Peraturan Gereja Jenewa (1561)

Di Jenewa, keadaan di bidang keagamaan berbeda sekali dengan yang berlaku di negeri Perancis. Di negara kota itu, pemerintahlah yang memberlakukan Reformasi (1534) dan yang menugaskan pelaksanaannya kepad beberapa pendeta yang dipanggil dari luar, antara lain Yohanes Calvin. Selama dua dasawarsa, Calvin dan pemerintah kota berselisih pendapat mengenai cara melaksanakan Reformasi. Namun, Calvin pun tidak menyangkal hak, bahkan kewajiban pemarintah untuk bertindak sebagai inang pengasuh dan pelindung gereja. Dengan demikian, di Jenewa masih berlaku Corpus Christianum, umat Kristen yang telah berdiri di Eropa sejak abad keempat, yaitu sejak zaman kaisar Konstantinus dan Theodosius. Suasana 'umat' itu yang tercermin dalam sejumlah besar ketentuan tata gereja Jenewa. Dalam hal itu, tata gereja ini berbeda dengan tata gereja Perancis (1559) dan tata gereja Emden (1671), yang keduanya mencerminkan keadaan gereja 'di bawah salib', tetapi segaris dengan tata gereja Dordecht (1619), yang disusun pada waktu pemerintah negeri Belanda telah memberi Gerja Reformasi tempat khusus dalam tatanan negara. Di samping itu, Tata Gerja Jenewa berbeda dengan yang ditetapkan di negara- negara lain sebab Gereja di Jenewa pada hakikatnya merupakan gereja kota, yang tidak perlu mengatur hubungan antar- jemaat. Akibatnya, dalam tata gereja Jenewa kita tidak menemukan lembaga klasis, sinode wilayah, dan sinode nasional.

Demi Nama Allah yang Mahakuasa

1. Kami, Walikota, Dewan Kecil, dan Dewan Besar,
yang berkumpul bersama rakyat kami dengan bunyi terompet dan lonceng besar, sesuai dengan kebiasaan lama kita,
menimbang bahwa di atas segala hal patut dianjurkan supaya kemurnian ajaran Injil kudus Tuhan kita dijaga baik-baik, dan Gereja kristen diperihara melalui pemerintahan serta aturan yang baik, dan juga supaya di masa depan kaum muda diajar dengan sungguh-sungguh dan setia, serta demi pertolongan orang miskin, dan bahwa semua itu hanya dapat dilakukan bila ada peraturan dan tata hidup yang mantap, yang membuat tiap-tiap golongan memahami kewajiban-kewajiban yang ditanggungnya,

menilai baik agar pemerintahan rohani, sebagaimana ditunjukkan dan ditetapkan oleh Tuhan kita melalui Firman-nya, diberi bentuk yang tepat, agar dijalankan dan dipatuhi di tengah-tengah kita. Karena itu, kami telah memerintahkan dan menetapkan agar di kota dan wilayah kami orang mengikuti dan memegang aturan gerejawi yang berikut ini, sebab kami melihat bahwa aturan itu dimbil dari Injil Yesus Kristus.

2. Pertama, ada empat kelompok atau jenis jabatan, yang telah ditetapkan tuhan kita untuk pemerintahan Gereja-Nya, yaitu para Pendeta, kemudian para Doktor, sesudah itu kaum Penatua, dan yang keempat, para Diaken.

3. Oleh karena itu, jika kita ingin supaya Gereja kita diatur dengan baik dan jika kita mau menjaga supaya Gereja itu tetap utuh, maka kita perlu mematuhi tata pemerintahan ini.

4. Adapun para Pendeta, yang sekali-kali oleh alkitab disebut juga 'Penilik', 'Penatua' dan 'Pelayan', menyandang jabatan memberitakan Firman Allah, untuk mengajar, memperingatkan, menasihati, dan menegur, baik di depan umum maupun secara individual, melayankan sakramen-sakramen, dan menyampaikan peringatan secara persaudaraan, bersama kaum Penatua atau petugas.

5. Akan tetapi, agar segala kekacauan dihindari dalam Gereja, tidak seorangpun boleh mencampuri urusan-urusan jabatan ini jika ia tidak mendapat panggilan. Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam panggilan itu, yakni ujian, yang merupakan hal utama; kemudian siapa yang berhak meneguhkan para Pelayan; ketiga, upacara atau cara apa yang sebaiknya dipegang untuk memasukkan meraka dalam jabatannya.

6. Ujian mencakup dua bagian. Yang pertama menyangkut hal ajaran, yaitu apakah orang yang hendak ditahbiskan memiliki pengetahuan yang baik dan suci tentang Alkitab, kemudian apakah ia cocok dan pandai meneruskan pengetahuan itu kepada rakyat demi pembinaan mereka.

7. Juga, untuk menghindari seluruh bahaya kalau-kalau orang yang mau diterima memegang pendapat yang salah, wajiblah ia menyatakan berpegang pada ajaran yang telah diterima resmi dalam Gereja, terutama sesuai dengan isi Katekismus.

8. Untuk mengetahui apakah ia pandai mengajar, orang perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mendengar dia mambahas ajaran Tuhan dalam lingkungan kecil.

9. Bagian kedua menyangkut kehidupannya, yaitu apakah tingkah lakunya baik, dan apakah ia selalu menangani urusannya sendiri dengan cara yang tidak tercela. Prosedur yang harus diikuti dalam hal ini ditunjukkan dengan baik sekali oleh Rasul Paulus; patutlah kita mematuhi petunjuknya itu.

Siapa yang berwenang meneguhkan para Pendeta

10. Kami telah mendapatkan bahwa dalam hal ini orang sebaiknya mengikuti tata tertib Gereja Lama, sebab tata tertib itu hanya merupakan penjabaran aturan yang dikemukakan dalam Alkitab. Yaitu, bahwa para Pelayan, setelah memberitahukan halnya kepada Dewan Kecil kami, memilih dulu tokoh yang hendak ditempatkan dalam jabatan itu, lalu memperkenalkan dia kepada Dewan tersebut. Jika ternyata layak, hendaklah orang menyambut dan menerima dia di sana, sambil memberi kesaksian positif tentangnya. Akhirnya, mereka akan menampilkan dia kepada jemaat dalam ibadah pemberitaan firman, agar ia diterima dengan kesepakatan bulat perhimpunan orang percaya.

Tambahan berisi risalah kejadian dan keputusan dalam Dewan Dua Ratus pada tanggal 9 Februari 1560, dengan maksud menyatakan bagaimana seharusnya orang menafsirkan pasal mengenai cara memperkenalkan calon, dan membenahi kebiasaan keliru yang telah terjadi dalam hal itu.

11. Para Pelayan yang mutabir telah menjelaskan kepada kami bahwa peraturan mengenai cara memperkenalkan mereka tidak dipatuhi, sebab mereka yang telah dipilih dan yang diterima oleh Pemerintah kota hanya diperkenalkan dalam gereja, tanpa disertai pertanyaan apakah orang menerima baik mereka, dengan akibat kemerdekaan rakyat dan seluruh badan Gereja diselewengkan. Kami pun berpendapat bahwa dalam hal ini orang telah menyimpang dari penetapan semula. Lagi pula, para pelayan tersebut telah menjelaskan kepada kami bahwa dalam semua ini mereka sama sekali tidak mencari keuntungan diri mereka sendiri. Sebaliknya, mereka berupaya agar mereka dan orang yang akan datang sesudah mereka dikekang lebih ketat. maka kami telah menetapkan pula agar surat keputusan yang lama itu dipetuhi dengan semestinya, sesuai degan maksud yang terkandung didalamnya. Untuk mencegah kebiasaan keliru yang telah timbul itu dan agar dalam Gereja kita tidak ada upacara yang tanpa kesungguhan dan tidak berbobot, maka kami telah menyediakan cara memperbaiki keadaan sebagai berikut. Yaitu, bila orang memilih seorang Pelayan, hendaklah namanya diumumkan disertai pemberitahuan bahwa orang yang mengetahui sesuatu yang tercela tentangnya harus datang mengemukakannya sebelum hari Pelayan itu hendak diperkenalkan, supaya, kalau ia memang tidak sanggup memangku jabatan itu, orang mengadakan pemilihan baru.

12. Para Penatua yang ditugasi duduk dalam Konsistori dan melakukan pengawasan dalam gereja, menanggung tugas bersama dengan para Pelayan Firman. Karena itu, kami telah menetapkan pula agar nama-nama mereka pun diumumkan dalam gereja, supaya mereka memiliki wibawa yang diperlukan untuk menyelenggarakan tugas kedudukannya, dan juga agar semua warga gereja diberi peluang untuk memberitahukan kekurangan yang ada padanya kepada pihak yang berwenang, yakni salah satu dari keempat walikota.

13. Jika ternyata ia memang tidak layak, dan jika faktaitu terbukti melalui pemeriksaan yang sah, orang harus mengadakan pemilihan baru untuk mendapat seorang lagi.

14. Adapun cara memperkenalkan calon, sebab upacara- upacara masa lampau telah diputarbalikkan menjadi setumpukan takhayul, disebabkan kelemahan pengertian orang zaman itu, maka cukuplah salah seorang pelayan disuruh memberi penjelasan mengenai jabatan tempat ia hendak diangkat, lalu hendaklah orang berdoa memohon agar Tuhan memberi dia anugerah sehingga ia dapat melaksanakannya dengan baik.

15. Sesudah pemilihannya ia harus bersumpah di hadapan Pemerintah kota. Bentuk sumpah yang harus diberikan oleh seorang Pelayan adalah sebagai berikut.

Cara dan bentuk sumpah dan janji-janji yang para Pelayan evangelis yang disetujui dan diterima di Kota Jenewa harus diberikan di hadapan Yang Mulia Walikota dan Dewan Kota tersebut.

16. Aku berjanji dan bersumpah akan mengabdi kepada Allah di dalam pelayanan yang menjadi panggilanku, seraya membawakan Firman-Nya secara murni demi pembangunan Gereja ini yang telah dibuat-Nya menjadi tanggunganku; dan bahwa aku tidak akan menyalahgunakan ajaran-NYa untuk melayani nafsu dagingku atau dengan maksud menyenangkan manusia, tetapi akan menggunakannya dengan hati nurani yang murni untuk mengabdi kepada kemuliaan-Nya dan demi manfaat umat-Nya yang wajib kulayani.

17. Aku berjanji dan bersumpah juga akan berpegang pada peraturan-peraturan gerejawi sebagaimana telah ditetapkan oleh Dewan Kecil, Dewan Besar, dan Dewan Am kota ini, serta menunaikan dengan setia tugas yang ditanggungkan kepadaku di sana, yaitu memperingatkan mereka yang telah berbuat salah, tanpa memberi peluang untuk kebencian, sikap pilih kasih, dendam hati, atau nafsu daging yang lain, dan pada umumnya akan berbuat apa yang termasuk tugas seorang Pelayan yang baik dan setia.

18. Ketiga, aku bersumpah dan berjanji akan menjaga serta mempertahankan kehormatan dan kepentingan Pemerintah kota dan kota itu sendiri, sambil berupaya semampuku agar rakyat tetap hidup damai dan rukun di bawah Pemerintah kota. Aku tidak akan menyetujui sama sekali apa saja yang bertentangan dengannya; sebaliknya aku akan tetap bertahan dalam pelayanan yang menjadi panggilanku, baik pada masa sejahtera maupun pada masa sengsara, apakah berlaku perdamaian, peperangan, wabah pes, ataupun keadaan lain.

19. Akhirnya, aku berjanji dan bersumpah akan tunduk pada kebijakan dan undang- undang kota ini, dan memberi contoh kepatuhan kepada semua orang lain, seraya bersikap tunduk dan patuh pada undang-undang dan pada peradilan sejauh jabatanku mengizinkannya. Artinya, tanpa mengurangi kebebasan yang seharusnya kami miliki untuk mengajar sesuai dengan perintah Allah, dan menunaikan kewajiban-kewajiban yang termasuk jabatan kami. Dan aku berjanji juga akan berbakti kepada Pemerintah kota dan rakyat sedemikian rupa, hingga hal itu sama sekali tidak mencegah aku melayani Allah sebagaimana seharusnya menurut panggilanku.

20. Sama seperti perlu memeriksa dengan teliti para Pelayan yang hendak dipilih, begitu pula harus ada aturan yang tepat untuk membuat mereka tetap menunaikan kewajibannya. Untuk itu, pertama, berguna kalau para Pelayan berkumpul tiap-tiap minggu pada satu hari yang tertentu untuk melakukan penelaahan Alkitab. Dengan demikian, ajaran mereka akan tetap murni dan kesepakatan dalam hal ajaran akan tetap terpelihara di tengah-tengah mereka. Jangan seorang pun tidak menghadirinya kecuali dengan alasan yang sah. Kalau ada yang lalai dalam hal itu, ia perlu diperingatkan.

21. Hendaklah para Pelayan kita dari kota mengajak mereka yang mengabarkan Firman di desa-desa yang takluk pada Pemerintah kota agar datang menghadiri kumpulan tersebut sesering mungkin. Akan tetapi, jika mereka tidak datangselama satu bulan penuh, hendaklah hal itu dianggap sebagai suatu kelalaian yang keterlaluan, kecuali kalau disebabkan penyakit atau halangan sah yang lain. Untuk mengetahui tingkat kerajinan masing-masing dalam hal studi, dan agar tidak ada yang mengabaikannya, masing-masing pada gilirannya harus menjelaskan nas Alkitab yang akan dibahas dalam minggu ini. Akhirnya, setelah para pelayan meninggalkan tempat itu, tiap-tiap anggota kumpulan harus memberitahukan kepada yang memberi penjelasan itu apa yang patut dicela, agar melalui kritik itu kekurangannya dibenahi.

22. Sekiranya timbul perbedaan pendapat berkenaan dengan ajaran, hendaklah para Pelayan berunding untuk membicarakan masalahnya. Sesudah itu, hendaklah mereka (jika perlu) memanggil para Penatua dan petugas Pemerintah kota, agar mereka ini membantu mendamaikan perselisihannya. Akhirnya, jika salah satu pihak mengotot, sehingga mereka tidak berhasil mencapai kesepakatan secara baik-baik, perkaranya harus diajukan ke pengadilan agar mengaturnya.

23. Untuk dapat menghadapi perbuatan yang menghebohkan dalam hal tingkah laku, perlu ada cara memperingatkan para Pelayan, sebagaimana akan dijelaskan di depan. Mereka semua, tanpa kecuali, wajib tunduk padanya. Dengan cara itu juga jabatan Pelayan akan tetap terhormat, dan Firman Allah tidak akan dihina serta diremehkan sebab beredar kabar buruk mengenai Pelayan. sebab, sebagaimana orang telah berbuat jahat harus ditindak, begitu pula orang harus menekan fitnah dan pengaduan palsu yang mungkin akan dibawakan dengan tidak sebenarnya terhadap orang tidak bersalah.

24. Akan tetapi, perlu dicatat lebih dulu bahwa ada kesalahan yang sama sekali tidak dapat diterima dalam diri seorang pelayan, sedangkan ada pula kelakuan jelak yang masih tetap dibiarkan, asal saja pelakunya diperingatkan secara persaudaraan.

25. Adapun golongan pertama adalah:
Ajaran bidat, perpecahan.
Pemberontakan terhadap tata tertib gerejawi.
Hujat yang nyata yang patut dihukum menurut ajaran negara.
Jual-beli jabatan gereja, dan segala jenis korupsi berupa pemberian hadiah.
Persekongkolan untuk menempati jabatan orang lain.
Meninggalkan jemaat sendiri tanpa izin dan panggilan yang sah.
Ketidakjujuran, sumpah palsu, perbuatan mesum, pencurian, kemabukan, perkelahian yang patut dihukum menurut undang-undang.
Pengambilan riba, permainan yang dilarang oleh undang-undang dan yang menimbulkan kehebohan.
Tari-tarian dan perbuatan asusila yang serupa.
Kejahatan yang membawa akibat pelakunya kehilangan nama baik sebagai warga kota.
Kejahatan yang kalau dilakukan orang lain akan membawa akibat yang bersangkutan dikucilkan dari Gereja.

26. Golongan kedua ialah:
penyimpangan dalam hal menjelaskan Alkitab, yang menimbulkan kehebohan.
Sikap suka meneliti masalah-masalah yang tidak bermakna.
Memperkenalkan ajaran atau tata cara yang tidak berterima dalam Gereja.
Kelalaian dalam halstudi, terutama dalam hal membaca-baca Kitab-kitab Suci.
Kelalaian dalam menegur orang yang malakukan perbuatan buruk; kecenderungan untuk rayuan.
Kelalaian dalam menunaikan semua tugas yang bersangktan dengan jabatan.
Tngkah membadut, berdusta.
Menjelek-jelekkan orang lain.
Mengucapkan kata-kata binal.
Mengucapkan kata-kata makian.
Keberanian yang melewati batas.
Kelihaian.
Keserakahan dan kekikiran yang kelewat besar.
Kemarahan yang tidak terkendali.
Bergara-gara dan bercekcok.
Tingkah laku kurang senonoh yang tidak layak dalam diri seorang Pelayan, baik dalam hal pakaian maupun dalam hal gerak-gerik dan tindakan lain.

27. Jika kejahatan yang sama sekali tidak boleh dibiarkan itu merupakan kejahatan menurut hukum negara, artinya bahwa perbuatannya patut dihukum menurut undang-undang--maka bila seorang Pelayan sampai sampai melakukannya, perkara itu harus ditangani oleh Pemerintah kota. Dan hendaklah pemerintah, di luar hukuman biasa yang lazim dikenakannya kepada orang lain, menghukum dia pula dengan mengeluarkan dia dari jabatannya.

28. Perbuatan-perbuatan jahat lainnya, yang pemeriksaan pertamanya termasuk wewenang Konsistori Gereja, harus siawasi oleh para petugas atau Penatua bersama para Pelayan. Dan bila seseorang terbukti melakukan perbuatan serti itu, hendaklah mereka melaporkannya kepada majelis disertai nasihat dan penilaian mereka. Akan tetapi, keputusan terakhir tentang tindakan yang perlu diambil untuk menghukumnya selalu menjadi wewenang Pemerintah kota.

29. Adapun perbuatan-perbuatan buruk yang kurang gawat, yang sebaiknya dihukum dengan teguran saja, haruslah ditangani sesuai dengan pesan Tuhan kita, begitu rupa, hingga tahap terakhir ialah hukuman gerejawi.

30. Agar disiplin ini tetap berlaku, hendaklah tiga bulan sekali para Pelayan menaruh perhatian khusus apakah di kalangan mereka ada yang layak ditegur, agar mereka dapat membenahinya dengan sewajarnya.

Peraturan mengenai visitasi para Pelayan dan jemaat di desa-desa yang termasuk wilayah kota Jenewa

31. Lagi pula, untuk mempertahankan ketertiban dan persatuan dalam hal ajaran di seluruh badan Gereja di Jenewa, artinya baik di kota maupun di jemaat-jemaat yang termasuk wilayah kota, hendaklah Pemerintah kota memilih dua orang dari antara anggota Dewannya, dan hendaklah para Pelayan memilih pula dua orang dari jumlah mereka, dengan tugas sekali setahun mengunjungi tiap-tiap jemaat, dengan maksud menyelidiki apakah Pelayan setempat mungkin telah mengemukakan salah satu pokok ajaran baru, yang bertentangan dengan Injil yang murni.

32. Kedua, hendaklah kesempatan itu dimanfaatkan pula untuk menyelidiki apakah Pelayan itu memberitakan Firman dengan cara yang membangun jemaat, atau apakah mungkin dipakainya cara yang menghebohkan, atau yang sama sekali tidak cocok untuk mengajar rakyat, karena kurang jelas, atau apakah ia membahas masalah- masalah yang tidak perlu, atau terlalu keras, atau karena kekurangan lain yang serupa.

33. Ketiga, untuk menganjurkan agar rakyat mengunjungi ibadah pemberitaan Firman, mendengarkannya dengan penuh minat dan menarik manfaat darinya supaya mereka hidup secara Kristen; dan untuk memberi mereka penjelasan tentang jabatan Pelayan, supaya mereka tahu cara menggunakan pelayanan itu.

34. Keempat, untuk mendapat tahu apakah Pelayan rajin mengabarkan Firman dan mengunjungi orang sakit, serta menegur di bawah empat mata mereka yang perlu ditegur, dan menegahkan dilakukannya perbuatan yang melanggar kemuliaan Allah. Juga, apakah tingkah lakunya terhormat, apakah ia memberi contoh baik; atau apakah perbuatannya kurang senonoh atau seenaknya, dengan akibat ia dan keluarganya dihina; dan apakah hubungannya dengan rakyat baik.

Cara melakukan visitasi

35. Setelah mengadakan ibadah pemberitaan Firman dan menasihatkan rakyat dengan cara tersebut tadi, hendaklah Pelayan yang ditunjukkan untuk menjalankan tugas itu menanyai tokoh-tokoh yang mengawasi dan mengurus jemaat itu berkenaan dengan ajaran dan tingkah laku Pelayannya, dan juga berkenaan dengan kerajinannya dan metodenya dalam mengajar. Ia harus atas nama Allah meminta mereka agar tidak membiarkan dan tidak menyembunyikan apa pun yang menjadi halangan bagi kemuliaan Allah, kemajuan Firman-Nya, dan kebaikan semua orang.

36. Hendaklah ia melaporkan hal-hal yang ditemuinya kepad kumpulan, supaya, jika dalam diri daudara yang bersangkutan terdapat salah satu kesalahan yang tidak perlu dihukum selain dengan teguran, saudara itu diperingatkan dengan cara biasa. Sekiranya ada pelanggaran yang lebih gawat, yang tidak boleh dibiarkan, orang harus memulai prosedur dengan cara yang telah dipaparkan dalam pasal-pasal yang terdahulu. Maksudnya, keempat utusan tersebut harus melaporkan perkaranya kepada kami, agar kami menjalankan prosedur yang wajar.

37. Hendaklah visitasi ini tidak meliputi pemeriksaan perkaranya dengan cara apa pun, tidak juga peradilan dalam bentuk apa pun, tetapi hanya merupakan sarana pencegah peristiwa-peristiwa yang menghebohkan, dan terutama agar para Pelayan tidak kehilangan wibawa dan menjadi rusak akhlak.

38. Juga, hendaklah visitasi ini tidak merintangipelaksanaan peradilan dengan cara apa pun, dan tidak membebaskan para Pelayan dari kewajiban semua orang agar tunduk pada pemerintah, sehingga mereka tidak perlu, sama seperti tiap-tiap orang, mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam perkara-perkara perdata, di depan pengadilan biasa, dan bila melakukan kejahatan tidak diperiksa serta tidak dihukum bila mereka terbukti bersalah. Pokoknya, hendaklah di masa depan kedudukan mereka sama seperti sekarang.

39. Adapun jumlah, tempat, dan waktu kebaktian pemberitaan Firman harus ditentukan sesuai dengan kebutuhan zaman. Akan tetapi, pada hari Minggu setidak- todaknya harus diadakan kebaktian fajar dalam gereja Saint Pierre, Magdalene, dan Saint Gervais.

40. Pukul dua belas siang harus diberikan katekisasi, artinya pengajaran kepada anak-anak kecil, dalam ketiga gereja tersebut, yaitu di gereja Saint Pierre, Magdalene, dan Saint Gervais.

41. Pukul tiga, sama juga di ketiga jemaat itu. Pada hari kerja harus ada pemberitaan Firman tiap-tiap hari di ketiga jemaat itu, yakni Saint Pierre, Magdalene, dan Saint Gervais, pada jam yang sama, yaitu mulai dari Paskah hingga tanggal 1 Oktober dari pukul enam sampai pukul tujuh, dan di musim dingin dari pukul tujuh sampai pukul delapan. Tetapi, kebaktian doa harus siadakan khususnya pada hari Rsbu, kecuali kalau di masa depan ditetapkan hari lain, sesuai dengan kesempatan yang ada.

42. Selain ibadah pemberitaan Firman tersebut, harus ada pemberitaan Firman dalam gereja Saint Pierre tiga kali seminggu, pada pagi hari, yaitu pada hari Senin, Rabu dan Jumat, dan dalam gereja Saint Gervais pada hari Rabu, sebelum ibadah pemberitaan Firman biasa tersebut di atas.

Kelompok atau golongan kedua,yang telah kami namakan para Doktor

43. Jabatan khusus para Doktor ialah mengajarkan sehat kepada orang percaya, supaya kemurnian Injil tidak dirusak oleh kebodohan atau oleh pandangan- pandangan keliru. Akan tetapi, sesuai dengan keadaan yang berlaku dewasa ini, bagi kami nama itu mencakup juga semua sarana dan alat untuk memelihara bibit bagi masa depan, sehingga Gereja tidak hancur disebabkan kekurangan Gembala dan Pelayan. Maka, kami akan menyebutnya dengan nama yang lebih jelas, yaitu 'golongan sekolah-sekolah'.

44. Tingkat yang paling dekat dengan jabatan Pelayan dan yang paling erat berhubungan dengan pemerintahan gereja ialah pengajaran teologi; pengajaran itu seharusnya meliputi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

45. Akan tetapi, pengajaran yang demikian hanya dapat membawa manfaat jika yang menerimanya mendapat lebih dulu pendidikan di bidang bahasa-bahasa dan ilmu pengetahuan umum. Juga, perlu menumbuhkan bibit untuk masa depan, agar Gereja tidak ditinggalkan oleh anak-anak kita. Maka itu, orang perlu mendirikan sekolah menengah, untuk mengajar mereka dan mempersiapkan mereka untuk jabatan Pelayan dan untuk pemerintahan duniawi.

46. Prosedur yang harus dipakai dalam hal ini dapat ditemukan dalam Kitab Peraturan Sekolah.

47. Jangan ada di kota ini sekolah lain bagi anak-anak kecil. Akan tetapi, bagi anak-anak perempuan harus ada sekolah tersendiri, sama seperti selama ini.

Golongan ketiga, yaitu para Penatua, petugas atau utusan Pemerintah kota dalam Konsistori

48. Mereka bertugas mengawasi tingkah laku tiap-tiap orang, mereka harus menasihati secara baik-baik mereka yang dilihatnya bersalah dan menempuh kehidupan kurang teratur. Dan bilamana perlu mereka harus memberi laporan kepada kelompok yang diberi tugas membenahi perbuatan salah dengan cara persaudaraan, dan kemudian melakukannya bersama dengan yang lain-lain.

49. Hendaklah orang, sesuai dengan situasi Gereja ini, memilih dua dari antara Dewan Inti, empat dari Dewan Enam Puluh, dan eman dari Dewan Dua Ratus, orang yang tingkah lakunya baik dan terhormat, yang tidak tercela dan sama sekali tidak menimbulkan kecurigaan, terutama yang takut akan Allah, dan yang arif dalam hal-hal rohani. Pemilihan mereka harus berlangsung begitu rupa, sehingga ada di tiap-tiap wilayah kota, supaya mereka memperhatikan segala sesuatu.

50. Begitu pula, kami telah memutuskan bahwa cara pemilihan mereka harus sebagai berikut. Hendaklah Dewan Inti memutuskan untuk mengangkat orang-orang yang paling cocok dan paling mampu yang berhasil ditemukan. Untuk itu, Dewan tersebut memanggil para Pelayan untuk berunding dengan mereka tentang urusan itu. Sesudah itu, hendaklah mereka memperkenalkan orang-orang yang telah mereka anggap baik kepada Dewan Dua Ratus, dan Dewan itu akan menyatakan setuju, kalau mereka memang dinilai laYak

51. Setelah mereka disetujui, mereka harus memberi sumpah khusus yang bentuknya sebagai berikut.

Sumpah Konsistori

52. Aku bersumpah dan berjanji, menurut jabatan yang telah diberikan kepadaku, akan menegahkan segala penyembahan berhala, hujat, perbuatan kurang senonoh dan hal-hal lain yang bertentangan dengan kemuliaan Allah dan pembaruan Injil, dan memperingatkan mereka yang patut diperingatkan, menurut kesempatan yang diberikan kepadaku.

53. Begitu pula, bila aku mendapat tahu sesuatu yang patut dilaporkan kepada Konsistori, akan melakukan kewajibanku dengan setia, tanpa rasa benci atau memilih kasih, hanya dengan maksud supaya ketertiban baik dan takut akan Allah dipertahankan di kota ini.

54. Begitu pula, akan menunaikan apa saja yang termasuk jabatanku dengan hati nurani yang murni, sambil mematuhi peraturan-peraturan berkenaan dengannya yang telah diterima oleh Dewan Kecil, Dewan Besar,dan Dewan Am kota Jenewa.

55. Dan pada akhir tahun sesudah pemilihan Dewan, mereka harus menghadap Pemerintah kota, agar orang mempertimbangkan apakah mereka dapat dipertahankan atau harus diganti. Dalam pada itu, tidak bijaksanalah untuk sering menggantikan mereka tanpa sebab, jika mereka menunaikan tugasnya dengan setia.

Golongan keempat pemerintahan Gereja, yaitu kaum Diaken

56. Dalam Gereja Lama selalu ada dua jenis Diaken. Yang satu diangkat dengan tugas menerima, membagi-bagikan, dan menyimpan harta kaum miskin, baik derma sehari-hari maupun harta milik tak bergerak, simpanan uang, dan tunjangan- tunjangan. Yang satu lagi memperhatikan dan merawat orang sakit, dan mengelola dapur orang miskin. Wajarlah semua kota Kristen menerima cara ini; kami melakukan upaya ke arah itu dan kami akan tetap melakukannya di masa depan. Sebab kami mempunyai sejumlah pengurus dan perawat orang sakit dan miskin. Agar tidak timbul kekacauan, hendaklah salah seorang di antara keempat pengurus wisma orang sakit dan miskin menjadi penata usaha harta milik wisma itu, dan menerima gaji berkecukupan, supaya ia dapat menunaikan jabatannya dengan sebaik mungkin.

57. Hendaklah jumlah empat pengurus itu tetap seperti pada masa lampau. Salah seorang di antara mereka harus mengurus uang masuk, sebagaimana telah dikatakan. Cara itu dipakai agar persediaan dipersiapkan lebih pada waktunya, juga agar orang yang hendak menyerahkan derma untuk orang miskin dapat merasa lebih yakin harta itu tidak akan dipakai selain sesuai dengan maksud mereka. Dan kalau pemasukkannya tidak mencukupi, atau kalau tiba-tiba timbul keperluan yang luar biasa, Pemerintah kota akan mempertimbangkan menyediakan tambahan sesuai dengan kebutuhan yang ternyata ada.

58. Pemilihan baik para pengurus maupun para perawat orang sakit dan miskin harus dilakukan dengan cara yang sama seperti pemilihan Penatua dan para petugas Konsistori. Dan ketika memilih mereka, orang harus mengikuti pedoman yang diberikan oleh Rasul Pulus berkenaan dengan para Diaken, dalam pasal ketiga Surat pertama kepada Timotius.

59. Berhubung dengan tugas dan wewenang para pengurus, kami meneguhkan pasal- pasal yang telah kami tetapkan sebelumnya untuk mereka, dengan pengertian bahwa dalam hal-hal mendesak, bila penundaan membawa resiko, terutama bila tidak timbul kesulitan besar dan halnya tidak mengakibatkan pengeluaran besar, tidak perlu mereka selalu melakukan perundingan bersama, tetapi satu atau dua orang dapat mengurus apa yang perlu di luar kehadiran yang lain-lain.

60. Perlu menjaga ketat agar wisma orang sakit dan miskin itu dipelihara dengan baik, dan disediakan baik untuk orang sakit maupun untuk orang jompo yang tidak kuat bekerja lagi, perempuan janda, anak yatim piatu, dan orang miskin lainnya. Akan tetapi, orang-orang sakit harus diinapkan di tempat tersendiri, terpisah dari yang lain-lain.

61. Begitu juga, pemeliharaan orang miskin yang tersebar di kota harus berlangsung di situ, sesuai dengan ketetapan para pengurus.

62. Begitu juga, selain wisma orang yang dalam perjalanan, yang perlu dipertahankan, harus ada penginapan tersendiri bagi mereka yang ternyata layak mendapat amalan khusus. Untuk itu perlu disediakan kamar khusus, untuk menyambut mereka yang oleh para pengurus dibawa ke sana. Kamar tersebut tidak boleh dipakai selain untuk tujuan itu.

63. Di luar semua itu dianjurkan supaya para perawat orang sakit dan miskin mengatur rumah tangga mereka sendiri dengan cara yang terhormat dan sesuai dengan kehendak Allah, sebab mereka menangani urusan rumah yang dibaktikan kepada Allah.

64. Hendaklah para Pelayan dan petugas atau Penatua bersama salah seorang tuan walikota dari pihak mereka berupaya untuk melakukan pemeriksaan,apakah dalam tata usaha orang miskin tersebut ada kesalahan atau kekurangan apa pun, dengan maksud mengajukan permohonan dan menganjurkan kepada Pemerintah kota agar mengaturnya. Untuk itu, hendaklah sekali tiap tiga bulan beberapa orang dari kumpulan mereka melakukan visitasi wisma orang sakit dan miskin itu bersama para pengurus, dengan maksud mendapat tahu apakah semuanya teratur baik.

65. Perlu juga ada seorang dokter dan seorang tenaga medis khusus untuk orang miskin dalan wisma itu dan bagi penduduk kota yang tidak mempunyai pertolongan apa-apa, atas biaya kota. Mereka akan berpraktik di kota, namun diharuskan menaruh perhatian pada wisma itu dan mengunjungi orang miskin lainnya.

66. Dan karena yang datang menghuni wisma kita bukan hanya orang tua dan sakit, melainkan juga anak-anak muda, disebabkan mereka miskin, maka kami telah menetapkan bahwa di sana selalu perlu ada seorang guru yang mengajarkan kepada anak-anak itu tingkah laku sopan, dan pengetahuan dasar bahasa, serta ajaran Kristen. Tugas utamanya ialah memberi katekisasi, sambil mengajar para penghuni wisma tersebut, dan membimbing anak-anak tersebut ke sekolah menengah.

67. Adapun rumah sakit untuk para penderita pes harus seluruhnya terpisah, terutama bila Allah sampai memukul kota ini dengan hukuman itu.

68. Tambahan pula, untuk menegahkan perbuatan mengemis, yang bertentangan dengan ketertiban yang baik, perlu Pemerintah kota menempatkan beberapa petugasnya pada pintu gereja-gereja, untuk menghalau orang yang msu mengemis, dan demikianlah juga telah kami tetapkan. Dan kalau pengemis itu ngotot atau bermulut besar, mereka harus digiring kepada seorang Wlikota. Begitu pula, pada waktu-waktu lain para kepala RT harus berjaga agar larangan mengemis benar-benar dipatuhi.

Hal Sakramen-sakramen

69. Pembaptisan hanya boleh dilakukan pada waktu kebaktian Firman, dan hanya boleh dilayankan oleh para Pelayan. Nama anak-anak harus didaftar bersama nama orang tua. Jika ditemukan adanya anak haram, pengadilan akan diberi tahu, agar mengambil tindakan yang wajar terhadapnya.

70. Jika orang luar hendak dijadikan saksi baptisan, yang boleh diterima hanya orang percaya yang termasuk persekutuan kita, sebab yang lain-lain tidak dapat berjanji kepada Gereja akan mengajar anak-anak itu sebagaimana perlu.

71. Juga, mereka yang dilarang mengambil bagian dalam Perjamuan tidak boleh diterima, hingga mereka berdamai kembali dengan Gereja.

72. Dan sebab di negeri ini orang telah diberi nama-nama tertentu yang sama sekali terikat pada penyembahan berhala atau ilmu hitam ala Claude, atau ketiga Majus yang dimanakan Raja, dan sebabpernah ada pula nama jabatan, seperti Yohanes Pembaptis dan Malaikat; ketiga, sebab orang malah diberi nama 'Kain Kafan', yang memang merupakan ketololan yang keterlaluan, maka dengan maksud membersihkan Baptisan Kudus dari pencemaran barang suci itu kami telah menetapkan bahwa kebiasaan yang salah dan bobrok itu harus dihapuskan.

Hal Perjamuan

73. Oleh karena Tuhan kita telah menetapkan Perjamuan supaya kita memakainya lebih sering, dan oleh karena dalam Gereja Lama Perjamuan itu telah dirayakan dengan setia hingga iblis menjungkirbalikkan segala sesuatu seraya mengadakan Misa sebagai gantinya, maka merayakannya begitu jarang merupakan kekurangan yang perlu dibenahi. Meskipun demikian, untuk sementara kami telah menganggap baik dam menetapkan, bahwa Perjamuan itu harus dirayakan empat kali setahun, yaitu pada hari Minggu yang paling dekat dengan Hari Natal, Hari Paskah, Hari Pentakosta, dan hari Minggu pertama bulan September dalam musim gugur.

74. Hendaklah para Pelayan membagi-bagikan roti secara tertib dan dengan khidMat Yang boleh mwnyampaikan cawan hanya para petugas atau diaken, bersama para Pelayan; sebab itu tidak boleh ada sejumlah besar jambangan.

75. Hendaklah meja-meja dekat dengan mimbar, agar Pelayan dapat dengan lebih mudah dan baik mengambil tempat di dekat meja-meja.

76. Hendaklah Perjamuan hanya dirayakan di dalam gedung gereja, hingga tersedia kesempatan lebih baik.

77. Hendaklah hari Minggu menjelang perayaan Perjamuan tersebut orang mengumumkannya, supaya tidaklah maju anak-anak yang belum melakukan sedi, dengan mengikrarkan iman sebagaimana diuraikan dalam Kitab Katekismus, dan juga untuk memperingatkan semua orang asing dan pendatang baru agar datang lebih dulu ke gereja untuk diberi pengajaran, kalau mereka membutuhkannya, sehingga tidak seorang pun dengan merayakan Perjamuan mendatangkan hukuman atas dirinya.

Hal nyanyian gereja

78. Kami telah menetapkan juga bahwa nyanyian gereja harus dimasukkan dalam ibadah, baik sebelum maupun sesudah khotbah, agar rakyat lebih terdorong memanjatkan puji-pujian dan doa permohonan kepada Allah.

79. Untuk sementara waktu, nyanyian itu akan diajarkan kepada anak-anak, di kemudian hari seluruh Gereja dapat ikut.

Hal Perkawinan

80. Sesudah pengumuman akad nikah sesuai dengan kebiasaan, orang merayakan dan memberkati perkawinan dalam gedung Gereja, pada saat yang dikehendaki kedua belah pihak, pada hari Minggu atau hari kerja, asal saja pada awal kebaktian pemberitaan Firman.

81. Adapun masa berpantang, sebaiknya hanya pada hari perayaan Perjamuan orang tidak merayakan perkawinan, demi penghormatan sakramen.

82. Karena perselisihan-perselisihan dalam perkara- perkara perkawinan tidak termasuk bidang rohani, tetapi tercampur dengan kebijakan politik maka bidang itu tetap merupakan wewenang Pemerintah kota. Meskipun demikian, kami menganggap baik menyerahkan kepada Konsistoritugas mendengarkan kedua belah pihak, dengan maksud melaporkan pendapatnya kepada Dewan Kota agar memberi putusannya. Hendaklah juga disusun peraturan-peraturan yang baik, yang akan dipatuhi di masa depan.

Menyusullah peraturan-peraturan tersebut, yang telah ditetapkan sesudahnya, pada hari Kamis 13 November 1561

83. Adapun orang muda yang tidak kawin sebelumnya, apakah pemuda atau pemudi, tidak boleh mengikat perkawinan tanpa seizin ayah mereka selama ayah itu masih hidup, kecuali bila mereka telah mencapai umur yang ditentukan oleh hukum, yaitu 20 tahun bagi pemuda dan 18 tahun bagi pemudi. Setelah mencapai usia tersebut mereka harus meminta sendiri atau lewat orang lain kepada ayah mereka agar mengawinkan mereka, dan jika ayahnya tidak menghiraukan permintaan itu, Konsistori harus diberi tahu mengenai hal itu, lalu memanggil kedua ayah itu dan memperingatkan mereka agar melakukan kewajibannya. Dalam hal itu kedua orang muda itu bebas menikah tidak atas wewenang ayah-ayah mereka.

84. cara yang sama harus dipakai dalam jhal anak-anak asuh dibawah umur, yang masih beradadi bawah kuasa pengampu atau wali. Namun, ibu atau pengampu itu tidsk boleh mengawinkan anak laki-laki atau perempuan yang menjadi tanggungan mereka tanpa memanggil salah seorang dari orangtuanya, kalau ada.

85. Jika dua orang muda ternyata menikah dari kemauan mereka sendiri karena ketololan atau kurang pikir, mereka harus dihardik dan dihukum, dan perkawinan yang demikian harus dibubarkan kalau demikianlah permintaan mereka yang bertanggung jawab atas mereka.

86. Jika ternyata telah terjadi tipu muslihat, atau jika seseorang, laki-laki atau perempuan, telah mendorong orang melakukan tipu muslihat, mereka harus dihukum penjara tiga hari dengan makanan roti dan air putih saja, dan mereka harus di hadapan pengadilan meminta maaf kepada orang- orang yang bersangkutan.

87. Para saksi yang kedapatan telah membantu mengadakan perkawinan yang demikian harus juga dihukum penjara satu hari dengan makanan roti dan air putih saja.

88. Tidak seorang pun boleh memberi janji gelap, apakah bersyarat atau dengan cara lain, antara dua orang muda yang belum pernah kawin, tetapi harus ada paling tidak dua orang saksi. Kalau tidak, seluruh perbuatan itu tidak berlaku.

89. Bilamana anak-anak itu menikah dengan tidak seizin ayah atau ibu mereka, pada usia yang diatas ini dinyatakan sudah memperbolehkannya, sedangkan pengadilan mengetahui bahwa mereka telah berbuat demikian dengan cara yang sah, karena kelalaian atau sikap keras yang keterlaluan pada pihak ayah mereka, maka ayah-ayah itu harus dipaksa memberi mereka maskawin, atau memperlakukan mereka seakan-akan mereka menyetujuinya, atas perintah dan dengan sepengetahuan Dewan Inti, setelah Dewan itu mendengar pendapat dan laporan orang tua itu, dan mempertimbangkan keadaan dan kedudukan orang-orang bersangkutan serta hartanya.

90. Tidak seorang ayah pun boleh memaksa anak-anaknya untuk mengikat perkawinan yang dikehendakinya, kecuali dengan kemauan dan persetujuan mereka. Sebaliknya, anak laki-laki atau perempuan yang sama sekali tidak mau menerima jodoh yang hendak diberikan kepadanya oleh ayahnya, dapat menyatakan tidak menerimanya, meski dengan tetap bersikap sopan dan horMat Ayahnya tidak boleh menghukum dia dengan cara apa pun karena penolakan tersebut. Cara yang sama akan dipakai dalam hal mereka yang berada di bawah perwalian.

91. Ayah-ayah atau pengampu-pengampu tidak boleh mengawinkan anak-anak mereka, atau anak-anak yang menjadi tanggungannya, sebelum mereka ini mencapai usia yang memungkinkan mereka menguatkannya. Meskipun demikian, kalau seorang anak, setelah tidak mau menikah menurut kehendak ayahnya, memilih perkawinan yang tidak membawa manfaat atau keuntungan baginya, maka lantaran perbuatan membangkang dan menghina itu ayahnya tidak diharuskan memberi dia apa-apa selama hidupnya.

[Menysullah sejumlah pasal(92-135) berisi hukum perkawinan yang berlaku di kota Jenewa dan gerejanya. Perinciannya: 92-94 orang yang dapat kawin tanpa seizin orang tua; 95-96: alasan-alasan yang memungkinkan pengingkaran janji perkawinan; 97: janji perkawinan tidak boleh bersyarat; 98-102: jangka waktu antara janji perkawinan dan pelaksanaan perkawinan; 103-104: pengumuman perkawinan; 105-106: upacara perkawinan;107: orang yang kawin wajib tinggal serumah; 108-119: derajat pertalian darah yang menjadi rintangan rintangan bagi perkawinan;120-121: alasan-alasan pembubaran ikatan perkawinan; 122-133: alasan- alasan perceraian, dengan pemberian hak yang sama kepada pihak istri; 134-135: mengenai pembagian harta dalam hal perceraian.]

93. Semua janji akan menikah harus diberikan dengan jujur dan takwa, bukan dalam suasana mesum dan kurang bersungguh-sungguh (misalnya, dengan hanya mengangkat gelas untuk minum bersama), tanpa mencapai lebih dulu kesepakatan yang berdasarkan pertimbangan yang matang. Hendaklah mereka yang berbuat lain dihardik. Akan tetapi, atas permintaan salah satu pihak, yang menyatakan hal itu dilakukannya pada saat kurang berhati-hati, perkawinan itu dapat dibubarkan.

96. Bila maskawin, apakah berupa uang atau pakaian, tidak jadi dibayar, hal itu tidak akan mencegah perkawinan berlaku sepenuhnya, sebab hal itu hanya merupakan embel-embelnya.

104. Selama masa pertunangan kedua belah pihak tidak boleh hidup bersama-sama sebagai suami-istri, sampai saat perkawinan diberkati di dalam gereja, dengan cara Kristen. Bila ada kedapatan bertindak bertentangan dengan peraturan itu, mereka harus dihukum penjara tiga hari dengan makanan roti dan air putih saja, dan dipanggil menghadap Konsistori agar mereka ditegur gara- gara kesalahannya.

105. Seharusnya kedua belah pihak, pada waktu mereka harus dinikahkan, datang ke gereja dengan sederhana, tanpa genderang atau pemain biola, dalam suasana tertib dan khidmat yang patut bagi orang Kristen. Hendaklah mereka datang sebelum lonceng habis berbunyi, agar pemberkatan perkawinan berlangsung sebelum khotbah. Jika mereka lalai, dan datang terlambat, mereka harus disuruh pulang.

107. Suami harus hidup bersama dengan istrinya, dan mereka harus tinggal serumah, serta merupakan satu rumah tangga. Dan bila salah satu pihak meninggalkan yang lain untuk hidup tersendiri, mereka harus dipanggil untuk memperingatkan mereka tentang perbuatan itu, dan mereka harus dipaksa kembali hidup bersama.

122. Bila seorang suami menuding istrinya telah berbuat zina, dan membuktikannya melalui kesaksian-kesaksian, atau indikasi yang memadai, dan meminta diceraikan darinya, hal itu harus diizinkan kepadanya. Dengan demikian ia akan mempunyai kuasa untuk menikah sekehendaknya. Meskipun demikian, orang dapat menasihati dia agar mengampuni istrinya, tetapi tanpa mendesak dia, sehingga ia dipaksa bertentangan dengan kehendaknya.

123. Pada zaman dahulu kala, dalam hal perceraian, hak istri tidak sama dengan hak suami. Namun, bila seorang laki-laki terbukti melakukan zina dan istrinya minta diceraikan darinya, hal itu harus diizinkan kepadanya, kalau tidak mungkin mendamaikan mereka melalui nasihat baik. sebab, menurut kesaksian Rasul, dalam hal tidur bersama sepasang suami-istri mempunyai kewajiban yang sama yang seorang terhadap yang lain; dalam hal itu istri tidak tunduk kepada suami lebih daripada suami kepada istri. meskipun demikian, bila perzinaan istri terang- terangan terjadi karena kasalahan suami, atau suami karena kesalahan istri, begitu rupa sehingga keduanya bersalah, atau bila ternyata telah terjadi penipuan dengan maksud hendak memperoleh perceraian, mereka tidak diperbolehkan minta cerai.

124. Bila seorang laki-laki telah pergi mengadakan perjalanan dengan maksud berdagang atau karena hal lain, sementara ia bukan orang bejat dan tidak terasing dari istrinya, serta lama sekali tidak pulang, sedangkan orang tidak tahu-menahu tentang nasibnya, sehingga dengan sewajarnya orang menduga ia telah meninggal, tidak juga diperbolehkan kepada istrinya menikah lagi sebelum sepuluh tahun berlalu sejak hari keberangkatannya, kecuali kalau ada kasaksian-kasaksian yang pasti mengenai kematiannya; setelah mendengar kesaksian itu orang dapat memberi dia izin. Lagi pula, pemberian izin yang diberikan sesudah sepuluh tahun itu pun ada batasnya: bila orang menduga, apakah karena menerima kabar, atau karena adanya petunjuk-petunjuk, bahwa orang itu dalam penjara, atau terhalang karena kesusahan lain, istri itu harus tetap menjanda.

135. Semua perkara berkenaan dengan pernikahan yang menyangkut orangnya, bukan harta milik, di tingkatan pertama perlu ditangani dalam Konsistori. Jika di sana dapat dicapai kesepakatan dengan cara baik-baik, haruslah orang melakukannya, atas nama Allah. Jika perlu menjatuhkan yuridis apa pun, kedua belah pihak harus disuruh menghadap Dewan Kota, dengan disertai pernyataan pendapat pihak Konsistori, supaya Dewan itu mengucapkan putusan yang definitif.

Hal Pemakaman

136. Orang mati harus dimakamkan secara terhormat di tempat yang ditentukan untuk itu. Hal iring-iringan dan rombongan diserahkan pada kehendak orang yang bersangkutan.

137. Tambahan lagi, kami telah menganggap baik dan menentukan, para pengangkut jenazah harus bersumpah di hadapan Pemerintah kota akan mencegah terjadinya perbuatan takhayul yang bertentangan dengan Firman Allah, tidak mengangkut seorang pun pada jam yang tidak pantas, dan melaporkan kasus kematian mendadak, untuk menghindari semua akibat yang mengganggu.

138. Begitu pula, agar mereka tidak mengangkut jenazah untuk dimakamkan sebelum berlalu dua belas jam dan tidak juga sesudah lebih daripada dua puluh empat jam; lagi pula, jenazah perlu dilihat lebih dulu oleh petugasnya, yang harus bersumpah di hadapan Pemerintah kota.

Kunjungan kepada orang sakit

139. Banyak orang lalai mencari hiburan dalam Allah, oleh Firman-Nya, bila mereka memerlukannya karena mereka sedang sakit, dengan akibat ada yang meninggal tanpa menerima peringatan atau pengajaran, yang pada saat itu lebih diperlukan manusia demi keselamatannya daripada saat lain apa pun. Maka itu, kami telah menganggap baik dan menentukan bahwa tidak seorang pun boleh berbaring di tempat tidurnya selama tiga hari penuh tanpa memberitahukan hal itu kepada Pelayan. Dalam pada itu, tiap-tiap orang harus memperhatikan agar Pelayan itu, kalau mereka ingin melihat dia, dipanggil pada waktu yang tepat, agar Pelayan tidak diganggu ketika menjalankan tugas untuk umum di dalam Gereja. Dan supaya orang tidak dapat berdalih, kami telah memutuskan agar ketentuan tersebut diumumkan, dan terutama agar dikeluarkan perintah supaya kaum orangtua, sahabat, dan perawat tidak menunggu sampai orangnya sudah hampir menghembuskan nafas terakhir, sebab bila orang sudah sekarat kata-kata hiburan biasanya tidak bermanfaat lagi.

Kunjungan kepada orang di penjara

140. Lagi pula, kami telah menentukan satu hari tiap-tiap minggu untuk menyampaikan teguran kepada para tahanan, untuk memperingatkan dan menasihati mereka. Hendaklah salah seorang anggota Dewan Kota diutus untuk menghadiri acara itu, agar tidak terjadi penipuan. Dan jika ada yang sedang dalam pasungan, yang tidak mau dikeluarkan, maka bila Dewan berkenan dapat diberikannya izin masuk kepada seorang Pelayan untuk menghibur dia, dengan dihadiri seperti di atas. Sebab, kalau orang menunggu sampai mereka digiring ke tempat eksekusi, biasanya pikiran mereka terganggu karena rasa ngeri, sehingga mereka tidak sanggup menerima atau mendengar apa-apa. Hari yang ditentukan untuk itu ialah hari Sabtu sesudah makan siang.

Tata tertib yang perlu dipegang berkenaan dengan anak-anak kecil

141. Pada hari Minggu siang, semua warga dan penduduk kota harus membawa atau mengirim anak-anak mereka ke pelajaran katekisasi tersebut di atas, agar mereka diajar menurut buku contoh yang disusun untuk tujuan itu. Anak-anak itu, di samping mendapat pelajaran harus ditanyai juga mengenai apa yang telah dikatakan, agar jelas apakah mereka benar-benar memahami dan mengingatnya.

142. Setelah seorang anak mendapat pelajaran secukupnya, sehingga ia tidak memerlukan katekisasi lagi, ia harus mengikrarkan isi pokoknya dalam acara resmi, dan juga dengan salah satu cara mengaku sebagai seorang Kristen di hadapan Gereja. Untuk itu disisihkan keempat hari Minggu menjelang perayaan Perjamuan.

143. Tidak seorang anak pun boleh diizinkan menerima Perjamuan sebelum melakukan hal itu. Orangtua harus diperingatkan jangan membawa dia sebelum waktu itu. Sebab, sangat berbahayalah, baik bagi anak-anak itu maupun bagi ayahnya, bila mereka dibuat menyusup masuk tanpa menerima pengajaran yang sungguh-sungguh dan memadai. Untuk mengetahui apakah itu ada, perlu orang memakai tata tertib tersebut.

144. Supaya tidak ada yang kurang, hendaklah ditentukan bahwa anak-anak yang datang ke sekolah harus berkumpul di sana menjelang siang hari, dan bahwa para guru harus membawa mereka secara tertib dalam jemaat masing-masing.

145. Adapun anak-anak lain harus dikirim ayah mereka atau diantar orang. Dan supaya tidak terjadi kekacauan, batas-batas jemaat-jemaat di kota ini perlu diperhatikan sedapat mungkin, sama seperti telah dikatakan di atas ini berkenaan dengan sakramen-sakramen.

146. Orang yang melanggar aturan ini akan dipanggil menghadap kumpulan para Penatua atau petugas. Dan jika mereka tidak mau menuruti nasihatnya, hal itu harus dilaporkan kepada Pemerintah kota.

147. Agar mereka melihat siapa yang melakukan kewajibannya dan siapa tidak, para petugas tersebut di atas harus melakukan pengawasan dengan memperhatikannya baik-baik.

Tertib yang perlu dipegang berkenaan dengan orang dewasa, agar Gereja tetap diatur dengan baik

148. Oleh karena dalam keadaan kacau yang berlaku pada masa Paus masih berkuasa, banyak orang tidak mendapat pelajaran pada masa mudanya, sehingga pada umur dewasa, mereka, baik orang laki-laki maupun perempuan tidak tahu apa-apa mengenai agama Kristen, maka kami telah menentukan agar tiap-tiap tahun orang dikunjungi di rumahnya dan dibuat menempuh ujian sederhana mengenai imannya, agar paling tidak orang jangan datang pada Perjamuan tanpa mengenal apa dasar keselamatan mereka. Terutama orang harus memperhatikan para pembantu rumah tangga, babu, inang penyusu, dan orang asing, yang datang dari tempat lain untuk menetap di sini, agar tidaka ada yang diperbolehkan turut merayakan Perjamuan sebelum diterima secara resmi.

149. Kunjungan tersebut di atas harus dilakukan menjelang perayaan Perjamuan pada Hari Raya Paskah. Hendaklah orang melonggarkan waktu cukup banyak untuk itu, agar mereka dapat menyelesaikannya dengan leluasa.

150. Hendaklah para Pelayan membagi-bagi sekehendak mereka wilayah-wilayah kota yang dapat mereka layani, dengan memakai tatanan RT. Hendaklah juga mereka masing-masing membawa serta seorang Penatua anggota Konsistori, agar mereka dapat berunding bersama apakah mereka yang ternyata sama sekali tidak tahu apa- apa atau yang berkelakuan buruk hendak diserahkan kepada Konsistori. Kepala RT juga wajib menyertai mereka dan menjadi petunjuk jalan bagi mereka, supaya tidak seorang pun luput dari ujian.

151. Hendaklah para petugas tersebut di atas berkumpul sekali tiap minggu bersama para Pelayan, yakni pada hari Kamis, dengan maksud melihat apakah ada ketidaktertiban dalam gereja, dan membahas cara-cara membenahinya bila perlu dan sesuai dengan kebutuhan.

152. Oleh karena mereka sama sekali tidak berwenang dan berkuasa hukum untuk memaksa orang, maka kami menganggap baik seorang petugas kami di suruh menyertai mereka, untuk memanggil mereka yang hendak mereka beri peringatan.

153. Bila seseorang menganggap remeh mereka dan tidak mau menghadap, mereka wajib memberitahukan hal itu kepada Dewan, agar Dewan itu membenahinya.

Menyusullah orang-orang yang harus diperingatkan oleh Penatua atau petugas, dan prosedur yang perlu diikuti

154. Bila ada orang yang membawakan ajaran yang bertentangan dengan ajaran yang diterima, ia harus dipanggil untuk membicarakan perkara itu dengan dia. Jika ia menyatakan setuju, ia harus diterima tanpa kehebohan atau fitnah. Jika ia keras kepala, hendaklah orang memperingatkan dia beberapa kali, sampai ternyata diperlukan tindakan lebih keras, lalu ia harus dilarang turut merayakan Perjamuan, dan ia harus diadukan kepada pengadilan.

155. Bila seseorang lalai datang ke perkumpulan Gereja, sehingga kelihatan ia benar-benar menganggap remeh persekutuan orang percaya, atau bila seseorang ternyata menghina tata tertib Gerejawi, orang itu harus diperingatkan. Jika ia patuh, ia harus diterima baik-baik. Tetapi, jika ia bersikeras, sehingga kelakuannya semakin parah, maka setelah diperingatkan tiga kali ia harus dikucilkan dari Gereja dan diadukan ke Pemerintah kota.

156. Berkenaan dengan tingkah laku tiap-tiap orang, untuk membenahi kesalahan yang ada, orang harus mengikuti prosedur yang telah diperintahkan oleh Tuhan kita.

157. Yaitu, mengenai perbuatan jahat yang tersembunyi mereka harus diperingatkan diam-diam. Tidak seorang pun boleh mengadukan sesamanya ke Gereja dan menuduh dia telah melakukan kesalahan yang tidak terbuka dan tidak menimbulkan kehebohan, kecuali setelah mendapatkan orang itu membangkang. Selain itu, mereka yang menganggap enteng nasihat yang diberikan sesamanya di bawah empat mata, haruslah diperingatkan sekali lagi oleh Gereja. Dan jika mereka sama sekali tidak mau mengerti, dan tidak bersedia mengakui kesalahannya yang telah dijelaskan kepada mereka, hendaklah mereka diberi tahu harus menjauhi Perjamuan, hingga mereka kembali bersikap lebih baik.

158. Adapun kejahatan terbuka dan diketahui umum, yang oleh Gereja tidak dapat ditutupi, kalau perbuatannya hanya layak diganjar peringatan maka tugas Penatua yang bertugas ialah memanggil mereka yang bersalah dan menasihati mereka baik- baik, agar mereka membenahi diri. Jika orang melihat adanya perbaikan, hendaklah mereka tidak diganggu lagi. Sebaliknya, jika mereka bersikeras berbuat jahat, mereka harus diperingatkan sekali lagi. Dan kalau akhirnya hal itu tidak membawa manfaat, hendaklah mereka dianggap sebagai pencemooh Allah, dan diberi tahu harus menjauhi Perjamuan hingga dalam diri mereka kelihatan perubahan peri kehidupan.

159. Adapun kejahatan yang tidak hanya layak diganjar nasihat berupa kata-kata, tetapi juga perlu diganjar dengan hukuman, kalau seseorang sampai melakukannya maka sesuai dengan kebutuhan dalam perkara itu ia harus diberi tahu harus selama beberapa waktu menjauhi Perjamuan, untuk merendahkan diri di hadapan Allah dan lebih menyadari kesalahannya.

Peraturan dan ketentuan yang diputuskan dalam Dewan Besar pada tanggal 12 November 1557 berkenaan dengan mereka yang menganggap tidak penting menerima Perjamuan

160. Ternyata selama ini beberapa orang atas kemauan sendiri telah menjauhi Perjamuan Kudus. Mereka telah diperingatkan agar siap mendatanginya, tetapi mereka tidak menghiraukan peringatan itu. Ternyata juga orang-orang lain, yang telah kena larangan merayakannya, tidak menerimanya sepanjang waktu yang lama, apakah karena lalai atau karena memandangnya remeh, sehingga tindakan pembetulan yang telah dikenakan kepada mereka sesuai dengan Firman allah dan peraturan- peraturan kami berbalik menjadi permainan belaka sekiranya hal itu tidak dibenahi. Maka itu, kami menghendaki dan memutuskan agar prosedur yang tercantum di sini dipertahankan tanpa pelanggaran apa pun. Yaitu, bila seseorang kelihatan menjauhi komuni kudus orang percaya, hendaklah Konsistori memanggil dia kalau perlu, sesuai dengan jabatannya, dan dengan kebiasaan yang berlaku selama ini. Bila hal itu telah terjadi lantaran yang bersangkutan bermusuhan dngan orang lain, hendaklah orang menasihati dia berdamai dengan pihak lawannya; atau bila ada halangan lain, hendaklah orang membenahi hal itu dengancara yang wajar. Jika ternyata ia tidak bersedia untuk segera menerima nasihat yang diberikan kepadanya maka hendaklah ia diberi waktu tertentu untuk memikirkan keadaannya lebih sungguh-sungguh. Akan tetapi, jika ia tetap bersikeras, sehingga di atas waktu yang telah berlalu ia setengah tahun lagi tidak mendatangi Perjamuan, ia harus disuruh menghadap Yang Mulia (kecuali kalau ia meminta maaf atas kesalahannya dan sipa memperbaiki) dan dibuang dari kota selama satu tahun, sebab ia tidak mau diperbaiki. Dan sekalipun ia mengaku telah bersalah karena menolak nasihat-nasihat Konsistori, ia harus mendapat hukuman yang ditentukan oleh Yang Mulia, dan disuruh pergi, untuk memulihkan kehebohan yang telah disebabkannya sebab memberontak secara terbuka.

161. Begitu pula, bila seseorang diperingatkan dengan cara tersebut di atas, dan berjanji akan menerima Perjamuan, namun tidak melakukannya sama sekali, ia harus sipanggil agar ditegur karena telah bersikap munafik dan mampu. Dan jika untuk kedua kalinya ia terbukti memperdaya dan mengecewakan Konsistori, maka hendaklah ia menerima hukuman yang sama seperti di atas.

162. Bila seorang dilarang ikut merayakan Perjamuan hanya satu kali saja, karena salah satu perbuatannya yang menghebohkan, lalu karena sakit hati atau karena alasan lain tidak mendatangi Perjamuan lebih lama, dan tidak mau tunduk bila dipanggil menghadap Konsistori, maka hendaklah orang berbuat seperti di atas.

163. Bila seseorang dikucilkan dari komuni kudus, sebab memberontak, atau karena berkanjang dalam kesalahannya, atau karena dianggap tidak layak menerima komuni kudus itu, dan tidak merendahkan diri, malah kelihatan menghina tata tertib Gereja, dan tidak datang dengan sukarela mengakui kesalahannya di hadapan Konsistori, sehingga ia menjauhi Perjamuan selama enam bulan, hendaklah ia dipanggil menghadap dan diberi nasihat agar tunduk. Jika ia bersikeras sampai akhir tahun, tanpa membenahi diri karena nasihat-nasihat yang ditujukan kepadanya, ia juga harus dibuang selama satu tahun karena tidak mau diperbaiki, kecuali jika ia menghindari hukuman itu dengan cara meminta maaf kepada Yang Mulia dan mengakui kesalahannya di hadapan Konsistori dengan maksud supaya ia diterima pada komuni.

164. Bila seseorang bersikeras atau membangkang, sehingga ia memaksa ikut dalam Perjamuan bertentangan dengan larangannya, Pelayan bertugas menyuruh dia pergi, sebab ia tidak boleh menerimanya agar ikut dalam komuni. Namun, hendaklah dalam semua itu orang bertindak hati-hati, dan tidak memakai kekerasan yang menyakiti hati. Juga, hendaklah hukumannya hanya sebagai obat yang bermaksud hendak membawa orang berdosa kembali kepada Tuhan kita.

165. Juga, hendaklah semua itu berlangsung begitu rupa, sehingga para pelayan tidak memiliki wewenang sipil apa pun dan Konsistori itu sama sekali tidak mengurangi wewenang Pemerintah kota dan peradilan biasa, tetapi kuasa sipil tetap utuh. Pun manakala perlu menjatuhkan sesuatu hukuman atau melakukan paksaan terhadap yang bersangkutan, para Pelayan bersama Konsistori, setelah mendengarkan yang bersangkutan dan memberi peringatan serta nasihat yang tepat, harus melaporkan kesemuanya kepada Dewan, yang setelah menerima laporan mereka akan membicarakan persoalannya dengan maksud mengambil keputusan dan menjatuhkan hukuman sesuai dengan kebutuhan dalam perkara itu.

166. aturan ini harus berlaku bukan hanya di kota, melainkan juga di desa-desa yang tunduk pada Pemerintah kota.

Peraturan-peraturan yang telah diterima dalam Dewan Dua Ratus pada hari Jumat 9 Februari 1560, sebagai penjelasan pasal-pasal yang terdahulu, berkenaan dengan pemilihan Penatua dan dengan pengucilan dari Gereja.

167. Kami, Walikota-walikota, Dewan Kecil dan Dewan Besar Dua Ratus kota Jenewa, dengan ini memberitahukan kepada semua orang bahwa beberapa kebiasaan buruk telah menyusup masuk yang cenderung merusak ketetapan- ketetapan berhubung dengan Gereja yang dulu diterima dalam Dewan Am kami. Hal itu memang telah ditunjukkan kepada kami oleh para Pelayan Firman yang mutabir dalam Gereja kita. Maka itu, mereka telah mengajukan permohonan kepada kami sambil meminta agar kami membenahinya, supaya keadaan baik yang telah mulai berlaku di tengah-tengah kita bukannya merosot lagi, melainkan semaikn maju. Kami pun ingin supaya di tengah- tengah kita terdapat ketertiban baik, dan dengan alasan itu bermaksud hendak berupaya agar apa yang dinyatakan kepada kita oleh Firman Allah dipelihara secara utuh. Juga, kami mengetahui bahwa ketentuan- ketentuan yang telah ditetapkan sebelum ini sesuai dengan Kitab Suci, sehingga menyimpang darinya merupakan kesalahan. Maka untuk membenahi keadaan orang baik itu, dan agar apa yang telah diurus dengan baik jangan sekali-kali diubah-ubah atau dilanggar, dan tidak juga merosot di masa depan, kami telah menganggap baik dan memutuskan untuk mengeluarkan pernyataan yang berikut berhubung dengan hal- hal yang diajukan kepada kepada kami.

168. Pertama, bertentangan dengan ketetapan-ketetapan Dewan Am kami, orang telah memasukkan kebiasaan bahwa rapat Konsistori diketuai salah seorang di antara keempat Walikota, dengan memakai tongkatnya (yang lebih banyak melambangkan kuasa sipil ketimbang pemerintahan rohani). Maka untuk mempertahankan dengan lebih ketat perbedaan yang ditunjukkan kepada kita dalam Kitab Suci, yaitu antara pedang dan wewenang Pemerintah di satu pihak, dan bentuk kuasa yang seharusnya berlaku di dalam Gereja untuk membuat semua orang Kristen mematuhi Allah dan sungguh-sungguh mengabdi kepada-Nya serta untuk mencegah atau membenahi perbuatan yang menghebohkan di pihak lain, kami sekali lagi memutuskan dan menetapkan agar orang berpegang pada isi peraturannya. Artinya, hendaklah orang hanya memilih dua orang dari Dewan Dua Puluh Lima, dan bila yang seorang memegang jabatan Walikota maka ia hanya boleh hadir selaku Penatua, dengan maksud mengurus pemerintahan Gereja, tanpa membawa tongkatnya. Benar, pemerintahan dan kuasa tertinggi yang telah dianugerahkan Allah kepada kami di satu pihak, dan pemerintahan rohani yang telah ditetapkan-Nya di dalam Gereja- Nya di pihak lain merupakan dua hal yang bergabung dan tak terpisahkan. Namun, keduanya sama sekali tidak tercampur, dan Dia yang memegang kuasa pemerintahan yang tertinggi dan yang seharusnya menjadi tempat kita patuhi, telah membedakan yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu, kami menyatakan kehendak kami agar orang mengikuti ketentuan baik yang sudah ada, tanpa menambahkan hal-hal yang datang sesudahnya karena suasana telah rusak.

169. Kedua, sebagaimana diketahui telah diktakan bahwa, bila orang memilih Penatua anggota Konsistori, para Pelayan Firman Allah perlu dipanggil agar urusannya dirundingkan dengan mereka. Akan tetapi, orang telah merampas hak itu dengan maksud jahat, sehingga mereka disisihkan. Gara-gara itu, beberapa kali orang telah memilih tokoh-tokoh yang tidak layak menerima jabatan itu, dengan akibat wibawa Konsistori berkurang karenanya. Sebaliknya, kami pun menyadari bahwa isi peraturan itu memang berdasarkan alasan yang wajar, dan sesuai dengan aturan Firman Allah, sebab pantaslah dalam Gereja para Gembala didengar dalam urusan-urusan yang menyangkut pemerintahan dan ketertibannya, sedangkan kedudukan serta pelayanan mereka dirugikan jika tokoh-tokoh yang bersama mereka harus menjaga dan berupaya agar orang memuliakan Allah dan mengabdi kepada-Nya itu dipilih tanpa sepengetahuan mereka dan tanpa pemberitahuan. Maka itu, kami telah menetapkan bahwa untuk seterusnya para Pelayan tersebut harus dipanggil agar dimintapendapat dan nasihatnya mengenai tokoh-tokoh yang sebaiknya dipilih; juga, agar orang berpegang pada peraturan yang telah disusun dengan teliti dari semula.

170. Ketiga, dalam peraturan dikatakan secara umum agar yang diangkat menjadi Penatua ialah empat anggota Dewan Enam Puluh dan enam anggota Dewan Dua Ratus, tanpa merincikan tingkat kewargaan mereka, apakah warga berhak penuh atau penduduk kota. Akan tetapi, disebabkan nafsu berkuasa atau karena salah satu alasan lain orang membatasi hak dipilih sehingga hanya para warga kota yang berhak. Kami telah mendengarkan pernyataan protes yang diajukan kepada kami, dan juga alasan yang dikemukakan, yaitu bahwa hak-hak istimewa dan pangkat yang seharusnya menjadi milik khusus para warga kota tidak sepatutnya berlaku dalam lingkungan Gereja, yang bersifat rohani, dan bahwa orang diharapkan memilih yang terbaik dari seluruh uMat Maka itu, kami telah menetapkan berkenaan dengan pasal itu, agar untuk seterusnya orang tidak memandang para warga berhak penuh lebih tinggi daripada penduduk kota, tetapi berpegang saja pada ketetapan yang lama.

171. Akhirnya, Firman Allah mengajarkan kepada kita bahwa orang yang keras kepala, sehingga tidak mematuhi anjuran dari pihak Gereja agar mereka membenahi diri, akan dianggap sebagai orang yang tidak mengenal Allah. Rasul Paulus pun melarang mengunjungi mereka; ia ingin supaya mereka ditundukkan oleh rasa malu, agar mereka bersikap rendah hati dan bertobat. Akan tetapi, hal itu tidak mungkin kecuali kalau mereka dinyatakan keras kepala dan tidak dapat diperbaiki lagi. Lagi pula, peristiwa-peristiwa menghebohkan yang mengacau Gereja perlu dibenahi. Memang, sebelum ini kami telah menyusun peraturan- peraturan yang kami nilai paling cocok untuk pembangunan Gereja, yang mendapat pula penghargaan dan pujian dari pihak para Pelayan yang mutabir. Meskipun demikian, dengan maksud agar kita dekat lagi dengan aturan yang sejati, yaitu Firman Allah, dan agar kita menyesuaikan diri dengannya sedapat mungkin, kami telah menetapkan agar untuk seterusnya mereka yang dikucilkan oleh Konsistori dan yang tidak tunduk setelah diperingatkan dengan sepatutnya, tetapi tetap membangkang, dinyatakan dalam gereja-gereja telah dikucilkan dari kawanan domba, sampai saat mereka datang mengakui kesalahannya dan berdamai kembali dengan seluruh Gereja.

172. Selanjutnya, orang yang demi menyelamatkan nyawanya telah mengingkari imannya dan menanggalkan iman murni yang dari Injil, atau yang lebih dulu menerima Perjamuan Kudus di sini, lalu kembali ke kepausan yang menjijikkan, harus datang ke gereja tempat mereka disuruh mengaku bersalah secara terbuka, untuk mengakui kesalahannya dan meminta ampun kepada Allah dan Gereja-Nya. Hal itu kami nilai baik dan perlu, baik untuk memberi kepuasan dan contoh baik kepada seluruh umat orang percaya maupun sebagai tanda bukti bahwa penyesalan mereka sungguh-sungguh dan ikhlas, akhirnya juga mereka didamaikan kembali dengan Gereja yang telah mereka tinggalkan gara-gara kejatuhan mereka.

Kepatuhan pada aturan ini

173. Demi pemeliharaan dan penegakan tata tertib dan aturan ini di dalam Gereja Tuhan kita Yesus Kristus, kami telah menetapkan bahwa tiga tahun sekali, pada hari Minggu pertama bulan Juni, orang harus membacakannya secara resmi, di depan seluruh rakyat yang terkumpul dalam gereja St. Pierre. Dan tiap-tiap orang, dengan tangan terangkat, harus bersumpah kepada Allah, dengan dihadiri para walikota, akan mematuhi dan memegangnya, tanpa membantah atau melanggarnya. Tidak juga orang menambahkan atau mengurangkan sesuatu apa pun kecuali setelah usul lebih dulu kepada Dewan Inti kami, dan sesudah itu kepada Dewan Dua Ratus, sesuai dengan ketetapan dalam peraturan- peraturan kami yang lain.