Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2008/19

e-JEMMi edisi No. 19 Vol. 11/2008 (8-5-2008)

Misi Lintas Budaya


Mei 2008, Vol.11 No.19
_____________________________  e-JEMMi  ______________________________
                   (Jurnal Elektronik Mingguan Misi)
______________________________________________________________________
SEKILAS ISI

EDITORIAL
ARTIKEL MISI 1: Misi Lintas Budaya
ARTIKEL MISI 2: Kerja Sama .... Rintangan Budaya
SUMBER MISI: Woman`s Missionary Union (WMU)
DOA BAGI MISI DUNIA: Korea Utara, Filipina
DOA BAGI INDONESIA : Palayanan Misi Lintas Budaya

______________________________________________________________________

IF YOU WANT TO BE SPIRITUALLY FED, GO TO CHURCH WITH A GOOD APPETITE,
                      NOT WITH A BAD ATTITUTE
______________________________________________________________________
EDITORIAL

  Shalom,

  Selama bulan Mei 2008 ini, secara khusus e-JEMMi akan membahas tema
  "Pelayanan Misi Lintas Budaya". Ada tiga topik seputar tema ini yang
  akan kami sajikan selama tiga minggu berturut-turut, yaitu:
  1. Misi Lintas Budaya,
  2. Strategi Penginjilan Lintas Budaya, dan
  3. Hati Allah bagi Segala Bangsa.

  Sebagai topik pertama, Anda akan dibawa untuk melihat lebih jelas
  makna "Misi Lintas Budaya". Biarlah melalui pembahasan ini, wawasan
  kita semakin dibukakan dalam melihat bahwa orientasi misi kita
  haruslah luas karena hati Tuhan tidak terbatas luasnya untuk
  menampung bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa ke dalam Kerajaan-Nya.
  Dengan demikian, hati kita tidak lagi sempit dan hanya mampu
  memikirkan diri sendiri atau suku kita sendiri saja. Mari membuka
  hati kita lebar-lebar untuk menjangkau mereka yang berbeda budaya,
  yang Tuhan izinkan hidup di tengah-tengah kita.

  Selamat menjangkau jiwa.

  Pimpinan Redaksi e-JEMMi,
  Novita Yuniarti

______________________________________________________________________
ARTIKEL MISI 1

                          MISI LINTAS BUDAYA

  "Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, ... tetapi Aku
  akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya
  keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi." (Yesaya 49:6)

  Rasul Paulus sangat gigih membagikan Injil bagi bangsa lain di luar
  bangsa Yahudi, bukan karena ia tidak toleran terhadap bangsanya
  sendiri -- malah ia mau mati terkutuk bagi bangsanya, Yahudi (Roma
  9:3) -- tetapi karena ia mau "melintasi" budaya untuk menjangkau
  bangsa-bangsa lain yang juga dikasihi Allah. Panggilan Allah
  kepadanya sangat jelas sehingga beberapa kali ia menyaksikannya
  (Kisah Para Rasul 9:15, 13:47) dan membuatnya mengarahkan fokus pada
  daerah pelayanannya (2 Korintus 10:13; Roma 15:23).

  Rasul Paulus menerima pengutusan lintas budaya sebagai respons
  terhadap kasih Allah kepada semua suku bangsa. Nyata bahwa Allah
  menghendaki kita untuk memerhatikan bangsa lain di samping bangsa
  kita sendiri karena Allah juga mengasihi mereka. Kita juga harus
  melihat sebuah kebutuhan yang mendesak seperti Allah melihatnya.
  Dalam Kisah Para Rasul 16:9, Roh Allah mencegah Rasul Paulus ke Asia
  kecil dan membelokkannya ke Makedonia di mana Injil sangat
  dibutuhkan tidak hanya untuk bangsa kita, tapi untuk semua makhluk
  dan tidak bisa ditunda. Setiap hari di seluruh dunia, banyak manusia
  meninggal tanpa Kristus. Inilah yang juga harus menjadi urgensi kita
  dalam pengutusan lintas budaya.

  Lalu bagaimana kita membangkitkan pemahaman dan pengertian akan misi
  lintas budaya? Rasul Petrus yang demikian nasionalis Yahudi
  mengalami "pencerahan" bahwa Allah juga bekerja di antara
  bangsa-bangsa lain setelah mendengar penjelasan yang dibagikan oleh
  Kornelius (Kisah Para Rasul 10:34) sehingga ia mendukung panggilan
  Allah untuk misi bangsa-bangsa di luar bangsanya. Rasul Yakobus juga
  demikian setelah mendapat penjelasan dari Paulus dan Barnabas (Kisah
  Para Rasul 15:14).

  Oleh karena itu, penting bagi gereja-gereja lokal memberikan
  penjelasan tentang apa yang sedang Allah lakukan di ladang pelayanan
  supaya jemaat mengalami "pencerahan" dan mau mendukung dengan
  sepenuh hati pekerjaan pengutusan lintas budaya. Mungkin juga baik
  jika ada jemaat lokal yang mau ikut serta ke ladang-ladang misi dan
  melihat langsung apa yang sedang Allah kerjakan untuk membangkitkan
  semangat dan motivasi mendukung pelayanan pengutusan lintas budaya
  tersebut, sambil tidak lupa mengajarkan untuk berdoa syafaat bagi
  pelayanan misi seperti yang selalu diminta Rasul Paulus kepada
  jemaat-jemaat lokal yang mendukungnya supaya mendoakan pelayanannya
  (Kolose 4:3). Kiranya Tuhan memberi kita hati yang merindukan
  jiwa-jiwa di bukan hanya bangsa kita sendiri, tapi juga
  bangsa-bangsa lain di dunia.

  Diambil dari:
  Judul buletin: Utusan Vol. 9/Thn. 4/Mei -- Agustus 2005
  Penulis: David Tjandra
  Penerbit: Dept. Pengutusan Lintas Budaya (DPLB), Para Navigator
  Halaman: 5 -- 6

______________________________________________________________________
ARTIKEL MISI 2

                   KERJA SAMA .... RINTANGAN BUDAYA

  Penghalang terbesar adanya kerja sama dalam dunia misi di antara
  orang-orang Kristen adalah ketidakmampuan untuk melampaui rintangan
  budaya. Kerja sama berarti mengatasi rintangan budaya. Faktor yang
  menghalangi orang-orang Kristen untuk bekerja sama seharusnya
  dihilangkan agar tercipta sebuah kerja sama yang berhasil.

  Dalam praktiknya, segala bentuk rintangan di setiap aspek kehidupan
  memiliki pengaruh yang sama. Ini mencakup sebuah bidang homogen
  tertentu yang menghancurkan kesatuan di antara orang Kristen,
  seperti kulturalisasi, kolonialisasi, sinkretisme, paternalisme, dan
  provinsialisme.

  Sangat penting bagi para misionaris dan semua hamba Tuhan yang
  melayani di budaya lain untuk bekerja keras melayani, berpikir, dan
  berbicara dalam batas-batas kerangka budaya di mana mereka berada.
  Ketika usaha tersebut gagal, maka kekacauanlah hasilnya. Michael
  Griffith menyiratkan kekompleksan budaya dengan menyatakan:

    Seseorang menanyakan perlunya menggunakan bahasa abad ketujuh
    belas, himne abad kedelapan belas, dan metode penginjilan abad
    kesembilan belas untuk menjangkau orang-orang abad kedua puluh.

  Beberapa waktu yang lalu, saya mengangkat masalah tersebut dalam
  sebuah artikel yang ditulis untuk publikasi resmi World Vision.
  Saya yakin intinya masih tentang: Apa yang membuat Amerika -- dan
  orang-orang Amerika -- merasa lebih superior dari sesamanya yang
  berada di Asia -- atau Afrika -- atau Amerika Latin? Saya tahu
  bahwa hal itu merupakan bentuk generalisasi, namun hal tersebut
  sering kali benar dan sayang untuk diabaikan begitu saja. Sikap
  merasa diri lebih hebat (superioritas) itu berlaku dalam banyak
  aspek kehidupan dan nampaknya tidak merugikan bagi pihak yang
  merasa diri hebat, namun sangat merugikan bagi pihak yang dianggap
  lebih rendah. Sebagai contoh, kami cenderung memanggil teman-teman
  kami di gereja nasional di Tanzania atau Korea atau Bolivia dengan
  sebutan "pribumi" atau "Kristen pribumi". Sebutan seperti itu
  segera mengacu pada "orang liar" setengah telanjang, kanibal, atau
  petani yang buta huruf. Mereka adalah manusia. Mereka akan lebih
  suka untuk dipanggil "warga negara" atau "warga negara Kristen" --
  atau orang Tanzania, atau orang Korea, atau orang Bolivia. Meski
  mereka diam saja mengenai masalah tersebut, ada ketakutan dalam
  hati mereka karena sikap kita yang sepertinya mendukung
  generalisasi.

  Sikap seperti itu sering kali tercermin dalam literatur bergaya 
  Barat yang diekspor kepada orang-orang Kristen, yang mengandung 
  sedikit apresiasi atau pemahaman budaya, latar belakang etnis, dan 
  sejarah orang-orang yang kami coba untuk jangkau. Merupakan hal yang 
  semakin penting agar bahan-bahan literatur ditulis dan disusun oleh 
  orang-orang yang memiliki latar belakang budaya masyarakat yang 
  hendak dijangkau.

  Orang-orang dari budaya lain tersebut adalah saudara dan sahabat
  seiman Kristen kita. Meskipun mereka memerhatikan dengan saksama dan
  dan merasa tersinggung dengan ketidakpekaan kita, namun banyak dari
  mereka tidak pernah tidak sopan saat mereka menegur kita!

  Tak seorang Amerika pun yang ada di luar negeri yang akan mengakui
  bahwa ia adalah bagian dari komunitas dengan citra superior itu. Dan
  mungkin ia memang tidak ada sangkut pautnya dengan citra tersebut.
  Namun, kami diamati oleh gereja-gereja yang "lebih muda" di luar
  negeri (negeri yang biasanya kami sebut sebagai "ladang misi", yang
  adalah "rumah" bagi mereka), dan sikap merendahkan itu sering kali
  terlihat.

  Jelas bahwa stigma yang sering kali disematkan pada misi-misi Barat
  adalah masalah realistis yang mesti dihadapi. Horace Fenton
  menjelaskan kondisi itu:

    Saya percaya bahwa Latin American Mission tidak akan dapat
    benar-benar efektif dalam rangka mencapai tujuan penginjilan
    sampai sepenuhnya berakar di Amerika Latin. Hanya ada sedikit
    orang Latin yang akan terus menghargai kami dengan tetap menjadi
    anggota misi, kecuali ada perubahan yang mendasar dan mendalam
    pada keseluruhan struktur organisasi misi kami.

  Dennis Clark memerkuat pendapat tersebut:

    Sepertinya sudah terlambat bagi masyarakat Barat untuk menjangkau
    bangsa-bangsa karena kemungkinan besar, stigma menjadi "antek"
    atau "boneka" Barat, mengurangi keefektifan penjangkauan itu.
    Sepertinya, pola pengembangan yang lebih cocok adalah penguatan
    komunitas misionaris yang ada di bangsa-bangsa Dunia Ketiga dan
    pemberdayaan sesama manusia.

  Untuk mulai mengubah sikap, kita harus mengingat bahwa kekristenan 
  tidak berasal dari Barat; kekristenan lahir di Timur Dekat. Kemudian 
  kekristenan berkembang pesat di budaya Barat dengan akarnya di 
  Eropa, jadi Barat awalnya sama sekali tidak identik dengan 
  kekristenan.

  Sayang sekali karena selama beberapa ratus tahun terakhir,
  orang-orang Kristen di bagian Barat cenderung untuk
  menginterpretasikan iman dan Alkitab seluruhnya melalui mata Barat,
  dan melupakan bahwa akar iman mereka dimulai di budaya lain.
  Kelalaian ini juga dibawa dalam filosofi dan strategi misi dalam
  skala dunia.

  Edward C. Pentecost menanyakan keabsahan pemindahan model pemikiran
  dan sikap seperti itu dari Barat ke wilayah geografis yang lain.

    Tetapi apakah pola itu selalu dapat diterapkan di budaya lain?
    Orang Kristen yang berada di Afrika berkata "tidak". Konsep
    "waktu" Barat tidak sesuai dengan konsep "sudah" dan "belum"nya
    Afrika. Konsep mutlak "ya" dan "tidak" Barat tidak dapat dipahami
    oleh pikiran oriental yang beroperasi dalam konteks "ying-yang"
    ....

    Pekerjaan Allah tidak terbatas hanya pada misionaris Barat, tetapi
    Ia bekerja dengan cara-Nya sendiri melalui segala ras dan bangsa.
    Allah bergerak dalam jalan-jalan yang baru dan Tubuh Kristus
    semakin terlibat dalam pergerakan itu.

  Masalahnya tidak hanya berasal dari Barat. Ada juga masalah yang 
  terjadi karena larangan-larangan pemerintah di negara yang 
  bersangkutan. Nasionalisme menjadi masalah bagi para misionaris 
  Barat dan orang-orang kulit putih. Tidak hanya itu. Sebagai contoh, 
  hampir mustahil untuk orang Cina Kristen dari Taiwan masuk ke 
  negara-negara komunis di Asia. Hal yang sama juga terjadi pada orang 
  Jepang karena rencana negara tersebut menaklukkan Asia selama Perang 
  Dunia II. Pelaksanaan kebijakan imperalialistis seperti itu masih 
  berlangsung. Bahkan dalam praktiknya, tidak ada misionaris Korea 
  yang berada di Jepang sekarang ini.

  Selanjutnya, ada juga masalah trauma budaya (culture shock). 
  Orang-orang kulit putih yang berasal dari Barat bukan hanya 
  orang-orang yang harus menghadapi dilema ini. Orang Kristen yang 
  lainnya, misalnya di Asia, harus memertimbangkannya juga.

    Budaya Jepang memiliki lebih banyak kesamaan dengan budaya Amerika
    daripada budaya India. Faktanya, seorang misionaris dari Nebraska
    akan lebih mudah beradaptasi dengan kehidupan India daripada
    seorang misionaris dari Tokyo. Asumsi bahwa orang Asia lebih mudah
    menyesuaikan diri dengan budaya baru daripada orang Amerika
    tidaklah benar. Rata-rata orang Jepang sangat kesulitan jika
    mereka harus hidup tanpa nasi dan ikan.

    Lagipula, orang-orang dari negara-negara Asia tersebut tidak
    memberikan kelonggaran yang sama kepada misionaris Asia dan Barat.
    Misionaris Barat memiliki kulit putih, mata biru, dan rambut
    pirang. Jelas, mereka adalah orang asing dan mereka harus mendapat
    kelonggaran; tetapi orang-orang yang berasal dari Asia -- dari
    mana pun mereka -- terlihat hampir sama. Karena mereka terlihat
    sama, mereka dituntut untuk berpikir dan bertindak dengan cara
    yang sama. Konsekuensinya, orang-orang itu akan lebih mudah
    kehilangan kesabaran saat misionaris Asia membuat kesalahan
    daripada seorang misionaris Barat yang membuat kesalahan.

    Pada masa lalu, pergerakan misi selalu menghadapi masalah
    persilangan budaya. Di masa depan pun akan selalu demikian.
    Masalah seperti itu akan selalu ada dari mana pun para misionaris
    itu berasal -- dari Timur atau dari Barat. Namun, waktunya telah
    tiba untuk menginternasionalisasikan gerakan penginjilan.
    (t/Dian)

  Diterjemahkan dari:
  Judul buku: What In The World Is God Doing?
  Judul artikel: Partnership .... Cultural Barriers
  Penulis: Ted W. Engstrom
  Penerbit: Word Books, Texas 1978
  Halaman: 95 -- 98

______________________________________________________________________
SUMBER MISI

WOMAN`S MISSIONARY UNION (WMU)
==>    http://www.wmu.com
  Di antara banyak misionaris pria, banyak juga misionaris wanita yang
  mendedikasikan hidupnya bagi kepentingan misi untuk menjangkau jiwa
  bagi Kristus. Beberapa dari mereka bersama-sama mendirikan sebuah
  organisasi misi wanita yang disebut Woman`s Missionary Union pada
  tahun 1988. Sejak saat itu, WMU telah menjadi organisasi misi
  Protestan terbesar bagi wanita di dunia, dengan anggota sekitar satu
  juta orang. Tujuan utama WMU adalah untuk mendidik dan melibatkan
  para dewasa, kaum muda, anak-anak, dan balita dalam misi Kristen.
  Meski pada awalnya fokus pelayanannya adalah kaum wanita, namun
  kini pria pun juga menjadi target penjangkauan. Sebagai "pembantu"
  Southern Baptist Convention, WMU mandiri dalam hal pengelolaan
  organisasi. WMU mendapatkan dana operasional melalui penjualan
  berbagai majalah dengan beragam target pembaca (Women on Mission,
  Adults on Mission, Acteens, Youth on Mission, dll.), produk lain, 
  dan juga melalui investasi. WMU membuka peluang bagi mereka yang
  berminat menjadi sukarelawan misi. Oleh karena itu, jika Anda
  tertarik dengan pelayanan ini, khususnya Anda para wanita, segeralah
  kunjungi alamat situs di atas.

______________________________________________________________________
DOA BAGI MISI DUNIA

K O R E A  U T A R A
  Laporan yang membingungkan muncul dari pengamat kehidupan Kristen
  (Watchdog) di Korea Utara yang cukup dapat dipercaya. Menurut
  laporan tersebut, pemerintah Korea Utara dilaporkan sedang membentuk
  gereja-gereja bawah tanah palsu dan menugaskan agen keamanan
  nasional untuk menyamar sebagai orang Kristen guna menyingkap
  keberadaan orang-orang Kristen di Korea Utara.

  Glenn Penner dari Vision of the Martyrs Kanada tidak dapat
  menjelaskan secara spesifik. Namun demikian, berdasarkan sumber, dia
  berkata, "Nampaknya, orang-orang Kristen palsu itu akan pergi ke
  Cina, memasuki gereja-gereja Korea yang membantu orang-orang Kristen
  Korea Utara, kemudian kembali ke Korea Utara dengan uang dan
  Alkitab, serta banyak informasi untuk menyingkap keberadaan
  orang-orang Kristen. Mereka juga akan menggunakan uang sumbangan
  itu untuk kepentingan pemerintahan Korea Utara.

  Penner berkata, strategi seperti itu bukanlah hal yang baru. Dia
  mengatakan bahwa Soviet melakukan hal yang sama selama Perang
  Dingin, namun dia mendorong semua orang percaya untuk berdoa.
  "Berdoalah terus agar orang-orang percaya yang melayani di daerah
  terlarang, selalu beroleh hikmat dan pengertian. Selalu ada
  ketakutan kalau-kalau keberadaan mereka terungkap. Anda tidak ingin
  dikendalikan oleh rasa takut, dan saya rasa itu adalah doa yang
  perlu kita panjatkan demi saudara-saudari seiman kita, agar
  Tuhanlah yang berkuasa atas mereka, bukan rasa takut. (tNovita)
  Diterjemahkan dari:
  Judul buletin: Body Life, Edisi Februari 2008, Volume 26, No. 2
  Judul asli artikel: Government Trying to Expose Underground Church
  Halaman: 1
  Pokok doa:
  * Doakan aparat pemerintah Korea Utara, agar Tuhan menjamah hati
    mereka sehingga di tengah motivasi mereka untuk menangkap
    orang-orang Kristen, justru mereka sendiri "ditangkap" oleh
    Kristus.
  * Kiranya Tuhan memberikan kekuatan, perlindungan, dan keberanian
    kepada orang-orang percaya di Korea Utara. Doakan juga agar mereka
    tidak dikuasai oleh rasa takut, tapi sebaliknya mereka semakin
    berani menunjukkan kuasa Tuhan.

F I L I P I N A
  Salah satu bentuk pelayanan Christian Resources International (CRI)
  adalah mengumpulkan Alkitab dan buku-buku Kristen bekas, kemudian
  mengirimkannya ke seluruh dunia kepada mereka yang sangat
  membutuhkannya.

  Menurut CRI, lebih dari 122.000 orang menjadi Kristen setiap
  harinya. Banyak dari antara orang-orang itu berasal dari Afrika,
  Asia, dan Amerika Selatan. Mereka pergi ke gereja meskipun para
  pendetanya tidak memiliki Alkitab.

  Di seluruh AS, penelitian mengindikasikan bahwa setiap orang Amerika
  Kristen rata-rata memiliki sembilan Alkitab dan mereka terus membeli
  Alkitab baru. Ini berarti sumber bahan Kristen tertambat di banyak
  rak buku -- sumber bahan yang akan memberi hidup baru di gereja yang
  sedang berkembang.

  CRI mendorong orang-orang percaya untuk mengirim bahan-bahan yang
  sudah tak terpakai lagi kepada mereka, yang kemudian akan mereka
  kirimkan ke luar negeri terutama ke gereja-gereja yang tidak
  memiliki akses untuk mendapatkan Alkitab dan literatur Kristen.

  Beberapa waktu yang lalu, CRI mengirim Alkitab ke sebuah gereja di
  Ilocos Sur, Filipina. Pemimpin-pemimpin gereja Filipina melaporkan,
  banyak anggota jemaat mereka yang sangat bersukacita memunyai
  salinan firman Tuhan untuk mereka sendiri. Banyak dari mereka tidak
  pernah punya Alkitab dan tidak bisa menerapkan firman Tuhan.

  CRI menceritakan satu kisah mengenai seorang guru sekolah dasar yang
  membaca Alkitab sampai larut malam pada malam pertama ia memiliki
  Alkitab. Ia harus mengajar keesokan harinya dan ibunya mengingatkan
  bahwa dia tidak akan bisa bangun pada waktunya besok jika ia tidak
  segera tidur. Dia berkata bahwa dia sudah mengatur alarmnya untuk
  berdering saat subuh agar ia dapat membaca Injil lebih banyak lagi
  sebelum ia berangkat ke sekolah. Orang percaya di Filipina haus akan
  Injil. Hal ini terlihat jelas dari senyum lugu mereka saat menerima
  pembagian Alkitab. (t/Novita)
  Diterjemahkan dari: Mission News, Maret 2008
  Selengkapnya: http://www.MNNonline.org/article/10980
  Pokok doa:
  * Doakan agar CRI, yang saat ini sedang berupaya mengumpulkan
    Alkitab dan buku-buku Kristen bekas untuk dikirim ke seluruh
    dunia, terutama ke gereja-gereja yang membutuhkan, terus diberkati
    Tuhan. Biarlah pelayanan mereka menjadi saluran berkat bagi banyak
    gereja yang pendetanya belum memiliki Alkitab.
  * Doakanlah orang-orang percaya di Filipina yang telah menerima
    Alkitab melalui CRI. Kiranya berkat luar biasa ini terus mendorong
    mereka untuk mempelajari Firman Tuhan dengan setia dan
    mengaplikasikannya sehingga dapat memberi dampak bagi kehidupan
    di sekitar mereka.

______________________________________________________________________
DOA BAGI INDONESIA

                   PELAYANAN MISI LINTAS BUDAYA

  "Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau ...." Demikianlah
  penggalan lagu kebangsaan yang sangat tepat sekali menggambarkan
  negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang terdiri dari
  berbagai macam suku, bahasa, dan budaya, di mana kesemuanya itu
  sangat memengaruhi kehidupan masyarakat yang tinggal di dalamnya.
  Karena faktor inilah, orang sering kali melihat wilayah atau ladang
  misi hanya sebatas wilayah geografis. Hal ini mengakibatkan Amanat
  Agung Tuhan Yesus kerap kali hanya dimengerti sebagai perintah agar
  orang percaya memberitakan Injil ke luar negeri saja atau ke bangsa
  lain saja. Hal ini memersempit pengertian kita karena perintah
  Tuhan itu juga dimaksudkan untuk melihat penginjilan secara
  etnografis, yaitu antarsuku. Karena itu, pengertian pelayanan misi
  lintas budaya tidak berarti lintas negara saja. Ciri khas pelayanan
  lintas budaya terletak kepada perbedaan budaya antara si pemberita
  Injil dan mereka yang diinjili. Bisa saja letaknya sekota atau
  sepulau; memang bisa juga ke luar negeri, tetapi tidak mutlak.

  Pokok doa:

  1. Berdoa agar setiap orang percaya dapat dibangkitkan rohnya untuk
     melihat hati Tuhan yang rindu menyelamatkan jiwa-jiwa yang masih
     terhilang, khususnya mereka yang ada di lingkungan kita. Kiranya
     Tuhan menggerakkan setiap orang percaya untuk melakukan
     penjangkauan jiwa.

  2. Doakan agar gereja-gereja Tuhan dapat mendidik jemaatnya untuk
     mendapatkan pemahaman yang benar tentang pelayanan misi, termasuk
     pelayanan misi lintas budaya sehingga jemaat bisa ikut ambil
     bagian mendukung pelayanan misi ini.

  3. Mohon kepada Tuhan agar Ia mengirim lebih banyak lagi pekerja
     untuk melatih jemaat Tuhan sehingga mereka dapat melakukan
     pelayanan misi lintas budaya, terkhusus bagi suku-suku lain yang
     sedang merantau, yang Tuhan izinkan tinggal di sekitar kita.

  4. Doakan suku-suku bangsa di Indonesia yang saat ini belum
     terjangkau oleh Injil, bahkan tertutup sama sekali untuk Injil.
     Biarlah para perantau yang telah dimenangkan dari suku-suku yang
     tertutup ini terdorong untuk kembali ke daerah asalnya sehingga
     terbuka jalan bagi masuknya Injil.

______________________________________________________________________
Anda diizinkan mengcopy/memerbanyak semua/sebagian bahan dari e-JEMMi
(untuk warta gereja/bahan pelayanan lain) dengan syarat: tidak
untuk tujuan komersil dan harus mencantumkan SUMBER ASLI bahan
yang diambil dan nama e-JEMMi sebagai penerbit elektroniknya.
______________________________________________________________________
Staf Redaksi: Novita Yuniarti, Yulia Oeniyati, dan Dian Pradana
Bahan-bahan dalam e-JEMMi disadur dengan izin dari berbagai pihak.
Copyright(c) 2008 oleh e-JEMMi/e-MISI --- diterbitkan: YLSA dan I-KAN
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Kontak Redaksi: < jemmi(at)sabda.org >
Untuk berlangganan: < subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
Untuk berhenti: < unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
Untuk pertanyaan/saran/bahan: < owner-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
______________________________________________________________________
Situs e-MISI dan e-JEMMi: http://misi.sabda.org/
Arsip e-JEMMi: http://www.sabda.org/publikasi/misi/
Situs YLSA: http://www.ylsa.org/
Situs SABDA Katalog:http://katalog.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org