Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2008/34

e-JEMMi edisi No. 34 Vol. 11/2008 (20-8-2008)

Gereja dan Lembaga Penginjilan

 

Agustus 2008, Vol.11 No.34
______________________________  e-JEMMi  _____________________________
                   (Jurnal Elektronik Mingguan Misi)
______________________________________________________________________
SEKILAS ISI

EDITORIAL
ARTIKEL MISI: Hubungan Antara Gereja dengan Lembaga-Lembaga 
              Penginjilan
SUMBER MISI: Serving in Mission
DOA BAGI MISI DUNIA: Birma, Polandia
DOA BAGI INDONESIA : Rally Doa -- KKR Jakarta 2008
STOP PRESS: Publikasi e-Reformed

______________________________________________________________________

            FEAR GOD AND YOU`LL HAVE NOTHING ELSE TO FEAR
______________________________________________________________________
EDITORIAL

  Shalom,

  Seperti apakah seharusnya hubungan antara gereja dan 
  lembaga-lembaga penginjilan? Apakah keduanya merupakan sebuah 
  "organisasi" yang memiliki fungsi serta menjalankan tugasnya secara 
  terpisah tanpa perlu saling mendukung satu dengan yang lain? 
  Jawabannya tidak. Baik gereja maupun lembaga-lembaga penginjilan 
  (meskipun memiliki visi yang berbeda) merupakan anggota dari Tubuh 
  Kristus yang menjalankan tugas dan fungsinya secara bersama-sama dan 
  saling mendukung satu sama lain dalam mengemban misi Amanat Agung 
  Kristus. Untuk menghindari kesalahpahaman serta konflik yang mungkin 
  selama ini masih terjadi di antara gereja dan lembaga-lembaga 
  penginjilan, e-JEMMi edisi 34 membahas topik mengenai "Hubungan 
  Antara Gereja dengan Lembaga-Lembaga Penginjilan". Kami berharap 
  sajian kami berikut dapat membuka wawasan kita, sehingga kita dapat 
  menjadi jembatan dan tidak bersikap skeptis terhadap kerja sama 
  antara gereja dan lembaga-lembaga penginjilan atau sebaliknya. 
  
  Selamat menyimak, Tuhan memberkati.

  Pimpinan Redaksi e-JEMMi,
  Novita Yuniarti

______________________________________________________________________
ARTIKEL MISI

      HUBUNGAN ANTARA GEREJA DENGAN LEMBAGA-LEMBAGA PENGINJILAN

  PENDAHULUAN

  Gereja, ditinjau secara teologis, adalah "sarana besar penyalur 
  anugerah" yang melalui karya Roh Kudus, dipakai Kristus untuk 
  mengumpulkan umat pilihan, memperlengkapi orang-orang saleh, dan 
  membangun tubuh rohani-Nya. Agar gereja mampu melaksanakan tugas 
  mulia ini, maka Ia mengaruniakan berbagai karunia rohani serta 
  menetapkan jabatan untuk pelayanan firman dan sakramen yang adalah 
  sarana untuk menuntun umat pilihan itu kepada tujuan akhir mereka, 
  yaitu Rumah Bapa. Tentu saja, gereja secara teologis adalah himpunan 
  umat yang dipanggil Allah ke luar dari kegelapan untuk masuk ke 
  dalam kerajaan Anak-Nya (1 Petrus 2:9). Namun, tidak dapat 
  disangkali maupun dihindari bahwa eksistensi gereja di tengah dunia 
  tidak dapat dipisahkan dari aspek organisatoris, sehingga "gereja 
  yang am" itu ditemukan dalam struktur yang berbeda-beda. Dengan 
  meminjam istilah Ralph Winter, maka "sarana penyalur anugerah Allah" 
  itu dapat dikategorikan ke dalam dua struktur misi penyelamatan 
  ilahi: gereja atau modalitas dan lembaga-lembaga misi/penginjilan 
  (sodalitas). Sesungguhnya, kedua struktur ini sudah ribuan tahun ada 
  dalam sejarah Kerajaan Allah. Berikut ini adalah contoh-contoh 
  alkitabiah dan historis mengenai eksistensi kedua struktur misi 
  penyelamatan Allah atas manusia.

  TINJAUAN ALKITABIAH
  
  Kita mengetahui bahwa sejak Musa menerima segala petunjuk Allah di 
  Bukit Sinai, maka ditetapkanlah adanya imam-imam yang melayani di 
  Bait Allah, dengan segala peraturan yang ada di dalamnya. Itu adalah 
  "modus" (cara) yang ditetapkan dalam peribadahan kepada YHWH. Itulah 
  sebabnya maka Bait Allah (dan gereja, dalam konteks kita) adalah 
  suatu modalitas. Namun ternyata, dalam Perjanjian Lama maupun 
  Perjanjian Baru ada individu ataupun kelompok yang melaksanakan 
  tugas yang menjadi bagian tugas modalitas itu dalam melaksanakan 
  misinya, individu ataupun kelompok itu tidak secara langsung ada di 
  dalam struktur modalitas itu, walaupun mereka memiliki "keanggotaan" 
  di situ. Jadi mereka memiliki "komitmen kedua" yang menuntut mereka 
  memberikan waktu, tenaga, dan materi lebih banyak. Biasanya kelompok 
  yang tidak berada langsung di bawah payung modalitas ini membentuk 
  persekutuan (Latin: sodalitas, berarti persaudaraan). Jadi wadah 
  yang berbeban untuk melaksanakan Amanat Agung ini adalah suatu 
  sodalitas.

  Dalam Perjanjian Lama, kita temukan nabi-nabi orang Ibrani: Yunus (2 
  Raja-raja 13-14), Amos (2 Raja-raja 14:3, 15:7), Hosea (2 Raja-raja 
  15-18), Yesaya (2 Raja-raja 15-20; 2 Tawarikh 26-32), Mikha 
  (2 Raja-raja 15:8-20; Yesaya 7-8; Yeremia 26:17-19; 2 Tawarikh 
  27-32), Nahum (Yunus; Yesaya 10; Zefanya 2:13-15); Zefanya   
  (2 Raja-raja 22-23:34; 2 Tawarikh 34-36:4), Yeremia (2 Raja-raja 
  22-25; 2 Tawarikh 34- 36:21), Habakuk (2 Raja-raja 23:1-24:20; 2 
  Tawarikh 36:1-10), Daniel (2 Raja-raja 23:35, 25:30; 2 Tawarikh 
  36:5-23), Yehezkiel (2 Raja- raja 24:17-25; 2 Tawarikh 36:11-21), 
  Obaja (2 Raja-raja 25; 2 Tawarikh 36:11-21), Hagai (Ezra 5-6), 
  Maleakhi (Nehemia 13). Pelayanan nabi-nabi tersebut meliputi kurun 
  waktu sekitar empat ratus tahun.

  Namun lebih dari dua ratus tahun sebelum nabi-nabi tersebut muncul, 
  tercatat bahwa Daud, ketika dikejar-kejar Saul, bersembunyi di Nayot 
  dan di sana ada sekumpulan nabi yang dikepalai oleh Samuel (1 Samuel 
  19:18; 1 Samuel 20:1). Mereka ini tidak ada di sekitar Tabernakel, 
  mereka ada di dekat Rama.

  Yang lain adalah Elia yang dipanggil Tuhan untuk melayani di wilayah 
  kerajaan Samaria, tatkala Ahab, Raja Israel paling jahat di hadapan 
  Tuhan memerintah mendirikan kuil Baal dan membawa persembahan ke 
  kuil itu. Sesudah itu ia membuat patung Asyera. Bentrokan kekuatan 
  spektakuler terjadi di Gunung Karmel antara Elia, nabi Allah, dengan 
  450 nabi Baal (1 Raja-raja 18:20-46). Peristiwa itu amat jauh dari 
  Bait Allah yang terletak di Yerusalem.
  
  Dalam Perjanjian Baru, kita temukan dua contoh yang menonjol. 
  Pertama, Petrus. Ia mengadakan pelayanan ke Lida, Yope, dan bahkan 
  akhirnya dijemput utusan Kornelius untuk melayani dia beserta 
  keluarganya di Kaisarea di daerah pantai barat Samaria. "Pada waktu 
  itu Petrus berjalan keliling, mengadakan kunjungan ke mana-mana" 
  (Kisah Para Rasul 9:32). Setelah melayani Kornelius, Petrus harus 
  memertanggungjawabkan baptisan atas Kornelius itu kepada jemaat 
  induk di Yerusalem. Ini menjadi indikasi bahwa Petrus (sodalitas) 
  masih memunyai kewajiban melapor kepada jemaat induk di Yerusalem 
  (modalitas). Jemaat bertambah besar dan Injil merambah daerah yang 
  lebih luas melalui pekerjaan Petrus, sementara gereja induk tentu 
  tetap melaksanakan pelayanan yang telah menjadi pola hidup jemaat 
  yang mula-mula itu (Kisah Para Rasul 2:41-47).
  
  Melalui perselisihan antara Paulus dan Barnabas yang berakhir dengan 
  renggangnya komitmen mereka itu, maka terbentuklah dua tim PI, 
  Barnabas dengan Yohanes, Markus dan Paulus dengan Silas (Kisah Para 
  Rasul 15:35-41). Walaupun tim Barnabas tidak banyak diceritakan, 
  namun pelayanan Barnabas pasti berjalan terus. Ini terbukti bahwa 
  tiga tahun sesudah perselisihan itu terjadi, Paulus justru minta 
  agar Yohanes dan Markus, yang pernah ditolaknya itu, dijemput dan 
  diantar untuk membantu pelayanannya (2 Timotius 4:11). Paulus 
  bersama Silas dalam perjalanan penginjilan yang kedua ini tidak 
  hanya mendatangi kota-kota yang dikunjungi bersama Barnabas dalam 
  perjalanan penginjilan pertamanya, namun menyeberang dari kawasan 
  Asia itu ke Eropa, yakni sampai ke kota-kota di wilayah Makedonia 
  dan semenanjung Akhaya. Sesudah itu, Paulus bersama anggota timnya 
  kembali ke Antiokhia dan tinggal beberapa hari di sana lalu pergi 
  lagi untuk menjelajahi daerah Galatia dan Frigia (Kisah Para Rasul 
  18:22-23).
  
  Apa yang dapat kita pelajari di sini adalah bahwa ketika tim 
  sodalitas itu ada di medan pelayanan, mereka memiliki kebebasan dan 
  kreativitas dalam melaksanakan pelayanan serta menyelesaikan masalah 
  yang mereka jumpai.

  TINJAUAN HISTORIS

  Setelah berakhir kisah pertumbuhan jemaat Allah di dalam Perjanjian 
  Baru, pertumbuhan itu tetap berlangsung. Pola perambahan Injil itu 
  mengikuti yang pernah ada di lingkungan umat Yahudi.
  
  Pada awal tahap Paskah Perjanjian Baru, terlihat bahwa penyebaran 
  Injil terus dilaksanakan. Peregrini Irlandia, biarawan Celtic, 
  demikian gigih dalam membawa Kabar Baik itu ke tengah-tengah bangsa 
  Anglo-Saxon. Mereka memberikan kontribusi terbesar atas usaha-usaha 
  penginjilan di kawasan Eropa Barat dan Tengah. Jerome, Agustinus, 
  dan sebagainya berasal dari struktur sodalitas yang merupakan dasar 
  bagi pembangunan yang dilaksanakan kaum Protestan. Pada abad ke-4, 
  makin terlihat adanya dua struktur misi penyelamatan Allah itu: 
  diocese (keuskupan) dan biara. Masing-masing adalah bentuk yang 
  dipinjam dari konteks budaya sezaman. Sinagoge Yahudi, keuskupan, 
  dan gereja lokal adalah modalitas. Sedangkan orang Farisi yang 
  melakukan proselitisasi, tim para rasul dan biara-biara, 
  lembaga-lembaga misi, dan PI adalah sodalitas.
  
  Contoh paling menonjol dari awal abad pertengahan adalah hubungan 
  antara Gregorius Agung dengan tokoh yang kelak dikenal dengan nama 
  Agustinus dari Canterbury. Baik Gregorius, bishop keuskupan di Roma, 
  dan Agustinus dari biara Benedictine adalah tokoh-tokoh yang 
  dihasilkan oleh rumah-rumah biara. Gregorius dengan kemampuan 
  keuskupannya menyadari bahwa ia tidak memiliki sarana yang mampu 
  untuk melaksanakan pelayanan misi ke Inggris, yang mengalami 
  kepahitan dan penderitaan karena keganasan orang-orang Anglo-Saxon. 
  Itulah sebabnya ia memprakarsai kerja sama dengan Agustinus temannya 
  itu.

  Martin Luther dan para reformator bergerak dari dalam tubuh gereja 
  (modalitas) tanpa menggunakan struktur sodalitas sama sekali. Ia 
  hanya mengadopsi keuskupan Katolik Roma, namun mengabaikan konsep 
  biaranya. Sesungguhnya jika tidak timbul kelompok pietis, maka 
  golongan protestan ini tidak akan memiliki sarana pembaru apapun di 
  dalam tradisi yang telah dimilikinya.

  Karena tidak memanfaatkan sodalitas, maka kaum Protestan selama 
  hampir tiga ratus tahun tidak memiliki mekanisme untuk pekerjaan 
  misi. Hal itu berakhir ketika William Carey menyarankan agar gereja 
  memakai sarana untuk membimbing orang kafir kepada pertobatan. 
  Istilah "sarana" yang dipakai Carey menunjukkan adanya kebutuhan 
  akan sodalitas. Maka sesudah itu, lahirlah Baptist Missionary 
  Society -- yang merupakan perkembangan organisatoris yang penting 
  dalam tradisi Protestan. Sesudah itu menyusul badan-badan misi lain, 
  dalam waktu 32 tahun, ada 12 organisasi misi.

  Jika kita lihat di tengah bumi nusantara yang kita cintai ini, tentu 
  kita ingat Kyai Sadrach, J.L. Coolen, Johanes Emde, Kyai Ditotaruno, 
  dan sebagainya. Mereka bekerja di luar struktur modalitas, namun 
  sebagai hasil karya mereka, berdirilah jemaat-jemaat lokal 
  (modalitas).

  KOREKSI RESIPROKAL

  Dengan menjamurnya lembaga-lembaga misi dan penginjilan, maka makin 
  banyak peluang terjadinya masalah. Kehadiran lembaga-lembaga 
  tersebut dapat dirasakan sebagai suatu ancaman bagi gereja, 
  sebaliknya lembaga-lembaga misi dan penginjilan juga mempertanyakan 
  ketertutupan gereja terhadap kehadiran lembaga-lembaga tersebut, 
  sementara individu-individu yang giat di dalamnya menjadi anggota 
  gereja. Koreksi ini tidak dimaksudkan untuk mencari kambing 
  hitamnya, melainkan untuk mengupayakan agar dihasilkan persamaan 
  persepsi yang dapat menjadi batu loncatan ke arah penggalangan kerja 
  sama yang konkret.

  Gereja mempertanyakan mengapa organisasi misi dan penginjilan harus 
  ada? Bukankah gereja berusaha melaksanakan tiga rangkap panggilan 
  atasnya: bersaksi, bersekutu, dan melaksanakan pelayanan kasih? 
  Walaupun pada awalnya lembaga-lembaga itu menyatakan bahwa mereka 
  mau membantu gereja, namun pada akhirnya mereka melembaga menjadi 
  "gereja baru" yang pada dasarnya terdiri atas anggota-anggota gereja 
  yang secara langsung ataupun tidak langsung dipengaruhi untuk pindah 
  keanggotaan? Pertanyaan-pertanyaan demikian itu adalah pertanyaan 
  yang wajar yang timbul dari pemikiran manusiawi, yang juga didukung 
  oleh adanya fakta bahwa ada lembaga misi yang karena berbagai 
  alasan, akhirnya mengalami perubahan dari sodalitas menjadi 
  modalitas. Namun, tentu tidak boleh dikembangkan sikap mengadakan 
  generalisasi. Tidak semua lembaga misi dan penginjilan mengalami 
  "metamorfose" seperti itu. Selain itu, perlu ada sikap menghargai 
  kelompok-kelompok lain dengan karunia-karunia yang berbeda. Dan, 
  perlu disadari bahwa keadaan gereja yang heterogen sulit dikoordinir 
  untuk melakukan hal-hal tertentu.
  
  Sementara itu di pihak lain, Lembaga misi dan penginjilan juga 
  mempertanyakan sikap gereja. Mengapa gereja sulit menerima kehadiran 
  kami? Mengapa gereja tidak dapat melaksanakan apa yang menjadi misi 
  kami? Apabila gereja sendiri terlalu sibuk dengan tugas-tugas 
  penggembalaan, mengapa gereja tidak mau kami bantu? Ini pun adalah 
  pertanyaan-pertanyaan yang wajar, karena itulah yang dipahami oleh 
  kelompok sodalitas. Jika kehadiran kelompok sodalitas serta 
  orang-orang yang dilayani terasa tidak mendapat sambutan gereja yang 
  di dalamnya mereka justru adalah anggota-anggotanya, maka tentu saja 
  mereka merasa risi. Jangankan disambut, didiamkan saja sudah merasa 
  tenang. Bagaimana kalau mereka sendiri "merasa" dicurigai. Ini 
  adalah salah satu alasan mengapa mulai terpikir untuk "berdiam diri 
  menjadi kepompong, lalu keluarlah dari kulit/pembungkus kepompong 
  itu kupu-kupu." Maka lahirlah denominasi baru. Hal ini sudah pasti 
  membuktikan kebenaran "praduga" gereja itu. Lembaga misi dan 
  penginjilan harus memahami rentang kendali yang terlalu luas dalam 
  gereja dan begitu banyak masalah yang harus ditangani. Lembaga misi 
  dan penginjilan sendiri harus berani membuktikan diri bahwa ia tidak 
  akan pernah mengubah diri menjadi gereja (denominasi baru).

  Apa yang berkembang secara tidak sehat, baik pada sisi 
  gereja/modalitas maupun pada sisi lembaga misi dan penginjilan, 
  disebabkan oleh adanya "komunikasi yang tidak berjalan lancar, 
  bahkan mungkin tidak ada komunikasi sama sekali". Jika demikian 
  keadaannya, maka perlu usaha "sambung rasa" supaya komunikasi dapat 
  diaktifkan. Gagasan mengembangkan kerja sama adalah langkah kedua 
  yang dapat dilakukan setelah ada "sambung rasa" di antara gereja, 
  lembaga misi, dan penginjilan. Mc. Kaughan, Koordinator Kongres 
  Lausanne II di Manila, memberikan tiga saran untuk mengadakan kerja 
  sama. Pertama, mengembangkan pola pikir kooperatif. Pihak bekerja 
  sama harus mensublimasikan ego masing-masing agar dapat mengupayakan 
  hal terbaik bagi Tubuh Kristus, bukan bagi kepentingan organisasi 
  sendiri. Kedua, memahami apa yang terjadi pada kita masing-masing, 
  baik kemampuan untuk ber-PI dan melatih saudara seiman maupun 
  melakukan usaha-usaha sosial, sebagai gereja ataupun lembaga misi 
  dan penginjilan. Ketiga, tetapkan dalam hati kita bahwa usaha 
  pertama yang akan kita lakukan harus bermuara pada kerja sama, bukan 
  kemandirian.
 
  Referensi:
  1. Merrill C. Tenney, Geu.Ed., The Zondervan Pictorial Encyclopedia 
     of the Bible, Vol. 4 (Grand Rapids, Michigan: The Zondervan 
     Corporation, c. 1975, 1976).
  2. Ralph D. Winter, The Two Structures of God`s Redemptive Mission 
     (Pasadena: William Carey Liabrary Publishers, c. 1974 by the 
     American Society of Missiology).
  3. Handoyomarno Sir, S.Th, Benih yang Tumbuh VII (Terbitan bersama: 
     GKJW Malang dan Lembaga Penelitian dan Studi Dewan Gereja-gereja 
     di Indonesia, Jakarta, 1976).
  4. Dr. Thomas van den End, Harta Dalam Bejana (Jakarta: PT BPK 
     Gunung Mulia, cetakan ke-6, 1987).
  5. C. Guillot, Kiai Sadrach, Riwayat Kristenisasi Jawa (Jakarta: PT 
     Grafiti Pers, 1985).
  6. Paul E. McKaughan, Cooperation in World Evangelization, World 
     Evangelization, vol. 16 No. 58 March-April 1989.
  
  Bahan diambil dan disunting seperlunya dari: 
  Judul buku: Konsultasi Pelayanan
  Penulis: Pdt. Nanang S. Sunaryo, M.Div.
  Penerbit: Tidak dicantumkan
  Halaman: 76 -- 80
                 
______________________________________________________________________
SUMBER MISI

SERVING IN MISSION (SIM)
==>    http://www.sim.org/
  SIM (disebut sebagai Serving In Mission di negara-negara yang 
  menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar) merupakan 
  sebuah organisasi yang terbentuk pada tahun 1980-an sebagai gabungan 
  beberapa organisasi misi yang saat itu juga telah mulai terbentuk, 
  yakni AEM (Africa Evangelical Fellowship), ICF (International 
  Christian Fellowship), dan SIM (Soudan Interior Mission). Mereka 
  berkeyakinan bahwa alat utama untuk menghubungkan dan mengubah 
  dunia adalah gereja. Jadi, di mana tidak ada gereja, mereka akan 
  mulai mendirikan gereja. Di mana ada gereja, mereka akan bekerja 
  sama dengan gereja tersebut dan memperlengkapinya. Hal tersebut 
  diupayakan untuk menginjili semua orang, khususnya mereka yang belum 
  mendengar Kabar Sukacita. Tidak hanya itu, mereka juga berusaha 
  menjangkau orang-orang yang belum percaya dengan memberikan bantuan 
  kemanusiaan. Kemudian, mereka juga memuridkan orang-orang percaya 
  dan membantu mereka menemukan talenta, mendewasakan, dan memampukan 
  mereka untuk melayani sesamanya. Mengunjungi situsnya adalah langkah 
  pertama yang baik untuk Anda mengenal organisasi ini.

______________________________________________________________________
DOA BAGI MISI DUNIA

B I R M A
  Di tengah keadaan politik yang gelap, biarawan dan biarawati agama 
  mayoritas Birma mulai mengundang para misionaris Kristen untuk 
  berkunjung dan menceritakan Injil secara pribadi di biara mereka. 
  Meskipun hal ini membahayakan, para misionaris tetap datang ke 
  beberapa biara dan mengunjunginya satu per satu selama beberapa 
  kali. Sebagian besar biarawan berasal dari orang-orang Bama yang 
  pada dasarnya menentang Injil.

  Salah satu pelayanan yang didanai oleh Christian Aid mengirimkan 
  berita sebagai berikut.

  ",4.700 biarawan telah dibimbing kepada Kristus melalui pelayanan 
  kami. Tampaknya Roh Kudus mendorong biarawan dan biarawati memanggil 
  para penginjil untuk datang dan mewartakan berita pengharapan serta 
  kasih. Seusai beberapa kali diskusi hangat, sekitar 80% biarawan 
  yang berada di biaranya masing-masing mengangkat tangannya untuk 
  menerima Kristus. Lalu mereka bersujud berdoa dan menerima Kristus 
  sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya."

  "Pembaptisan dilakukan secara sembunyi-sembunyi -- pembaptisan 
  dilakukan kepada tidak lebih dari tiga orang demi keselamatan para 
  petobat dan para pelayan kami." Tolong tetaplah berdoa bagi 
  misionaris pribumi yang menindaklanjuti para petobat baru dan bagi 
  para biarawan yang percaya kepada Kristus agar mereka bertumbuh 
  dalam kasih karunia dan dipakai Tuhan untuk menuai jiwa-jiwa baru 
  bagi Kerajaan Allah. (t/Setyo)
  Diterjemahkan dari: 
  Judul buletin: Body Life, Edisi April 2008, Volume 26, No. 4 
  Judul asli artikel: 4.700 Buddhist Monks Accept Christ
  Penerbit: 120 Fellowship adult class at Lake Avenue Church, 
            Pasadena 2008
  Halaman: 1
  Pokok doa:
  * Mohon dukungan doa bagi para penginjil di Birma supaya mereka 
    senantiasa dilindungi dari mara bahaya ketika melayani para 
    biarawan/biarawati yang haus akan kebenaran.    
  * Doakan juga bagi para biarawan/biarawati yang sudah menerima 
    Kristus sebagai Tuhan secara pribadi, supaya iman mereka semakin 
    bertumbuh di dalam Kristus.   

P O L A N D I A
  Respons terhadap kampanye penginjilan ProChrist di Polandia 
  membanjiri panitia pelaksana. Sekitar 80.000 orang ikut serta dalam 
  kegiatan yang berlangsung dari tanggal 6 -- 13 April. Kira-kira 
  20.000 orang memutuskan untuk memulai hidup baru dalam Kristus. 
  Beberapa program telah disiarkan melalui satelit televisi dari 
  Katowice di Polandia Selatan ke 103 daerah di seluruh negara. Lebih 
  dari 26.700 jiwa mendatangi arena olahraga Spondek di Katowice untuk 
  menyaksikan program penginjilan ini. Dan di tempat itu sendiri, 
  tercatat ada kurang lebih 10.600 jiwa yang memutuskan bertobat. 
  Penginjil UP dari Jerman memuji kerja sama yang dilakukan beberapa 
  gereja di Katowice saat 52 gereja lokal di kota yang berpenduduk 
  320.000 orang menyelenggarakan pelajaran rohani lanjutan yang 
  diperuntukkan bagi jiwa-jiwa baru. ProChrist di Polandia merupakan 
  buah kerja sama antara gereja Lutheran, Presbiterian, Metodis, dan 
  Baptis dengan Dewan Gereja regional, Catholic Fokolar Movement, 
  serta Light and Life. (t/Setyo)
  Diterjemahkan dari: 
  Judul buletin: Body Life, Edisi Mei 2008, Volume 26, No. 5
  Judul asli artikel: Crowds Flock to Evangelistic Event
  Penerbit: 120 Fellowship adult class at Lake Avenue Church, 
            Pasadena 2008
  Halaman: 3
  Pokok doa:
  * Mengucap syukur atas terselenggaranya kampanye penginjilan 
    ProChrist. Doakan agar setiap peserta yang hadir, khususnya para 
    petobat baru, tidak menyia-nyiakan anugerah keselamatan yang telah 
    mereka terima, namun dapat terus bertumbuh dalam pengenalan yang 
    benar akan Kristus.
  * Doakan agar program pelajaran rohani lanjutan yang ditujukan bagi 
    setiap orang percaya di Polandia dapat berjalan dengan baik. 
    Kiranya Tuhan memampukan setiap gereja-Nya untuk dapat memuridkan 
    mereka dengan baik. 
   
______________________________________________________________________
DOA BAGI INDONESIA

                     RALLY DOA -- KKR JAKARTA 2008
                          www.jakarta2008.com

  KKR merupakan suatu peperangan rohani untuk merebut dan menarik 
  orang kembali dari tangan iblis. Dalam suatu peperangan, tidak ada 
  waktu untuk berargumentasi dan berdiskusi terlalu banyak. Di medan 
  perang, ketika komandan berkata "maju", maka tidak ada argumen 
  ataupun pertanyaan dari bawahan. Oleh karena itu, yang utama dalam 
  KKR adalah bagaimana agar kehendak Tuhan dijalankan. Dengan 
  demikian, penyangkalan diri adalah syarat dan kunci dalam suatu KKR. 
  Karena di dalam penyangkalan diri, kita akan lebih peka pada apa 
  yang Tuhan mau dibandingkan dengan apa yang kita mau. 

  KKR Jakarta 2008 yang mengangkat tema "Siapakah Kristus?", yang 
  akan dilaksanakan tanggal 19 s/d 21 September 2008 di Stadion Utama 
  Bung Karno, merupakan sebuah kesempatan bagi kita untuk berdoa bagi 
  peperangan jiwa-jiwa yang direbut dari tangan iblis. Ini merupakan 
  anugerah yang Tuhan berikan bagi kita untuk ambil bagian dalam 
  pekerjaan-Nya yang ajaib, yang mengubah hati manusia berdosa untuk 
  menyerahkan diri dan menjadi hamba-Nya. Jadi, jangan lewatkan 
  kesempatan ini, berdoalah dan ajaklah teman-teman Anda dan rasakan 
  hadirat dan kuasa-Nya yang sanggup mengubahkan hidup. Informasi 
  selengkapnya, silakan kunjungi:
  
  ==> www.jakarta2008.com
  
  Pokok Doa:
  
  1. Doakan agar rencana penyelenggaraan KKR Jakarta 2008 yang akan 
     dilaksanakan pada tanggal 19 s/d 21 September 2008 dapat 
     dipersiapkan dengan baik. Biarlah Tuhan memberi sukacita kepada 
     para panitia dalam mempersiapkan program penginjilan ini.
  
  2. Berdoa juga untuk pembicara, DR. Pdt. Stephen Tong, agar Tuhan 
     memberi kesehatan dan mengurapinya dengan hikmat Tuhan sehingga 
     pada saat KKR, beliau dapat menyampaikan apa yang menjadi isi 
     hati Tuhan. 

  3. Berdoa untuk setiap peserta yang akan menghadiri KKR. Kiranya 
     mereka memiliki motivasi yang benar dalam menghadiri KKR dan 
     terjadi terobosan rohani dalam kehidupan pribadi mereka.
  
  4. Doakan agar selama acara berlangsung, keamanan terjaga dengan 
     baik. Minta agar Tuhan memampukan para aparat keamanan untuk 
     bekerja sama dengan seluruh panitia yang bertugas sehingga KKR 
     dapat berjalan dengan lancar. 
     
  5. Berdoa juga agar Tuhan memberikan cuaca yang cerah sehingga 
     setiap peserta dari berbagai penjuru Jabodetabek dapat menghadiri 
     KKR tersebut.

  6. Doakan agar ada tindak lanjut dari KKR ini, sehingga jiwa-jiwa 
     yang telah dimenangkan tidak hilang lagi. Kiranya ada pekerja
     yang cukup supaya pelayanan tindak lanjut dapat berjalan 
     maksimal.
       
______________________________________________________________________
STOP PRESS            
            
                         PUBLIKASI E-REFORMED

  Publikasi e-Reformed merupakan milis publikasi elektronik yang 
  khusus diterbitkan setiap akhir bulan dan berisi artikel/tulisan 
  Kristen yang bercorak teologi Reformed. Milis publikasi ini 
  diterbitkan atas dasar keyakinan bahwa Alkitab adalah firman Tuhan 
  yang memunyai otoritas tunggal, tertinggi, dan mutlak bagi iman dan 
  kehidupan Kristen. Mengingat sifatnya yang interdenominasi dan 
  independen, setiap orang Kristen bisa bergabung dan menjadi anggota. 
  Diharapkan milis ini bisa menjadi sarana untuk menyajikan dan 
  membagikan artikel/tulisan-tulisan yang memiliki corak pengajaran 
  teologi Reformed yang Injili untuk secara luas memertajam konsep dan 
  pemahaman kebenaran Alkitab dan meningkatkan kepekaan kita dalam 
  menilai pengajaran yang tidak sesuai dengan kebenaran Alkitab.
  ==> < subscribe-i-kan-untuk-reformed(at)xc.org >         [Bergabung]
  ==> < unsubscribe-i-kan-untuk-reformed(at)xc.org >        [Berhenti]
  ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-reformed/               [Arsip]
  
______________________________________________________________________

Anda diizinkan mengcopy/memerbanyak semua/sebagian bahan dari e-JEMMi
(untuk warta gereja/bahan pelayanan lain) dengan syarat: tidak 
untuk tujuan komersial dan harus mencantumkan SUMBER ASLI bahan 
yang diambil dan nama e-JEMMi sebagai penerbit elektroniknya.
______________________________________________________________________
Staf Redaksi: Novita Yuniarti, Yulia Oeniyati, dan Dian Pradana
Bahan-bahan dalam e-JEMMi disadur dengan izin dari berbagai pihak.
Copyright(c) 2008 oleh e-JEMMi/e-MISI --- diterbitkan: YLSA dan I-KAN
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Kontak Redaksi: < jemmi(at)sabda.org >
Untuk berlangganan: < subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
Untuk berhenti: < unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
Untuk pertanyaan/saran/bahan: < owner-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
______________________________________________________________________
Situs e-MISI dan e-JEMMi: http://misi.sabda.org/
Arsip e-JEMMi: http://www.sabda.org/publikasi/misi/
Situs YLSA: http://www.ylsa.org/
Situs SABDA Katalog: http://katalog.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org