Introduksi pada Iman Reformed (Bagian 2)

Editorial: 

Dear Reformed Netters,

Kiriman artikel bulan April ini adalah sambungan dari artikel yang dikirim bulan Maret lalu. Selamat menyimak.

Jika Anda belum mendapatkan kiriman artikel bulan Maret yang lalu dan ingin mendapatkannya, silakan menghubungi saya.

In Christ, Yulia < yulia(a t)in-christ.net >

Penulis: 

John M. Frame

Edisi: 

098/IV/2008

Tanggal: 

02-05-2008

Isi: 
INTRODUKSI PADA IMAN REFORMED Oleh: John M. Frame (Bagian 2)

IMAN REFORMED MENGAJARKAN KOVENAN KETUHANAN ALLAH SECARA KOMPREHENSIF

Saya sekarang akan melanjutkan dengan ringkasan yang lebih komprehensif dari sistem doktrin Reformed. Argumentasi yang akan saya berikan adalah sebagai berikut: Allah biblikal adalah "Tuhan kovenan" dan semua karya-Nya dalam penciptaan dan keselamatan adalah sebuah karya berdasarkan pada ketuhanan kovenan-Nya. Oleh karena itu, "Allah adalah Tuhan kovenan" merupakan ringkasan dari berita Alkitab. Iman Reformed juga bisa diringkaskan dengan cara ini: semua unsur esensial dari iman Reformed dapat dilihat sebagai karya dari ketuhanan kovenan Allah. Fakta bahwa "ketuhanan kovenan" merupakan hal yang sentral di Kitab Suci, dan teologi Reformed adalah suatu argumen besar yang berpihak pada teologi Reformed sebagai formulasi pengajaran Kitab Suci yang terbaik.

Saudara akan menemukan bahwa "kovenan" itu telah dijelaskan secara berbeda oleh teolog yang berbeda, bahkan di kalangan Reformed. Tetapi bagi saya, hal berikut ini kelihatannya mencakup unsur-unsur esensial dari kovenan yang alkitabiah antara Allah dan manusia. Sebuah "kovenan" adalah sebuah relasi antara "Tuhan" yang berdasarkan kedaulatan-Nya, dengan memanggil sekelompok "umat"(8) menjadi milik- Nya, yaitu umat yang disebut sebagai alat-alat Tuhan atau hamba-hamba Tuhan. Ia memerintah atas mereka dengan kuasa dan hukum-Nya, dan memberikan kepada mereka berkat yang unik (atau dalam kasus tertentu, kutuk yang unik). Supaya kita dapat memahami "kovenan" dengan lebih baik, maka kita harus memahami "ketuhanan" dengan lebih baik.

ARTI DARI KETUHANAN

Pertama, "Tuhan" merepresentasikan istilah Ibrani "YHWH" yang merupakan misteri (pada umumnya dilafalkan "Yahweh", kadang-kadang ditemukan sebagai "Jehovah" atau "Lord" dalam terjemahan bahasa Inggris). Kata ini dikaitkan dengan kata kerja "to be" seperti dalam "I am" di Keluaran 3:14 (perhatikan kehadiran YHWH di ayat 15). Selain Keluaran 3:12-15, ada beberapa pasal di Kitab Suci yang kelihatannya pada derajat tertentu menjelaskan tentang arti dari nama yang merupakan misteri itu. Lihat Keluaran 6:1-8; 20; 33; 34; Imamat 18-19; Ulangan 6:4, dst.; Yesaya 41:4; 43:10-13; 44:6; 48:12, dst. Di PB, Yesus memakai nama "Kurios", sebuah istilah Yunani yang digunakan untuk menerjemahkan YHWH di dalam PL yang berbahasa Yunani. Pada saat Ia memakai nama itu, Ia mengambil peran yang dimiliki oleh Yahweh di PL sebagai Tuhan, kepala dari kovenan. Di dalam pikiran saya, hal itu merupakan salah satu dari bukti yang paling kuat tentang keilahian Kristus. Oleh karena itu, bagian-bagian tertentu di PB, seperti Yohanes 8:31-59; Roma 10:9; 1 Korintus 12:3; Filipi 2:11, juga sama pentingnya bagi pemahaman kita tentang konsep ketuhanan di Alkitab. Dalam pengajaran saya tentang doktrin Allah, saya menjelaskan tentang hal ini dengan lebih rinci,(9) yaitu memerlihatkan kepada Saudara bagaimana ayat-ayat itu mengajarkan suatu konsep tertentu tentang ketuhanan ilahi. Dalam tulisan ini, saya hanya sekadar menyajikan konklusi-konklusi dari studi saya. Namun demikian, penyelidikan atas ayat-ayat ini akan berguna bagi Saudara untuk melihat bagaimana konsep-konsep berikut ini saling berkaitan satu dengan yang lain.

Konklusi saya adalah bahwa ketuhanan di Alkitab meliputi tiga aspek: kontrol, otoritas, dan kehadiran.

Pertama, kontrol. Tuhan adalah pribadi yang memiliki kontrol yang total atas dunia ini. Pada waktu Allah menebus Israel dari Mesir, Ia melakukannya dengan tangan yang kuat dan berkuasa. Ia mengontrol semua kekuatan alam untuk mendatangkan kutuk atas Mesir serta mengalahkan kekuatan-kekuatan dari penguasa terbesar yang totaliter pada saat itu. Lihat Keluaran 3:8, 14, 20; 20:2; 33:19; 34:6; Yesaya 41:4; 43:10-13; 44:6; 48:12, dan seterusnya. Saya telah menjelaskan tema biblikal ini dalam kaitan dengan doktrin predestinasi. Seharusnya disebutkan juga, bahwa kontrol Allah bukan hanya berkaitan dengan doktrin keselamatan, melainkan atas seluruh alam dan sejarah. Efesus 1:11 dan Roma 11:36 menyatakan kebenaran ini secara khusus, dan banyak bagian lain di Kitab Suci yang berkaitan dengan kejadian-kejadian yang didasarkan pada pengaturan Allah. Hal itu termasuk penjelasan tentang jatuhnya burung pipit dan jumlah rambut di kepala kita.

Dosa dan kejahatan juga bagian dari rencana Allah. Hal itu merupakan misteri, dan kita harus hati-hati dalam pernyataan kita. Namun demikian, Kitab Suci memang mengaitkan keberdosaan manusia dengan tujuan-tujuan Allah. Contohnya, lihat Kejadian 45:7; 50:20; 2 Samuel 24:1, 10 (bdk. lTawarikh 21:1); 1 Raja-raja 22:19-23; Kisah Para Rasul 2:23; 4:27-28; Roma 1:24, 26, 28; 9:11-23.

Bagaimana kita dapat merekonsiliasikan fakta-fakta ini dengan kebenaran dan kebaikan Allah? Saya telah membahas "problema kejahatan" ini dengan rinci dalam buku "Apologetics to the Glory of God", halaman 149 -- 190. Saya tidak percaya bahwa kita bisa sepenuhnya memahami alasan-alasan Allah untuk mengaitkan kejahatan ke dalam rencana-Nya. Dengan jelas, Ia melakukannya supaya suatu tujuan yang berada dalam konteks sejarah secara menyeluruh merupakan suatu tujuan yang baik (Kejadian 50:20). Di samping itu, yang terbaik adalah meneladani Ayub yang berdiam diri pada saat berhadapan dengan misteri dari kejahatan (Ayub 40:4-5; 42:1-6). Tentu saja kita tidak mengompromikan kedaulatan Allah dengan menyetujui ide seperti konsep Arminian tentang "kehendak bebas", yaitu tindakan-tindakan manusia yang tidak ditetapkan sebelumnya oleh Allah.(10)

Kontrol ilahi tentu saja tidak mengimplikasikan penyebab sekunder, contohnya pilihan-pilihan manusia tidaklah penting. Allah umumnya mencapai tujuan-tujuan-Nya yang agung dengan menggunakan alat-alat yang fana. Tujuan-Nya adalah untuk menyebarkan Injil ke seluruh dunia, bukan melalui pernyataan mukjizat, tetapi melalui pemberitaan dan pengajaran yang dilakukan oleh manusia (Matius 28:19, dst.). Tidak ada keselamatan (paling tidak di kalangan orang dewasa) tanpa iman dan pertobatan manusia (Yohanes 3:16; Kisah Para Rasul 2:38). Mereka, yang berargumen atas dasar kedaulatan Allah, para penginjil sama sekali tidak boleh mengajak orang untuk mengambil "keputusan", tidak memahami keseimbangan biblikal. Kedaulatan Allah tidak mengesampingkan penyebab sekunder; melainkan menguatkan mereka, memberikan mereka signifikasi.

Allah dari Kitab Suci bukan jenis yang abstrak, yang berlawanan dengan dunia, sehingga segala sesuatu yang dikaitkan pada-Nya harus disangkali ada pada manusia, demikian pula sebaliknya. Melainkan, Allah adalah pribadi, dan Ia telah menciptakan dunia sesuai dengan rencana-Nya. Beberapa hak prerogatif tidak ada pada makhluk ciptaan, seperti hak Allah yang eksklusif untuk disembah dan hak-Nya untuk melakukan sebagaimana yang dikehendaki-Nya dalam kehidupan manusia. Tetapi kebanyakan peristiwa dalam dunia memiliki penyebab-penyebab ilahi dan makhluk ciptaan; yang satu tidak membatalkan yang lain. Arminian dan hiper-Calvinis melakukan kesalahan dalam hal ini.

Kedua, otoritas. Otoritas adalah hak untuk ditaati. Tuhan memiliki hak tertinggi untuk itu. Sewaktu Ia berfirman, firman-Nya harus ditaati. Kovenan selalu mencakup firman, sebagaimana yang akan kita lihat dalam studi kita tentang doktrin firman Allah. Tuhan kovenan berbicara pada umat kovenan-Nya berkaitan dengan nama-Nya yang kudus, berkat-berkat- Nya di masa lampau bagi mereka, tuntutan-tuntutan-Nya atas perilaku mereka, janji-janji-Nya, dan peringatan-peringatan-Nya. Firman yang ditulis dalam sebuah dokumen, dan pelanggaran terhadap firman Tuhan dalam dokumen tertulis itu berarti pelanggaran terhadap kovenan itu sendiri.

Sewaktu Allah menemui Musa di Mesir, Ia datang dengan firman yang berotoritas bagi Israel dan Firaun, yaitu suatu firman yang tidak mereka taati atas risiko mereka sendiri. Lihat Keluaran 3:13-18; 20:2, dan seterusnya; Imamat 18:2-5, 30; 19:37; Ulangan 6:4-9; Lukas 6:46, dan seterusnya. Otoritas-Nya mutlak dalam tiga arti: (a) Ia tidak dapat dipertanyakan (Roma 4:14-20; Ibrani 11; Ayub 40:1, dst.; Roma 9:20). (b) Kovenan-Nya melampaui semua kesetiaan pada yang lainnya (Keluaran 20:3; Ulangan 6:4, dst.; Matius 8:19-22; 10:34-38; Filipi 3:8). (c) Otoritas kovenan-Nya meliputi semua area kehidupan manusia (Keluaran -- Ulangan; Roma 14:23; 1 Korintus 10:31; 2 Korintus 10:5; Kolose 3:17, 23).

Ketiga, kehadiran. Tuhan ialah pribadi yang mengambil suatu umat menjadi milik-Nya. Ia menjadi Allah mereka, dan mereka menjadi umat- Nya. Jadi, Ia "bersama mereka" (Keluaran 3:12). Kehadiran Tuhan bersama umat-Nya merupakan suatu tema yang indah yang tersebar di Kitab Suci; lihat Kejadian 26:3; 28:15; 31:3; 46:4; Keluaran 3:12; 33:14; Ulangan 31:6, 8, 23; Hakim-hakim 6:16; Yeremia 31:33; Yesaya 7:14; Matius 28:20; Yohanes 17:25; 1 Korintus 3:16, dan seterusnya; Wahyu 21:22.

Jadi, Yahweh dekat dengan umat-Nya, tidak seperti ilah-ilah dari bangsa lain (Imamat 10:3; Ulangan 4:7; 30:11-14 [Roma 10:6-8]; Mazmur 148:14; Yeremia 31:33; Yunus 2:7; Efesus 2:17; Kolose 1:27). Ia secara harfiah "mendengar" Israel dalam kemah suci dan bait Allah. Kemudian Ia mendekat di dalam Yesus Kristus dan dalam Roh Kudus. Dan berdasarkan kemahakuasaan-Nya dan kemahatahuan-Nya, Ia tidak pernah jauh dari siapa pun (Kisah Para Rasul 17:27-28). Berdasarkan pemahaman ini, seluruh ciptaan terikat dengan Dia oleh kovenan. Lihat Kline, "Images of the Spirit".

Kehadiran Allah berarti suatu berkat, tetapi dapat juga berarti suatu kutukan, pada saat umat itu melanggar kovenan. Lihat Keluaran 3:7-14; 6:1-8; 20:5, 7, 12; Mazmur 135:13, dan seterusnya; Yesaya 26:4-8; Hosea 12:4-9; 13:4, dst.; Maleakhi 3:6; Yohanes 8:31-59.

Saya akan merujuk pada tiga kategori ini sebagai "atribut ketuhanan". Mereka tidak terpisahkan; setiap kategori terkait dengan dua kategori lainnya. Kontrol Tuhan dilaksanakan melalui otoritas perkataan-Nya pada ciptaan (Kejadian 1); oleh karena itu "kontrol" melibatkan otoritas. Kontrol itu komprehensif, jadi meliputi kehadiran Allah di seluruh ciptaan. Demikian halnya dengan setiap atribut ketuhanan termasuk dua yang lainnya. Oleh karena itu, setiap atribut hadir, bukan "terpisah" dari ketuhanan Allah, tetapi keseluruhannya, dari satu "perspektif"(11) yang partikular.

SENTRALITAS DARI KETUHANAN DI KITAB SUCI

"Tuhan" merupakan nama dasar kovenan dari Allah (Keluaran 3:13-15; 6:1-8; Roma 14:9). Ada nama lain dari Allah, tetapi ini merupakan nama yang berarti bahwa Ia adalah kepala dari kovenan dengan umat-Nya. Ini adalah nama, di mana dengan nama itu Ia berharap dikenali oleh umat kovenan-Nya.

Hal itu dapat ditemukan dalam pengakuan dasar dari iman umat Allah di Kitab Suci (Ulangan 6:4, dst.; Roma 10:9; 1 Korintus 12:3; Filipi 2:11). Dasar pengakuan dari Kovenan Lama adalah "Tuhan Allah kita adalah Tuhan yang esa". Pengakuan dasar dari Kovenan Baru adalah "Yesus Kristus adalah Tuhan".(12)

Semua tindakan Allah yang maha kuasa dalam ciptaan dan sejarah dilakukan "supaya mereka mengetahui bahwa Aku adalah Tuhan" (Keluaran 14:18; l Raja-raja 8:43; Mazmur 9:10; dst.). Berulang kali di Yesaya, Tuhan menyatakan bahwa "Akulah Tuhan, Akulah Dia" (Yesaya 41:4; 43:10- 13). Kata "Aku adalah" mengingatkan pada Keluaran 3:14.

SENTRALITAS KETUHANAN KOVENAN DALAM IMAN Reformed

Iman Reformed juga menekankan ketuhanan kovenan Allah atas umat-Nya. Konsep kovenan tidak digunakan secara sistematis oleh Calvin, meskipun secara partikular kesinambungan dari ide tentang kontrol, otoritas, dan kehadiran cukup menonjol dalam pikirannya. Merupakan hal yang alamiah bahwa di kalangan penerus Calvin ada perkembangan yang menyeluruh dan aplikasi dari ide kovenan, dan bahwa konsep itu telah menjadi perhatian utama dari para teolog Reformed sampai hari ini.

Pertama, kontrol. Jelas sekali teologi Reformed telah menekankan kontrol Allah, yang "melakukan segala sesuatu menurut keputusan kehendak-Nya" (Efesus 1:11). Kita telah membahas penekanan ini dalam pembahasan kita tentang predestinasi dan teologi Reformed juga menekankan kedaulatan Allah dalam penciptaan dan providensia. Bersama Kitab Suci, teologi Reformed juga memertahankan kepentingan dari penyebab sekunder. "Hyper-Calvinist", yang berada di perbatasan fatalisme,(13) kadang-kadang menyangkali kepentingan dari keputusan serta aktivitas makhluk ciptaan; tetapi hal ini tidak merepresentasikan tradisi Reformed yang utama.

Kedua, otoritas. Reformed telah selalu menekankan, lebih dari kebanyakan cabang kekristenan lain, bahwa manusia harus tunduk pada hukum Allah. Sebagian orang yang mengaku orang Kristen telah mengatakan bahwa hukum dan anugerah, atau hukum dan kasih, selalu berlawanan, sehingga orang Kristen tidak ada kaitan dengan hukum. Namun, kaum Reformed menyatakan bahwa apabila kita mengasihi Yesus, maka kita akan melakukan perintah-Nya (Yohanes 14:15, 21; 15:10; l Yohanes 2:3, dst.; 3:22, dst.; 5:2, dst.; 2 Yohanes 6; Wahyu 12:17; 14:12). Tentu saja melakukan hukum tidak mendatangkan keselamatan bagi kita. Hal itu tidak membenarkan kita di hadapan Allah. Hanya kebenaran dari Kristus yang melakukan hal itu. Tetapi bagi mereka yang diselamatkan, mereka akan melakukan perintah Allah.

Reformed juga menekankan kelanjutan kenormatifan dari hukum PL, khususnya atas orang percaya di PB (Matius 5:17-20). Ada perdebatan di kalangan Reformed atas "teonomi", yang pada dasarnya suatu perdebatan tentang bagaimana hukum PL digunakan dalam kehidupan orang Kristen.(14) "Teonomis" maupun kritik Reformed terhadap teonomi sepakat bahwa hukum PL memiliki suatu pengajaran dan pengaturan yang penting dalam kehidupan orang Kristen; kedua kelompok juga sepakat bahwa sebagian hukum PL tidak lagi mengikat secara harfiah, karena kita sekarang hidup dalam suatu situasi yang berbeda dari zaman bilamana perintah-perintah ini diberikan. Argumen atas nama perintah- perintah ini berasal dari kategori itu. Semua Calvinis percaya bahwa hukum-hukum PL adalah firman Tuhan dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memerbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran, dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik. (2 Timotius 3:16-17).

Secara khusus dalam area ibadah, Reformed telah menekankan otoritas dan kecukupan firman Allah. Sementara kaum Lutheran dan kaum Roma Katolik berargumentasi bahwa apa pun diizinkan dalam ibadah, kecuali yang dikutuk oleh Kitab Suci. Kaum Reformed memertahankan bahwa semua yang tidak diotorisasi oleh Kitab Suci, tidak diizinkan dalam ibadah. Hal itu dikenal sebagai "prinsip peraturan untuk ibadah". Telah ada perdebatan di kalangan kaum Reformed tentang implikasi konkrit dari prinsip ini. Sebagian orang telah berargumen bahwa hal itu menuntut penggunaan yang eksklusif dari Mazmur dalam ibadah dan melarang penggunaan alat-alat musik, penyanyi solo, atau paduan suara. Sebagian orang yang lain berargumen bahwa hal itu menuntut suatu upacara ibadah yang merujuk pada model ibadah yang digunakan pada abad XVII oleh kaum Puritan. Analisis saya berbeda.(15) Saya tidak diyakinkan oleh penafsiran yang telah digunakan untuk mencapai konklusi yang terbatas ini. Dan selaras dengan prinsip-prinsip dari Reformasi, saya melihat peraturan yang prinsip pada dasarnya sebagai suatu prinsip yang memberikan kepada kita kebebasan dari tradisi manusia, dan mengikat kita hanya pada firman Allah.

Hal itu membangkitkan suatu poin yang penting dari natur yang lebih umum. Teologi Reformed bukan hanya suatu teologi tentang ketuhanan Allah, tetapi juga suatu teologi dari kebebasan manusia. Teologi Reformed menolak, tentu saja, konsep Arminian tentang "kehendak bebas" yang sudah dibahas terdahulu. Tetapi mengakui kepentingan dari keputusan makhluk ciptaan, sebagaimana yang telah kita lihat sebelumnya. Dan hal itu juga membebaskan kita dari ikatan tirani manusia, sehingga kita bisa menjadi hamba Allah saja. Untuk pastinya, Allah memang menetapkan otoritas yang sah atas umat manusia, dan Ia memanggil kita untuk menghormati dan menaati otoritas-otoritas itu. Tetapi pada saat otoritas-otoritas itu memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan firman Tuhan, atau pada saat mereka menempatkan ide mereka setara dengan Kitab Suci, kita boleh dan bahkan harus tidak menghormati klaim-klaim mereka. Kita harus lebih menaati Allah dari pada manusia. Oleh karena itu, Saudara dapat melihat bahwa otoritas kovenan Allah bukan merupakan suatu doktrin yang membebani. Hal itu merupakan kemerdekaan yang paling besar.

Oleh karena itu, iman Reformed pada esensinya bukan "tradisionalis", meskipun sebagian orang Reformed menurut perkiraan saya telah memiliki penghormatan yang tidak sehat terhadap tradisi. Ada sebuah slogan Reformed, "semper reformanda", "always reforming". Oleh karena itu, "fades reformata semper reformanda est", "the Reformed Faith is always reforming". Ada beberapa divisi di kalangan Reformed, sebagian menekankan reformata (Reformed) dan yang lain yang menekankan reformanda (reforming). Keduanya adalah penting dan keduanya harus tetap dipertahankan keseimbangannya. Iman kita haruslah "Reformed", yaitu dalam kesesuaian dengan prinsip fundamental dari Kitab Suci, sebagaimana yang diringkas dalam pengakuan-pengakuan Reformed. Namun demikian, hal itu harus juga di-"reforming", berusaha untuk membawa pemikiran dan praktik kita lebih seturut dengan Kitab Suci, meskipun proses itu menuntut pengeliminasian beberapa tradisi. Para reformator adalah keduanya: konservatif dalam penganutan mereka pada doktrin Alkitab dan radikal dalam kritik mereka terhadap tradisi gereja. Kita harus demikian pula. Oleh karena itu, berhati-hatilah pada orang yang mengatakan kepada Saudara bahwa Saudara harus beribadah, atau berpikir atau berperilaku sesuai dengan tradisi historis tertentu. Buktikan itu semua berdasarkan firman Allah (l Tesalonika 5:21). Selidiki Kitab Suci setiap hari untuk melihat apakah yang Saudara dengar itu memang benar (Kisah Para Rasul 17:11).

Karena waktu terbaiknya iman Reformed telah kritis terhadap tradisi manusia, bahkan di kalangannya sendiri. Iman Reformed memiliki sumber- sumber untuk kontekstualisasi yang efektif. Kontekstualisasi adalah usaha untuk menyajikan kebenaran Kitab Suci dalam istilah yang dipahami oleh budaya yang berbeda dengan yang kita miliki, dan berbeda dengan budaya di mana Kitab Suci ditulis. Khotbah Reformed telah tercatat mengalami kesuksesan sepanjang sejarah dalam pekerjaan kontekstualisasi. Calvinisme telah secara dalam memengaruhi budaya yang sangat berbeda dengan budaya Swiss, mulai dari Belanda, Jerman, Inggris, Hungaria, dan Korea. Calvinisme memiliki pengikut yang cukup besar di Perancis dan Itali sampai kebanyakan mereka telah diusir keluar dengan paksa.

Oleh karena itu, sepenuhnya Reformed mengatakan sama halnya dengan saya, di "Doctrine of the Knowledge of God" bahwa teologi merupakan aplikasi dari kebenaran Kitab Suci ke dalam situasi manusia. Perkembangan dalam teologi merupakan kesinambungan aplikasi dari Kitab Suci pada situasi yang baru dan konteks yang muncul. Hal itu bukan sekadar repetisi dari formulasi doktrin yang bekerja dalam generasi pada masa lalu, sebagaimana yang dianggap oleh sebagian "tradisionalis". Melainkan pekerjaan teologi melibatkan kreativitas kita tanpa mengompromikan otoritas dan kecukupan dari Kitab Suci.

Calvinisme telah merupakan semacam teologi yang "progresif". Teologi Reformed biasanya bukan hanya sekadar menyatakan ulang pernyataan Calvin dan pengakuan-pengakuan. Calvinisme terus mengembangkan aplikasi yang baru dari Kitab Suci dan doktrin Reformed. Pada abad ketujuh belas, ada perkembangan yang signifikan dari pemikiran Reformed tentang kovenan Allah.

Pada abad kedelapan belas, pemikir Jonathan Edwards mengajukan pengajaran baru tentang dimensi subjektif dari kehidupan Kristen. Pada abad kesembilan belas dan permulaan abad kedua puluh, ada perkembangan yang luar biasa, di bawah Vos dan yang lainnya, tentang "teologi biblika", analisis Kitab Suci sebagai suatu sejarah keselamatan. Pada abad kedua puluh ada apologetika Van Til dan "Structure of Biblical Authority" dari Meredith Kline.

Pekerjaan "mereformasi" di bawah otoritas Allah tidak terbatas, juga bagi gereja dan teologi. Calvinis telah sering menekankan "mandat budaya" dari Kejadian 1:28-30, bahwa Allah memerintahkan umat manusia untuk menaklukkan seluruh bumi di dalam nama-Nya. Ini berarti bahwa semua wilayah kehidupan umat manusia harus direformasi oleh firman Allah. Abraham Kuyper, seorang jenius agung dari Belanda yang memberikan kontribusi yang besar pada bidang teologi, filsafat, jurnalisme, pendidikan, dan politik, berargumen bahwa seharusnya ada politik, seni, literatur, demikian juga teologi Kristen yang unik.(16) Firman Allah memerintah di semua area kehidupan (1 Korintus 10:31; 2 Korintus 10:5; Roma 14:23; Kolose 3:17, 23). Jadi, orang Reformed telah menekankan kebutuhan untuk sekolah-sekolah, gerakan-gerakan buruh, bisnis, universitas, filsafat, ilmu pengetahuan, gerakan politik, sistem ekonomi Kristen yang unik.

Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa teologi Reformed prihatin bukan hanya tentang keselamatan individu, dan kesalehan (lihat di bawah), melainkan juga tentang struktur dari masyarakat. "Kovenan", walau bagaimanapun, berkaitan dengan relasi suatu kelompok dengan Allah, lebih daripada hanya sekadar dengan seorang individu.(17) Dalam kovenan, Allah memilih suatu umat. Kitab suci menjelaskan bahwa Allah memilih seisi rumah, keluarga. Oleh karena itu, Calvinis umumnya percaya pada baptisan anak. Baptisan anak mengatakan bahwa pada saat Allah mengklaim orang tua, Allah mengklaim seluruh isi rumah sebagai milik-Nya (Kisah Para Rasul 11:14; 16:15, 31-34; 18:8; l Korintus 1:11, 16).

Memertimbangkan doktrin otoritas ilahi menolong kita untuk melihat dari arah lain(18) relasi antara kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia. Umat manusia bertanggung jawab karena mereka harus tunduk pada perintah Allah. Oleh karena itu, pengajar-pengajar Reformed tidak mempresentasikan tanggung jawab manusia sebagai suatu konsesi dendam terhadap Arminianisme. Melainkan, mereka menekankan tanggung jawab dan bersukacita di dalamnya.

Tanggung jawab manusia adalah doktrin Calvinistis. Hal itu menyatakan struktur yang berarti dari rancangan Allah yang berdaulat dan otoritas normatif dari hukum Allah yang berdaulat.(19)

Secara historis, kadang-kadang orang bertanya-tanya mengapa Calvinis yang percaya pada kedaulatan Allah, tidak memiliki sikap pasif dalam hidupnya. Pada faktanya, Calvinis berusaha untuk melayani Tuhan yang telah memanggil kita dengan sebaik mungkin. Hasilnya ada di tangan- Nya, tetapi kita telah memiliki kehormatan untuk melayani Dia dengan tugas yang paling agung, yang melaluinya berarti menaklukkan semua kehidupan pada Kristus.

Ketiga, kehadiran. Teologi Reformed pada saat terbaiknya bersifat devosional secara mendalam, yaitu menyadari intimasi kedekatan dengan Allah pada setiap saat dalam hidup kita. Tentu saja, sebagian pemikir Reformed, mendasarkan profesi mereka sendiri sebagai "intelektualis", telah meremehkan semua keprihatinan orang Kristen dengan subjektivitas dan kedalaman manusia. Tetapi, menurut pendapat saya intelektualisme itu tidak merepresentasikan yang terbaik atau mentalitas umum dari kebanyakan kaum Reformed. Calvin memulai institutnya dengan mengatakan bahwa pengetahuan Allah dan pengetahuan tentang diri saling berhubungan, dan "saya tidak tahu yang mana yang lebih dahulu". Ia sadar karena kita diciptakan berdasarkan gambar-Nya, kita tidak dapat mengenal diri sendiri dengan benar, tanpa mengenal Allah pada saat yang sama. Dengan kata lain, Allah ditemukan dalam setiap sudut dari kehidupan manusia, termasuk yang subjektif. Ia juga bersikeras bahwa kebenaran-kebenaran firman Allah ditulis secara mendalam dalam hati, bukan hanya sekadar "di dalam kepala".(20) Emblemnya memerlihatkan sebuah hati di dalam sebuah tangan, diarahkan pada Allah, dengan tulisan, "My heart I give you, promptly and sincerely."

Jadi orang Reformed telah berbicara tentang hidup dalam semua kehidupan coram Deo, di hadirat Allah. Pemahaman tentang realitas Allah ini mendorong kesalehan yang kaya, demikian pula ketaatan yang bersemangat dalam semua kehidupan.

KONKLUSI

Saudara dapat melihat bahwa iman Reformed sangat kaya! Dapat dipahami adanya beberapa perdebatan di kalangan orang Reformed, sebagian telah saya sebutkan dalam tulisan ini. Telah ada juga perbedaan penekanan di antara para teolog Reformed dan gereja-gereja. Sebagian telah lebih terfokus pada "lima poin", "doktrin anugerah". Penekanan ini khususnya menonjol di kalangan Reformed Baptis, tetapi ditemukan dalam kalangan lainnya juga. Yang lain (teonomis) telah terfokus pada otoritas dari hukum Allah. Sedangkan yang lainnya (Kuyperian, Dooyeweerdian) telah menekankan aplikasi dari kebenaran Allah dalam struktur sosial.

Wolterstorff dan yang lain mengusulkan suatu cara untuk membedakan beragam mentalitas teologis di kalangan gereja-gereja Reformed (khususnya yang berlatar belakang Belanda). Mereka berbicara tentang "piets, kuyps and docts". "The piets" dipengaruhi oleh pietisme, yang terutama mencari suatu relasi yang personal dengan Kristus. "The docts" yang terutama memerhatikan memertahankan teologi ortodoksi. "The Kuyps" memerhatikan perubahan besar dalam masyarakat.(21)

Kelihatannya bagi saya ada ruang dalam gerakan Reformed untuk semua penekanan yang berbeda ini. Tidak ada seorang pun di antara kita yang memertahankan keseimbangan yang sempurna. Situasi yang berbeda menuntut kita untuk memberikan penekanan yang berbeda, seperti halnya pada waktu kita "mengontekstualisasikan" teologi kita untuk membawa firman Allah ke dalam situasi di mana kita berada. Allah juga memberikan karunia yang berbeda pada orang yang berbeda. Tidak semua berkarunia dalam aksi-aksi politik, atau dalam perumusan doktrin- doktrin dengan teliti, atau dalam penginjilan pribadi. Kita semua melakukan apa yang dapat kita lakukan, dan kita melakukan apa yang kelihatannya paling harus dilakukan pada situasi itu. Di dalam batasan iman Reformed sebagaimana digambarkan di sini, kita harus bersyukur atas perbedaan penekanan itu, bukan mengkritik mereka. Perbedaan penekanan saling melengkapi satu dengan yang lainnya.

Catatan Kaki:

8. Berbeda dengan Dispensasionalisme, teologi Reformed mengajarkan (sesuai dengan kitab suci, menurut pendapat saya) bahwa hanya ada satu umat Allah, mencakup semua pilihan Allah, menerima berkat-berkat yang sama di dalam Kristus, berkat-berkat yang dijanjikan pada Abraham dan keturunannya.

9. Penjelasan yang lebih komprehensif dibaca dalam buku "Doktrin Pengetahuan tentang Allah" (Doctrine of the Knowledge of God) dari John M. Frame yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh literatur SAAT (catatan terjemahan).

10. Namun demikian, ada konsep-konsep lain tentang kehendak bebas yang sepenuhnya alkitabiah; lihat "Apologetics to the Glory of God".

11. Relasi "perspektival" semacam itu umum di kitab suci.

12. Nanti seharusnya menjadi jelas bahwa Alkitab mengajarkan "Ketuhanan dan Keselamatan", yang sebagaimana diajarkan dalam imam Reformed. Mereka yang diselamatkan, yang mengakui ketuhanan Kristus dari hati. Tentu saja, hal ini tidak berarti bahwa mereka yang mengakui ketuhanan Kristus harus sempurna dari awalnya dalam pengabdian mereka kepada Dia. Aplikasi ketuhanan Yesus dalam kehidupan orang Kristen merupakan suatu proses yang tidak akan selesai sampai kita ke surga.

13. Fatalisme adalah pandangan bahwa "apa yang terjadi, terjadilah", apa pun yang kita lakukan. Kekristenan biblika bukanlah fatalistik, karena ia mengajarkan suatu relasi teratur antara penyebab sekunder dan akibat-akibat yang terjadi. Rencana Allah pasti akan berhasil; tetapi akan terjadi dengan sukses karena Allah akan menyediakan alat fana yang dibutuhkan. Contohnya, bahwa orang pilihan akan diselamatkan terlepas dari pemberitaan Injil.

14. Lihat. Simposium WTS, "Theonomy: a Reformed Critique", diedit oleh W. Robert Godfrey dan Will Barker, khususnya dalam esai saya dalam terbitan itu!

15. Bacalah buku saya "Worship in Spirit and Truth" (Phillipsburg: P & R, 1996).

16. Lihat. "Lectures on Calvinism", sebuah buku yang menggerakkan, menantang, mentransformasi hidup, yang setiap orang Kristen harus membacanya.

17. Meskipun tentu saja ada aspek-aspek individual untuk keselamatan dan kehidupan Kristen, Allah memanggil setiap individu untuk bertobat dan percaya.

18. Kita telah menyebutkan kepentingan keputusan manusia dan tindakan manusia dalam rancangan Allah secara keseluruhan.

19. "Tanggung jawab" Arminian berdasarkan pada kekuatan kehendak manusia untuk melakukan peristiwa-peristiwa yang tidak disebabkan. Tetapi peristiwa yang tidak disebabkan adalah kebetulan, bisa jadi tidak masuk akal, peristiwa yang tidak ada hubungan apa pun dengan struktur rasional yang telah ditetapkan sebelumnya. Melakukan tindakan yang hanya kebetulan sukar, dikatakan sebagai "tanggung jawab". Lebih jauh, tanggung jawab dalam Kitab Suci selalu merupakan tanggung jawab pada Allah, bukan pada diri sendiri. Oleh karena itu, hal itu menyatakan adanya hukuman Allah.

20. Oleh karena itu, Calvin adalah sumber dari kontras antara "kepala/hati" yang sering kali diremehkan oleh "intelektualis" Reformed. Calvin bukan, demikian pula dengan saya, antiintelektualisme. "Hati" di Kitab Suci adalah hati yang berpikir. Tetapi ada semacam pengetahuan intelektual yang diterima secara superfisial, suatu pengetahuan yang sebenarnya bukan aturan dari kehidupan seseorang. Itu bukan pengetahuan yang diajarkan oleh Calvin dan Kitab Suci kepada kita.

21. Dalam terminologi saya, tiga gerakan ini adalah eksistensional, normatif, dan situasional secara respektif.

Diambil dari:

Judul buku : Veritas, Volume 08, Nomor 02 (Oktober 2007)
Judul artikel: Introduksi pada Iman Reformed
Penulis : John M. Frame
Penerbit : Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang 2007
Halaman : 179 -- 189

Komentar