Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/111

KISAH edisi 111 (23-2-2009)

Dua Gadis Umur Sebelas Tahun

 
____________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)_____________
                     Edisi 111, 23 Februari 2009

PENGANTAR

  Ketika kita memutuskan untuk melayani Tuhan, satu hal yang harus
  kita ingat adalah pada saat kita melayani Dia, kita harus melayani
  dengan motivasi yang benar. Jangan sampai pada saat kita melayani,
  kita mencari keuntungan pribadi atau hanya sekadar ingin dilihat
  orang atau diakui sebagai orang yang "taat".

  Melalui kesaksian berikut, kita belajar dari dua anak remaja yang 
  memberikan segenap hatinya untuk melayani Tuhan, meskipun banyak 
  kendala dan tantangan yang harus mereka hadapi, tapi semua itu bukan 
  menjadi alasan maupun penghalang bagi mereka untuk tidak melayani 
  dan memberikan yang terbaik bagi Tuhan.

  Pimpinan redaksi KISAH,
  Novita Yuniarti
  http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
  http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________
KESAKSIAN

                     DUA GADIS UMUR SEBELAS TAHUN

  Sewaktu remaja, saya senang mendengar lagu yang isinya kira-kira
  demikian: "Ada dua gadis yang menarik hati. Cantiknya, cantik kamu.
  Baiknya, baik dia." Lagu tersebut mengungkapkan bahwa suatu saat,
  seorang pria bingung menentukan satu dari dua gadis yang akan
  menjadi pacarnya.

  Di Tiongkok, saya pun benar-benar bertemu dengan dua gadis. Umurnya 
  sama-sama 11 tahun. Mereka bukannya membuat saya bingung harus 
  memilih yang mana, melainkan kagum akan semangat mereka. Saya kagum 
  akan karya Tuhan yang luar biasa sehingga anak umur 11 tahun pun 
  bisa melakukan yang mulia untuk Dia.

  Mereka hidup sama-sama untuk Tuhan. Mereka sama-sama melayani Tuhan 
  dan sungguh menjadi berkat. Yang sungguh membuat mereka berdua 
  istimewa di mata saya adalah kemurnian hati mereka dalam melayani 
  Tuhan dan semangat mereka dalam mengembangkan talenta. Mereka 
  memaksimalkan yang ada pada mereka ketimbang mengeluh tentang yang 
  tidak ada pada mereka.

  Gadis kecil pertama yang ingin saya ceritakan adalah Elisabeth. 
  Ketika sampai di satu tempat, saya sedikit terkejut melihatnya 
  begitu terampil dalam mengajar sekolah minggu, walau usianya masih 
  11 tahun. Murid-muridnya mulai umur 1 sampai 7 tahun. Ia sayang 
  sekali pada mereka. Ia terampil dalam menggunakan alat-alat peraga 
  dan dalam mengajak anak-anak untuk beraktivitas. Yang paling membuat 
  saya terpesona adalah anak-anak balita senang diajar olehnya.

  Wajar bagi anak-anak balita jika mereka ribut dan tidak bisa duduk 
  tenang dalam mengikuti sekolah minggu. Elisabeth selalu mencoba 
  mengatasi dengan kreatif, seperti menyuruh anak-anak yang super 
  aktif untuk membuat gambar di kertas atau papan kecil. Setelah anak 
  tersebut menggambar, baru ia melanjutkan ceritanya dan anak-anak 
  bisa duduk tenang walau hanya sebentar.

  Kadang ia melakukan aktivitas menggunting kertas bersama 
  murid-muridnya sambil menceritakan cerita yang sudah 
  dipersiapkannya.

  Tidak ada "babysitter" yang menunggu anak-anak kecil seperti banyak 
  sekolah minggu di gereja-gereja Indonesia. Tidak ada juga orang 
  dewasa yang mendampinginya. Bahkan ia sendiri tidak pernah mengikuti 
  pelatihan guru sekolah minggu, tetapi ia selalu berusaha 
  mengatasinya dengan baik.

  Terkadang saya juga melihat anak-anak sungguh tidak bisa 
  dikendalikannya, tetapi itu jarang terjadi. Walaupun anak-anak sukar 
  dikendalikan, itu tidak membuatnya jera dan putus asa.

  Setelah selesai sekolah minggu, ia akan bertanya kepada mamanya
  tentang cara mengatasi anak-anak jika mereka begini atau begitu.
  Semangat dan kesaksian hidup Elisabeth dan karya yang dikerjakannya
  sungguh membuat saya kagum pada Tuhan Yesus.

  Tuhan bisa memakai anak kecil berumur 11 tahun untuk bertindak 
  secara kreatif dan bertanggung jawab dalam melakukan pelayanan 
  sekolah minggu. Tuhan bisa mencurahkan kemampuan dan hikmat-Nya bagi 
  orang yang ingin melayani-Nya secara murni, walau Elisabeth masih 
  tergolong anak-anak.

  "Jangan lupa minggu depan datang lagi dan bawa teman ke sekolah
  minggu, ya." Demikian ia melepas anak-anak kepada orang tua mereka
  dan pulang ke rumah masing-masing.

  Gadis kecil kedua bernama Lidya. Papanya tukang masak di sebuah 
  asrama kecil. Mamanya pembantu rumah tangga. Saya tinggal di depan 
  rumah mereka. Lidya senang mendengarkan ketika saya sedang memainkan 
  gitar sambil bernyanyi. Melihat tatapan matanya, saya mengerti bahwa 
  ia juga ingin bisa memainkan gitar sambil bernyanyi. Saya ingin 
  membantunya dengan senang hati. Namun, di antara saya dan dia ada 
  jurang yang dalam -- kendala bahasa.

  Waktu itu keluarga saya baru tiba di Tiongkok dan belum lancar berbahasa
  Tionghoa. Lydia tidak bisa berbahasa Inggris. Kami berkomunikasi
  menggunakan bahasa tubuh. Saya tidak tahu caranya membuat dia 
  benar-benar mengerti. Saya mengungkapkan dengan bahasa isyarat bahwa 
  agak sukar berkomunikasi dan akan sulit membantunya.

  Besoknya, Lidya datang lagi dengan membawa kamus kecil Tionghoa-Inggris. 
  Saya tersenyum melihat semangatnya untuk belajar dan tidak putus 
  asa, walau ada kendala besar dalam berkomunikasi.

  Hari itu pun mulailah saya mengajar dia dengan menggunakan kamus 
  sebagai alat bantu dalam berkomunikasi. Ia datang ke rumah kami 
  hampir setiap hari. Setelah belajar gitar, ia mengajak anak-anak 
  kami main. Saya sungguh senang bisa membantunya belajar dan karena 
  ada yang mengajak anak-anak kami bermain. Saya mengajar dia bermain 
  gitar sekaligus saya belajar berbicara bahasa Tionghoa melalui kamus 
  kecilnya serta berkomunikasi dengan dia.

  Setelah beberapa saat membantunya belajar gitar, kami sekeluarga 
  sepakat untuk membelikannya sebuah gitar karena setelah itu saya 
  harus mulai belajar bahasa dan kebudayaan di Universitas Hunan. 
  Sedangkan ia harus masuk sekolah lagi. Ia bisa berlatih gitar 
  sendiri di rumahnya.

  Empat bulan kemudian, tepatnya pada acara Natal, saya terkejut 
  sekaligus bangga melihat Lidya memainkan gitarnya dan mengiringi 
  puji-pujian Natal.

  Saat itu, ia juga mengajak papa dan mamanya untuk bernyanyi bersama
  memuji dan menyembah Tuhan. Ini sungguh menjadi berkat bagi para
  jemaat yang hadir. Saya terkejut karena dia belajar gitar dalam
  waktu singkat -- 1 bulan!

  Saya bangga karena walaupun keterampilan bermain gitarnya sangat
  terbatas, ia memunyai tekad untuk memainkan gitar dan mengiringi
  acara Natal tersebut.

  Setelah acara selesai, ada sedikit minuman dan kue. Lidya dengan
  inisiatif yang baik menyuguhkan kue dan minuman bagi jemaat yang
  hadir. Lidya seperti orang dewasa yang sungguh menjadi bagian dalam
  pelayanan Tuhan. Setelah semua jemaat makan dan minum, baru ia
  mengambil bagiannya.

  "Baca ya ...." Demikian ia berkata sambil membagikan traktat kepada
  jemaat yang hadir. Mereka pun menerimanya, lalu pulang ke rumah
  masing-masing.

  Elisabeth dan Lidya, dua gadis umur 11 tahun yang sungguh memberkati 
  kami sekeluarga dan memotivasi semangat kami untuk tidak mudah putus 
  asa bekerja bagi Tuhan di Tiongkok.

  Kendati rintangan dan kesulitan hidup membentang, Elisabeth dan
  Lidya adalah pelayan Tuhan yang sejati. Pelayan Tuhan yang melayani
  bukan demi kepopuleran, uang, dan kekuasaan.

  Pelayan Tuhan sejati memberikan diri untuk melayani, terus belajar,
  dan berlatih. Pelayan Tuhan sejati memaksimalkan semua yang ada
  padanya sambil mengucap syukur, bukannya mengeluhkan tentang yang
  tidak ada padanya.

  Pelayan Tuhan sejati sanggup melihat dan memahami kebutuhan 
  orang-orang yang dilayani. Syarat-syarat pelayan Tuhan sejati yang 
  seperti itu sungguh ditampilkan oleh dua gadis kecil yang baru 
  berumur 11 tahun tersebut.

  Panggilan hidup yang mulia bagi setiap orang percaya adalah 
  melayani. Melayani sesuai dengan segala talenta dan karunia yang 
  Tuhan sudah berikan kepada setiap orang yang mengasihi Dia. Melayani 
  dengan motivasi yang suci dan murni serta dengan dengan mengucap 
  syukur.

  Dua gadis umur 11 tahun tersebut sungguh dipakai Tuhan untuk 
  mengingatkan saya untuk menjadi pelayan Tuhan sejati. Bagaimana 
  dengan Anda?

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: Sejuta Sehari
  Penulis: Hendra Rey
  Penerbit: ANDI, Yogyakarta 2008
  Halaman: 11 -- 18
______________________________________________________________________

  Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak
  Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?"
  Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku
  mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah 
  domba-domba-Ku." (Yohanes 21:15)
  < http://sabdaweb.sabda.org/passages/?p=Yohanes+21:15 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Berdoa untuk orang-orang percaya agar mereka memiliki motivasi
     yang benar dalam melayani Tuhan.

  2. Doakan juga agar setiap orang percaya yang telah memutuskan untuk
     melayani Tuhan, agar Tuhan menjaga hati mereka dan memampukan
     mereka dalam melayani orang-orang yang sudah Tuhan percayakan
     untuk mereka.

  3. Doakan pelayanan Hendra Rey di Tiongkok, agar Tuhan memampukan dan
     memperlengkapi dia dalam melayani orang percaya dan yang belum
     percaya di Tiongkok. Doakan juga untuk keluarganya, agar Tuhan selalu
     melindungi dan memberkati kehidupan mereka.
______________________________________________________________________

Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) 2009 YLSA
YLSA -- http://www.ylsa.org/
http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

Pimpinan Redaksi: Novita Yuniarti
Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org