Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/167

e-Wanita edisi 167 (18-8-2017)

Kemerdekaan dalam Kristus

e-Wanita -- Edisi 167/Agustus 2017
 
Kemerdekaan dalam Kristus
e-Wanita -- Edisi 167/Agustus 2017
 
e-Wanita

Salam dalam kasih Kristus,

Makna kemerdekaan sejati bagi orang percaya sejatinya adalah hidup yang terbebas dari keinginan dosa dan mampu melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Paham yang kita anut mengenai kemerdekaan memang jauh berbeda dari pandangan dunia, dan karena itu diperlukan pula perjuangan untuk melakukannya. Namun, ketika Kristus sudah menebus kita dari perbudakan dosa, kita pun akan dimampukan, dengan pertolongan Roh Kudus, untuk hidup bebas sebagai anak-anak Allah yang mencerminkan kemuliaan-Nya. Untuk itu, mari kita beryukur kepada Allah atas kemerdekaan yang sudah diberikan-Nya kepada kita sebagai pribadi, maupun sebagai bangsa Indonesia yang sudah terlepas dari tangan penjajahan.

Dirgahayu Republik Indonesia. Merdeka terus dalam kasih karunia Tuhan!

N. Risanti

Pemimpin Redaksi e-Wanita,
N. Risanti

 

DUNIA WANITA Apa Artinya Memiliki Kemerdekaan dalam Kristus?

Dengan pembongkaran Uni Soviet pada tahun 1991 dan dibukanya tirai besi setelah itu, Eropa Timur dengan penuh sukacita merayakan kemerdekaan mereka yang telah lama ditolak.

Namun, beberapa "kemerdekaan" pertama yang dilaksanakan di negara-negara yang sebelumnya berpaham komunis ini adalah mengumbar pornografi, prostitusi, narkoba, dan kejahatan yang terorganisir.

Beberapa orang pasti memiliki konsep yang keliru mengenai kemerdekaan.

Secara teologis, beberapa orang merasakan kemerdekaan yang sama dengan tidak mengamati apa yang mereka anggap sebagai praktik-praktik "Perjanjian Lama". Mereka merasa bebas dari hukum. Mereka merasa bahwa beban hukum telah diangkat, dan mereka tidak lagi terikat. Mereka percaya bahwa mereka bebas dari "tata cara Yahudi" dan bahwa Kristus telah melakukan segala sesuatu untuk mereka, membebaskan mereka dari segala praktik kecuali kewajiban samar-samar untuk "mengasihi" Allah dan sesama mereka.

Gambar: Women Freedom

Kemerdekaan palsu dinubuatkan.

Alkitab memperingatkan tentang janji-janji kebebasan yang palsu. Salah satu peringatan tersebut berasal dari Petrus, "Sebab mereka mengucapkan kata-kata yang congkak dan hampa dan mempergunakan hawa nafsu cabul untuk memikat orang-orang yang baru saja melepaskan diri dari mereka yang hidup dalam kesesatan. Mereka menjanjikan kemerdekaan kepada orang lain, padahal mereka sendiri adalah hamba-hamba kebinasaan, karena siapa yang dikalahkan orang, ia adalah hamba orang itu. Sebab jika mereka, oleh pengenalan mereka akan Tuhan dan Juru Selamat kita, Yesus Kristus, telah melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia, tetapi terlibat lagi di dalamnya, maka akhirnya keadaan mereka lebih buruk dari pada yang semula. Karena itu bagi mereka adalah lebih baik, jika mereka tidak pernah mengenal Jalan Kebenaran dari pada mengenalnya, tetapi kemudian berbalik dari perintah kudus yang disampaikan kepada mereka. Bagi mereka cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: 'Anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya'" (2 Petrus 2:18-22).

Tidak seorang pun berpendapat bahwa Kristus tidak datang untuk membawa kebebasan. Lukas menulis bahwa Yesus pergi ke Nazaret, "tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab. Kepada-Nya diberikan kitab Nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: 'Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.'" (Lukas 4:16-19, penekanan ditambahkan dalam keseluruhan.)

Yesus Kristus membawa kemerdekaan sejati.

Kristus datang untuk membebaskan kita dari dosa melalui korban penebusan-Nya. Ibrani 2:14-15 memberi tahu kita bahwa Yesus "menjadi sama dalam kemanusiaan mereka sehingga dengan kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut, dan membebaskan mereka yang sepanjang hidup mereka berada dalam perhambaan oleh karena takut kepada maut" (New International Version).

Upah dosa adalah maut (Roma 6:23). Kristus membayar hukuman mati bagi kita, membebaskan kita dari hukuman mati melalui pengorbanan-Nya. Kita telah dibebaskan, tetapi, seperti yang ditulis Paulus, kebebasan ini tidak memberikan lisensi atau izin untuk terus melakukan hal-hal yang membawa pada hukuman kematian (Roma 6:11-22). Paulus menulis dalam Galatia 5:13, "Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih" (Galatia 5:13).

Panggilan Tuhan membebaskan kita dari konsep-konsep rohani yang salah. Galatia 4:3-7 mengatakan: "Demikian pula kita: selama kita belum akil balig, kita takluk juga kepada roh-roh dunia. Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak. Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: 'ya Abba, ya Bapa!' Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah".

Seorang Kristen dipanggil keluar dari takhayul, kesalahan, perbudakan, penipuan, rasa bersalah, kebejatan, kebodohan, dan kehidupan destruktif, dari menjadi tawanan Setan dan menghadapi kematian kekal. Dia dipanggil menuju kemerdekaan dalam Kristus, menerima pengampunan dosa melalui darah-Nya yang tercurah, sekarang mengetahui kebebasan dari rasa bersalah, kesadaran akan kebenaran Allah, dan sebagai pemberian cuma-cuma, pengharapan hidup yang kekal.

Namun, Kitab Suci memang menunjukkan bahwa kebebasan rohani yang sesungguhnya harus mencakup kriteria berikut, yang terkait dengan pengorbanan Yesus untuk dosa-dosa kita. Mari secara singkat kita melihat hal-hal ini.

Freedom in Christ

Kemerdekaan melalui kebenaran Allah.

Kristus berdiskusi dengan sekelompok orang yang menipu diri mereka sendiri untuk mengira bahwa mereka bebas. "Setelah Yesus mengatakan semuanya itu, banyak orang percaya kepada-Nya. Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: 'Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.' Jawab mereka: 'Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?'" (Yohanes 8:31-33).

Jelas, mereka menipu diri mereka sendiri, tidak mengakui bahwa bahkan pada waktu itu tanah mereka tidak lebih dari wilayah yang diduduki di bawah penaklukan Kekaisaran Romawi yang perkasa. Semua orang sangat menyadari bahwa mereka adalah orang-orang tawanan.

Dalam tiga ayat berikutnya, Yesus menjawab, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah. Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka."

Menurut Kristus, seseorang tidak bisa bebas secara rohani kecuali dia memiliki kebenaran, yang adalah firman Tuhan (Yohanes 17:17). Jelas, orang itu harus mengerti kebenaran itu. Banyak orang memiliki Alkitab di dalam rumah mereka, tetapi tidak membacanya ataupun tidak bisa memahaminya. Hanya sedikit orang menyadari tentang kemerdekaan yang datang dari pemahaman akan firman Tuhan.

Kemerdekaan melalui Roh Kudus.

Kitab Suci menunjukkan bahwa Roh Allah menuntun kita kepada kebenaran (Yohanes 16:13). Hal ini membantu kita memahami Alkitab (1 Korintus 2:10-14). Pemahaman rohani ini mengarah kepada kemerdekaan.

Paulus menulis dalam 2 Korintus 3:17, "Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan".

Kita tahu bahwa Roh Kudus adalah karunia yang berharga yang diberikan oleh Allah berdasarkan pertobatan, penerimaan Kristus, baptisan air, kesediaan untuk taat dan penumpangan tangan (Kisah Para Rasul 2:38, 5:32, 8:14-17).

Kemerdekaan melalui hukum Allah.

Semua orang sangat membutuhkan kebebasan, tetapi kita dengan cepat menyadari bahwa kebebasan menuntut harga. Seseorang dengan nada bercanda berkata, "kebebasan mutlak adalah mampu melakukan apa yang Anda mau tanpa mempertimbangkan siapa pun kecuali pasangan Anda dan anak-anak Anda, perusahaan dan bos, tetangga dan teman-teman, polisi dan pemerintah, dokter dan gereja."

Dalam masyarakat manusia, kekacauan terjadi jika kita hanya memperhatikan kepentingan kita sendiri. Hukum diperlukan untuk menjamin kebebasan. Hal ini juga berlaku dengan hukum rohani Allah. Mazmur 119 merupakan penghargaan yang indah untuk kebebasan yang datang melalui ketaatan kepada hukum Allah. Perhatikan ayat 44 dan 45: "Aku hendak berpegang pada Taurat-Mu senantiasa, untuk seterusnya dan selamanya. Aku hendak hidup dalam kelegaan, sebab aku mencari titah-titah-Mu".

Yakobus menyebut hukum Tuhan "hukum yang memerdekakan," atau kebebasan ketika ia mengatakan bahwa "barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya" (Yakobus 1:25). Dia melanjutkan di pasal berikutnya: "Berkatalah dan berlakulah seperti orang-orang yang akan dihakimi oleh hukum yang memerdekakan orang" (ayat 12).

Sayangnya, beberapa orang mengklaim kebebasan beragama melalui Kristus sementara merendahkan hukum-Nya dan menolak untuk tunduk kepadanya. Yesus Kristus, sebagai contoh sempurna dari kebebasan, menaati perintah Allah (Yohanes 15:10). Kebebasan sejati tidak mungkin terpisah dari, tetapi harus datang dari keselarasan dengan, perintah-perintah Allah. Seperti yang ditanyakan Kristus dalam Lukas 6:46, "Mengapa kamu berseru kepada-Ku 'Tuhan, Tuhan,' padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?" Juga: "Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah" (Matius 19:17).

Freedom in Bible

Ketaatan penuh kasih pada hukum Allah bukanlah upaya untuk mencapai keselamatan oleh perbuatan, melainkan merupakan sebuah respons tulus, jujur, ingin melayani, dan menyenangkan Allah penguasa alam semesta yang besar, yang memberi hukum rohani-Nya untuk kesejahteraan kita sendiri. Ini bukan soal apa yang nyaman, tetapi tentang apa yang menyenangkan Allah. Adalah sebuah ironi bahwa, sementara kita mendapatkan kebebasan melalui Kristus, kita menjadi hamba-Nya, sebagaimana tercantum dalam 1 Korintus 7:22: "Sebab seorang hamba yang dipanggil oleh Tuhan dalam pelayanan-Nya, adalah orang bebas, milik Tuhan. Demikian pula orang bebas yang dipanggil Kristus, adalah hamba-Nya".

Pada akhirnya, kebebasan sejati datang melalui kebangkitan pada saat kedatangan Kristus. Seperti yang dijelaskan Paulus dalam Roma 8:21, "makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah".

Allah, percepatlah hari itu! (t/Jing-Jing)

Download Audio
Diterjemahkan dari:
Nama situs : United Church of God
Alamat situs : https://www.ucg.org/the-good-news/what-does-it-mean-to-have-freedom-in-christ
Judul asli artikel : What Does It Mean to Have Freedom in Christ?
Penulis artikel : Rainer Salomaa
Tanggal akses : 7 September 2016
 

POTRET WANITA Rosa Parks

Sebagian besar sejarawan menetapkan waktu awal gerakan hak-hak sipil modern di Amerika Serikat pada tanggal 1 Desember 1955. Itu adalah hari ketika seorang penjahit tak dikenal di Montgomery, Alabama, menolak untuk menyerahkan kursinya di bis kepada penumpang kulit putih. Wanita pemberani ini, Rosa Parks, ditangkap dan didenda karena melanggar peraturan kota, tetapi tindakan pembangkangannya yang seorang diri tersebut memulai sebuah gerakan yang mengakhiri hukum pemisahan di Amerika, dan membuatnya menjadi inspirasi bagi pecinta kebebasan di mana-mana.

Rosa Parks

Rosa Parks terlahir dengan nama Rosa Louise McCauley di Tuskegee, Alabama, dari pasangan James McCauley, seorang tukang kayu, dan Leona McCauley, seorang guru. Pada usia dua tahun, ia pindah ke peternakan kakek-neneknya di Pine Level, Alabama, dengan ibunya dan adiknya, Sylvester. Pada usia sebelas tahun, ia masuk ke Montgomery Industrial School for Girls (Sekolah Industri Montgomery untuk Para Gadis), sebuah sekolah swasta yang didirikan oleh perempuan berpikiran liberal dari Amerika Serikat Utara. Filosofi sekolah tentang harga diri konsisten dengan saran Leona McCauley untuk "mengambil keuntungan dari peluang, tidak peduli betapapun sedikit hal itu".

Peluang memang sedikit. "Waktu itu," Nyonya Parks mengingat dalam sebuah wawancara, "kami tidak punya hak-hak sipil. Masalah kami merupakan soal kelangsungan hidup, untuk tetap ada dari satu hari ke hari berikutnya. Saya ingat ketika masih kecil, saat akan tidur, saya mendengar derapan Klan (kelompok rasis di Amerika yang gemar main hakim sendiri terhadap orang-orang kulit hitam - Red.) pada malam hari dan mendengar hukuman mati tanpa pengadilan, dan merasa takut jika rumah akan dibakar." Dalam wawancara yang sama, ia mengutip rasa takut yang menyertainya seumur hidup dijadikan sebagai alasan untuk keberanian relatifnya dalam memutuskan untuk mempertahankan keyakinannya di pemboikotan bus. "Saya tidak punya rasa takut tertentu," katanya. "Lega rasanya ketika mengetahui bahwa saya tidak sendirian."

Setelah studinya di Alabama State Teachers College, Rosa yang masih muda menetap di Montgomery, bersama suaminya, Raymond Parks. Pasangan ini bergabung dengan dalil lokal dari NAACP dan bekerja diam-diam selama bertahun-tahun untuk meningkatkan kumpulan orang Afrika-Amerika di selatan yang terpisah.

"Saya bekerja di sejumlah kasus bersama dengan NAACP," Nyonya Parks bercerita, "tetapi kami tidak mendapatkan publisitas. Ada kasus pencambukan, pekerjaan sewa, pembunuhan, dan perkosaan. Kami tampaknya tidak memiliki terlalu banyak keberhasilan. Itu lebih merupakan tentang mencoba untuk menantang kekuasaan yang ada dan membiarkan hal itu diketahui bahwa kami tidak ingin terus menjadi warga negara kelas dua."

Insiden bus tersebut menyebabkan pembentukan Montgomery Improvement Association, yang dipimpin oleh pendeta muda dari Gereja Baptis Dexter Avenue, Dr. Martin Luther King, Jr.. Asosiasi menyerukan pemboikotan bus kota milik perusahaan. Pemboikotan berlangsung selama 382 hari dan membuat Nyonya Parks, Dr. King, dan perkara mereka menjadi perhatian dunia. Sebuah Keputusan Mahkamah Agung menghentikan aturan Montgomery, yang di bawahnya Nyonya Parks telah didenda, dan melarang pemisahan rasial pada transportasi umum.

Pada tahun 1957, Nyonya Parks dan suaminya pindah ke Detroit, Michigan tempat Nyonya Parks bertugas sebagai staf dari anggota Dewan Amerika Serikat John Conyers. The Southern Christian Leadership Council kemudian membuat Rosa Parks Freedom Award tahunan untuk menghormatinya.

Setelah kematian suaminya pada tahun 1977, Nyonya Parks mendirikan Rosa and Raymond Parks Institute for Self-Development (Lembaga Pengembangan Diri Rosa dan Raymond Parks). Lembaga itu mensponsori program tahunan musim panas untuk remaja yang disebut Pathways to Freedom (Jalan Menuju Kebebasan). Orang-orang muda mengadakan tur untuk mengelilingi negara dengan naik bus, di bawah pengawasan orang dewasa, mempelajari sejarah negara mereka dan gerakan hak-hak sipil. Presiden Clinton menganugerahi Rosa Parks dengan Presidential Medal of Freedom pada tahun 1996. Dia menerima Congressional Gold Medal pada tahun 1999.

Rosa Parks

Ketika ditanya apakah dia menjalani hidup yang bahagia setelah pensiun, Rosa Parks menjawab, "Saya melakukan yang terbaik yang saya bisa untuk memandang hidup dengan optimisme dan harapan, dan berharap untuk hari yang lebih baik, tetapi saya tidak percaya ada kebahagiaan yang lengkap. Sungguh menyakitkan bagi saya, bahwa masih banyak kegiatan Klan dan rasisme. Saya pikir ketika Anda mengatakan Anda bahagia, berarti Anda memiliki semua yang Anda butuhkan dan segala sesuatu yang Anda inginkan, dan tidak ada lagi yang diharapkan. Saya belum mencapai tahap itu."

Nyonya Parks menghabiskan tahun-tahun terakhirnya dengan hidup tenang di Detroit, tempat dia meninggal pada tahun 2005 di usia 92. Setelah kematiannya, peti matinya ditempatkan di Rotunda, di Balai Kota Amerika Serikat selama dua hari, sehingga bangsa itu bisa memberikan penghormatan kepada wanita pemberani yang telah mengubah kehidupan begitu banyak orang. Dia adalah satu-satunya wanita dan orang Afrika-Amerika kedua dalam sejarah Amerika yang disemayamkan di Gedung Balai Kota, suatu kehormatan yang biasanya diberikan kepada Presiden Amerika Serikat. (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Academy of Achievement
Alamat situs : http://www.achievement.org/achiever/rosa-parks/
Judul asli artikel : Rosa Parks
Penulis : of Tim Academy of Achievement
Tanggal akses : 7 Juli 2015
 
Anda terdaftar dengan alamat: $subst('Recip.EmailAddr').
Anda menerima publikasi ini karena Anda berlangganan publikasi e-Wanita.
wanita@sabda.org
e-Wanita
@sabdawanita
Redaksi: N. Risanti, Amidya, dan Margaretha I.
Berlangganan | Berhenti | Arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
©, 2017 -- Yayasan Lembaga SABDA
 

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org