Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2011/42

e-JEMMi edisi No. 42 Vol. 14/2011 (25-10-2011)

Banjar, Indonesia

______________________________  e-JEMMi  _____________________________
                   (Jurnal Elektronik Mingguan Misi)
______________________________________________________________________

SEKILAS ISI
RENUNGAN MISI: PENGANTARA KITA
PROFIL BANGSA: BANJAR, INDONESIA

Shalom,

Minggu ini e-JEMMi menyajikan Renungan Misi yang menarik bagi Pembaca
sekalian. Anda bisa menyimak renungan tentang makna peran Kristus
sebagai pengantara antara manusia dengan Allah. Karakter-Nya yang 100
persen Allah, sekaligus 100 persen manusia, menyebabkan Yesus tidak
dapat disamakan dengan tokoh-tokoh sejarah dunia pada zaman apa pun.

Kami juga mengajak Anda untuk belajar tentang suku Banjar, saudara
sebangsa kita di Pulau Kalimantan. Mari berdoa agar kasih Kristus
nyata bagi mereka. Selamat menikmati sajian kami selengkapnya, Tuhan
Yesus memberkati.

Redaksi Tamu e-JEMMi,
Mahardhika Dicky Kurniawan
< http://misi.sabda.org/ >

                   RENUNGAN MISI: PENGANTARA KITA

"Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia
Kristus Yesus." (1 Timotius 2:5)

Di dalam Alkitab Yesus berkali-kali disebut sebagai Pengantara.
Seorang pengantara tidak pernah mewakili hanya satu pihak. Dia
mendengarkan keluhan dari kedua belah pihak dan mencari jalan tengah
untuk mendamaikan mereka.

Sesungguhnya, Allah memiliki banyak keluhan terhadap manusia. Dosa
mereka melanggar hukum-Nya, walaupun sebagai Pencipta, Dia memiliki
hak untuk menuntut kepatuhan mereka.

Di dalam Yesaya 5:1-3, ada lagu mengenai keluhan Allah, "Kekasihku itu
mempunyai kebun anggur di lereng bukit yang subur. Ia mencangkulnya
dan membuang batu-batunya, dan menanaminya dengan pokok anggur
pilihan; ia mendirikan sebuah menara jaga di tengah-tengahnya dan
menggali lobang tempat memeras anggur, lalu dinantinya supaya kebun
itu menghasilkan buah anggur yang baik, tetapi yang dihasilkannya
ialah buah anggur yang asam. Maka sekarang, hai penduduk Yerusalem,
dan orang Yehuda, adililah antara Aku dan kebun anggur-Ku itu." Lalu
Allah bertanya seperti ini, "Apakah lagi yang harus diperbuat untuk
kebun anggur-Ku itu, yang belum Kuperbuat kepadanya?" (Yesaya 5:4)

Yesaya tidak memiliki jawaban atas pertanyaan ini, tetapi Allah punya.
Dia tahu keluhan umat manusia dibenarkan juga. Dia melakukan satu hal
yang lebih daripada yang seharusnya: Dia datang di tengah-tengah
manusia, untuk menjadi satu dalam kehidupan manusia dengan segala
penderitaannya. Oleh karena itu, bagaimana mungkin seseorang mencela
Allah yang telah menjadi miskin, menjadi manusia yang menderita sama
seperti Anda? Allah yang mengizinkan penderitaan itu terjadi, harus
terlebih dahulu menunjukkan bahwa Dia siap untuk menanggung
penderitaan melalui diri-Nya sendiri. Inilah yang Yesus lakukan ketika
Dia menjadi Allah di dalam daging. Dia juga secara meyakinkan telah
menyelesaikan permintaan Allah untuk menyelamatkan jiwa manusia.
Penebusan-Nya lunas bagi kita. Dia menanggung penghukuman atas
dosa-dosa kita. Melalui ini semua perdamaian antara manusia dan Allah
ditegakkan.

Saya punya satu cerita. Suatu saat, ada seorang pendeta yang tinggal
selama semalam di suatu peternakan. Pada pagi harinya, pemilik
peternakan tersebut menunjukkan kepada pendeta itu kandang ayamnya.
Mereka berhenti berjalan dan berdiri di depan sebuah sangkar, tempat
seekor ayam betina duduk di atasnya. Di bawah kedua sayapnya ayam ini
melindungi anak-anaknya. "Sentuh induk ini Pendeta," kata peternak
itu. Tubuh induk ini dingin, mati, tidak bergerak. Seekor musang telah
mengisap darahnya, tetapi demi melindungi anak-anaknya, yang mana
musang tersebut juga mau menyerang mereka, induk ini tidak bergerak.
Sebuah contoh pengantara yang kita miliki di dalam Yesus.

Kita mungkin memiliki banyak keluhan kepada Allah. Yesus tidak membela
diri, meskipun Dia berkata, "Tidak ada yang sempurna selain Allah."
Daripada Dia berdebat dengan para pendosa, malahan Dia menunjukkan
kasih-Nya, lalu mati demi mereka.

Pada Jumat Agung Dia mati, tetapi di bawah naungan sayap-Nya terdapat
pengharapan. Satu minggu sebelum kematian-Nya, Dia meratap atas
seluruh umat-Nya, "Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu,
sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya,
tetapi kamu tidak mau." (Matius 23:37b)

Karena Yesus adalah Pengantara, Dia membagi waktu menjadi dua. Catatan
sejarah membagi waktu ke dalam dua era, sebelum Kristus dan setelah
Kristus (Anno Domini di tahun-tahun Tuhan kita). Bahkan, mereka yang
membenci-Nya menandai zaman mulai dari kelahiran-Nya.

Gambaran orang yang paling dikenal sepanjang masa, menjadi suram tidak
berarti ketika terang Yesus tampak, Anak Kebenaran. Sebuah puisi yang
tidak diketahui penulisnya, membandingkan Yesus dengan Alexander
Agung, Kaisar Makedonia yang menaklukkan banyak negara dari Yunani
sampai Mesir pada abad ketiga SM.

Yesus dan Alexander mati pada umur 33 tahun; yang satu hidup dan mati
demi dirinya sendiri, satu lagi mati demi Anda dan saya.

Yang satu mati di atas takhta, satunya lagi mati di atas salib; yang
satu kelihatannya hidup berkemenangan, satunya lagi berkemenangan
tetapi kehilangan.

Yang satu memimpin pasukan besar ke medan perang, satunya lagi
berjalan sendiri; yang satu menumpahkan darah bangsa-bangsa, satunya
lagi menumpahkan darah-Nya sendiri.

Yang satu menaklukkan dunia semasa hidupnya, dan kehilangan segalanya
pada saat kematiannya; satunya lagi kehilangan nyawa-Nya, untuk
memenangkan iman dunia.

Yesus dan Alexander mati pada umur 33 tahun; yang satu mati di
Babilonia, dan satu lagi mati di Kalvari.

Yang satu memperoleh semua kejayaan untuk dirinya sendiri, dan satunya
lagi diri-Nya sendiri Dia berikan.

Yang satu menaklukkan setiap takhta bangsa-bangsa, satunya lagi
menaklukkan setiap kematian.

Dalam drama tulisan Shakespeare yang berjudul "King Lear", yang baik
dikalahkan. Cordelia, anak perempuan raja satu-satunya, terbaring tak
bernyawa di kaki ayahnya, yang telah melakukan penolakan yang tidak
pantas terhadapnya. Kisah di dalam semua drama yang bagus adalah sama
dengan kehidupan nyata; kisah keduanya diakhiri dengan kematian.
Oedipus, Medea, dan Clytemnestra; Macbeth, Othello, dan juga Richard
maupun Henry di dalam drama Shakespeare, semua diakhiri dengan
kematian para tokoh utamanya dan layar diturunkan. Apa yang mereka
dapatkan, baik atau buruk, adalah kesia-siaan.

Saya membuat luka-luka Yesus sebagai bahan perenungan. Tetapi di mana
luka-luka tersebut berada? Luka-luka tersebut terdapat di tubuh Yesus
yang dimuliakan, di tubuh yang mana Dia memperoleh kemenangan atas
kematian. Dia menunjukkan luka-luka tersebut kepada Thomas, dan semua
para rasul melihat luka-luka tersebut sebagai bukti kebangkitan-Nya.
Dia menjamin kita, juga dari suatu kebangkitan yang penuh kemuliaan.

Sebagai Pengantara dari suatu perjanjian baru, dalam arti akan
kematian-Nya, Dia memberikan kepada kita penebusan atas dosa-dosa kita
dan janji dari suatu warisan yang kekal.

Cacing-cacing, api, atau lautan mungkin melumatkan tubuh kita. Tetapi
roh saya akan hidup di dalam suatu dunia, dengan tidak lagi mengembara
dan mengalami pencobaan. Saya tidak perlu melewati reinkarnasi yang
menyakitkan. Di atas kematian terdapat Surga.

Diambil dari:
Judul buletin: Kasih Dalam Perbuatan, Juli - Agustus 2004
Penulis: Richard Wumbrand
Penerbit: Kasih Dalam Perbuatan, Surabaya
Halaman: 2

                   PROFIL BANGSA: BANJAR, INDONESIA

Pendahuluan/Sejarah

Pantai selatan dan timur Pulau Kalimantan merupakan tempat tinggal
suku Banjar, yang hidup di sepanjang pesisir sungai dari pedalaman
hutan tropis yang lebat hingga ke kota-kota pesisir. Budaya Banjar
mendominasi Provinsi Kalimantan Selatan, dan terdapat juga populasi
Banjar yang signifikan di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan
Malaysia. Meskipun mereka berasal dari kalangan Muslim yang taat
beragama, orang Banjar dengan bangga menelusuri asal usul mereka dari
sebuah kerajaan Hindu legendaris, yakni Negara Dipa. Identitas etnis
kontemporer berkembang dari gabungan antara budaya Jawa, Melayu, dan
Dayak. Melalui orang Jawa, aliran Buddha, Hindu, dan akhirnya Islam
diperkenalkan di Kalimantan Selatan. Pada tahun 1526, Pangeran
Samudera dari Banjar memeluk agama Islam, dan memakai nama Sultan
Suriansyah sebagai suatu persyaratan untuk menerima bantuan dari
tentara Jawa dalam rangka menggulingkan pamannya.

Seperti Apakah Kehidupan Mereka?

Banjarmasin, ibu kota Kalimantan Selatan, berlokasi 22 kilometer dari
Laut Jawa. Karena bagian-bagian dari kota ini berada pada posisi lebih
rendah di bawah garis permukaan laut, maka kota ini mengalami timbul
dan tenggelam sesuai pasang surut air laut. Lanting (rumah-rumah
apung) berderet di sepanjang jalur air, yang bersilangan di kota ini.
Dengan menggunakan sebuah perahu motor kecil (klotok) di sekitar
sungai dan kanal-kanal, pemandangan menunjukkan banyak kegiatan yang
beragam: ada yang mandi, mencuci pakaian, bergosip, atau membeli
buah-buahan, ikan, dan sayuran dari para wanita pedagang keliling
dengan perahu-perahu kecil. Orang-orang Banjar jarang berpindah tempat
ke wilayah lain Indonesia. Mereka cenderung menikah dan menetap dekat
dengan orang tua mereka atau dengan kaum kerabat mereka di Kalimantan.
Pada umumnya mata pencaharian mereka adalah bertani dan berkebun di
sekitar daerah aliran sungai. Perdagangan, transportasi, dan
pertambangan juga merupakan ladang usaha utama yang digeluti
masyarakat setempat. Banyak orang Banjar bekerja sebagai penggergaji
kayu secara manual dan tradisional, tetapi keberatan untuk bekerja
pada pabrik-pabrik pengolahan kayu dan perusahaan penggergajian kayu
yang komersial lantaran kondisi yang tidak sehat.

Apakah Kepercayaan Mereka?

Merebaknya agama Islam secara meluas dalam masyarakat Banjar memiliki
pengaruh yang besar terhadap kehidupan individu dan keluarga. Agama
merupakan kekuatan utama dalam mengendalikan kejahatan, termasuk
pencurian dan perjudian. Identitas etnik Banjar tak dapat dipisahkan
dari agama Islam. Pada waktu yang bersamaan, tradisi kepercayaan
animisme tetap berlaku. Kepercayaan ini mengajarkan bahwa
kekuatan-kekuatan supernatural tertentu berdiam dalam objek-objek
alam, seperti bebatuan, pepohonan, dan gunung-gunung, juga pada
makhluk hidup tertentu. Perayaan-perayaan tradisional Islam dan
sebulan penuh puasa saat Ramadan diperhatikan dan dipertahankan secara
kuat. Salah satu gedung megah di Banjarmasin adalah Masjid Agung
Sabilal Muthadin, berlokasi di pusat kota. Sejak masa penjajahan
Belanda, sekolah-sekolah milik pemerintah telah dipandang dengan
kecurigaan oleh orang Banjar sebagai upaya untuk mengajarkan paham
sekuler kepada anak-anak mereka. Sekolah-sekolah Islam modern telah
mengembangkan pengakuan identitas sebagai sekolah-sekolah milik
pemerintah.

Apakah Kebutuhan Mereka?

Orang Banjar secara tradisional tidak menghiraukan metode-metode dan
teknologi-teknologi modern dan juga tidak terlalu banyak bersentuhan
dengan kelompok-kelompok lain. Isolasi ini telah membatasi
pengembangan pendidikan, perawatan kesehatan, sanitasi, dan air
bersih. Di pedalaman, desa-desa memiliki infrastruktur yang terbatas
untuk pendistribusian hasil panen dan barang-barang lainnya. Adanya
pertambangan batu bara, permata, dan emas yang makin banyak juga telah
menciptakan kerusakan lingkungan di seluruh wilayah Kalimantan.
(t/Samuel)

Pokok Doa:

1. Doakan orang-orang Banjar, agar diberkati Tuhan dalam setiap mata
pencaharian mereka.

2. Doakan agar Tuhan membuka jalan untuk menginjili orang-orang
Banjar, dengan membuat mereka lebih membuka diri terhadap pengaruh
dari luar komunitas mereka.

3. Doakan agar Tuhan mengutus dan mengurapi para pengerja-Nya untuk
bekerja di ladang tuaian di Banjar.

4. Doakan agar Tuhan membuka hati orang-orang Banjar untuk mau
menyambut pemberitaan Injil.

5. Doakan agar Tuhan menempatkan para pemimpin pemerintahan bagi
orang-orang Banjar yang tidak menentang Injil, melainkan mengizinkan
para hamba Tuhan mengenalkan kasih Kristus bagi mereka.

Diterjemahkan dari:
Nama situs: Joshua Project
Alamat URL: http:http://joshuaproject.net/people-profile.php?peo3=10658&rog3=ID
Judul asli artikel: Banjar of Indonesia
Penulis: Tidak dicantumkan
Tanggal akses: 24 Januari 2011

"PAIN MAKES US THINK, THINKING MAKES US WISE, WISDOM MAKES LIFE
PROFITABLE"

Kontak: < jemmi(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti, Yulia Oeniyati
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/misi >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org