam hati kita ada dosa. Namun, Tuhan Yesus justru mati di atas kayu salib demi dosa kita yang seperti itu.

9. Salib adalah tempat di mana orang tidak dapat menerima pembiusan.

Sebelum seorang dipaku di atas kayu salib yang demikian menakutkan dan kejam, ia perlu terlebih dahulu melalui proses pembiusan. Sejarah mencatat dan memberitahukan kepada kita bahwa orang yang dipaku di kayu salib tidak akan mati pada hari itu. Melainkan Ia harus melewati pergumulan kesakitan selama dua-tiga hari. Ia menangis sengsara. Pelan-pelan ia dibiarkan di atas sana sampai mati. Oleh sebab itu, di dalam situasi demikian, orang yang disalib perlu diberi arak. Ia perlu diberi cuka supaya tidak merasa sakit. Namun, saat Tuhan Yesus dipaku di atas kayu salib, tidak ada orang yang melakukan hal demikian. Sehingga pada saat Dia berkata,"Aku haus!" hanya ada satu orang yang berbaik hati mengasihi Tuhan. Orang yang mengambil busa yang dicelupkan ke dalam cuka dan menyodorkannya ke mulut Tuhan Yesus. Akan tetapi, Alkitab memberitahukan bahwa Tuhan tidak mau meminumnya. Tuhan hanya mencicipi sebentar. Mencicipi adalah untuk menjalankan sopan santun di antara manusia. Yesus Kristus tidak meminumnya karena Dia tidak dapat menerima pembiusan. Dia mau tetap berada di dalam keadaan yang masih memiliki kesadaran. Dia mau untuk masih bisa memaksakannya dengan tuntas dan jelas. Dia mau untuk mengalami penderitaan demi menanggung dosa umat manusia.

Jika Tuhan Yesus tidak dipaku di atas kayu salib, bagaimana mungkin dosa kita dapat diampuni?
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Banyak orang mengira bahwa karena Yesus adalah Tuhan, Dia dapat pura-pura merasa kesakitan padahal sesungguhnya tidak. Mereka mengira bahwa Tuhan Yesus hanya pura-pura mati saja. Akan tetapi, mereka sungguh-sungguh salah. Yesus Kristus datang ke dunia menjadi manusia. Dia menanggung dosa kita di dalam kedagingan. Dengan jelas dan tuntas Kristus menerima semua kemarahan Allah atas dosa di dalam kedagingan.

Salib adalah suatu tempat yang tidak menerima penghiburan. Tidak menerima perlindungan. Tidak menerima pembiusan. Tidak menerima hasutan. Setelah Yesus Kristus mengalami semuanya, ketika orang banyak melihat dengan seksama, tiba-tiba Dia mengangkat kepala-Nya menghadap ke langit dan mengatakan sebuah kalimat, "Ya Bapa, ampunilah mereka. Sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas23:34). Mereka berdosa tetapi tidak tahu bahwa diri mereka terjebak di tengah dosa. Sambil mereka melawan Allah, sambil mereka menikmati kesenangan diri dan mengagumi diri sendiri. Sokrates berkata, "Seseorang berbuat dosa karena dia tidak mengetahuinya. Orang memiliki pengetahuan pasti ia memiliki moral." Apakah bedanya dengan perkataan Yesus? Seseorang yang berbuat dosa karena tidak tahu apakah boleh mendapat pengampunan? Jika benar demikian maka orang yang tidak tahu itu lebih beruntung daripada orang yang tahu. Selain itu ketika Sokrates mengucapkan kalimat itu, dia sedang duduk di kamarnya dengan nyaman. Pada saat Yesus Kristus mengucapkan kalimat tersebut, tubuhnya sendiri sedang digantung di atas kayu salib menanggung dosa umat manusia. Kristus datang untuk memberitahu kita bahwa manusia harus bertobat supaya dosa-dosanya dapat diampuni. Tidak ada dosa yang tidak dapat diampuni. Tetapi dosa yang tidak melalui pertobatan tidak dapat diselesaikan. Kita harus bertobat dengan datang ke hadapan Allah Bapa. Kita sendiri tidak dapat menyelesaikan dosa kita. Yesus Kristus akan berdoa untuk kita dan memancarkan kasih dari Allah.

Sumber Artikel: 
Buku: Tiga Salib (STEMI)

Apakah Lima Sola Masih Penting bagi Gereja Saat Ini?

Penulis_artikel: 
Gabe Fluhrer
Tanggal_artikel: 
14-03-2023
Isi_artikel: 

Lima sola (bahasa Latin untuk "hanya oleh" atau "hanya karena") dari Reformasi -- hanya oleh Kitab Suci, hanya oleh anugerah, hanya oleh iman, hanya oleh Kristus, hanya bagi kemuliaan Allah -- sangat diperlukan bagi gereja pada era mana pun. Mereka akan selalu relevan karena merangkum Injil alkitabiah, yang merupakan sumber kehidupan gereja pada setiap zaman. Mereka sangat penting hari-hari ini karena bahkan orang-orang yang mengaku injili, belum lagi karena budaya di sekitar kita, sedang tergoda untuk mengabaikan Injil. Oleh karena itu, gereja harus menyadari kebutuhan mendesak untuk tidak hanya mempertahankan lima sola, tetapi juga mementingkannya.

Gambar: bersyukur

Lima sola penting bagi kita hari ini, setidaknya karena tiga alasan. Pertama, mereka memisahkan Injil sejati dari setiap agama, pandangan dunia, atau filosofi lainnya. Setiap hari, dunia menggemakan lagu rayuan untuk berkompromi tentang hal-hal spiritual. Setan suka menegosiasikan kebenaran alkitabiah yang tidak dapat dinegosiasikan. Dia membisikkan kebohongan bahwa kita tidak perlu memiliki keyakinan yang kuat tentang Alkitab sebagai satu-satunya standar kebenaran kita, atau berpegang teguh pada ajaran, bahwa hanya mereka yang percaya pada Kristus sebagai Juru Selamat yang benar di hadapan Allah. Godaan untuk mengecilkan peran doktrin berlangsung tiada henti. Genggaman yang kuat tetapi menyenangkan pada kelima prinsip sola dapat membantu kita melawan kebohongan yang menggoda ini.

Aman dalam pelukan Juru Selamat kita, kita bebas untuk berhenti mencoba melayakkan diri untuk mendapatkan apa yang Allah telah berikan secara cuma-cuma kepada kita -- Kristus sendiri.

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Kedua, lima sola memberi kita kepastian yang tak terkatakan dalam dunia yang kacau. Laju kehidupan modern tidak dapat berkelanjutan. Hal itu mewarnai pemahaman kita tentang "kehidupan Kristen yang normal." Kita cenderung menyamakan kesibukan dalam pelayanan sebagai produktivitas bagi Yesus. Akan tetapi, keduanya tidak boleh disamakan. Mengetahui bahwa kita diselamatkan hanya oleh kasih karunia Allah dan hanya melalui iman, memberi kita istirahat dari dunia yang melelahkan. Kita meninggalkan pola pikir yang hanya berfokus pada prestasi pelayanan dalam hubungan kita dengan Allah, dan merangkul kehidupan yang penuh kepercayaan dan kasih karunia. Aman dalam pelukan Juru Selamat kita, kita bebas untuk berhenti mencoba melayakkan diri untuk mendapatkan apa yang Allah telah berikan secara cuma-cuma kepada kita -- Kristus sendiri.

Akhirnya, lima sola mengingatkan kita bahwa keselamatan kita sudah terjamin. Hanya saat kita yakin akan kasih Allah, kita akan mampu menjalankan perintah Allah. Lima sola memungkinkan kita untuk berkata bersama Daud, "Oh, betapa aku mencintai Taurat-Mu! Inilah perenunganku sepanjang hari" (Mzm. 119:97, AYT). Mengikuti Yesus, menaati-Nya dengan tuntunan Roh, dan mematikan dosa menjadi sukacita kita. Begitu banyak orang Kristen hanyut, seringnya secara tidak sadar, dengan keyakinan bahwa Allah mengasihi mereka ketika mereka taat.

Akan tetapi, Injil sejati dari lima sola menarik kita kembali ke dasar kebenaran kitab suci bahwa Allah mengasihi kita, dan oleh karena itu kita taat. Perbedaannya halus, tetapi itu membuat perbedaan besar dalam kehidupan kita sehari-hari. Bapamu mengasihimu! Dia berkenan kepadamu di dalam Kristus. Ketika kenyataan itu benar-benar meresap dalam hati kita, kata-kata Yohanes menjadi pengakuan iman kita yang menyenangkan: "Karena inilah kasih Allah, bahwa kita menaati perintah-perintah-Nya, dan perintah-perintah-Nya tidak berat." (1Yoh. 5:3, AYT).

Kesimpulannya, tidak ada yang lebih mendesak bagi gereja daripada melindungi, menyebarkan, dan mewartakan Injil sejati yang dikemas dalam lima sola. Ini adalah satu-satunya harapan kita, penghiburan terbesar kita, dan sukacita tertinggi kita. Terlebih lagi, ajaran-ajaran alkitabiah ini akan selalu penting karena membawa kita kepada Kristus, yang adalah hidup kita. (t/N. Risanti)

Sumber Artikel: 
Diterjemahkan dari:
Nama situs : Ligonier
Alamat situs : https://ligonier.org/learn/articles/five-solas-still-important-today
Judul asli artikel : Are the Five Solas Still Important for the Church Today?
Penulis artikel : Gabe Fluhrer

Doktrin Anugerah: Hanya karena Anugerah dan Bagi Kemuliaan-Nya

Mereka yang telah menerima keselamatan harus menyadari bahwa itu semua hanya karena anugerah berdaulat semata, dan memberikan semua pujian hanya kepada-Nya, yang membuat mereka berbeda dari yang lain. -- Jonathan Edwards selengkapnya...»

Event SABDA Live

Keilahian Kristus

Penulis_artikel: 
Robert Letham
Tanggal_artikel: 
25 Juli 2022
Isi_artikel: 

Sebuah Esai Oleh Robert Letham

Definisi

Perjanjian Baru menegaskan bahwa Yesus Kristus sama, dan identik dengan Allah, melakukan pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh Allah. Sebagai Anak, Dia berbeda dari Bapa, keberadaan-Nya identik dengan Bapa dan Roh Kudus.

Ringkasan

Keilahian Yesus diungkapkan secara tidak langsung, tetapi tersebar luas dalam Perjanjian Baru. Tidak langsung karena monoteisme Perjanjian Lama yang kuat membuat klaim apa pun tentang keilahian sebagai penghujatan. Tersebar luas karena bukti yang luar biasa untuk identitas Yesus sebagai Allah mendominasi pemikiran, kepercayaan, dan penyembahan gereja dari masa-masa awal setelah Pentakosta. Yesus dengan jelas menyebut Allah sebagai Bapa-Nya dan menegaskan bahwa Dia setara dengan-Nya sebagai objek iman. Paulus menganggap Yesus Kristus identik dengan Yahweh dalam status dan keberadaan. Perjanjian Baru secara keseluruhan melihat Dia sebagai Pencipta, Hakim dan Juru Selamat -- pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh Allah. Dia adalah objek penyembahan, tema himne Kristen awal, dan sering disapa dalam doa. Dia dianggap sebagai satu dengan Bapa dalam keberadaan.

Latar belakang

Monoteisme yang ketat dari Perjanjian Lama menyiratkan bahwa setiap klaim tentang keilahian akan dikesampingkan karena dianggap sebagai penghujatan. Israel berulang kali diperingatkan bahwa hanya ada satu Allah, semua klaim lain terhadap penyembahan agama adalah penyembahan berhala (misalnya, Ulangan 6:4, Yesaya 44:6-8). Pembuangan telah memperkuat poin ini.

Yesus dan Bapa

Mengingat hal ini, penunjukan Yesus yang berulang-ulang tentang Allah sebagai Bapa-Nya, dengan pernyataan bahwa Dia adalah Anak, belum pernah terjadi sebelumnya dan mengejutkan. Gelar "Anak Allah" digunakan dalam Perjanjian Lama untuk Mesias, dan kadang-kadang untuk Israel, tetapi tidak untuk seorang individu.[1] Yesus menggunakan "Bapa" sebagai nama pribadi daripada metafora atau deskripsi tentang seperti apa Allah itu.[2] Wahyu Allah sebagai Bapa tidak mengacu pada kebapaan umum atas semua ciptaan-Nya, tetapi pada hubungan timbal balik di dalam keberadaan Allah. Yesus berbicara tentang bait suci sebagai "rumah Bapa-Ku" (Lukas 2:49, Yohanes 2:16). Saat Yesus dibaptis, Bapa menyatakan Dia sebagai Anak-Nya (Matius 3:17). Yesus menegaskan bahwa Dia diutus oleh Bapa (Yohanes 5:30, 36, 6:38-40, 8:16-18, 26, 29), bersama-sama dengan Bapa membangkitkan orang mati (Yohanes 5:24-29), dan menghakimi dunia (Yohanes 5:27). Semua akan menghormati Dia sama seperti mereka menghormati Bapa (Yohanes 5:23). Bapa memberikan murid-murid-Nya dan menarik mereka kepada-Nya (Yohanes 6:37-65). Bapa mengenal Dia dan mengasihi Dia, sementara Dia memenuhi tugas Bapa (Yohanes 10:15-18). Sebaliknya, Yesus berdoa kepada Bapa (Matius 6:9, Yohanes 17:1-26). "Abba" adalah cara-Nya yang biasa untuk menyapa Allah (Matius 16:17, Markus 13:32, Lukas 22:29-30), kata bahasa Aram yang akrab untuk ayah.[3] Di Getsemani dan di atas salib Yesus memanggil Bapa, di tengah kesengsaraan (Matius 26:39-42 dkk., Lukas 23:34).

Yesus berbicara tentang kemuliaan yang Dia miliki bersama dengan Bapa sebelum penciptaan, yang mengantisipasi pembaruannya (Yohanes 17:5, 22-24), setelah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Bapa kepada-Nya (ay. 4). Dia menyampaikan bahwa Dia dan Bapa adalah satu, Dia di dalam Bapa dan Bapa di dalam Dia (ay. 20 dst). Sebelumnya, Dia menegaskan kesetaraan dan kesamaan-Nya dengan Bapa (Yohanes 10:30, 14:6-11, 20), suatu kesatuan yang tak terpisahkan, sehingga kata-kata-Nya sendiri akan menjadi kriteria yang digunakan Bapa dalam penghakiman (Yohanes 5:22-24, 12:44-50). Dia memberi tahu Maria Magdalena bahwa Dia akan naik kepada Bapa-Nya (Yohanes 20:17, lih. 16:10, 17, 28, 14:1-3).

Sebaliknya, Yesus juga mengatakan bahwa Dia lebih rendah daripada Bapa (Yohanes 14:28), tetapi ini mengacu pada keadaan inkarnasi-Nya di mana Dia menyatukan sifat manusia dan membatasi diri-Nya pada keterbatasan manusia. Dengan demikian Dia tidak melakukan apa pun selain Dia melihat Bapa melakukannya (Yohanes 5:19). Sebagaimana Bapa membangkitkan orang mati, demikian pula Anak menghidupkan siapa saja yang dikehendaki-Nya (Yohanes 5:21). Sebagaimana Bapa memiliki hidup di dalam diri-Nya, demikian pula Dia telah memberikan kepada Anak untuk memiliki hidup di dalam diri-Nya sendiri dan untuk melaksanakan penghakiman (Yohanes 5:26-29).

Gambar: Anak Allah

Kepada Tomas Dia berkata bahwa mengenal Dia berarti mengenal Bapa, dan kepada Filipus Dia berkata "dia yang telah melihat Aku telah melihat Bapa" (Yohanes 14:6-9). Di balik ini adalah fakta bahwa Dia dan Bapa adalah satu (Yohanes 10:30), dan bahwa Dia, bersama Bapa, objek iman para murid (Yohanes 14:1). Tidak ada yang bisa datang kepada Bapa kecuali melalui Yesus. Di sepanjang Yohanes 14-16 Yesus merujuk pada diri-Nya sendiri dalam hubungan dengan Bapa dan Roh Kudus. Dia menyebutkan saling berdiam diantara ketiganya. Bapa akan mengirimkan Roh Kudus sebagai jawaban atas permintaan Yesus sendiri (Yohanes 14:16 dst, 26, 15:26). Doa para murid kepada Bapa harus dilakukan dalam nama Yesus (Yohanes 15:16).

Dalam Matius, Yesus mengklaim sama-sama memiliki pengetahuan dan berdaulat seperti Bapa (Matius 11:25-27). H.R. Mackintosh menggambarkan bagian ini sebagai "yang paling penting untuk Kristologi dalam Perjanjian Baru," berbicara seperti halnya "korelasi langsung antara Bapa dan Anak."[4] Yesus Anak berterima kasih kepada Bapa karena menyembunyikan "hal-hal ini" [hal-hal yang Dia lakukan dan ajarkan] dari yang bijak, mengungkapkannya kepada bayi. Bapa, kata-Nya, berdaulat dalam mengungkapkan diri-Nya. Namun, Yesus segera mengklaim bahwa Dia, Anak, memiliki kedaulatan ini juga. Mengenal Bapa adalah karunia yang diberikan oleh Anak kepada siapa pun yang Dia pilih. Sebagaimana Bapa mengungkapkan "hal-hal ini" mengenai Anak kepada siapa pun yang Dia kehendaki, demikian pula Anak mengungkapkan Bapa -- dan "segala sesuatu" yang telah Bapa berikan kepada-Nya -- kepada siapa pun yang Dia kehendaki. Selain itu, Yesus sepenuhnya memiliki pengetahuan yang komprehensif sama seperti Bapa. Hanya Bapa yang mengenal Anak dan hanya Anak yang mengenal Bapa. Yesus sepenuhnya sama dalam kedaulatan Allah Bapa dan pengetahuan-Nya, seperti Bapa, adalah bersifat menyeluruh dan saling menguntungkan. Di sisi lain, dalam bagian-bagian seperti Matius 24:36, di mana Yesus mengatakan bahwa Dia tidak mengetahui waktu parousia-Nya (kedatangan Yesus Kristus yang kedua - Red.), yang hanya diketahui oleh Bapa, Dia merujuk pada pembatasan sukarela dari keadaan inkarnasi-Nya.

Singkatnya, Yesus sebagai Anak berbeda dari Bapa, tetapi satu dengan Dia. Bauckham berkomentar, "Yesus tidak mengatakan bahwa Dia dan Bapa adalah satu pribadi, tetapi bahwa bersama-sama mereka adalah satu Allah."[5] Ini membedakan Dia dari para nabi dan, dalam tulisan Paulus, termasuk adanya atribut-atribut Allah dalam diri-Nya.[6]

Paulus, dalam pernyataan pentingnya tentang Anak dalam Roma 1:3-4, membedakan antara Anak Allah "dari keturunan Daud menurut daging" dan karena Dia "diangkat Anak Allah dengan kuasa oleh Roh Kudus sejak kebangkitan orang mati" (terjemahan penulis). Kedua klausa mengacu pada Yesus Kristus, Anak Allah (ay. 3a). Anak Allah adalah keturunan Daud dalam inkarnasi-Nya; Dia dibangkitkan oleh Roh ke keadaan baru yang diubahkan -- Anak Allah dengan kuasa. Sebagai Anak Allah sebelum penyaliban Dia berada dalam kelemahan, "sebagai budak" (Filipi 2:7). Sekarang setelah Dia bangkit, Dia ditinggikan di sebelah kanan Allah Bapa (Kisah Para Rasul 2:33-36, Filipi 2:9-11, Efesus 1:19-23, Kolose 1:18, Ibrani 1:3-4) dan memerintah atas seluruh kosmos (Matius 28:18), mengendalikan segala sesuatu sampai semua musuh-Nya ditaklukkan (1 Korintus 15:24-26), di mana kematian akhirnya akan dilenyapkan dan Dia akan mengembalikan kerajaan kepada Bapa (1 Korintus 15:24-28). Ada perbedaan dan kesamaan.

Kesetaraan dan Kesamaan Yesus dengan Allah

Yesus menegaskan kesetaraan dan kesamaan-Nya dengan Allah dalam menghadapi tuduhan penghujatan oleh para pemimpin Yahudi. Dia dituduh menyamakan diri-Nya dengan Allah (Yohanes 5:16-47) dan kemudian karena mengidentifikasi diri-Nya sebagai Allah (Yohanes 10:25-39). Penuduh-Nya mengancam hukuman karena penistaan. Dalam kedua kasus tersebut, Yesus menyangkal tuduhan tersebut dengan alasan bahwa Dia mengatakan kebenaran, menyatakan dukungan banyaknya saksi yang diwajibkan oleh hukum Yahudi. Dalam Yohanes 14:1 Yesus menyelaraskan diri-Nya dengan Allah sebagai objek iman -- "Percaya kepada Allah; percaya juga pada-Ku." Demikian pula, seperti pigura yang membingkai sebuah lukisan, Yohanes merujuk Dia sebagai "Allah" dalam Yohanes 1:18 di awal Kitab Injilnya dan Tomas mengakui Dia sebagai "Tuhanku dan Allahku" di Yohanes 20:28 dalam akhir Kitab Injilnya.

Sebutan umum Paulus untuk Yesus Kristus adalah "Tuhan" (kurios), kata Yunani yang biasa digunakan untuk YHWH, nama perjanjian untuk Allah dalam Perjanjian Lama. Dengan penggunaan yang meluas ini, Paulus menunjukkan bahwa dia menganggap Yesus memiliki status Allah, sepenuhnya. Dia tidak berusaha untuk menjelaskan atau membelanya, menyebutkannya secara spontan sehingga, seperti komentar Hurtado, itu seperti sesuatu yang sudah diakui di kalangan orang-orang Kristen awal. Surat-surat Paulus menunjukkan tentang kepercayaan akan keilahian penuh Yesus Kristus sebagai aksioma dasar gereja bukan sebagai pokok perdebatan. Ini, Hurtado menunjukkan, ditegaskan melalui aklamasi bahasa Aram dalam 1 Korintus 16:22, maranatha (Tuhan, datanglah!). Paulus menggunakan ini dalam konteks non-Yahudi tanpa penjelasan atau terjemahan, menyapa Kristus dalam doa liturgi bersama, dengan penghormatan yang ditunjukkan kepada Allah. Terlebih lagi, akar dari doa ini adalah bahasa Palestina, yang dikenal luas di luar sumber aslinya dan mungkin sebelum surat-surat Paulus.[7] Bauckham menulis tentang "asalnya yang sangat awal."[8] Paulus menerapkan nama ilahi (YHWH) pada Kristus melalui kurios "tanpa penjelasan atau pembenaran, yang menunjukkan bahwa pembacanya sudah akrab dengan istilah dan konotasinya." Dalam Roma 9:5 kemungkinan besar Paulus secara tegas menunjuk Yesus Kristus sebagai theos (Allah). Witherington menulis tentang Yohanes bahwa dia "bersedia untuk menyebut Yesus apa yang dia nyatakan tentang Tuhan Allah, karena dia melihat Mereka adalah sama."[9]

Penulis Ibrani juga, dalam argumennya tentang supremasi Kristus, mengutip Mazmur 45 untuk mendukung Anak yang berinkarnasi memiliki status Allah (Ibrani 1:8-9). Anak adalah cahaya kemuliaan Bapa, gambar ekspresi keberadaan-Nya. Semua malaikat harus menyembah Dia (Ibrani 1:1-14). Karena Dia lebih tinggi dari para malaikat, komentar Bauckham, "Dia termasuk dalam identitas unik dari satu Allah."[10] Mazmur 102, mengacu pada pencipta alam semesta, di sini diterapkan secara langsung kepada Kristus. Seperti yang dikatakan T.F. Torrance, Kristus "bukan hanya semacam locum tenens, atau semacam 'ganda' bagi Allah dalam ketidakhadiran-Nya, tetapi kehadiran inkarnasi dari Yahweh."[11]

Lebih jauh lagi, kebangkitan Yesus mengungkapkan bahwa Dia adalah Tuhan, keilahian Kristus yang menjadi "kebenaran tertinggi Injil ... titik acuan sentral yang konsisten dengan seluruh rangkaian peristiwa yang mengarah ke dan setelah penyaliban."[12] Di tengah-tengah pesan Perjanjian Baru terdapat hubungan yang tak terputus antara Anak dan Bapa.[13]

Yesus sebagai Pencipta, Hakim, dan Juru Selamat

Kepada Yesus Kristus dikenakan pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh Allah. Yohanes menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah Firman yang kekal yang menjadikan segala sesuatu, yang bersama-sama dengan Allah dan yang adalah Allah (Yohanes 1:1-18). Tidak ada satu hal pun yang muncul selain dari Firman itu. Firman yang "pada mulanya" adalah "bersama Allah," diarahkan kepada Allah dan adalah Allah. Ini mencakup pra-eksistensi. Dia adalah satu-satunya Allah yang diperanakkan (ay. 18). Paulus menggemakan hal ini (Kolose 1:15-20). Ibrani 1:1-4 mengatakan hal yang sama, karena Anak menciptakan dunia dan mengarahkannya ke tujuan yang diinginkan-Nya. Dalam 1 Korintus 8:6, Paulus memasangkan Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus dalam pekerjaan masing-masing dalam penciptaan. Ini menyoroti kejadian-kejadian dalam Kitab Injil (Matius 14:22-36, lih. Mazmur 77:19, Ayub 9:8, Ayub 26:11-14, Mazmur 89:9, 107:23-30) di mana Yesus menampilkan fungsi keilahian, yang mengandung unsur-unsur kedaulatan. Meskipun ditunjukkan sebagai tanda-tanda kerajaan Allah, mereka menunjuk ketuhanan-Nya atas dunia sebagai rajanya.

Dalam Yohanes 5:22-30 Yesus menggambarkan diri-Nya sebagai hakim dunia; ini jelas adalah Allah. Dalam Matius 25:31-46, Yesus sebagai Anak Manusia akan menghakimi bangsa-bangsa dengan kebenaran (lih. Markus 8:38, Daniel 7:14). Paulus tegas (1 Tesalonika. 3:13, 5:23, 2 Tesalonika 1:7-10); kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus (2 Korintus 5:10).

Perjanjian Lama menekankan bahwa keselamatan hanya bisa datang dari Yahweh, bukan manusia (Mazmur 146:3-6).[14] Nama Yesus, yang diwajibkan oleh malaikat (untuk diberikan kepada bayi Maria), berarti "penyelamat". Dia harus menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka (Matius 1:21). Kesembuhan-kesembuhan yang dilakukan-Nya menunjukkan Dia sebagai penguasa kehidupan. Lebih daripada itu, Dia membebaskan dari dosa dan kematian. Karena keselamatan adalah karya Allah, deskripsi Paulus yang diulang-ulang tentang Yesus sebagai Juru Selamat adalah atribusi implisit dari keilahian (Titus 2:11-13, 1:4, 3:6, Filipi 3:20, 2 Timotius 1:10; 2 Petrus 1:11). Pandangan yang tadinya umum bahwa pengajaran Perjanjian Baru tentang Kristus adalah murni fungsional tidaklah tepat sasaran; dalam kata-kata Bauckham, "partisipasi Yesus dalam kedaulatan ilahi yang unik bukan hanya soal apa yang Yesus lakukan, tetapi tentang siapa Yesus dalam hubungan-Nya dengan Allah." Dengan demikian, "jelas menjadi sangat penting menganggap Yesus secara intrinsik sama dengan Allah secara unik."[15]

Menyembah Yesus

Hanya Bapa yang mengenal Anak dan hanya Anak yang mengenal Bapa. Yesus sepenuhnya sama dalam kedaulatan Allah Bapa dan pengetahuan-Nya, seperti Bapa, adalah bersifat menyeluruh dan saling menguntungkan.

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Sejumlah perikop Perjanjian Baru mengungkapkan pujian kepada Yesus Kristus, yang menunjukkan Kristus sebagai objek penyembahan (Yohanes 1:1-18, Ibrani 1:3 dst., Kolose 1:15-20, Filipi 2:5-11, 2 Timotius 2:11-13). Cara Yesus digambarkan membuat himne itu ditujukan kepada-Nya. Tidak memerlukan penjelasan khusus, dan dengan asumsi keakraban yang luas di gereja, tampaknya himne dalam Wahyu didasarkan pada praktik yang sudah ada. Hurtado menganggap bahwa "praktik menyanyikan himne untuk menghormati Kristus kembali ke lapisan paling awal dari gerakan Kristen."[16] Selain itu, tidak ada tanda-tanda keberatan dari gereja-gereja Yahudi.[17] Karena Dia adalah Anak Bapa, menyembah Kristus berarti secara bersamaan menyembah Bapa (Filipi 2:9-11). Wainwright mendaftar serangkaian doksologi Perjanjian Baru yang jelas atau mungkin ditujukan kepada Kristus (2 Petrus 3:18, Wahyu 1:5b-6, Roma 9:5, 2 Timotius 4:18).[18] Bauckham menyimpulkan bahwa nama ilahi YHWH, melalui kurios, oleh Yesus yang bangkit "menandakan dengan tegas Dia ada dalam identitas ilahi yang unik, pengakuan yang persis seperti yang diungkapkan oleh penyembahan dalam tradisi monoteistik Yahudi."[19]

Doa juga dipersembahkan kepada Kristus. Stefanus berseru kepada Tuhan Yesus saat dia dilempari batu sampai mati (Kisah Para Rasul 7:59-60), seruannya sama dengan kata-kata Yesus sendiri (Lukas 23:46). Paulus berdoa kepada Kristus yang bangkit agar duri dalam dagingnya disingkirkan (2 Korintus 12:8-9). Dia merujuk pada seruan umum "Maranatha" (1 Korintus 16:22, lih. Wahyu 22:20; lihat juga 1 Tesalonika 3:11-12, Kisah Para Rasul 9:14, 21, 22:16). Keselamatan terdiri dari mengakui Yesus Kristus sebagai kurios (Roma 10:9-13, 1 Korintus 12:1-3, Filipi 2:9-11).

Seperti yang dikatakan T.F. Torrance, kami mengandalkan kepercayaan kami pada keilahian Kristus bukan pada berbagai kejadian yang dicatat dalam Kitab Injil atau pada pernyataan tertentu tetapi atas seluruh struktur evangelikal yang koheren dari wahyu ilahi historis yang diberikan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru. Itu adalah ketika kita tinggal di dalamnya, merenungkannya, menyelaraskan dengannya, menembus ke dalamnya, dan menyerapnya ke dalam diri kita sendiri, dan menemukan fondasi hidup dan pemikiran kita yang berubah di bawah pengaruh Kristus yang kreatif dan menyelamatkan, dan diselamatkan oleh Kristus dan secara pribadi diperdamaikan dengan Allah di dalam Kristus, bahwa kita percaya kepada-Nya sebagai Tuhan dan Allah.[20]

Karena itu, lanjut Torrance, kita berdoa kepada Yesus sebagai Tuhan, menyembah-Nya, dan menyanyikan pujian bagi-Nya sebagai Allah. Tidak heran Tomas, yang dihadapkan dengan bukti yang sangat nyata tentang kebangkitan Yesus dapat menjawab "Tuhanku dan Allahku" (Yohanes 20:28). (t/Jing-Jing)

Catatan kaki

  1. Arthur Wainwright, The Trinity in the New Testament (London: SPCK, 1963), 171-95.
  2. Peter Toon, Our Triune God: A Biblical Portrayal of the Trinity (Wheaton, Illinois: BridgePoint, 1996), 145-48.
  3. James Barr, "Abba Isn't Daddy," JTS 39 (1988): 28-47.
  4. H.R. Mackintosh, The Doctrine of the Person of Jesus Christ (Edinburgh: T.&T. Clark, 1912), 27.
  5. Richard Bauckham, Jesus and the God of Israel (Milton Keynes: Paternoster, 2008), 104.
  6. L.W. Hurtado, "Son of God," in Dictionary of Paul and his Letters (ed. Gerald F. Hawthorne; Downers Grove: InterVarsity Press, 1993), 900-906.
  7. Larry Hurtado, One God, One Lord (Third edition; London: Bloomsbury T&T Clark, 2015), 110-12; idem, "Lord," in DPL, 560-69
  8. Bauckham, Jesus and the God of Israel, 128.
  9. B. Witherington III, "Lord," in Dictionary of the Later New Testament and its Development (ed. Ralph P. Martin and Peter H. Davids; Downers Grove: InterVarsity Press, 1997), 672.
  10. Bauckham, Jesus and the God of Israel, 24.
  11. Torrance, The Christian Doctrine of God (Edinburgh: T&T Clark, 1996), 51.
  12. Torrance, Christian Doctrine of God, 46. See also 52; Toon, Our Triune God, 159.
  13. Torrance, Christian Doctrine of God, 49.
  14. Wainwright, Trinity, 155-70 on Christ as Savior.
  15. Bauckham, Jesus and the God of Israel, 31 [italics original].
  16. Hurtado, One God, One Lord, 106.
  17. Ibid, 107.
  18. Wainwright, Trinity, 93-97.
  19. Bauckham, Jesus and the God of Israel, 200.
  20. Torrance, Christian Doctrine of God, 53.

Bacaan Lebih Lanjut

  • Donald MacLeod, The Person of Christ
  • John MacArthur, "Declaring and Defending the Deity of Christ" (video)
  • Christopher Morgan, ed., The Deity of Christ
  • Lee Strobel, The Case for Christ
  • R.C. Sproul, "Defending the Deity of Christ with Apologetics" (video)
  • B.B. Warfield, The Lord of Glory
  • Stephen J. Wellum, God the Son Incarnate

Audio: Keilahian Kristus

Diterjemahkan dari:
Nama situs : The Gospel Coalition
Alamat situs : https://thegospelcoalition.org/essay/the-deity-of-christ
Judul asli artikel : The Deity of Christ
Penulis artikel : Robert Letham

Komentar


Syndicate content