Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/134

KISAH edisi 134 (3-8-2009)

The Bulldog

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                       Edisi 134; 3 Agustus 2009

PENGANTAR

  Shalom,

  Terkadang cara Tuhan memanggil anak-Nya untuk melayani Dia, sulit
  untuk dimengerti. Dan orang yang dipilih-Nya pun sangat sulit
  ditebak. Entahlah. Namun, apapun yang Tuhan lakukan dan izinkan
  terjadi dalam hidup ini, kita percaya bahwa semuanya mendatangkan
  kebaikan. Karena Allah kita adalah Allah yang baik, maka Ia juga
  merancangkan yang baik bagi orang-orang yang mau mendengar dan
  menuruti firman-Nya.

  Kisah pertobatan Dr. Stephen Abdul Ganiyu Adewale merupakan salah
  satu kisah yang sungguh luar biasa, di mana Tuhan mengubah seorang
  pemimpin kelompok yang sangat ditakuti, menjadi seseorang yang penuh
  dengan belas kasih dan dihormati oleh petinggi-petinggi di
  negaranya. Melalui kisah ini, mari kita belajar untuk percaya dan
  berani mempersembahkan hidup kita kepada Tuhan dan mengizinkan Ia
  bekerja secara maksimal dalam hidup kita.

  Pimpinan Redaksi KISAH,
  Novita Yuniarti
  http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
  http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

                           "THE BULLDOG"

  Saya (Dr. Stephen Abdul Ganiyu Adewale) dilahirkan tanggal 9 Agustus
  1965 dalam keluarga poligami, sehingga saya selalu kebingungan saat
  harus menjelaskan hubungan keluarga saya kepada saudara saya yang
  lain. Itu terjadi karena saya lahir bukan dari latar belakang
  Kristen, namun penentang kekristenan. Saya anak sulung dari dua
  puluh bersaudara dalam satu ayah. Ayah saya adalah seorang polisi
  yang selalu ditempatkan di daerah yang berbeda-beda sesuai tugas,
  sehingga hidup saya selalu berpindah-pindah, tidak pernah menetap.
  Dengan adik yang banyak dan hidup yang berpindah-pindah, saya hidup
  dalam situasi ekonomi yang sangat sulit. Sekolah tidak pernah tetap,
  bisa tiap tahun saya berpindah sekolah. Ayah biasa menitipkan saya
  pada kenalannya karena tidak mampu mengurusi saya. Kenalan-kenalan
  ayah tersebut jelas tidak menyayangi saya karena hanya terpaksa saja
  menerima saya.

  Saya pernah tinggal dengan seorang ibu yang memiliki usaha kantin.
  Saya dipaksa bekerja sendirian dalam memasak, melayani tamu, sampai
  mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Mungkin alasannya mau menerima
  saya adalah karena ia mendapatkan pekerja tanpa harus membayar. Saat
  ayah harus pindah lagi, kali ini saya dititipkan pada temannya yang
  seorang tukang roti. Saya mendapatkan perlakuan yang lebih buruk
  dari sebelumnya, ia sering memukuli saya hanya untuk melampiaskan
  kemarahannya. Saya harus mengalami kerja paksa; bangun pagi-pagi
  sekali, sampai hari menjelang siang, ia baru membiarkan saya pergi
  sekolah. Karena sudah terlalu siang, saya tidak berani masuk
  sekolah. Saya hanya berputar-putar di sekitar sekolahan sambil
  bersembunyi, takut mendapat hukuman dari sekolah. Hal ini tentu saja
  membuat saya tidak naik kelas. Sebaliknya, saya malah masuk dalam
  pergaulan yang salah.

  Keterlibatan saya yang semakin jauh dalam pergaulan geng, membuat
  masa depan saya semakin kelam. Saya melakukan segala macam kejahatan
  geng, mulai dari pemerasan, teror, pencurian, sampai perampokan. Di
  kalangan kriminal, saya cukup ditakuti. Mereka menjuluki saya
  "Bulldog". Itulah panggilan saya sehari-hari -- punya banyak musuh.
  Saya dikejar-kejar polisi dan masuk dalam daftar pencarian orang,
  sehingga saya harus melarikan diri berpindah-pindah dari satu daerah
  ke daerah lain. Kadang saya juga takut dosa kalau teringat agama.
  Walaupun saya orang jahat, saya masih rajin bersembahyang seperti
  yang agama saya ajarkan. Untuk itu, saya mencoba bertobat; berhenti
  melakukan hal jahat dan melakukan pekerjaan lain yang baik. Saya
  melakukan pekerjaan apa saja, mulai dari kondektur bus, pekerja
  bangunan, pemotong kayu, buruh kasar, dan sebagainya.

  Namun, hidup sepertinya tetap tidak berpihak pada saya,
  pekerjaan-pekerjaan tersebut tetap tidak bisa memenuhi kebutuhan
  saya. Untuk makan, saya masih sering kelaparan. Hanya untuk
  mengganjal perut, saya sering makan dedaunan atau minum air mentah
  yang banyak sampai perut saya terasa penuh. Saya tidak tahan lagi.
  Suatu hari, saat saya kembali merampok sebuah toko, rupanya ada yang
  melihat dan melapor polisi. Polisi langsung mengepung tempat itu dan
  mencari-cari saya. Untungnya saya masih sempat lolos dan lari
  sejauh mungkin. Dalam pelarian, saya hidup luntang-lantung dan
  kelaparan, namun saya tidak mau berbuat jahat lagi. Suatu hari, saya
  melewati halaman sebuah sekolah Kristen. Di balik pagar sekolah itu,
  saya mendengarkan murid-murid yang sedang berlatih paduan suara.
  Begitu indahnya lagu yang mereka nyanyikan, saya berdiri diam di
  sana dan menikmati nyanyian itu. Ada sebuah kedamaian meresap ke
  dalam hati saya.

  Saya keluarkan sebuah kitab Injil kecil yang kumuh dan lusuh dari
  balik baju saya. Kitab kecil itu adalah pemberian seorang teman saya
  waktu bekerja dahulu. Menurutnya, itu adalah harta yang paling
  berharga baginya, dan dia memberikan pada saya karena katanya buku
  itu bisa melindungi saya. Bahkan, ia mengajarkan beberapa doa dari
  kitab Mazmur, katanya untuk perlindungan dan kekuatan. Memang saya
  masih rajin bersembahyang, namun kadang-kadang saya tergoda untuk
  berdoa dengan cara teman saya karena merasakan kemanjuran dari
  doa-doa tersebut. Saya merasakan pikiran saya menjadi lebih tenang
  dan memiliki kekuatan untuk tetap bertahan. Kemudian, saya naik
  gunung, menyendiri, berdoa, dan bertapa. Hal ini biasa dilakukan
  oleh orang pemeluk agama saya untuk mencari pencerahan. Saya minta
  petunjuk atas hidup saya yang tidak pantas dijalani ini. Berdoa
  dengan tasbih, mengulangi doa-doa yang sama. Namun, terkadang saya
  membaca Injil dan turut berdoa dengan kalimat-kalimat dalam Mazmur.

  Saya merasa mendapatkan kekuatan karena doa-doa itu, dan kemudian
  turun gunung. Saya menumpang pada seorang Kristen yang saya kenal
  begitu saja di jalan. Dia begitu baik, menyediakan segala yang saya
  perlukan setiap hari. Suatu hari, tanpa sengaja saya pergi mengikuti
  kebaktiannya. Saya pikir tidak ada salahnya, toh saya juga sudah
  membaca Mazmur dan doa-doa dalam kitab itu juga sudah menjadi doa
  saya. Namun kemudian, yang terjadi tidak disangka-sangka, ada
  semacam aliran yang terasa begitu hebat menjamah saya. Saya bertobat
  dan menyerahkan hidup saya pada Kristus. Setelah itu, saya kembali
  ke kampung halaman. Karena tidak enak pada saudara-saudara, saya
  tetap meneruskan sembahyang dengan cara mereka, walaupun saya
  gelisah dan tidak menemukan damai saat melakukannya. Saya masuk
  dalam pergumulan yang berat, mana yang harus saya pilih, keyakinan
  saya yang lama atau Kristus? Bermalam-malam saya tidak bisa tidur
  dan terus memikirkannya.

  Sampai suatu malam saya bermimpi. Mimpi itu jelas sekali. Saya
  bermimpi ada di sebuah persimpangan dengan banyak jalan. Saya
  kebingungan dan menimbang-nimbang, jalan mana yang harus saya pilih?
  Ada sesuatu mendekati saya, walau saya tidak dapat melihat wujudnya,
  namun saya dapat mendengar suaranya. Ia berkata, "Ikutlah jalan ke
  mana engkau telah mulai melangkahkan kakimu ke situ, dan kau akan
  melihat ke mana jalan itu akan membawamu." Saya mematuhi suara itu
  dan mulai berjalan. Walaupun saya tidak melihatnya, saya tahu Ia
  mengikuti saya. Tidak lama kemudian, saya tiba di sebuah tempat yang
  sangat indah, tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Saya katakan
  pada sosok itu, saya ingin tinggal di tempat yang indah itu dan
  tidak ingin kembali lagi. Ia menjawab, "Terserah padamu untuk
  memilih datang ke sini atau tidak, tapi untuk sekarang, mari kita
  pergi." Dan saya pun terbangun dari mimpi itu.

  Saya mulai berdoa, Tuhan saya ingin sampai di tempat itu dan tinggal
  di sana, apapun yang terjadi. Perjumpaan saya dengan Kristus telah
  membulatkan tekad saya. Orang-orang sekitar saya mulai mengetahui
  perubahan keyakinan saya dan mereka mulai membenci, melecehkan, dan
  menindas saya. Hal itu juga sampai ke telinga ayah, dan ia pun
  memanggil saya. Walaupun takut, saya memberanikan diri menjumpainya.
  Ia bertanya, apa betul apa yang telah ia dengar, apa ada yang salah
  dengan saya? Saya katakan padanya betul, saya telah berjumpa dengan
  Yesus. Reaksinya akan jawaban saya, sudah saya duga sebelumnya. Ia
  menjadi sangat marah dan memukuli saya, kemudian mengusir saya
  keluar dari rumah. Sambil bersumpah, siapapun yang menerima saya
  menumpang di rumahnya, ia akan membakar habis rumah tersebut. Pada
  kemudian hari, ia mengurus di pengadilan dan menyatakan saya secara
  resmi bukan anaknya lagi.

  Selama setahun, saya menjadi tunawisma dan bekerja apa saja untuk
  memperoleh makan. Namun, kali ini lebih sulit daripada yang dahulu.
  Semua orang yang saya kenal tidak mau menerima saya, bahkan kalau
  tidak kenal pun, ayah saya akan datang pada pemilik usaha itu dengan
  seragam polisinya, memerintahkan agar saya segera dikeluarkan.
  Pengusaha itu pasti mengikuti perintah ayah saya karena dia tidak
  mau terlibat masalah. Bila itu terjadi, saya hanya tersenyum. Saya
  tahu semua yang terjadi ini hanya sementara, dibanding nanti saya
  akan tinggal selamanya di tempat indah yang telah saya lihat itu.
  Saya mencoba menumpang pada sebuah gereja dan saya mau melakukan apa
  saja asal diberikan tempat berteduh. Walau awalnya curiga, mereka
  mau menerima saya. Hidup saya berpindah-pindah dari satu jemaat ke
  jemaat lain. Saya tak mau menetap dan mendatangkan masalah pada
  keluarga di mana saya tinggal karena ayah mungkin akan mendatangi
  mereka. Saya melakukan apa saja untuk menolong mereka tanpa dibayar,
  asal mendapat tempat berteduh dan sedikit makan -- memotong rumput,
  membelah kayu, membangun rumah, dan berbagai macam pekerjaan kasar
  yang lain. Semua itu saya lakukan dengan sungguh-sungguh dan
  bersukacita.

  Dalam waktu beberapa tahun, saya mulai dikenal baik oleh jemaat
  gereja tersebut sebagai seorang Kristen muda yang rajin dan
  sungguh-sungguh. Para jemaat menjadi tertarik untuk membiayai
  sekolah saya -- mereka bergantian membiayai saya. Yang satu
  memberikan biaya masuk, yang lain biaya buku-buku, yang lain lagi
  biaya ujian, begitu seterusnya. Dan Tuhan sungguh baik, tiap kali
  saya memerlukan sesuatu, Dia menyediakan tepat pada waktunya.
  Anugerah ini sungguh tidak saya sia-siakan, walaupun saya begitu
  bodoh dan ketinggalan jauh sekali dalam pelajaran, Tuhan membantu
  saya menjadi mudah mengingat semuanya. Saya menjadi berprestasi,
  lulus dengan baik, bahkan kemudian universitas meminta saya sebagai
  dosen di tempat itu. Saya yang begitu bodoh, telah Tuhan buat
  menjadi pengajar orang lain. Lihat apa yang telah Tuhan Yesus
  lakukan dalam kehidupan saya. Ia telah menggenapi firman-Nya dalam
  Mazmur, kitab kecintaan saya. Banyak buku yang sudah saya tulis
  telah diterbitkan dan dibaca kalangan luas, sekali lagi itu bukan
  kepintaran saya, melainkan hikmat dari Tuhan.

  Saya dihormati di kalangan petinggi dan raja-raja, persis seperti
  yang dikatakan dalam Mazmur. Semuanya datang begitu saja,
  penghargaan-penghargaan itu saya gantung berderet di dinding rumah,
  bukan untuk memegahkan diri, melainkan untuk menjadi kesaksian,
  bagaimana seorang pengemis dan penjahat yang hancur dan tidak punya
  harapan seperti saya, Tuhan angkat tinggi menjadi seperti sekarang.
  Terpujilah nama Tuhan Yesus.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Nama majalah: VOICE Indonesia, Edisi 86, Tahun 2006
  Penulis: Tidak dicantumkan
  Penerbit: Communication Department -- Full Gospel Business`s Men
            Fellowship International -- Indonesia: Yayasan Usahawan
            Injil Sepenuhnya Internasional (PUISI), Jakarta 2006
  Halaman: 17 -- 21
______________________________________________________________________

  Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk
  selama-lamanya kasih setia-Nya. (Mazmur 118:1)
  < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Mazmur+118:1 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Keluarga adalah harta terindah yang kita miliki. Suka duka dan
     berbagai pelajaran hidup, kita peroleh di dalamnya. Dengan
     demikian, berdoalah supaya keluarga-keluarga Kristen dapat
     menjadi garam dan terang di tengah-tengah masyarakat, sehingga
     kasih Tuhan dapat kita nyatakan di dalamnya.

  2. Berdoalah supaya Tuhan menaruh kepekaan akan panggilan-Nya
     terhadap orang-orang yang belum percaya kepada Kristus. Dan
     doakan supaya mereka mau membuka hati dan bersedia mengikut Dia,
     sehingga senantiasa memperoleh damai sejahtera.

  3. Mengucapsyukurlah senantiasa terhadap segala sesuatu yang telah
     Tuhan berikan dalam kehidupan kita. Baik saat kita bersukacita
     karena memperoleh sesuatu yang kita harapkan maupun saat kita
     menderita karena mengikut Dia.
______________________________________________________________________
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) 2009 YLSA
YLSA -- http://www.ylsa.org/
http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Pimpinan Redaksi: Novita Yuniarti
Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih
Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org/

Kunjungi Blog SABDA di http://blog.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org