Kategori Utama

strict warning: Declaration of views_plugin_style_default::options() should be compatible with views_object::options() in /home/sabdaorg/public_sabda/reformed/sites/all/modules/views/plugins/views_plugin_style_default.inc on line 24.

Dear e-Reformed Netters,

Jika harus menjawab dengan jujur, saat Anda ditanya: "Apakah Anda suka dikritik?" sebagian besar dari Anda pasti menjawab "tidak". Sebagian kecil dari Anda mungkin akan menjawab: "Lihat-lihat dulu apa kritikannya, kalau kritikan itu tidak menyakitkan dan tidak membuat telinga saya merah, bolehlah." Jadi, pada dasarnya orang tidak suka dikritik karena ia takut disakiti atau diusik dari zona nyamannya.

Cuplikan kecil dari buku yang berjudul "Our Sufficiency in Christ", yang saya kirimkan berikut ini, penuh dengan kritikan, khususnya bagi para pendeta. Jadi, kalau Anda orang yang tidak suka dikritik, lebih baik jangan membaca artikel di bawah ini. Karena, kalau Anda membacanya dengan serius, saya yakin Anda akan gelisah dan mulai mencari kambing hitam, atau Anda harus mulai berpikir untuk melakukan suatu perubahan yang mendasar.

Salah satu contohnya adalah kritikan John MacArthur, Jr., si penulis artikel, terhadap gereja-gereja yang tidak memberikan pengajaran firman Tuhan dengan kuat, tapi memilih menggunakan cara-cara sekuler untuk menumbuhkan gerejanya, misalnya -- yang terlintas di benak saya -- gereja mulai mengundang para selebriti; mengubah ibadah dengan musik-musik masa kini yang lebih memberi hiburan rohani; memberikan pelayanan untuk memuaskan kenyamanan jemaat; memakai strategi pemasaran masa kini untuk menarik lebih banyak orang datang ke gereja, dan lain sebagainya.

Menurut penulis, dasar gereja adalah Kristus, karena itu gereja harus berpangkal utama pada pengajaran Kristus, yaitu firman yang menjadi daging, karena itu "mereka yang membangun gereja menurut dasar yang lain berarti sedang mendirikan sebuah struktur bangunan yang tidak akan diterima oleh sang Arsitek Agung".

Dan untuk pendeta-pendeta yang lebih suka membaca buku-buku manajemen sekuler daripada belajar firman Tuhan, John MacArthur, Jr. berkata, "... jika ia mempelajari buku-buku itu karena ia berpikir ia akan menemukan rahasia besar yang sangat diperlukan, yang firman Tuhan tidak ungkapkan tentang bagaimana menyembuhkan jiwa-jiwa yang sakit atau bagaimana memimpin gereja, maka pengetahuannya tentang kecukupan Alkitab sangatlah buruk. Jika ia mendasarkan pelayanannya pada teori-teori sekuler, ia mungkin akan merancang sebuah sistem penginjilan, konseling, dan kepemimpinan gereja yang tidak alkitabiah."

Nah, jika Anda suka dengan kritikan-kritikan seperti itu, selamat membacanya.

In Christ,
Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org >
< http://reformed.sabda.org/ >
< yulia(at)in-christ.net >

Dear e-Reformed Netters,

Untuk kesekian kalinya kita akan membahas tentang Bapak Reformator yang sudah sangat kita kenal, yaitu Yohanes Calvin. Ia, bersama-sama dengan Zwingli, Farel, dan Bucer yang mendahuluinya, memberi jasa yang besar bagi perkembangan kekristenan di Indonesia. Anda mungkin bertanya: "Kok bisa?"

Jika kita membaca sejarah gerakan Reformasi, maka kita akan melihat bahwa selain di Swiss, salah satu pusat gerakannya adalah di Belanda. Semenjak abad ke-17, para misionaris Belanda, termasuk yang dikirim ke Indonesia, telah memperkenalkan Protestanisme. Diperkirakan ada 65 hingga 200 ribu jiwa yang menjadi percaya pada 1815 di bawah gereja Reformasi yang diakui pemerintah Belanda saat itu, yaitu Gereja Protestan Hindia Timur. Pada 1914, ada kira-kira setengah juta orang yang telah dibaptis di wilayah jajahan Hindia Belanda. Gerakan misi-misi Kristen ini memasuki wilayah-wilayah Indonesia yang terpencil dan mereka melayani melalui sekolah-sekolah dan balai-balai pengobatan. Mereka juga terlibat dalam memperkenalkan bahasa-bahasa daerah yang belum pernah mengenal sistem tulisan sebelumnya dengan menerbitkan bahasa cetak mereka yang pertama dalam buku-buku, terutama Alkitab dan buku-buku Kristen. Secara tidak langsung, hal-hal yang disebutkan di atas ini menjadi hasil dari buah karya gerakan Reformasi Calvin bagi gereja dan masyarakat Kristen Indonesia secara luas.

Kembali ke Eropa, hingga saat ini, kita masih bisa melihat dampak teologi Reformasi dengan melihat kota Jenewa pada khususnya dan negara Swiss pada umumnya. Negara ini terkenal sebagai wilayah yang paling rendah tingkat kriminalitasnya dan paling tinggi taraf hidup masyarakatnya. Mengapa dampak teologi Reformasi ini bisa sedemikian luas dan kuat? Silakan membaca artikel di bawah ini dan Anda akan memahami jawabannya.

In Christ,
Redaksi Tamu e-Reformed,
Kusuma Negara

Dear e-Reformed Netters,

Senang sekali bisa bertemu Anda lagi di edisi April e-Reformed. Kutipan kecil tentang seorang tokoh Reformasi, Martin Luther, ini saya ambil dari buku "Membangun Wawasan Dunia Kristen, Volume 1: Allah, Manusia, dan Pengetahuan", yang diterbitkan oleh Penerbit Momentum (2006).

Kita tahu bahwa kekristenan bukan sekadar agama, melainkan sebuah iman percaya pada Kristus Yesus yang bangkit pada hari Paskah, yang baru saja kita rayakan. Luther lahir di keluarga yang taat dan kemudian setelah dewasa menjadi biarawan. Tidak berhenti di sana, ia mempelajari dan mempraktikkan ritus-ritus keagamaan dengan ketat, namun ternyata ia belum "mengalami Tuhan" secara pribadi sampai pada suatu ketika ia membaca dan memahami perkataan Paulus di dalam kitab Roma.

Mungkin kita atau anak-anak kita sudah sejak lahir hidup di keluarga Kristen, memiliki nama Kristen, besar di lingkungan gereja, sekolah di sekolah Kristen, dan seumur hidupnya dikepung dengan budaya kekristenan, namun jika kita atau anak-anak kita belum memiliki perjumpaan pribadi dengan Allah, berdoalah supaya iman itu hidup dan tumbuh, bukan sebagai pengetahuan saja, tapi sebagai kuasa yang memperbarui hidup yang dari dalam. Dari perjumpaan pribadi dengan Kristus itu akhirnya kita tidak hanya akan menyembah Dia sebagai Tuhan di dalam agama Kristen, tapi sebagai Tuhan di dalam hidup kita yang sesungguhnya, yang membuahkan perubahan cara pandang dan pola pikir yang sesuai dengan firman-Nya.

Akhir kata, mari sebelum kita menyimak artikel di bawah, kita amini syair pujian berikut. Selamat belajar!

"Ku telah mati dan tinggalkan cara hidupku yang lama.

Semuanya sia-sia dan tak berarti lagi.

Hidup ini kuserahkan pada mezbah-Mu ya, Tuhan.

Jadilah pada-Mu seperti yang Kau ingini."

Dalam anugerah-Nya, Kusuma Negara

Dear e-Reformed Netters,

Tak lama lagi, kita akan merayakan Paskah. Saya berharap artikel yang saya kirimkan ini dapat menolong kita semua untuk mempersiapkan hati merenungkan kasih Allah yang luar biasa bagi kita, umat pilihan-Nya.

Ada banyak orang Kristen yang mungkin merayakan Paskah sekadar sebagai tradisi gereja saja. Kristus dipandang hanya sebagai "Pahlawan" kemanusiaan, bahwa Ia rela mati untuk manusia secara umum. Kita ikut senang karena kita adalah anggota dari manusia secara umum. Karena itu, perayaan Paskah acap kali menjadi sangat "impersonal". Namun, pernahkah Anda sungguh-sungguh merenungkan bahwa secara khusus Kristus datang, menanggung sengsara, dan mati adalah untuk Anda secara pribadi? Nah, artikel di bawah ini akan memaksa Anda untuk mengetahui kebenaran ini.

Selamat merayakan Paskah. Biarlah kebenaran bahwa Kristus telah mengalahkan maut supaya kita dapat hidup, menjadi kekuatan kita untuk terus hidup bagi Dia.

"Hidup bagiku adalah Kristus." (Fil. 1:21)

In Christ,
Yulia Oeniyati
< yulia(at)in-christ.net >

Dear e-Reformed Netters,

Selamat bertemu kembali di publikasi e-Reformed. Kami berharap Anda semua senantiasa bersyukur karena hidup dalam pemeliharaan Tuhan.

Kiriman artikel e-Reformed kali ini berjudul "Tanggung Jawab Seorang Intelektual Kristen". Tapi kalau saya kutip seluruh bab akan terlalu panjang, karena itu saya hanya ambil inti utamanya saja. Selebihnya, silakan beli bukunya .... :)

Harapan saya, artikel ini akan memicu kita untuk semakin melihat kepentingan intelektual yang Tuhan berikan kepada kita, sebagai manusia yang diciptakan-Nya. Alangkah indahnya jika alat yang kecil dalam otak kita ini kita gunakan untuk memikirkan tentang Kebenaran (yang mutlak) dan bagaimana Kebenaran ini kita bagikan kepada manusia lain yang juga sedang mencari kebenaran. Dengan demikian, kita akan ditantang untuk hidup sungguh-sungguh dalam integritas yang utuh, apa adanya, dan penuh tanggung jawab.

Selamat merenungkan.

Pimpinan Redaksi e-Reformed,
Yulia Oeniyati
< yulia(at)in-christ.net >

Komentar