Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/124

KISAH edisi 124 (25-5-2009)

Ditetapkan Untuk Mati, Tapi Hidup dan Bernyanyi

____________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)_____________
                        Edisi 124, 25 Mei 2009

PENGANTAR

  Menjadi seorang anak yang tertolak sejak dari kandungan merupakan 
  sesuatu yang sangat menyakitkan. Apalagi jika penolakan tersebut 
  mengakibatkannya menderita cacat fisik yang harus ditanggung seumur 
  hidup. Tentu sangat sulit bagi seorang anak memaafkan tindakan orang 
  tuanya. Namun, dari kesaksian berikut kita belajar bahwa ada satu 
  kekuatan yang dapat memampukan kita untuk mengampuni mereka yang 
  telah menyakiti kita. Kekuatan tersebut adalah KASIH. Kasih yang 
  sudah Tuhan berikan bagi kita merupakan sebuah kekuatan untuk kita 
  dapat mengampuni orang-orang yang telah menyakiti kita.

  Staf Redaksi KISAH,
  Tatik Wahyuningsih
  http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
  http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

           DITETAPKAN UNTUK MATI, TAPI HIDUP DAN BERNYANYI

  Gloria lahir dalam keadaan cacat. Kedua jari tangan kanan dan ketiga 
  jari tangan kirinya tidak memiliki kuku. Demikian juga kakinya 
  mengalami cacat serius. Kelima jari kaki kanannya tidak memiliki 
  kuku dan bentuknya bulat, sedangkan telapak kaki kirinya hanya 
  setengah bagian besarnya dan bentuknya bulat seperti kepalan tangan, 
  tidak ada kuku dan tidak ada jari. Sejak kecil, Gloria tidak dapat 
  memakai sepatu atau sandal. Pada waktu TK, Gloria harus memakai 
  sepatu boot dan pada waktu SD tidak ada sepatu yang cocok bagi 
  kakinya yang cacat itu. Akhirnya Gloria menggunakan sepatu anak 
  laki-laki yang tertutup dan memakai tali agar sepatu tersebut dapat 
  menyangga dan menutupi kaki kirinya yang hanya setengah itu. Sepatu 
  yang ia pakai adalah sepatu yang alasnya terbuat dari karet yang 
  cukup tebal dan cukup berat untuk ukuran kakinya yang kecil. Gloria 
  berjalan terpincang-pincang karena sepatunya yang berat. Terkadang 
  ia mengalami kesakitan dan harus menyeret sepatunya. Pelajaran 
  olahraga adalah pelajaran yang menakutkan karena ia harus berlari 
  keliling lapangan dengan sepatunya yang berat itu. Ia merasa malu, 
  gagal, dan tidak berdaya. Di sekolah, ia merasa lain daripada 
  teman-temannya. Gloria hanya dapat menangis dan menangis.

  Gloria tumbuh menjadi anak yang pendiam, pemalu, dan tertutup. Ia 
  sangat minder dan tidak memiliki rasa percaya diri. Pada masa 
  kecilnya, Gloria tidak mengalami suatu masa yang indah seperti yang 
  dialami oleh setiap anak. Ia mengalami suatu kegelisahan dan ia 
  begitu ketakutan jika seseorang mendekatinya dan bersahabat 
  dengannya, karena Gloria berpikir bahwa orang itu akan mengejeknya. 
  Karena perasaan itulah, untuk berbicara dengan orang lain, ia 
  tergagap-gagap, berkeringat, bingung, dan kehilangan semua kata-kata 
  yang hendak diucapkannya. Hingga memasuki usia remaja, Gloria tidak 
  memiliki teman yang mau menghabiskan waktu bersama dengannya, 
  belajar bersamanya, dan untuk jalan-jalan. Pada saat teman-temannya 
  bergembira di pesta ulang tahun yang ke-l7, Gloria tidak dapat 
  menghadiri dan ikut berpesta dengan mereka. Gloria sangat kesepian 
  dan semakin tenggelam dalam kesendiriannya.

  Waktu terus berjalan dan Gloria tumbuh menjadi gadis dewasa, tetapi 
  tidak datang perubahan apa pun pada dirinya. Gloria berteriak dalam 
  kemarahannya, "Mengapa aku harus mengalami penderitaan seberat ini? 
  Mengapa aku harus dilahirkan cacat seperti ini? Mengapa aku harus 
  menderita seumur hidupku? Tidak bolehkah aku merasakan bahagia 
  sedikit saja? Aku lahir dan tidak ada gunanya sama sekali, hanya 
  menjadi beban bagi orang lain. Aku membenci diriku. Aku membenci 
  semua yang ada padaku. Tidak ada yang baik di dalamku. Lalu untuk 
  apa aku lahir? Lebih baik aku mati saja. Aku takut menghadapi hari 
  esok."

  Dalam keputusasaannya, Gloria berseru kepada Tuhan. Ia sendiri tidak
  mengerti bagaimana caranya berdoa dan kepada Tuhan yang mana ia
  harus minta tolong. Sampai suatu hari, seorang teman mengajak Gloria
  ke gereja. Asing bagi Gloria untuk mengikuti ibadah di gereja.
  Tetapi Allah sedang mempersiapkan jalan bagi hidup Gloria. Di tengah
  ibadah, Allah menjamah hati Gloria. "Saya merasakan damai pada saat
  itu." Hari itu, bulan Maret 1986, Gloria menerima Tuhan Yesus
  Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi dalam hidupnya, dan
  dibaptis pada bulan Agustus 1986. "Saya memiliki kasih yang baru
  yang belum pernah saya rasakan sebelumnya, kasih dari Tuhan Yesus
  Kristus. Saya menangis dan menangis, menyadari ada seseorang yang
  mengasihi saya dan yang menerima saya apa adanya. Saya merasa tidak
  sendirian. Dan Ia juga memiliki rencana yang terbaik bagi masa depan
  saya."

  Kasih yang baru membuat ia merasa hidupnya yang hampa dipenuhi
  kembali oleh harapan-harapan atas janji Allah. Hatinya meluap dengan
  rasa cinta kepada Tuhan Yesus. Setiap saat dorongan untuk membaca
  Alkitab, berdoa, dan menyembah Tuhan sangat kuat ia rasakan. Namun,
  perjuangan Gloria belum berakhir. Mamanya menentang keras pada saat
  ia mengetahui Gloria telah menjadi seorang Kristen. Sejak kecil,
  Gloria diajarkan untuk bersembahyang kepada patung. Karena tidak
  dapat menghentikan Gloria untuk ke gereja, mamanya mengancam, Gloria
  tidak boleh bersembahyang kepada papanya yang telah meninggal.
  Karena menurut kepercayaan mereka, salah satu cara menghormati orang
  yang sudah meninggal adalah dengan bersembahyang kepada fotonya.
  Dengan berbuat demikian, mama membuat Gloria merasa bahwa ia sudah
  tidak lagi menghormati kedua orang tuanya. Tetapi hal itu tidak
  membuat Gloria berhenti. Ia semakin dalam mengasihi Tuhan.

  Waktu terus berjalan. Dua tahun setelah pertobatannya, Gloria
  menghadapi suatu kenyataan pahit yang selama ini tak diketahuinya.
  Suatu saat tantenya datang ke rumah. Dari mulut tantenya terkuak
  semua pertanyaan dalam benaknya yang selama ini tak terjawab.
  Tantenya bertanya pada Gloria, "Apakah kamu tahu, mengapa kamu lahir
  dan mengalami cacat tubuh seperti itu?"

  "Saya tahu. Mama bercerita pada saya bahwa pada waktu saya ada dalam 
  kandungan, Mama tidak sengaja memotong kaki ayam. Mama lupa bahwa 
  hal itu tidak boleh dilakukan. Akhirnya saya lahir dan keadaan kaki 
  saya seperti kaki ayam yang terpotong," jawab Gloria dengan tanpa 
  rasa curiga. Namun, entah dorongan apa yang ada dalam diri tantenya, 
  sehingga tantenya kemudian menceritakan yang sebenarnya pada Gloria. 
  "Apa yang diceritakan oleh Mamamu tidak benar. Itu hanya suatu 
  kepercayaan orang pada zaman dulu. Sebenarnya Mamamu baru menyadari 
  bahwa dirinya akan memunyai seorang bayi lagi ketika kandungannya 
  telah memasuki usia 3 bulan. Mama sangat terkejut dan bingung. Ia 
  tidak menyangka bahwa ia akan memiliki seorang anak lagi, anak yang 
  ketujuh. Mama berpikir akan diberi makan apa dan pendidikan yang 
  bagaimana anak ini jika ia lahir. Untuk menghidupi keenam anak yang 
  sekarang ada saja sudah sangat sulit. Mama mengatakan pada waktu itu 
  perasaannya begitu kacau, ia tak tahu dari mana akan mendapatkan 
  seluruh biaya yang ia butuhkan -- biaya untuk membeli obat dan 
  vitamin, makanan bergizi, biaya untuk melahirkan dan perawatan bayi. 
  Ketakutan melanda pikiran dan perasaan Mamamu. Mamamu bertekad untuk 
  menggugurkan bayi yang ada dalam kandungannya. Segala usaha 
  dilakukan, mulai dari minum jamu, obat-obatan, sampai dengan cara 
  dipijit. Tetapi semua gagal. Mamamu memikirkan cara lain, yaitu 
  dengan memberikan bayinya kepada orang lain jika ia lahir. Akhirnya 
  bayi itu lahir. Begitu mengetahui bayinya mengalami cacat pada kedua 
  tangan dan kaki yang serius -- hatinya hancur dan ia merasa 
  bersalah, mengingat semua yang telah dilakukannya. Karena perasaan 
  bersalahnya, mama kemudian memutuskan untuk memelihara sendiri bayi 
  itu dan tidak diberikannya pada keluarga yang telah menyanggupi 
  untuk mengambil bayinya itu."

  Mendengar cerita itu, Gloria merasa seluruh dunianya runtuh. 
  Tangisan, kemarahan, kesedihan, perasaan gelisah, dan keputusasaan, 
  semuanya bercampur jadi satu. Kenyataan pahit yang didengarnya itu 
  seperti membuka kembali lembaran pahit yang dilaluinya selama ini. 
  Penderitaan demi penderitaan yang dirasakannya, ejekan dan tertawaan 
  orang-orang yang didengarnya setiap hari, dan semua pemberontakan 
  pada mamanya. Kini Gloria menyadari dari mana kebencian pada mamanya 
  berasal. Kebencian yang amat dalam yang tidak pernah ia mengerti 
  alasannya. "Tidak pernah Mama membedakan kami. Perlakuannya sama 
  terhadap kami semua. Namun entah mengapa, saya sangat memberontak 
  pada Mama. Saya selalu menentang Mama. Jika sesuatu yang saya minta 
  tidak dituruti, saya akan sangat marah. Saya akan membanting pintu, 
  menarik-narik rambut saya dan kepala saya bentur-benturkan ke 
  tembok. Saya selalu mengomel untuk memuaskan kemarahan saya."

  Kembali ia harus berhadapan dengan kenyataan bahwa ia harus 
  mengampuni mamanya untuk semua yang mamanya perbuat terhadap 
  dirinya. Gloria bergumul dan terus berjuang untuk mengampuni 
  mamanya. Sampai suatu saat Gloria mengikuti retret. Firman Allah 
  yang diberitakan dengan jelas didengarnya seperti Allah sendiri 
  berbicara kepada dirinya, "Aku sudah mengenal engkau sebelum engkau 
  dibentuk dalam kandungan ibumu. Aku sudah menguduskan engkau sebelum 
  engkau keluar dari kandungan ibumu. Engkau sangat berharga di 
  mata-Ku dan mulia, Aku ini mengasihi engkau." Dan mulai saat itu, 
  perlahan demi perlahan Gloria menerima kesembuhan atas semua 
  luka-luka di hatinya. Setelah luka-luka batinnya dipulihkan, Gloria 
  mendapat tawaran pekerjaan di sebuah kursus bahasa Inggris untuk 
  anak-anak usia "playgroup". Tanpa pikir panjang, Gloria menerima 
  tawaran tersebut. Di sana, Gloria bekerja sebagai guru bantu yang 
  bertugas membantu guru utama untuk mendampingi anak-anak yang 
  belajar. Tugas Gloria adalah membantu anak-anak yang tidak bisa 
  memegang pensil, menghibur anak-anak yang menangis di kelas, atau 
  menemani anak-anak yang mau ke kamar mandi.

  Pada suatu saat, salah satu orang tua murid datang ke tempat kursus. 
  Dengan marah, ia menuntut kepada kepala sekolah untuk memberhentikan 
  Gloria karena ia mengira Gloria terkena penyakit kusta. Ia takut 
  penyakit itu akan menular kepada anak-anak di situ. Ia mengancam, 
  jika Gloria tidak diberhentikan, ia dan beberapa orang tua murid 
  yang lain akan mengeluarkan anak-anak mereka dari tempat kursus 
  tersebut. Hari itu juga, Gloria dibawa diperiksa, dan dokter 
  menyatakan bahwa itu bukan kusta. Masih tidak percaya dengan 
  keterangan dokter, orang tua murid kembali menginginkan Gloria untuk 
  diperiksa di laboratorium. Mendengar hal itu, Gloria sangat marah. 
  Ia ingin melabrak orang itu. Namun, ketika berpapasan muka dengan 
  muka, Gloria tidak dapat mengelurkan sepatah kata pun untuk 
  melampiaskan kemarahannya itu.

  Gloria berpikir untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya agar 
  tempat kursus itu tidak dirugikan. Keesokan harinya, ia menghadap 
  kepala sekolah dan menyampaikan niatnya. Mendengar hal itu, kepala 
  sekolah berkata kepadanya, "Kalau kamu keluar dari tempat ini, itu 
  berarti kamu menyetujui apa yang dituduhkan kepada kamu." Jawaban 
  dari kepala sekolah membuat Gloria menyadari apa yang sedang 
  diperjuangkannya. Gloria tetap bekerja di tempat kursus tersebut, 
  meskipun setelah kejadian itu beberapa orang tua murid menarik 
  anak-anaknya untuk tidak belajar di situ. Tetapi setelah kejadian 
  itu, pendaftaran murid-murid baru semakin banyak, sehingga 
  dibutuhkan guru untuk mengajar. Akhirnya, diangkatlah Gloria menjadi 
  guru untuk mengajar dan tidak lagi menjadi guru bantu. Gloria 
  mempergunakan kesempatan tersebut untuk menceritakan tentang Tuhan 
  Yesus kepada anak-anak pada 5 menit terakhir di setiap pelajaran 
  yang diajarkannya. Sampai akhirnya, kepala sekolahnya memberi izin 
  untuk membuka sekolah minggu di tempat kursus itu.

  Gloria kemudian mendapat tawaran untuk mengajar di SD. Selama 4 
  tahun mengajar di sana, ia menceritakan tentang Tuhan Yesus kepada 
  murid-murid. Hal ini kemudian diketahui oleh pihak sekolah dan 
  kemudian Gloria diberhentikan. Gloria merasa sedih mengalami hal 
  itu, tetapi ia percaya Tuhan yang membela hidupnya, Tuhan yang akan 
  buka jalan sehingga Ia yang akan memberkati dengan berkali lipat. 
  Beberapa bulan kemudian, Gloria mulai mendapat tawaran untuk 
  mengajar anak-anak dari rumah ke rumah. Gloria juga memulai usaha 
  membuat kue kering yang kemudian berkembang dengan pesat. Gloria pun 
  memberi dirinya untuk mulai melayani Tuhan, bernyanyi bagi Tuhan 
  untuk semua pemulihan yang Tuhan kerjakan dalam hidupnya dan 
  keluarganya.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: Ditetapkan untuk Mati, Tapi Hidup dan Bernyanyi
  Penulis: Irene Ralahalu
  Penerbit: Nafiri Fajar Media Group dan Citra Pustaka
  Halaman: 23 -- 37
______________________________________________________________________

  "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal
  engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah
  menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi
  bangsa-bangsa." (Yeremia 1:5)
  < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Yeremia+1:5 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Berdoa bagi orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik, agar
     mereka tidak menjadi rendah diri atas keterbatasan yang mereka
     miliki, melainkan dapat melihat bahwa apa pun yang menimpa mereka
     saat ini, semua tidak lepas dari rencana Tuhan.

  2. Doakan juga agar setiap orang yang memiliki anggota keluarga yang
     memiliki keterbatasan fisik, agar mereka bersedia menerima dan
     mengasihi mereka apa adanya.

  3. Doakan bagi orang-orang yang pernah ditolak oleh anggota keluara
     mereka, agar tidak menyimpan rasa pahit hati dalam hati mereka,
     melainkan dapat mengampuni orang-orang yang pernah menolak
     mereka.
______________________________________________________________________

Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) 2009 YLSA
YLSA -- http://www.ylsa.org/
http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

Pimpinan Redaksi: Novita Yuniarti
Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih
Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org