Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2018/09

e-JEMMi edisi No. 09 Vol. 21/2018 (25-9-2018)

Penganiayaan Orang Percaya

Penganiayaan Orang Percaya
e-JEMMi -- Edisi 09/September/2018
 

e-JEMMi

DARI REDAKSI:

Bersukacita Jika Dianiaya karena Kristus

Ketika mendengar kalimat "penganiayaan terhadap orang Kristen", apa yang terpikir dalam benak kita? Apakah kita menganggapnya sebagai suatu perbuatan buruk/tidak adil yang dilakukan terhadap orang-orang Kristen? Atau, kita berpikir bahwa itu adalah suatu peristiwa yang terjadi sebagai konsekuensi atas ketaatan kepada Kristus? Yang pertama menjadi pernyataan yang kurang tepat, tetapi pernyataan kedua memiliki pemahaman yang lebih tepat. Kita tidak dapat selalu mengatakan bahwa penderitaan atau perlakuan tidak menyenangkan atau tidak adil yang terjadi terhadap orang-orang Kristen adalah penganiayaan. Dunia adalah tempat manusia berdosa, tempat konflik, penderitaan, dan ketidakadilan menjadi hal yang akan dialami setiap orang, termasuk orang percaya. Namun, ketika orang percaya mengalami penderitaan dalam upayanya melakukan pengabdian atau tindakan ketaatan kepada Kristus, di situlah kata penganiayaan memiliki definisi yang tepat. Kristus menderita dan mengalami perlakuan yang tidak adil karena Dia taat kepada Allah. Demikian juga dengan para rasul dan martir-martir iman yang mengalami persekusi saat mereka memilih untuk menyangkal diri, memikul salib, dan mengikut Kristus. Hal ini sudah dikatakan oleh Kristus kepada para pengikut-Nya sebelum Dia menyerahkan nyawa-Nya. Seorang hamba tidak lebih besar daripada Tuannya. Pertanyaannya sekarang, sudahkah kita memilih dengan sadar untuk menyangkal diri dan memilih jalan salib itu? Sudahkah kita benar-benar bersedia untuk mengalami penderitaan demi ketaatan kepada Kristus? Jika sudah, berbahagialah kita, sebab kita beroleh bagian untuk ikut serta dalam penderitaan-Nya. Upah di surga, seperti yang dinyatakan dalam Matius 5:12, tersedia bagi kita. Bersukacitalah.

N. Risanti

Pemimpin Redaksi e-JEMMi,
N. Risanti

 

ARTIKEL
Apa Itu Penganiayaan terhadap Orang Kristen?

Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Ingatlah perkataan yang telah Kukatakan kepadamu: Seorang hamba tidak lebih besar daripada tuannya. Jika mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu" (Yohanes 15:20). Dia berjanji bahwa jika kita mengikuti Dia, kita akan dianiaya. Namun, apa artinya itu? Apa yang sebenarnya Alkitab ajarkan tentang masalah penting ini?

Dua pengalaman yang saya dapat sebagai seorang pendeta muda telah membantu mengklarifikasi pemahaman saya tentang penganiayaan terhadap orang Kristen, yaitu penganiayaan yang Alkitab katakan pasti dialami dari orang-orang yang menentang pengikut Kristus.

Yang pertama adalah seorang profesional muda yang penuh cinta akan Yesus dan semangat untuk melihat penyebaran Injil. Steve terbeban untuk rekan kerja yang belum bertobat, dan melihatnya sebagai tugas Kristennya untuk menyaksikan kepada orang ini agar mau menjadi seorang percaya. Semangatnya menyebabkan dia menghabiskan berjam-jam waktunya bekerja untuk berbicara dengan temannya tentang keselamatan dan menjelaskan Injil kepada temannya tersebut.

Ketika atasannya memperingatkan dia untuk berhenti "memaksakan agamanya pada saat jam kerja", Steve menganggapnya sebagai penghinaan terhadap ketuhanan Kristus dan menolaknya. Setelah dipecat, dia menceritakan kisahnya sebagai penderitaan karena imannya. Steve melihat dirinya telah dianiaya oleh atasannya.

Pengalaman yang satunya adalah pertemuan dengan seorang pendeta yang ditahan selama 20 tahun di suatu penjara komunis karena dia menolak untuk berhenti memberitakan Injil Yesus Kristus. Saya bertemu Samuel Lamb saat mengunjungi jemaat yang berkumpul di rumahnya di Guangzhou, Cina. Setelah 2 jam beribadah dalam kondisi sempit, kelompok kami yang terdiri dari sepuluh pendeta Amerika diundang untuk berbicara dengan Pendeta Lamb.

Saya tidak akan pernah melupakan jawabannya atas salah satu pertanyaan kami tentang penganiayaan dan kemajuan Injil. "Di Amerika," katanya, "gereja mengalami kemakmuran, tetapi semakin lemah. Di Cina, gereja telah mengalami penganiayaan, tetapi semakin kuat. Penganiayaan jauh lebih baik daripada kemakmuran."

Dua pengalaman tersebut membuat saya menyusun dua pertanyaan penting mengenai apa itu penganiayaan orang Kristen. Komentar Steve membuat saya bertanya, "Dapatkah orang Kristen mengklaim dianiaya kapan saja mereka diperlakukan dengan kasar atau dianiaya?" Komentar Pendeta Lamb membuat saya bertanya, "Apakah penganiayaan hanya terbatas pada tindakan berat seperti pemenjaraan atau penderitaan fisik?"

Steve melihat dirinya sebagai seorang martir karena dia dipecat, sebab berbicara dengan rekan kerjanya tentang Kristus. Dari sudut pandang saya, bagaimanapun, bukan kepercayaan Steve yang membuat dia dipecat. Penyebabnya adalah dia tidak melakukan pekerjaan sehari penuh dengan gaji sehari penuh, bahkan setelah dia diberi peringatan. Meskipun berbicara tentang Kristus adalah hal yang baik, melakukannya dengan mengorbankan atasan Anda adalah hal yang buruk.

Yesus berkata, "Diberkatilah mereka yang dianiaya demi kebenaran, sebab mereka yang memiliki kerajaan surga" (Matius 5:10). Steve mencuri waktu dari majikannya dan menderita akibat hal tersebut. Dia tidak kehilangan pekerjaannya demi kebenaran atau "berbuat baik", tetapi "karena melakukan kejahatan" (1 Petrus 3:17). Jika alasan orang beriman mengalami tentangan adalah karena hal apa pun selain identitasnya dan pengabdiannya kepada Kristus, apa yang terjadi padanya bukanlah penganiayaan Kristen.

Secara khusus, Petrus melarang orang Kristen untuk berpikir bahwa semua penderitaan pastilah penganiayaan orang Kristen. "Jangan ada di antara kamu yang menderita sebagai pembunuh, pencuri, pelaku kejahatan, atau sebagai orang yang suka mencampuri urusan orang lain" (1 Petrus 4:15; lihat 2:20). Ketika orang Kristen menderita karena melakukan yang dilarang Allah, mereka bukan mengalami penganiayaan Kristen dan tidak boleh memelintir Kitab Suci dalam upaya untuk menghibur diri mereka dengan janji-janji yang dirancang bagi mereka yang menderita karena iman mereka kepada Kristus.

Pendeta Lamb berbicara secara umum saat dia menggambarkan gereja di Cina yang dianiaya dan gereja di Amerika yang sejahtera. Sampai batas tertentu, generalisasi ini benar. Siapa yang bisa menyangkal perbedaan besar antara hidup sebagai orang Kristen di Amerika dan hidup sebagai seorang Kristen di Cina?

Adalah sah untuk berbicara tentang "gereja yang teraniaya" saat memikirkan tempat-tempat di dunia ini, yang di situ saudara dan saudari kita secara sistematis diserang dengan kekerasan dan bahkan kekerasan fisik karena iman mereka. Namun, kita harus berhati-hati untuk tidak membatasi pemahaman kita tentang penganiayaan hanya pada situasi ekstrem tersebut. Pemenggalan, mutilasi, dilempari batu, dan pemenjaraan yang dilakukan terus-menerus terhadap orang Kristen hanya karena mereka orang Kristen adalah contoh penganiayaan yang berat. Namun, Alkitab tidak membatasi definisi tentang penganiayaan pada tingkat keparahan tertentu. Bukan hanya aksi kekerasan fisik yang merupakan penganiayaan. Bentuk-bentuk oposisi yang kurang daripada itu terhadap pengikut Kristus juga disebutkan. Yesus berkata, "Diberkatilah kamu apabila orang mencelamu dan menganiayamu, dan mengatakan segala macam perkataan jahat terhadapmu dengan fitnah karena Aku" (Matius 5:11). Dia menyebutkan tiga kategori oposisi. Yang pertama dan ketiga secara eksklusif bersifat verbal, dan yang kedua mencakup serangan verbal dan fisik. Penganiayaan Kristen meliputi itu semua.

Bila seorang percaya diejek atau dihina karena pengabdiannya kepada Kristus, pada saat itulah dia mengalami penganiayaan. Memang, itu tidak seberat kekerasan yang dilakukan terhadap orang-orang yang menderita secara fisik karena iman mereka, tetapi tetap saja nyata. Hal yang sama berlaku untuk tuduhan fitnah terhadap orang percaya karena pengabdian mereka kepada Kristus.

Ketika kita mengalami hal-hal seperti itu, Yesus mengatakan kepada kita bahwa kita harus "bersukacita dan senang" karena dua alasan, yang pertama, sebab upah kita "besar di surga". Yang kedua, sebab dengan cara yang sama "mereka menganiaya para nabi yang sebelumnya [kita]" (Matius 5:12). Dalam bagian paralel Lukas, Yesus berkata, "Diberkatilah kamu saat orang membencimu, mengucilkanmu, menghinamu, serta mencemarkan nama baikmu karena Anak Manusia," sebab seperti itulah nenek moyang mereka memperlakukan para nabi (6:22-23). Dengan kata-kata ini, Dia memperluas pemahaman tentang penganiayaan, yaitu bahkan termasuk sikap dan disposisi kebencian.

Jadi, penganiayaan Kristen dapat mencakup berbagai macam tanggapan terhadap orang percaya -- mulai dari cemoohan, kebencian, dan ejekan sampai kekerasan fisik, pemenjaraan, dan kematian. Namun, untuk oposisi semacam itu, tidak peduli seberapa ringan atau parahnya, dapat dianggap sebagai penganiayaan dalam arti alkitabiah, jika ditimbulkan karena pengabdian orang percaya kepada Yesus Kristus dan kebenaran-Nya.

Ini membantu memahami pernyataan Paulus bahwa "semua orang yang ingin hidup saleh dalam Yesus Kristus akan dianiaya" (2 Timotius 3:12) dan janji Yesus bahwa para pengikut-Nya akan menghadapi penganiayaan "karena Aku dan karena Injil" (Markus 10: 29-30). Setiap orang Kristen harus bersiap untuk mengalami penganiayaan, semua tidak dengan cara yang sama, tetapi semua untuk alasan yang sama, yaitu karena pengabdian tanpa kompromi kepada Yesus.

Tuhan kita mengalami tentangan. Kebencian terhadap Dia menyebabkan penyaliban-Nya. Yang mengikut Dia harus menyadari bahwa dengan mengenal Yesus, kita mengundang ke dalam hidup kita pertentangan yang timbul melawan Dia. Dia berkata, "Jika dunia membencimu, kamu tahu bahwa dunia telah membenci Aku sebelum membencimu" (Yohanes 15:18).

Para pengikut seorang guru yang dianiaya, akan dianiaya. Bila kita dengan sungguh hidup sesuai dengan jalan Kristus, kita pasti akan bertemu dengan orang-orang yang membenci Kristus. Entah oposisi itu datang dalam bentuk yang berat seperti kekerasan fisik, pemenjaraan, dan hilangnya nyawa, atau dengan bentuk yang relatif ringan seperti nilai rendah ujian sekolah, kehilangan posisi di tim olahraga, atau diejek oleh keluarga dan teman. Jika itu memang ditimbulkan karena ketundukan kepada Kristus dan ketaatan kepada perintah-perintah-Nya, itu adalah penganiayaan Kristen.

Kita tidak boleh menyebut setiap penderitaan yang menimpa orang Kristen merupakan penganiayaan. Itu harus ditujukan untuk oposisi yang muncul karena pengabdian kepada Kristus. Kita juga jangan mengabaikan penganiayaan yang lebih ringan karena tidak mengakibatkan pertumpahan darah. Sebagai gantinya, kita harus ingat bahwa jalan yang dibuka oleh Juru Selamat bagi kita adalah jalan penderitaan dan kematian. Sewaktu kita mengikuti Dia dan menolak untuk mengompromikan pengabdian kita kepada-Nya, saat penganiayaan datang, dalam bentuk apa pun, kita harusnya dikuatkan oleh nasihat Petrus ini:

"Saudara-saudara yang kukasihi, janganlah terkejut dengan api pencobaan yang datang untuk menguji kamu, seolah-olah sesuatu yang aneh terjadi atas kamu. Namun, bersukacitalah karena kamu ikut ambil bagian dalam penderitaan Kristus sehingga kamu juga dapat bersukacita dan bergembira pada saat kemuliaan-Nya dinyatakan" (1 Petrus 4:12-13)

(t/Jing-Jing)

Download Audio

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Ligonier
Alamat situs : http://www.ligonier.org/learn/articles/what-christian-persecution
Judul asli artikel : What Is Christian Persecution?
Penulis artikel : Tom Ascol
Tanggal akses : 14 Juli 2017
 

PROFIL SUKU
Lematang di Indonesia

Profil

Populasi Bahasa Utama Agama Terbanyak
305.000 Musi Islam (99.70%)
Kristen Kemajuan Ukuran Kemajuan
0.30% - -

Pendahuluan/Sejarah

Lematang adalah satu suku yang sebagian besar populasinya tinggal di sepanjang pinggir Sungai Lematang dan daerah sekitarnya, terbentang dari Kabupaten Lahat sampai ke Kabupaten Muara Enim. Di Kabupaten Lahat, mereka tinggal di wilayah Pulau Pinang, Lahat, dan Merapi. Di Kabupaten Muara Enim, mereka tinggal di wilayah Muara Enim, Gunung Megang, dan Tebat Agung. Tempat orang-orang Lematang tinggal terletak sekitar 25-100 meter di atas permukaan laut. Dialek Lematang mirip dengan dialek Enim. Seringnya dua suku itu berbaur mungkin menyebabkan kemiripan ini, atau mungkin kedua suku itu memiliki nenek moyang yang sama dan dialek mereka berbeda karena pemisahan secara geografis. Orang Enim tinggal di sepanjang Sungai Enim, yang mengalir ke Sungai Lematang. Di Kota Muara Enim, tempat Sungai Enim dan Sungai Lematang bertemu, sangatlah sulit membedakan orang Lematang dengan orang Enim. Di situ, kedua suku sebagian besar telah menjadi sama. Seseorang yang tinggal di Muara Enim bisa dianggap baik sebagai orang Enim maupun Lematang. Dialek Lematang merupakan bagian dari bahasa Musi yang meliputi Pegagan, Musi, Rawas, Palembang, Penesak, dan Belide.

Seperti Apakah Kehidupan Mereka?

Tidak seperti bahasa Sunda dan Jawa, bahasa Lematang tidak memiliki tingkat cara berbicara yang berbeda dengan serangkaian kosakata yang mengindikasikan tingkat jarak sosial. Akan tetapi, terdapat perbedaan cara berbicara dialek Lematang yang menunjukkan keakraban dan kesopanan. Orang-orang yang lebih tua biasanya menggunakan cara bicara yang lebih sopan saat saling bercakap-cakap. Anak-anak juga menggunakan cara bicara yang sopan ketika berbicara kepada orang-orang yang lebih tua. Namun, orang-orang yang lebih tua menggunakan cara bicara yang lebih akrab ketika berbicara kepada anak-anak. Orang-orang yang lebih muda berbicara dengan cara bicara yang akrab dengan sesama orang muda. Jadi, sikap berbicara seseorang, entah akrab atau sopan, menjadi ukuran tingkat penghormatan dari orang yang berbicara kepada orang yang diajak berbicara. Hubungan antara suku Lematang dan orang dari luar biasanya cukup ramah. Akan tetapi, suku Lematang menganggap sifat arogan menjadi sebuah penghalang sosial yang besar. Suku Lematang memiliki ungkapan: “Jangan menikah dengan orang sombong”. Kesombongan diukur terutama dengan kualitas dari hubungan seseorang. Mereka juga suka menenangkan orang-orang luar yang datang ke daerah mereka dengan mengatakan bahwa ini adalah daerah yang aman. Ini menunjukkan bahwa suku Lematang terbuka untuk berhubungan dengan siapa saja, tetapi menghargai kesopanan dan rasa hormat. Usaha pohon karet adalah mata pencaharian utama orang-orang Lematang. Bagi orang-orang Lematang yang tinggal di dekat sungai, menanam padi di lahan yang berair adalah cara lain untuk mencari nafkah. Salah satu ciri yang menarik dari suku Lematang adalah bahwa mereka biasanya lebih rajin dalam bekerja ketika mereka tinggal di luar daerah mereka sendiri, misalnya, di daerah Lembak. Orang-orang Lematang yang tinggal di luar daerah mereka, ada yang berjualan daun singkong, buah, dan melakukan pekerjaan kecil untuk menghasilkan pendapatan yang sedikit. Mata pencaharian ini di luar dari apa yang biasanya dilakukan orang-orang Lematang di daerah mereka sendiri.

Apakah Kepercayaan Mereka?

Orang-orang Lematang adalah penganut Islam. Kepercayaan animistik juga masih dianut oleh suku Lematang. Hampir setiap tahun seseorang tenggelam di Sungai Lematang atau Muara Enim dan ditemukan beberapa hari kemudian. Suku Lematang percaya bahwa peristiwa tenggelam tersebut disebabkan oleh makhluk roh yang mengambil wujud seekor buaya putih dan tinggal di sungai.

Apakah Kebutuhan Mereka?

Kepariwisataan dapat dikembangkan sebagai industri di sepanjang Sungai Lematang, yang merupakan daerah yang indah, terutama di bagian atas sungai antara Pagar Alam dan Lahat. Ini merupakan satu cara agar tingkat perekonomian masyarakat Lematang bisa didongkrak. (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : The Joshua Project
Alamat situs : https://joshuaproject.net/people_groups/13027/ID
Judul asli artikel : Lematang in Indonesia
Penulis artikel : Tim The Joshua Project
Tanggal akses : 23 Oktober 2017
 
Anda terdaftar dengan alamat: $subst('Recip.EmailAddr').
Anda menerima publikasi ini karena Anda berlangganan publikasi e-JEMMi.
misi@sabda.org
e-JEMMi
@sabdamisi
Redaksi: N. Risanti, Lena L., Markus, dan Yulia Oeniyati
Berlangganan | Berhenti | Arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
©, 2018 -- Yayasan Lembaga SABDA
 

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org