Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2008/48

e-JEMMi edisi No. 48 Vol. 11/2008 (9-12-2008)

Dilahirkan Sebagai Pelayan

 




______________________________  e-JEMMi  _____________________________
                   (Jurnal Elektronik Mingguan Misi)
______________________________________________________________________
SEKILAS ISI

EDITORIAL
RENUNGAN NATAL: Dilahirkan Sebagai Pelayan
KESAKSIAN MISI: Jalan Tuhan Terindah
SUMBER MISI: Christian Mission Aid
DOA BAGI MISI DUNIA: Mali, Internasional
DOA BAGI INDONESIA: Gloria Ministry

______________________________________________________________________

   IS YOUR CHRISTIAN EXPERIENCE ANCIENT HISTORY? OR CURRENT EVENTS?
______________________________________________________________________
EDITORIAL

  Shalom,

  Bulan Desember telah tiba, berarti sebentar lagi kita akan merayakan 
  hari kelahiran Tuhan kita, Yesus Kristus. Untuk itu, e-JEMMi akan 
  menghadirkan tiga edisi Natal yang akan membantu Pembaca 
  mempersiapkan diri menyambut hari istimewa ini.

  Sebagai edisi Natal pertama, kami mengajak Pembaca merenungkan 
  kehidupan Yohanes Pembaptis sebagai seorang pelayan yang 
  dipersiapkan Allah untuk menyambut kedatangan Sang Juru Selamat ke 
  dunia. Kami sajikan pula kesaksian seorang hamba Tuhan yang dengan 
  setia telah memenuhi panggilannya sebagai pelayan Tuhan. Dua contoh 
  kehidupan pelayan di atas kiranya dapat menggugah kita untuk 
  memiliki tekad dan panggilan hidup yang kuat sebagai pelayan Tuhan 
  yang setia.

  Selamat mempersiapkan hati sebagai seorang pelayan untuk menyambut 
  persiapan perayaan Natal 2008.

  Pimpinan Redaksi e-JEMMi,
  Novita Yuniarti

______________________________________________________________________
RENUNGAN NATAL

                       DILAHIRKAN SEBAGAI PELAYAN

  Apa reaksi Anda jika tahu bahwa anak Anda dilahirkan untuk menjadi 
  seorang pelayan? Tentunya tidak mudah untuk menerimanya, bukan? 
  Biasanya orang tua ingin anaknya menjadi yang terbaik, bukan 
  pelayan. Namun, itulah yang digariskan Tuhan atas Yohanes, putra 
  Zakharia dan Elisabet. Ia tidak dilahirkan untuk menjadi "lakon 
  utama" dalam karya keselamatan Allah. Ia dilahirkan "cuma" untuk 
  menjadi "lakon pembantu", merintis jalan bagi sang "lakon utama".

  Peristiwa Natal, kelahiran Kristus yang terjadi sekitar 2.000 tahun 
  yang lalu, tidak bisa dilepaskan dari peristiwa Natal atau kelahiran 
  pribadi lain yang kemudian dikenal sebagai Yohanes Pembaptis. Ia 
  dipanggil untuk mempersiapkan jalan bagi Kristus. Ia dilahirkan 
  hanya beberapa bulan sebelum kelahiran Kristus. Ibunya, Elisabet, 
  adalah saudara Maria, ibu Yesus. Maria bahkan sempat tinggal di 
  rumah Elisabet selama 3 bulan sejak Yohanes berusia 6 bulan dalam 
  kandungan ibunya (Lukas 1:39-40). Sekalipun demikian, tampaknya 
  Yohanes muda tidak punya kesempatan untuk tumbuh bersama-sama dengan 
  Yesus. Sejak usia kanak-kanak, Yesus sudah dibawa orang tuanya 
  tinggal di Nazaret, Galilea, jauh dari kampung halaman Yohanes di 
  pegunungan Yudea. Yohanes sendiri kemudian tinggal di padang gurun 
  untuk mempersiapkan diri memulai pelayanan kenabiannya (Lukas 1:80).

  Nama Yohanes sendiri berasal dari kata Ibrani yang berarti "Allah 
  yang Pemurah". Nama pemberian Allah itu menyatakan bahwa penyebab 
  kehadiran Yohanes adalah kemurahan hati Allah semata. Dialah yang 
  mengaruniakan seorang putra bagi kedua orang tua Yohanes dalam usia 
  lanjut mereka, apalagi ibunya mandul (Lukas 1:7). Dan bukan cuma 
  itu, nama itu juga menyatakan kemurahan hati Allah pada umat-Nya. 
  Setelah 400 tahun Tuhan mengambil sikap diam seribu bahasa terhadap 
  mereka, kini ia mengutus nabi-Nya untuk menyuarakan pesan-Nya kepada 
  mereka.

  Misi Yohanes adalah "berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa 
  Elia ..." (Lukas 1:17). Dalam pengharapan Israel kala itu, umat 
  meyakini bahwa Elia akan datang mendahului kehadiran Sang Mesias 
  (Maleakhi 4:5-6). Kehadirannya menandakan bahwa Sang Mesias yang 
  dinanti-nantikan akan segera datang. Seruan pertobatan yang 
  dikumandangkan Yohanes, jubah bulu unta, dan ikat pinggang kulit 
  yang dikenakannya, juga tempat tinggalnya di padang gurun menyatakan 
  digenapinya nubuat tentang Elia yang akan datang untuk mempersiapkan 
  jalan bagi Sang Mesias!

  Seruan pertobatan yang dikumandangkan Yohanes tidak     
  tanggung-tanggung. Tanpa tedeng aling-aling, ia menyebut para 
  pemimpin agama Yahudi "keturunan ular beludak" (Matius 3:7). Tajam 
  sekali! Pesannya pun sangat keras: "Jadi hasilkanlah buah yang 
  sesuai dengan pertobatan. Dan janganlah mengira, bahwa kamu dapat 
  berkata dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata 
  kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari 
  batu-batu ini! Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon 
  yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang 
  ke dalam api" (Matius 3:8-10).

  Yohanes terus menyuarakan pesan kenabiannya dengan berani dan setia. 
  Hingga suatu saat, karena tegurannya yang keras terhadap kejahatan 
  Herodes Antipas, penguasa wilayah Galilea dan Perea, ia dipenjarakan 
  lalu mati dipenggal kepalanya. Jalan hidupnya tidak banyak berbeda 
  dengan para pendahulunya, nabi-nabi Perjanjian Lama, yang dengan 
  setia menyerukan kebenaran ilahi dan harus menanggung berbagai 
  kesulitan, bahkan malapetaka, gara-gara seruan mereka.

  Selain keberanian dan kesetiaannya yang luar biasa dalam menyuarakan 
  kebenaran, Yohanes memiliki satu hal lain yang tidak kalah 
  pentingnya. Ia sangat rendah hati. Di puncak popularitasnya, ketika 
  banyak orang bertanya-tanya apakah dia Sang Mesias yang   
  ditunggu-tunggu, ia tidak tergoda untuk mengultuskan dirinya. Dengan 
  tegas, ia menyatakan dirinya sebagai "suara yang berseru-seru di 
  padang gurun, "Luruskanlah jalan bagi Tuhan!" (Yohanes 1:23). Dengan 
  rendah hati, ia menegaskan bahwa pelayanannya hanyalah "pengantar" 
  dari pelayanan Sang Mesias.

  Yang lebih mencengangkan adalah pernyataannya: "Membuka kasut-Nya 
  pun aku tidak layak" (Yohanes 1:27b). Di Palestina kuno, biasanya 
  seseorang mengenakan kasut (sepatu sandal yang terbuka) untuk 
  bepergian. Bisa dibayangkan, betapa kotor kakinya setelah menempuh 
  suatu perjalanan. Tugas seorang budak adalah untuk membuka tali 
  kasut tamu yang datang berkunjung ke suatu rumah. Kala itu, seorang 
  guru biasanya tidak dibayar. Sebagai gantinya, murid-muridnya akan 
  mengerjakan berbagai pekerjaan baginya. Namun, tentang membuka tali 
  kasut, peraturan kerabian berkata, "Setiap jenis pelayanan yang 
  dilakukan oleh seorang budak bagi tuannya haruslah juga dilakukan 
  oleh seorang murid bagi gurunya, kecuali melepaskan tali kasutnya". 
  Jadi, melepas tali kasut kala itu dianggap sebagai pekerjaan yang 
  terlalu rendah untuk dilakukan seorang murid. Bagaimanapun, Yohanes 
  mengganggap dirinya tidak layak bahkan untuk melakukannya bagi Sang 
  Mesias! Betapa rendah hatinya!

  Kerendahan hati Yohanes bukan sekadar basa-basi. Terbukti ketika 
  para pengikutnya akhirnya beralih mengikuti Sang Mesias (Yohanes 
  3:26), ia berkata, "Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai 
  laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia 
  dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara 
  mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku 
  itu penuh" (Yohanes 3:29). Ia mengenal dirinya dengan baik, sehingga 
  ia bisa bersukacita dengan apa yang terjadi. Bahkan, kemudian ia 
  berkata, "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil" 
  (Yohanes 3:30).

  Inilah sukacita sejati yang bisa kita peroleh di hari Natal. Bukan 
  sukacita karena menjadi yang utama. Bukan sukacita karena beroleh 
  pujian dari manusia. Bukan sukacita karena mendapatkan segala 
  sesuatu yang kita inginkan. Melainkan sukacita karena mengerti 
  panggilan Tuhan dalam hidup kita dan dimampukan untuk menunaikannya. 
  Sudahkah Saudara memiliki sukacita semacam itu?

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: Harta Karun Natal
  Penulis: Sutrisna
  Penerbit: Mitra Pustaka dan Literatur Perkantas, Jawa Barat 2005
  Halaman: 76 -- 80

______________________________________________________________________
KESAKSIAN MISI

                         JALAN TUHAN TERINDAH

  Pada bulan Agustus 1973, dengan semangat yang menggebu-gebu untuk 
  mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, aku melanjutkan studi ke 
  Kanada. Meskipun kemudian aku telah berhasil mencapai apa yang 
  kurindukan, tapi bukan kepuasan yang kuperoleh, melainkan kekecewaan 
  dan kehampaan saja yang kurasakan. Aku tidak mengerti, mengapa orang 
  seperti aku yang berhasil masuk di universitas yang terkenal dan 
  menyandang predikat murid terbaik, tidak dapat menutupi kehampaan 
  hidup? Aku tidak mengetahui apa yang harus kutuntut lagi dan apa 
  yang masih kurang dalam diriku?

  Aku pernah dididik selama 10 tahun di sekolah Katolik, dan tentu aku 
  banyak tahu tentang Tuhan. Tapi pada waktu itu, aku menganggap diri 
  cukup baik, prestasi sekolah yang kucapai, sehingga aku merasa tidak 
  memerlukan Juru Selamat. Apalagi setelah ditambah menerima 
  pendidikan di luar negeri dan mengalami banyak sekali peristiwa di 
  dalam kehidupanku, maka aku menganggap jika Tuhan itu memang ada, 
  maka Ia pasti Tuhan yang kurang adil, kurang tulus, dan yang tidak 
  diperlukan oleh umat manusia.

  Ketika duduk di bangku tingkat dua, aku berkenalan dengan seorang 
  ketua wanita persekutuan gereja. Ia membawaku untuk mengikuti 
  persekutuan di gereja. Sambutan yang penuh dengan kehangatan dan 
  kasih dari anggota persekutuan itu, tidak dapat meluluhkan hatiku. 
  Bagiku, "Tuhan" hanya merupakan nama benda yang tidak ada hubungan 
  apa-apa denganku.

  Tapi pimpinan Tuhan sungguh ajaib! Di dalam suatu kesempatan, aku 
  mendampingi seorang ibu tua untuk berobat, dan dokter yang merawat 
  ibu ini dapat melihat tubuhku yang cacat. Memang aku tahu, tulang 
  daguku tidak normal, tapi aku tidak menyangka hal tersebut dapat 
  mengganggu kesehatan tubuhku. Setelah dokter tersebut menjelaskan 
  keadaan kesehatanku dan mengusulkan agar segera dioperasi, otakku 
  berubah menjadi kosong melompong. Aku benar-benar merasakan bahwa 
  apa yang menimpa diriku tidak dapat ditangani dengan ketegaran 
  kepribadian, dan kepintaran. Tahun itu juga, pada musim panas, aku 
  menjalani operasi. Operasi kali ini bukan saja meluruskan tubuhku 
  yang cacat, tapi juga meluruskan hubunganku dengan Tuhan.

  Pada waktu masuk ke kamar operasi, di luar negeri aku tidak memunyai 
  sanak keluarga, tetapi saudara-saudara dari gereja secara tiba-tiba 
  mengunjungi aku dan berdoa bagiku. Pada waktu itu, aku merasakan 
  damai sejahtera yang belum pernah aku alami dalam kehidupanku. 
  Ketika dirawat di rumah sakit, ibu pendeta dan saudara-saudara dari 
  gereja tidak jemu-jemunya mengabarkan Injil, sehingga aku memunyai 
  pandangan baru terhadap Tuhan dan manusia. Pada tahun itu juga 
  (1975) dalam suatu kebaktian, firman Tuhan tiba-tiba menyadarkan 
  aku. Jika dokter yang merawat aku dengan kepandaian yang hebat dapat 
  memulihkan cacat tubuhku yang hanya makhluk ciptaan, maka dapat 
  dibayangkan Allah sebagai Pencipta, pasti kuasa-Nya lebih ajaib! 
  Secara tiba-tiba pula aku menyadari nilai hidup manusia, bukan hanya 
  sehelai ijazah, demikian sederhananya. Aku sungguh menyesal, karena 
  dulu hanya memikirkan pendidikan dan masa depan diri sendiri saja, 
  tapi tidak berusaha mengasihi teman dan keluargaku; dan juga tidak 
  memikirkan bahwa manusia pada suatu kali akan berhadapan dengan 
  ketuaan, kesakitan, dan kematian. Terlebih pula, aku tidak mencari 
  Tuhan yang menguasai semuanya ini. Aku mengetahui bahwa keegoisan, 
  kesombongan, dan tabiat yang keras ini tidak dapat diatasi dengan 
  kekuatan diri. Sebab itu, dengan kerendahan hati aku datang 
  kepada-Nya, menyerahkan diri, mengakui kesalahanku, dan memohon agar 
  Ia menguasai seluruh hidupku.

  Setelah menjadi orang Kristen, aku suka berdoa, membaca Alkitab, dan 
  juga sering mengikuti kebaktian yang diadakan oleh gereja. Pada 
  suatu kali, dalam sebuah acara seminar, Pdt. Chou memutar sebuah 
  film yang berisi gambar dan berita tentang banyaknya tempat orang 
  yang belum mendengarkan Injil, dan mereka di sana, meraba-raba untuk 
  mencari arah tujuan hidup dan sebagainya. Aku berpikir, keadaan 
  mereka bukankah sama dengan keadaanku sebelum menjadi Kristen? 
  Yaitu, bagaikan domba yang tersesat dalam penderitaan, keputusasaan, 
  dan menyerahkan hidup kepada dunia yang penuh dosa dan kegelapan 
  ini. Tapi setelah percaya, terjadi perubahan. Hati diliputi damai 
  sejahtera surgawi. Sejak itu, aku berdoa agar Tuhan memakai aku 
  menjadi berkat bagi orang lain.

  Dalam suatu kebaktian Natal tahun itu, aku secara jelas mengetahui 
  Tuhan memanggilku, dan aku pun taat menyerahkan seantero hidupku 
  bagi-Nya. Meskipun pada waktu itu hatiku bersemangat bagi Tuhan, 
  tapi aku belum mau menyerahkan diri untuk masuk sekolah teologi, 
  karena hatiku masih terbujuk untuk melanjutkan studi untuk gelar 
  master. Tanpa lagi mencari kehendak Tuhan, aku langsung mendaftar 
  dan pihak sekolah juga telah menerimanya. Tuhan berkali-kali 
  mengingatkan dan mendesak, sampai pada akhirnya aku menyerah untuk 
  tidak melanjutkan studiku. Aku berpikir, sebelum masuk sekolah 
  teologi, aku terlebih dulu pulang ke Hong Kong beberapa tahun untuk 
  mengajar agar dapat membantu kebutuhan keluarga. Di samping itu, aku 
  bisa belajar melayani dulu di gereja, setelah itu baru masuk ke 
  sekolah teologi.

  Keluargaku di Hong Kong yang belum percaya, merasa kaget dan tidak 
  mengerti waktu mendengar aku tidak mau melanjutkan studi dengan 
  beasiswa yang disediakan pihak sekolah. Di samping itu, seluruh 
  keluarga sudah merencanakan untuk pindah ke Kanada. Untuk maksudku 
  itu, seluruh keluarga tidak menyetujui dan menganggap aku sudah 
  menghancurkan masa depan sendiri. Baik dengan cara halus sampai 
  jalan keras, mereka menghalangi aku mencari pekerjaan, tapi aku 
  tetap pada pendirianku. Setelah keluarga mengetahui aku mendapat 
  pekerjaan dan sudah memutuskan untuk tidak kembali ke Kanada, mereka 
  lalu mencegah dan membatalkan keberangkatan studi adik perempuanku 
  ke Kanada. Untuk mencegah hal tersebut, maka akhirnya aku mengalah 
  dan kembali ke Kanada untuk melanjutkan studi masterku.

  Sampai di Kanada, masalah gelar sangat menggodaku, sehingga aku 
  bermaksud untuk melanjutkan studiku ke program doktoral seusai studi 
  master selesai kutempuh. Tapi hatiku tidak tenang, mengingat bahwa 
  aku adalah orang yang sudah memersembahkan diri. Untuk mengatasi hal 
  ini, maka aku bermaksud menyelesaikan studiku di pascasarjana sambil 
  mengikuti pelajaran di sekolah teologi yang berdekatan dengan 
  sekolahku. Tapi, Tuhan melalui firman-Nya mengingatkan aku, 
  "Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. 
  Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di 
  dalam orang itu" (1 Yohanes 2:15). Selain itu, diingatkan pula, 
  "Hendaklah engkau mencari dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, 
  maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu" (Matius 6:33). Aku 
  menyadari sekarang, jika aku tidak berhenti dari perencanaan yang 
  diatur sendiri, meskipun bagaimana rajinnya aku melayani, Tuhan 
  tetap tidak akan memperkenankan pelayananku. Dalam hati, aku 
  mengambil keputusan, sebelum jelas kehendak Tuhan, aku tidak akan 
  melangkahkan kakiku. Sejak itu, aku merasakan pimpinan Tuhan dalam 
  kehidupanku.

  Pimpinan Tuhan makin jelas, yaitu menghendaki  agar aku masuk ke 
  sekolah teologi sebagai persiapan untuk melayani seusai studi 
  masterku. Tapi, untuk menaati kehendak Tuhan itu, aku menghadapi 
  beberapa kendala. Di antaranya, pihak keluarga pasti menentang aku 
  habis-habisan. Sebagai konsekuensinya, mereka akan memutuskan 
  bantuan dana studiku. Statusku di Kanada adalah pelajar, dan 
  pemerintah tidak memperkenankan aku sekolah sambil bekerja. Yang 
  amat berat bagiku adalah kemungkinan buruknya hubunganku dengan 
  keluarga yang sangat kucintai. Iblis selalu memakai hal-hal ini 
  untuk menghalangi persembahanku.

  Tapi bersyukurlah, Tuhan selalu menggunakan firman-Nya membantu dan 
  menguatkan aku bahwa "Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk 
  mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia". Sekarang aku 
  sadar benar bahwa orang yang berjalan dalam kehendak-Nya, maka Ia 
  akan memimpin di jalan yang rata (Mazmur 27:11).

  Akhirnya dengan tekad bulat, seusai studi masterku, maka dengan 
  mulus aku masuk ke sekolah teologi, bahkan aku mendapat beasiswa 
  selama 2 tahun. Orang tuaku tetap tidak menyetujui langkahku, tapi 
  aku tahu mereka berbuat demikian karena mencintaiku. Mereka 
  mengkhawatirkan masa depanku, sehingga bersikap demikian. Aku tidak 
  bisa berbuat banyak untuk mereka dan hanya dapat menyerahkannya 
  dalam doa-doaku. Setelah masuk dalam perjalanan persembahan ini, aku 
  menemukan kekecewaan besar, bukan karena tantangan dari orang tua, 
  bukan pelajaran yang sulit, dan bukan kekurangan biaya, melainkan 
  datangnya justru dari orang Kristen yang tidak mengerti jalan 
  persembahan ini. Ketika saudara seiman mengetahui aku masuk ke 
  sekolah teologi, mereka langsung bertanya, "Mengapa kamu mau masuk 
  ke sekolah teologi? Bukankah dengan keputusanmu itu kamu 
  menyia-nyiakan studimu di program pascasarjana?" Ada pula di antara 
  mereka yang menasihati agar aku bekerja lebih dulu, setelah 
  mengumpulkan uang baru masuk ke sekolah teologi, bahkan ada yang 
  menakut-nakuti bahwa kalau masuk ke sekolah teologi, aku tidak akan 
  mendapat calon suami dan sebagainya.

  Pimpinan Tuhan yang sangat jelas tidak menggoyahkan tekadku. 
  Masa-masa awal di sekolah teologi, aku jarang menerima surat dari 
  keluarga. Mungkin mereka marah, sehingga tidak menghiraukan aku 
  lagi, betapa sedih dan sakitnya hatiku. Tapi syukurlah Tuhan 
  mengetahui kesedihanku, sebab itu Ia menggunakan masalah 
  pernikahanku, memulihkan hubunganku dengan keluarga. Aku tidak 
  menyangka bahwa di sekolah teologi tersebut, ada pula murid-murid 
  dari Asia. Pada waktu itu, karena terlalu memusatkan perhatian pada 
  pelajaran, aku tidak memerhatikan hubungan dengan mereka. Tapi 
  pimpinan Tuhan sangat ajaib, tanpa terasa aku berteman baik dengan 
  salah seorang di antara mereka yang bernama C.L. Chou.

  Persahabatan kami makin dekat, dan akhirnya terjalin hubungan yang 
  lebih intim. Kami bermaksud akan melangsungkan pernikahan seusai 
  studi. Tapi siapa sangka, setelah kedua keluarga mengetahui hubungan 
  kami, maka mereka mengusulkan agar pernikahan diadakan pada musim 
  panas tahun itu. Aku tidak dapat berkata apa-apa, hanya dapat 
  mengucap syukur pada kasih Tuhan. Pada hari pernikahan, ayahku 
  menyempatkan diri untuk datang menyaksikan hari pernikahanku. Dan di 
  sini, ia memunyai kesempatan berdekatan dengan orang-orang Kristen 
  dan memunyai kesempatan mengikuti beberapa kali acara kebaktian. 
  Meskipun ia sekarang belum percaya Tuhan, tapi aku berkeyakinan 
  bahwa pada suatu hari nanti Tuhan akan menggerakkan hatinya untuk 
  percaya.

  Seusai menuntut ilmu di sekolah teologi, maka kami sebagai suami 
  istri terjun ke ladang Tuhan. Meskipun adakalanya dalam ladang 
  pelayanan menghadapi hal-hal yang menyedihkan dan mengecewakan, tapi 
  kami tetap maju! Sama seperti kata-kata syair yang diucapkan bagi 
  "pelayan yang tak terkenal", yang berbunyi, "Meskipun jalan salib 
  makin lama makin sulit, tapi tekad kami makin lama makin kuat." Kami 
  suami istri berjanji bekerja bersama-sama, saling mendoakan, dan 
  saling menguatkan untuk melayani Tuhan yang benar dan hidup.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: Jalan Tuhan Terindah
  Penulis: Pdt. Paulus Daun, M.Div., Th.M.
  Penerbit: Yayasan Daun Family, Manado 1996
  Halaman: 79 -- 85

______________________________________________________________________
SUMBER MISI

CHRISTIAN MISSION AID
==> http://www.cmaid.org/
  Christian Mission Aid (CMA) didirikan pada tahun 1986 sebagai 
  organisasi nondenominasi nirlaba yang berupaya menyediakan bantuan, 
  pelatihan, dan sumber daya bagi masyarakat di Kenya, Uganda, dan 
  Sudan agar memiliki kehidupan yang lebih baik dan mandiri. Untuk 
  melaksanakan misinya, organisasi ini bekerja sama dengan donatur, 
  organisasi misi, gereja, dan organisasi nonpemerintah lainnya. 
  Mengusung misi untuk membantu gereja dan komunitas di Afrika agar 
  dapat secara efektif memenuhi kebutuhan spiritual, sosial, dan fisik 
  penduduk di sana, CMA memiliki empat program utama, yakni (1) 
  Christian Outreach (pelatihan kepemimpinan, perintisan gereja, 
  pembagian Alkitab, dll.); (2) Children’s Ministry (pendidikan, 
  sekolah Alkitab liburan, kamp pemuda, dll.); (3) Community 
  Development (pelatihan bidang pertanian, program air bersih, 
  kegiatan untuk mendapatkan tambahan keuangan, dll.); dan (4) Aid and 
  Relief (perawatan gigi, perawatan mata, program gizi, dll.). 
  Kunjungi situsnya untuk mengenal lebih jauh program dan pelayanan 
  mereka serta bagaimana Anda dapat terlibat.

______________________________________________________________________
DOA BAGI MISI DUNIA

M A L I
  Diago adalah sebuah desa terpencil di Mali di mana sebelumnya tidak
  ada seorang Kristen pun yang peduli untuk pergi ke sana dan
  mewartakan Injil.

  Sulit untuk memerkirakan jumlah keseluruhan orang yang pernah ke 
  sana, namun terhitung ada 611 kesembuhan yang terjadi di desa ini. 
  Seorang gadis yang bisu tuli mulai bisa mendengar lagi dan bisa 
  mengucapkan "amin". Ada seorang wanita mengidap beberapa tumor --
  dan semua tumornya itu hilang. Beberapa orang mengalami pemulihan 
  penglihatan. Beberapa orang tua yang tidak bisa lagi berdiri dengan 
  tegak; setelah didoakan, mereka bisa berdiri tegak. Beberapa orang 
  yang sulit berjalan bisa berjalan kembali dengan baik. Berbagai 
  jenis penyakit telah sembuh.

  Orang-orang berkumpul kembali untuk mendengar lebih banyak tentang 
  seseorang yang telah menyembuhkan mereka. Injil pun disampaikan dan 
  mereka ditanyai siapa yang mau mengenal Yesus, memberikan hidupnya 
  kepada Yesus, dan mengikut-Nya di sisa umur mereka. Banyak tangan 
  yang terangkat. Kemudian mereka diminta untuk maju.

  Sekitar dua ratus orang maju -- tua dan muda, pria dan wanita -- dan 
  berdoa, menyerahkan hidupnya kepada satu-satunya Tuhan Penguasa 
  surga dan bumi. Di antara mereka adalah sang kepala desa. Dia 
  diberitahu bahwa bersekutu membaca Alkitab, mempelajarinya, dan 
  berdoa adalah hal yang penting dilakukan, maka ia pun mengundang 
  orang-orang untuk bersekutu di rumahnya setiap Rabu pagi. (t/Setyo)
  
  Diterjemahkan dari:
  Judul buletin: Body Life, Edisi Juli 2008, Volume 26, No. 7
  Judul kolom: World Christian Report
  Judul asli artikel: Mali: Village Receives Christ through Healing 
                      Miracles
  Penerbit: 120 Fellowship adult class at Lake Avenue Church, Pasadena
  Halaman: 4
  Pokok doa:
  * Mengucap syukur untuk masyarakat Diago yang telah membuka diri
    menerima Injil, doakan agar mereka semakin bertumbuh dalam iman
    Kristen yang benar.
  * Berdoalah agar Tuhan mengirim utusan-utusan-Nya untuk memberikan
    pelajaran Alkitab yang lebih dalam sehingga mereka dapat menjadi
    murid-murid-Nya yang setia dan berani memberitakan Injil ke
    tempat-tempat lain.

I N T E R N A S I O N A L
  Kenaikan harga bahan bakar berdampak besar terhadap pelayanan misi, 
  memengaruhi penginjilan, bantuan kemanusiaan, misionaris, 
  transportasi misi, dan penjangkauan jangka pendek di seluruh dunia. 
  Living Water International (LWI) memiliki 5.000 proyek air di 13 
  negara, dan harga bahan bakar diesel yang tinggi membuat mereka 
  mengurangi upaya penginjilan dalam pelayanan mereka. "Kami bisa 
  melayani 100.000 orang 2 tahun yang lalu; kini kami hanya mampu 
  membantu 66.000 orang," kata perwakilan LWI, BW. Mission Aviation 
  Fellowship juga sedang memotong biaya operasi sampai dengan sepuluh 
  persen di seluruh dunia untuk menahan harga bahan bakar, dan OM 
  International Ships terpaksa membayar dua kali lebih mahal untuk 
  harga bahan bakar daripada tahun lalu. Kenaikan biaya transportasi 
  pesawat juga akan membuat gereja dan tim misi mengalami kesulitan 
  melakukan perjalanan jangka pendek. Pelayanan di seluruh dunia 
  meminta orang-orang Kristen berdoa dan meminta Tuhan membantu mereka 
  dalam menjangkau jiwa yang terhilang bagi Kristus. (t/Setyo)  
  Diterjemahkan dari:
  Judul buletin: Body Life, Edisi September 2008, Volume 26, No. 9
  Judul kolom: World Christian Report
  Judul asli artikel: Global: High Fuel Prices Hamper Missions
  Penerbit: 120 Fellowship adult class at Lake Avenue Church, Pasadena
  Halaman: 3
  Pokok doa:
  * Berdoalah agar krisis ekonomi global yang saat ini sedang melanda
    dunia, tidak membuat anak-anak Tuhan menjadi mundur dalam
    melayani, melainkan melihat keadaan ini sebagai kesempatan untuk
    sungguh-sungguh melayani.
  * Doakan juga agar Tuhan menggerakkan setiap orang percaya untuk
    saling menopang dan mendukung pelayanan misi di lapangan, baik
    dalam doa maupun dana, sehingga berita keselamatan tetap dapat
    diberitakan.
  * Berdoa untuk misionaris yang sedang melayani di lapangan agar
    dapat mengelola bantuan yang mereka terima dengan bijaksana.
    Doakan agar mereka tetap menaruh pengharapan hanya kepada Tuhan
    saja yang memelihara mereka.

______________________________________________________________________
DOA BAGI INDONESIA

                           GLORIA MINISTRY

  Gloria Ministry merupakan suatu wadah pelayanan Kristen nonprofit 
  yang memberikan dukungan beasiswa kepada anak-anak di ladang misi 
  dengan melibatkan sebanyak mungkin anak-anak Tuhan untuk mewujudkan 
  Amanat Agung Yesus Kristus. Jumlah keseluruhan anak yang didukung 
  oleh Gloria Ministry mencapai dua ribu anak.

  Sumber: Buletin Transformation Connection Indonesia, Edisi V, Mei
          2008

  POKOK DOA:

  1. Mengucap syukur untuk Gloria Ministry yang terpanggil memberikan
     beasiswa kepada anak-anak yang ada di ladang misi sehingga mereka
     dapat melanjutkan sekolah dan memeroleh pendidikan yang layak.

  2. Berdoa agar Tuhan menggerakkan lebih banyak lagi orang-orang
     percaya untuk menopang pelayanan Gloria Ministry, khususnya dalam
     doa dan dana, sehingga pelayanan di ladang misi ini dapat
     berjalan dengan semaksimal mungkin.

  3. Doakan untuk anak-anak yang menerima beasiswa agar mereka dapat
     memanfaatkan kesempatan bersekolah dengan sebaik-baiknya,
     dan menghargai apa yang telah Tuhan berikan ini.

______________________________________________________________________
Anda diizinkan mengcopy/memperbanyak semua/sebagian bahan dari e-JEMMi
(untuk warta gereja/bahan pelayanan lain) dengan syarat: tidak
untuk tujuan komersial dan harus mencantumkan SUMBER ASLI bahan
yang diambil dan nama e-JEMMi sebagai penerbit elektroniknya.
______________________________________________________________________
Staf Redaksi: Novita Yuniarti, Yulia Oeniyati, dan Dian Pradana
Bahan-bahan dalam e-JEMMi disadur dengan izin dari berbagai pihak.
Copyright(c) 2008 oleh e-JEMMi/e-MISI --- diterbitkan: YLSA dan I-KAN
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Kontak Redaksi: < jemmi(at)sabda.org >
Untuk berlangganan: < subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
Untuk berhenti: < unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
Untuk pertanyaan/saran/bahan: < owner-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
______________________________________________________________________
Situs e-MISI dan e-JEMMi: http://misi.sabda.org/
Arsip e-JEMMi: http://www.sabda.org/publikasi/misi/
Situs YLSA: http://www.ylsa.org/
Situs SABDA Katalog: http://katalog.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org