Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-wanita/122

e-Wanita edisi 122 (19-12-2013)

Misi di Balik Natal

_____________e-Wanita -- Buletin Bulanan Wanita Kristen_______________ 
                       TOPIK: Makna Natal                 
                    Edisi 122/Desember 2013
                    
e-Wanita -- Misi di Balik Natal
Edisi 122/Desember 2013

Salam damai,

Sampai saat ini, masing-masing kita tentu sudah merayakan Natal berkali-kali. 
Namun, masihkah kita mengingat misi yang terkandung di balik peristiwa yang 
dikenal dengan Natal? Yesus Kristus yang lahir ke dunia dalam rupa manusia 
memiliki misi yang harus dilaksanakan. Kita tentu mengetahui bahwa misi 
kedatangan-Nya yang pertama adalah menjadi Penebus umat manusia. Untuk 
mengingatkan kita kembali akan misi Yesus Kristus ini, kami menghadirkan artikel 
yang dapat dijadikan bahan perenungan kita menjelang Natal tahun ini. Kiranya 
sajian kami menjadi berkat bagi Sahabat Wanita di mana pun berada.

Dan, pada edisi e-Wanita yang terakhir tahun ini, kami selaku tim Redaksi e-
Wanita mengucapkan, "Selamat Menyongsong Hari Natal 2013 dan Menyambut Tahun 
Baru 2014". Kiranya damai, kasih, dan semangat Natal yang Tuhan anugerahkan atas 
kita memampukan kita menjadi wanita-wanita yang semakin berkenan bagi Allah dan 
berdampak bagi banyak orang. Tuhan Yesus beserta kita. Amin.

Pemimpin Redaksi e-Wanita,
S. Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://wanita.sabda.org/ >


                    DUNIA WANITA: DIUTUS MENJADI PENEBUS

Dasar Alkitab: Galatia 4:1-11

"Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari 
seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus 
mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak." 
(Galatia 4:4-5)

Setiap orang percaya mempunyai kedudukan sebagai anak-anak Allah sejak ia secara 
pribadi beriman kepada Yesus Kristus atau menerima Dia menjadi Juru Selamatnya 
(Yohanes 1:12). Dengan diangkat sebagai anak, yaitu melalui proses kelahiran 
kembali secara rohani oleh pekerjaan Roh Kudus pada saat kita beriman kepada 
Kristus, kita secara resmi dan sah menjadi anggota keluarga Allah.

Argumentasinya jelas, walaupun semua manusia adalah ciptaan Tuhan, -- karena 
itu, secara umum mereka dapat disebut anak-anak Allah -- selama yang 
bersangkutan secara pribadi tidak beriman kepada Kristus, orang itu belum 
menjadi anak-anak Allah atau menjadi anggota keluarga Bapa surgawi. Yang 
bersangkutan tidak mendapat hak sebagai ahli waris dari kekayaan Allah.

Menjadi Ahli Waris

Kata yang digunakan dalam Perjanjian Baru untuk "pengangkatan menjadi anak" 
berarti menempatkan sebagai anak laki-laki yang telah dewasa. Ini erat kaitannya 
dengan kedudukan kita dalam keluarga Allah. Kita bukan lagi sebagai anak kecil, 
melainkan anak laki-laki dewasa sebab anak yang sudah dewasalah yang dapat 
diberi tanggung jawab dan menggunakan haknya sebagai anak.

Itulah sebabnya, Rasul Paulus secara tegas berkata kepada orang Kristen di 
Galatia, "Tetapi ingatlah bahwa apabila seorang ayah meninggal dan mewariskan 
kekayaan yang besar kepada anaknya yang masih kecil, maka sebelum anak itu 
menjadi dewasa, keadaannya tidak lebih baik daripada seorang hamba, walaupun 
sesungguhnya ia memiliki segala kekayaan ayahnya." (Galatia 4:1, FAYH) Memang 
status atau kedudukannya adalah sebagai anak dalam keluarga ayahnya, namun 
karena ia belum dewasa, ia tetap diurus oleh hamba-hamba dalam rumah tangganya 
sendiri.

Logika itu sangat jelas diuraikan oleh Rasul Paulus dalam Galatia 4:2-3. Di 
antara orang-orang Romawi pada zaman Paulus menulis surat kepada jemaat di 
Galatia ini, anak-anak orang kaya diurus oleh para hamba. Tidak menjadi masalah 
siapa pun ayahnya, seorang anak kecil tetap kecil dan berada di bawah pengawasan 
seorang hamba. Sebenarnya, anak itu sendiri tidak banyak perbedaannya dengan 
hamba yang mengawasinya. Sebab, urutannya begini: Hamba itu berada di bawah 
perintah tuannya, dan anak itu berada di bawah perintah si hamba.

Dalam penerapannya, begitulah kira-kira keadaan orang Kristen Yahudi pada zaman 
Hukum Taurat. Kitab Suci memberi tahu kita bahwa Hukum Taurat hanyalah sebagai 
"penuntun", yang mendisiplin bangsa itu dan menyiapkan mereka untuk kedatangan 
Yesus Kristus selaku Penebus dan Juru Selamat (Galatia 3:23-25). Jadi, ketika 
para penganut Yudaisme (kelompok fanatik Hukum Taurat dengan tidak 
menitikberatkan masalah iman kepada Kristus) membawa orang-orang Kristen Galatia 
untuk kembali kepada praktik Taurat yang kaku dan kejam, sebenarnya mereka 
membawa umat Allah di sana kepada kemunduran rohani. Mereka bukan saja membawa 
umat Kristen di sana kepada perhambaan agama, melainkan juga ke dalam masa 
ketidakdewasaan secara moral dan rohani.

Paulus menyatakan bahwa orang-orang Kristen Yahudi pada masa itu berada di bawah 
perhambaan "roh-roh dunia" (ayat 3) dan itulah yang menjadi penyebab mengapa 
umat Tuhan di Galatia tidak dewasa dalam iman dan secara rohani. Di bawah Hukum 
Taurat, bangsa Yahudi adalah anak-anak kecil di bawah perhambaan, bukan anak-
anak dewasa yang menikmati kebebasan.

Sama halnya dengan kehidupan rohani kita selaku umat Allah dalam zaman kasih 
karunia ini. Mungkin saja kita sudah beragama (Kristen) sejak kecil, sudah lahir 
baru, sudah menjalani baptisan air atau sidi, sudah menjadi anggota gereja 
secara penuh, dan sudah dianggap senior sebagai anggota di jemaat setempat, 
namun selama kita belum sepenuhnya mengamalkan iman kepada Kristus dalam 
perjalanan kehidupan spiritual kita, kita tetap berada di bawah perhambaan "roh-
roh dunia".

Anda sebagai gembala tentu tidak akan puas jika jumlah anggota jemaat yang Anda 
gembalakan cukup banyak tanpa memperhatikan kualitas kehidupan rohani mereka, 
apakah telah dewasa atau belum. Biasanya, di situlah letak kemunduran 
terselubung dalam jemaat Kristen sebab kuantitas tidak diikuti dengan kualitas 
rohani. Akhirnya, kondisi anggota jemaat setempat bagaikan pohon ara yang rimbun 
daunnya, namun tidak berbuah.

Ia Selaku Penebus

Bukan saja bangsa Yahudi yang menjadi orang Kristen di Galatia pada waktu itu 
yang memerlukan penebusan Kristus, kita pun sama. Ungkapan "setelah genap 
waktunya" dalam ayat 4 itu dapat berarti pada saat dunia telah siap untuk 
menyambut kelahiran Yesus Kristus selaku Juru Selamat. Dilihat dari transportasi 
pada masa itu, sarana jalan-jalan yang menghubungkan satu kota dengan kota 
lainnya -- dan semua kota itu dihubungkan dengan kota Roma -- untuk ukuran saat 
itu sudah dianggap memadai. Itu berarti dunia telah siap menyambut kehadiran 
Sang Penebus yang lahir di kota Betlehem yang kita peringati setiap kali 
merayakan Natal.

Selain itu, dilihat dari sisi hukum, pada waktu itu hukum Romawi melindungi hak-
hak semua warga negara, dan tentara Romawi menjaga keamanan. Kemudian, dari 
aspek informasi dan komunikasi, dunia dianggap telah siap. Berkat penaklukan-
penaklukan yang dilakukan oleh Yunani dan Romawi, saat itu bahasa Latin dan 
Yunani dikenal di seluruh Kekaisaran Romawi. Namun, di atas segalanya, yang 
pasti kelahiran Kristus di Betlehem 20 abad silam itu bukan suatu kebetulan, 
melainkan telah ditetapkan oleh Allah.

Allah tidak melakukan suatu pekerjaan tanpa perencanaan yang matang, dan segala 
sesuatu yang terjadi, apalagi menyangkut pekerjaan keselamatan manusia, Ia 
melakukannya setelah "genap waktunya". Demikian juga yang menyangkut kedatangan 
Kristus kedua kali nanti, Ia pun akan datang lagi pada waktu-Nya, terlepas dari 
siap atau tidak kita untuk menyambut-Nya.

Pekerjaan Sang Penebus

Tujuan Ia datang (lahir) ke dunia ialah untuk "menebus mereka yang takluk kepada 
hukum Taurat". Kata "menebus" adalah kata yang telah Paulus gunakan sebelumnya 
(Galatia 3:13), yang berarti "membebaskan dengan membayar suatu harga". Katanya, 
pada zaman itu, orang dapat membeli seorang hamba di kota Romawi mana pun, baik 
untuk membeli maupun untuk melepas. Paulus mengambil fakta itu untuk menjelaskan 
bahwa Kristus datang untuk melepaskan kita dari perbudakan dosa dan belenggu 
Hukum Taurat.

Pengangkatan kita sebagai anak sebenarnya belum sepenuhnya kita terima karena 
proses ke arah itu bertahap. Tahap pertama: kita telah dibeli oleh darah Kristus 
dan didiami oleh Roh Kudus sebagai meterai bahwa kita adalah anak-anak Allah. 
Sekarang, kita sedang menantikan tahap kedua: yaitu pernyataan umum pada waktu 
Kristus datang kedua kali nanti, saat "... kita akan menjadi sama seperti Dia 
...." (1 Yohanes 3:1-2) Menurut Rasul Petrus, bagian terbaik dari warisan kita 
masih akan datang (1 Petrus 1:1-5).

Terjadi Kemunduran

Rupanya, kondisi kerohanian orang-orang Kristen di Galatia telah berpaling dari 
kasih karunia kepada Hukum Taurat (ayat 8-11). Artinya, mereka telah atau sedang 
mengalami kemunduran ketika Paulus menyampaikan nasihat ini melalui surat. Dalam 
kondisi itu, mereka menukarkan kebebasan dengan perhambaan. Itulah sebabnya, 
Paulus sangat menyayangkan mengapa hal itu sampai terjadi di kalangan orang 
Kristen Galatia.

Ungkapan dalam ayat 9 "roh-roh dunia yang lemah dan miskin" membuktikan kepada 
kita betapa parahnya kemunduran mereka. Mereka melepaskan kuasa Injil dan 
menukarnya dengan kelemahan Hukum Taurat. Kekayaan Injil telah ditukar dengan 
kemiskinan Hukum Taurat. Karena memang Hukum Taurat tidak pernah membuat siapa 
pun kaya atau berkuasa. Sebaliknya, Hukum Taurat hanya dapat mengungkapkan 
kelemahan dan kebobrokan rohani manusia.

Kemudian, ungkapan Paulus untuk menggambarkan kemunduran orang Kristen di 
Galatia terdapat dalam ayat 10, yaitu mereka "memelihara hari-hari tertentu, 
bulan-bulan, masa-masa yang tetap dan tahun-tahun" yang didasarkan pada Hukum 
Taurat. Tentu saja, yang Paulus maksudkan bahwa jemaat di Galatia cenderung 
mundur kepada praktik Hukum Taurat seperti yang dijalani bangsa Yahudi zaman 
Alkitab Perjanjian Lama dahulu.

Namun demikian, tidaklah berarti bahwa kita dianggap bersalah merayakan Natal, 
merayakan Paskah, atau mengenang peristiwa kenaikan Kristus ke surga, atau 
mengadakan kebaktian untuk mengingat peristiwa turunnya Roh Kudus pada hari 
Pentakosta. Jika kita melakukan itu, berarti kita melakukan suatu dosa? Tidak 
demikian!

Perjanjian Baru menyiratkan bahwa umat Kristen tidak boleh menetapkan upacara-
upacara keagamaan bagi orang lain (Roma 14:4-13). Hendaknya kita jangan memuji 
mereka yang memelihara hari tertentu, dan jangan pula menghakimi orang yang 
tidak memelihara hari itu. Akan tetapi, jika kita memiliki pandangan bahwa kita 
menyelamatkan jiwa kita atau beranggapan bahwa kita sedang bertumbuh dalam kasih 
karena kita melakukan upacara keagamaan, kita bersalah telah melakukan 
legalisme. Sebab, di dalam kasih karunia Allah, semua hari itu baik dan penuh 
berkat.

Apalagi masalah Kerajaan Allah bukan mementingkan hal-hal seperti itu, melainkan 
"... soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus ...." (Roma 
14:17) 
Jika kita melakukan hal-hal itu dan sejenisnya, patut dicurigai jangan-
jangan kita sama seperti orang Kristen di Galatia yang mengalami kemunduran 
sampai-sampai Paulus berkata, "Saya sangat khawatir mengenai keadaan Saudara. 
Saya takut kalau-kalau jerih payah saya bagi Saudara itu sia-sia belaka." (ayat 
11, FAYH)

Ingat, Kristus lahir atau datang ke dunia menjadi Penebus kita.

Sumber asli:
Judul buletin: Sahabat Gembala Desember 2001
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: Yayasan Kalam Hidup -- Gereja Kemah Injil Indonesia, Bandung 2001
Halaman: 22

Diambil dari:
Nama situs: Natal
Alamat URL: http://natal.sabda.org/diutus_menjadi_penebus
Tanggal akses: 21 Oktober 2013


          STOP PRESS: BERGABUNGLAH DENGAN FACEBOOK E-BINASISWA

Apakah Anda rindu untuk mengetahui lebih dalam tentang dunia anak muda? Silakan 
bergabung dengan Facebook e-BinaSiswa. Anda akan mendapatkan berbagai informasi 
menarik seperti renungan, dan bisa saling berbagi pengalaman seputar pelayanan 
Pemuda dan Remaja. Penasaran?

Jadilah salah satu penggemar Facebook e-BinaSiswa dengan bergabung di 
< http://fb.sabda.org/binasiswa >


Kontak: wanita(at)sabda.org
Redaksi: S. Setyawati, N. Risanti, dan Novita Y.
Berlangganan: subscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-wanita(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-wanita/arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org